0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
122 tayangan18 halaman
Dokumen ini membahas tentang aplikasi genetika forensik dan PCR dalam mengungkap kasus kriminal. DNA merupakan bukti utama yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi korban atau pelaku kejahatan. Analisis DNA dengan teknik seperti VNTR dan PCR sangat membantu proses investigasi kejahatan.
Dokumen ini membahas tentang aplikasi genetika forensik dan PCR dalam mengungkap kasus kriminal. DNA merupakan bukti utama yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi korban atau pelaku kejahatan. Analisis DNA dengan teknik seperti VNTR dan PCR sangat membantu proses investigasi kejahatan.
Dokumen ini membahas tentang aplikasi genetika forensik dan PCR dalam mengungkap kasus kriminal. DNA merupakan bukti utama yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi korban atau pelaku kejahatan. Analisis DNA dengan teknik seperti VNTR dan PCR sangat membantu proses investigasi kejahatan.
KELOMPOK I : LENNY AGUSTINA. N DIANA FATMASARI ERNA TRISNAWATI PENDAHULUAN
Kata “forensik” berarti “berhubungan dengan ruang
sidang”. Forensik merupakan aplikasi dari disiplin ilmu kedokteran maupun ilmu-ilmu lain yang terkait dalam suatu penyelidikan untuk memperoleh data - data dalam mengungkap kasus kriminal baik itu data post mortem berdasar pemeriksaan mayat maupun data dari pemeriksaan kasus hidup seperti perkosaan, pelecehan seksual dan / atau kekerasan dalam rumah tangga. Ilmu forensik merupakan terapan berbagai ranah keilmuan (multi disiplin) yang penting untuk menentukan identitas korban maupun pelaku, tanda, sebab dan cara kematian, serta perkiraan waktu kematian Produk yang dihasilkan merupakan bukti autentik dalam suatu proses peradilan hukum demi menegakkan kebenaran.
Pada kasus non kriminal, aplikasi
forensik juga sangat diperlukan terutama untuk mengungkap identitas korban musibah masal seperti bencana alam, jatuhnya pesawat, tenggelamnya kapal, kecelakaan kereta dan kebakaran (Kartika Ratna Pertiwi dan Evy Yulianti, 2011). Untuk mendapatkan bukti yang autentik tersebut diperlukan identifikasi forensik yang berupa pemeriksaan DNA.
Semakin pesatnya perkembangan
teknologi memungkinkan polisi mampu memecahkan suatu kasus lebih cepat, ini dikarenakan penerapan teknologi DNA atau Deoxyribonucleic Acid. DNA (Deoxyribonucleic Acid) adalah suatu molekul polimer nukleotida (polinukleotida) yang merupakan asam nukleat yang berisi informasi genetik yang terdapat di dalam sel pada makhluk hidup. DNA merupakan rantai ganda (double helix) yang sangat panjang, mengandung potongan – potongan gen sebagai satuan terkecil pengendali sifat dan ciri morfologi seperti warna kulit, jenis rambut, bentuk jari dan sifat – sifat khusus pada manusia (Kartika Ratna Pertiwi dan Paramita Cahyaningrum, 2012). PENGENALAN GENETIKA FORENSIK PENGERTIAN
Genetika adalah ilmu yang mempelajari
sifat-sifat keturunan (hereditas) serta segala seluk beluknya secara ilmiah. Genetika disebut juga ilmu keturunan, ilmu ini mempelajari berbagai aspek yang menyangkut pewarisan sifat, bagaimana sifat keturunan. Ilmu itu diturunkan dari generasi kegenerasi serta variasi-variasi yang mungkin timbul didalamnya atau yang menyertainya. Forensik berasal dari bahasa Yunani ”Forensis” yang berarti debat atau perdebatan. Forensik adalah bidang ilmu pengetahuan yang digunakan untuk membantu proses penegakan keadilan melalui proses penerapan ilmu sains. Forensik biasanya selalu dikaitkan dengan tindak pidana (tindakan yang melawan hukum). Ilmu forensik dikategorikan kedalam buku ilmu pengetahuan alam dan dibangun berdasarkan metode ilmu alam, dimana sesuatu dianggap ilmiah jika didasarkan pada fakta atau pengalaman (empirisme), kebenaran ilmiah harus dapat dibuktikan oleh setiap orang melalui indranya (positivisme), analisis dan hasilnya mampu dituangkan secara masuk akal, baik deduktif maupun induktif dalam struktur bahasa tertentu yang mempunyai makna (logika) dan hasilnya dapat dikomunikasikan ke masyarakat luas dengan tidak mudah atau tanpa tergoyahkan (kritik ilmu), (Purwadianto 2000). SEJARAH SINGKAT GENETIKA FORENSIK Selama 20 tahun terakhir pengembangan dan penerapan genetika telah merevolusi ilmu forensik. Pada prinsipnya, identifikasi forensik merupakan tindakan suatu barang bukti, baik berupa spesimen biologis maupun benda lainnya. Proses ini dilakukan dengan menelaah ciri yang menjadi karakteristik barang bukti, untuk kemudian dibandingkan dengan data lainnya. Pada tahun 1900 Karl Landsteiner menggambarkan pengelompokan sistem darah ABO dan diamati bahwa setiap individu bisa ditempatkan kedalam kelompok yang berbeda dari golongan darahnya. Ini adalah langkah pertama dalam pengembangan hemogenetik forensik. Tetapi sebelumnya,pada tahun 1915 Leone Lattes menerbitkan sebuah buku tentang menggunakan darah ABO untuk menyelesaikan kasus ayahnya. Tahun 1931 ABO membuat teknik yang menjadi standar dalam laboratorium forensik, tetapi terbatas pada banyak kasus forensik. Di tahun 1960-an dan 1970-an , perkembangan dalam biologi molekuler , termasuk pembatasan enzim, pengurutan sanger, dan Southern blotting , memungkinkan para ilmuwan untuk memeriksa urutan DNA. Menjelang tahun 1978 , DNA polimorfisme bisa
dideteksi dengan Southern blotting dan pada tahun
1980 analisis pertama sangat polimorfik lokus dilaporkan. Tidak sampai September 1984 Alec Jeffreys menyadari bahwa potensi aplikasi forensik dari Variabel Number of Tandem Repeats (VNTR). Teknik ini dikembangkan oleh Jeffreys yang digunakannya untuk identifikasi pelaku pemerkosaan dan pembunuhan di Leichester, Inggris, sekitar tahun 1985. Sejak itu, metode identifikasi DNA digunakan dalam berbagai kasus forensik dan determinasi hubungan kekerabatan. Pekerjaan genetika forensik akan bervariasi tergantung pada laboratorium dan Negara yang menjalaninya, dan dapat melibatkan analisis sampel yang diambil dari tempat kejadian kejahatan, pengujian paternitas dan identifikasi jenazah manusia. Dalam beberapa kasus, bahkan dapat digunakan untuk analisis DNA dari tanaman, hewan dan mikroorganisme lainnya. Gambar. Peran ahli forensik genetika adalah untuk memastikan apakah sample dari TKP sama dengan tersangka. Sampel referensi yang diberikan dari tersangka dan juga korban tindak kejahatan. Bertanggung jawab hanya untuk tugas tertentu dalam proses , seperti ekstraksi DNA dari banyak materi atau analisis dan interpretasi dari profil DNA yang telah yang dihasilkan oleh para ilmuwan lain. Gambar. Analisis VNTR menggunakan lokus probe tunggal: tangga dijalankan bersama sampel yang diuji yang memungkinkan ukuran fragmen DNA yang akan di estimasi. Sebuah sampel kontrol K562 dianalisis bersama dengan sampel yg diuji. Analisis VNTR adalah alat yang ampuh namun memiliki beberapa keterbatasan: jumlah yang relatif besar dari DNA yang diperlukan; itu tidak akan bekerja dengan DNA yg rusak; perbandingan antara laboratorium sulit; dan analisis itu memakan waktu. Sebuah perkembangan penting dalam sejarah genetika forensik datang dengan munculnya sebuah proses yang dapat memperkuat daerah tertentu dari DNA - Polymerase Chain Reaction (PCR) Pemanfaatan pemeriksaan DNA tidak terbatas pada pemeriksaan cairan tubuh, rambut atau jaringan yang dikumpulkan dari TKP, tetapi juga sel – sel yang ditinggalkan pelaku tindak kejahatan pada tubuh korban atau sebaliknya, sehingga dapat menghubungkan antara pelaku dengan korban. Pada sisi lain, pemeriksaan DNA diketahui mampu menjawab secara tuntas berbagai pertanyaan paternitas dan hubungan kekerabatan, misalnya dalam perkara kriminal, kasus orang hilang, sengketa keayahan, dan bayi tertukar.