Anda di halaman 1dari 17

Page | 1

THANATOLOGI
Disusun oleh :

INDAH MUTIARA P.S

G2A009019

ANDROMEDAE KARTIKA P G2A009020


REZA PAHLEVI

G2A009021

GIDION BUDI S

G2A009022

RIZKY ADITYA F

G2A009024

FAISAL ISWANDI

G2A009023

SAMUEL RADITYA W

G2A009025

RR. ARUM RAMADHYAN S G2A009027


SUSTIKA NOVIANITA A

G2A009028

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2011

BAB I

Page | 2

PENDAHULUAN

1.1

Contoh Kasus
Seorang anak 18 bulan mengalami gagal nafas oleh karena didiagnosa dokter
mengalami efusi pleura. Sebelum di vonis meninggal oleh dokter, anak tersebut mengalami
sesak nafas dan batuk-batuk. Oleh karena orang tua korban yang panic, membawa bayi
tersebut ke dokter klinik umum di dekat rumahnya. Oleh dokter tersebut di rujuk ke rumah
sakit Adventis di Pusat Kota daerah Buenos Aires. Sesampai di ruang UGD, dokter jaga
mengatakan kepada orangtuanya bahwa anak tersebut sudah meninggal karena denyut nadi
dan detak jantung tidak teraba. Nafas bayi tersebut sudah terasa lagi. Tanpa dilakukan
pertolongan dengan alat apapum, bayi tersebut di bawa pulang dan berniat dikremasi.
Sesampai di rumah saat hendahk dikremasi, ternyata petugas yang akan memandikan bayi,
merasakan dada bayi tersebut bergerak. Segera bayi tersebut di bawa kembali ke rumah
rakit. Dilakukan resusitasi jantung-paru dan pemberian inkubator. Dan pada akhirnya anak
tersebut kembali hidup.
(sumber.www.kompas.com/mancanegaranews/argentina/11april2012)

1.2

Latar Belakang
Kematian manusia dapat dilihat dari dua dimensi, yaitu kematian manusia sebagai
individu dan sebagai kumpulan dari berbagai macam sel. Mati individu didefinisikan
secara sederhana sebagai berhentinya kehidupan secara permanen. Dapat diperjelas lagi
menjadi berhentinya secara permanen fungsi organ-organ vital (paru, jantung, otak)
sebagai satu kesatuan utuh, ditandai berhentinya konsums oksigen. Akibatnya, satu demi
sat sel yang merupakan elemen hidup terkecil pembentuk manusia akan mengalami
kematian pula (mati selular).
Mati suri seperti contoh kasus diatas merupaan suatu keadaan dimana proses vital
turun ke tingkat paling minimal untuk mempertahankan kehidupan, sehingga tanda-tanda
klinisnya tampak seperti sudah mari. Dengan peralatan sederhana tanda kehidupan tidak
terdeteksi. Selain itu aja juga jenis mati serebral yaitu kedua hemisfer otak yang
irreversible kecuali batang otak dan serebelum, sedangkan sistem lainnya (sistem
pernafasan dan cardiovascular) masih berfungsi dengan bantuan alat.

Page | 3

Akan tetatpi mati yang sekarang ini banyak dianut oleh klinisi adalah mati batang
otak yaitu apabila terjadi kerusakan seluruh isi neuronal intracranial yang irreversible,
termasuk batang otak dan serebelum.
Oleh karena itu untuk memastikan apakah seseorang sudah mati atau belum sehingga
tidak merugikan pasien ataupun pihak keluarga, diperlukan sebuah ilmu yang
mempelajari segala macam aspek yang berkaitan dengan kematian. Ilmu tersebut adalah
thanatologi. Thanatologi berasal dari kata thanatos (mati) dan logos (ilmu). Sehingga
secara pengertian (definisi), tanatologi merupakan ilmu yang mempelajari aspek yang
berkaitan degan mati yang meliputi diagnosis, perubahan-perubahan yang terjadi sesudah
mati serta kegunaannya.
Beranjak dari contoh kasus diatas, seharusnya apabila dapat mengatahui tanda-tanda
kematian dengan benar, masyarakat mampu member pertolongan yang cepat dan tepat
yang sesuai dan tidak merugikan pihak keluarga yang mengira keluarganya meninggal.
Sebab harus diyakini bahwa tidak ada satu orangpun didunia ini dapat hidup setelah
benar-benar mati.
1.3

Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan tinjauan pustaka mengenai thanatologi ini adalah untuk
menjelaskan dan memberitahu kegunaan thanatologi kepada masyarakat dan klinisi yang
meliputi:
1. Memastikan kematian klinis
2. Memperkirakan sebab kematian
3. Memperkirakan saat kematian
4. Memperkirakan cara kematian

BAB II

Page | 4

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Thanatologi
2.1.1. Definisi Thanatologi
Thanatologi berasal dari kata thanatos (yang berhubungan dengan kematian)
dan logos (ilmu). Thanatologi adalah bagian dari Ilmu Kedokteran Forensik yang
mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan kematian yaitu definisi atau batasan
mati, perubahan yang terjadi pada tubuh setelah terjadi kematian dan faktor-faktor
yang mempengaruhi perubahan tersebut (Idries, 1997).
Mati menurut ilmu kedokteran didefinisikan sebagai berhentinya fungsi
sirkulasi dan respirasi secara permanen (mati klinis). Dengan adanya perkembangan
teknologi ada alat yang bisa menggantikan fungsi sirkulasi dan respirasi secara
buatan. Oleh karena itu definisi kematian berkembang menjadi kematian batang
otak. Brain death is death. Mati adalah kematian batang otak (Idries, 1997).
2.1.2. Manfaat
Ada tiga manfaat dari ilmu Thanatologi, antara lain untuk dapat menetapkan
hidup atau matinya korban, memperkirakan lama kematian korban, dan menentukan
wajar atau tidak wajarnya kematian korban. Menetapkan apakah korban masih
hidup atau telah mati dapat kita ketahui dari masih adanya tanda kehidupan dan
tanda-tanda kematian. Tanda kehidupan dapat kita nilai dari masih aktifnya siklus
oksigen yang berlangsung dalam tubuh korban. Sebaliknya, tidak aktifnya siklus
oksigen menjadi tanda kematian (Al-Fatih II, 2007).
2.1.3. Jenis Kematian
Agar suatu kehidupan seseorang dapat berlangsung, terdapat tiga system yang
mempengaruhinya. Ketiga sistem utama tersebut antara lain sistem persarafan,
sistem kardiovaskuler dan sistem pernapasan. Ketiga sistem itu sangat
mempengaruhi satu sama lainnya, ketika terjadi gangguan pada satu sistem, maka
sistem-sistem yang lainnya juga akan ikut berpengaruh (Idries, 1997).

Page | 5

Dalam Thanatologi dikenal beberapa istilah tentang mati, yaitu mati somatis (mati
klinis), mati suri, mati seluler, mati serebral dan mati otak (mati batang otak).
Mati somatis (mati klinis) ialah suatu keadaan dimana oleh karena sesuatu sebab
terjadi gangguan pada ketiga sistem utama tersebut yang bersifat menetap (Idries,
1997). Pada kejadian mati somatis ini secara klinis tidak ditemukan adanya
refleks, elektro ensefalografi (EEG) mendatar, nadi tidak teraba, denyut jantung
tidak terdengar, tidak ada gerak pernapasan dan suara napas tidak terdengar saat
auskultasi.
Mati suri (apparent death) ialah suatu keadaan yang mirip dengan kematian
somatis, akan tetapi gangguan yang terdapat pada ketiga sistem bersifat
sementara. Kasus seperti ini sering ditemukan pada kasus keracunan obat tidur,
tersengat aliran listrik dan tenggelam (Idries, 1997).
Mati seluler (mati molekuler) ialah suatu kematian organ atau jaringan tubuh
yang timbul beberapa saat setelah kematian somatis. Daya tahan hidup masingmasing organ atau jaringan berbeda-beda, sehingga terjadinya kematian seluler
pada tiap organ tidak bersamaan (Budiyanto, 1997).
Mati serebral ialah suatu kematian akibat kerusakan kedua hemisfer otak yang
irreversible kecuali batang otak dan serebelum, sedangkan kedua sistem lainnya
yaitu sistem pernapasan dan kardiovaskuler masih berfungsi dengan bantuan alat
(Budiyanto, 1997).
Mati otak (mati batang otak) ialah kematian dimana bila telah terjadi kerusakan
seluruh isi neuronal intrakranial yang irreversible, termasuk batang otak dan
serebelum. Dengan diketahuinya mati otak (mati batang otak) maka dapat
dikatakan seseorang secara keseluruhan tidak dapat dinyatakan hidup lagi,
sehingga alat bantu dapat dihentikan (Budiyanto, 1997).
2.1.4. Cara Mendeteksi Kematian
Melalui fungsi sistem saraf, kardiovaskuler, dan pernapasan, kita bisa
mendeteksi hidup matinya seseorang. Untuk mendeteksi tidak berfungsinya sistem
saraf, ada lima hal yang harus kita perhatikan yaitu tanda areflex, relaksasi, tidak
ada pegerakan, tidak ada tonus, dan elektroensefalografi (EEG) mendatar/ flat.

Page | 6

Untuk mendeteksi tidak berfungsinya sistem kardiovaskuler ada enam hal yang
harus kita perhatikan yaitu denyut nadi berhenti pada palpasi, denyut jantung
berhenti selama 5-10 menit pada auskultasi, elektro kardiografi (EKG) mendatar/
flat, tidak ada tanda sianotik pada ujung jari tangan setelah jari tangan korban kita
ikat (tes magnus), daerah sekitar tempat penyuntikan

icard subkutan tidak

berwarna kuning kehijauan (tes icard), dan tidak keluarnya darah dengan pulsasi
pada insisi arteri radialis.
Untuk mendeteksi tidak berfungsinya sistem pernapasan juga ada beberapa hal
yang harus kita perhatikan, antara lain tidak ada gerak napas pada inspeksi dan
palpasi, tidak ada bising napas pada auskultasi, tidak ada gerakan permukaan air
dalam gelas yang kita taruh diatas perut korban pada tes, tidak ada uap air pada
cermin yang kita letakkan didepan lubang hidung atau mulut korban, serta tidak ada
gerakan bulu ayam yang kita letakkan didepan lubang hidung atau mulut korban
(Modi, 1988).
2.1.5. Tanda Kematian
Kematian adalah suatu proses yang dapat dikenal secara klinis pada seseorang
berupa tanda kematian yang perubahannya biasa timbul dini pada saat meninggal
atau beberapa menit kemudian. Perubahan tersebut dikenal sebagai tanda kematian
yang nantinya akan dibagi lagi menjadi tanda kematian pasti dan tanda kematian
tidak pasti.
A. Tanda kematian tidak pasti
1. Pernapasan berhenti, dinilai selama lebih dari 10 menit.
2. Terhentinya sirkulasi yang dinilai selama 15 menit, nadi karotis tidak teraba.
3. Kulit pucat.
4. Tonus otot menghilang dan relaksasi.
5. Pembuluh darah retina mengalami segmentasi beberapa menit setelah
kematian.
6. Pengeringan kornea menimbulkan kekeruhan dalam waktu 10 menit yang
masih dapat dihilangkan dengan meneteskan air mata (Budiyanto, 1997).

Page | 7

B. Tanda kematian pasti


1. Livor mortis
Nama lain livor mortis ini antara lain lebam mayat, post mortem lividity,
post mortem hypostatic, post mortem sugillation, dan vibices. Livor mortis
adalah suatu bercak atau noda besar merah kebiruan atau merah ungu (livide)
pada lokasi terendah tubuh mayat akibat penumpukan eritrosit atau stagnasi
darah karena terhentinya kerja pembuluh darah dan gaya gravitasi bumi, bukan
bagian tubuh mayat yang tertekan oleh alas keras. Bercak tersebut mulai
tampak oleh kita kira-kira 20-30 menit pasca kematian klinis. Makin lama
bercak tersebut makin luas dan lengkap, akhirnya menetap kira-kira 8-12 jam
pasca kematian klinis (Idries, 1997). Sebelum lebam mayat menetap, masih
dapat hilang bila kita menekannya. Hal ini berlangsung kira-kira kurang dari 610 jam pasca kematian klinis. Juga lebam masih bisa berpindah sesuai
perubahan posisi mayat yang terakhir. Lebam tidak bisa lagi kita hilangkan
dengan penekanan jika lama kematian klinis sudah terjadi kira-kira lebih dari
6-10 jam.
Ada 4 penyebab bercak makin lama semakin meluas dan menetap, yaitu:
1. Ekstravasasi dan hemolisis sehingga hemoglobin keluar.
2. Kapiler sebagai bejana berhubungan.
3. Lemak tubuh mengental saat suhu tubuh menurun.
4. Pembuluh darah oleh otot saat rigor mortis.
Livor mortis dapat kita lihat pada kulit mayat. Juga dapat kita temukan
pada organ dalam tubuh mayat masing-masing sesuai dengan posisi mayat.
Lebam pada kulit mayat dengan posisi mayat terlentang, dapat kita lihat pada
belakang kepala, daun telinga, ekstensor lengan, fleksor tungkai, ujung jari
dibawah kuku, dan kadang-kadang di samping leher. Tidak ada lebam yang
dapat kita lihat pada daerah skapula, gluteus dan bekas tempat dasi. Lebam
pada kulit mayat dengan posisi mayat tengkurap, dapat kita lihat pada dahi,
pipi, dagu, bagian ventral tubuh, dan ekstensor tungkai. Lebam pada kulit
mayat dengan posisi tergantung, dapat kita lihat pada ujung ekstremitas dan

Page | 8

genitalia eksterna. Lebam pada organ dalam mayat dengan posisi terlentang
dapat kita temukan pada posterior otak besar, posterior otak kecil, dorsal paruparu, dorsal hepar, dorsal ginjal, posterior dinding lambung, dan usus yang
dibawah (dalam rongga panggul).
Ada tiga faktor yang mempengaruhi livor mortis yaitu volume darah yang
beredar, lamanya darah dalam keadaan cepat cair dan warna lebam. Volume
darah yang beredar banyak menyebabkan lebam mayat lebih cepat dan lebih
luas terjadi. Sebaliknya lebih lambat dan lebih terbatas penyebarannya pada
volume darah yang sedikit, misalnya pada anemia.
Ada lima warna lebam mayat yang dapat kita gunakan untuk memperkirakan
penyebab kematian yaitu
1. warna merah kebiruan merupakan warna normal lebam,
2. warna merah terang menandakan keracunan CO, keracunan CN, atau suhu
dingin,
3. warna merah gelap menunjukkan asfiksia,
4. warna biru menunjukkan keracunan nitrit, dan
5. warna coklat menandakan keracunan aniline (Spitz, 1997).
Interpretasi livor mortis dapat diartikan sebagai tanda pasti kematian, tanda
memperkirakan saat dan lama kematian, tanda memperkirakan penyebab
kematian dan posisi mayat setelah terjadi lebam bukan pada saat mati.
Livor mortis harus dapat kita bedakan dengan resapan darah akibat trauma
(ekstravasasi darah). Warna merah darah akibat trauma akan menempati ruang
tertentu dalam jaringan. Warna tersebut akan hilang jika irisan jaringan kita
siram dengan air (Mason, 1983).
Sifat
Letak

Lebam mayat
Epidermal, karena pelebaran
pembuluh darah yang
tampak sampai ke
permukaan kulit

Kutikula

Tidak rusak

Memar
Subepidermal, karena
rupture pembuluh darah
yang letaknya bisa
superficial atau lebih
dalam
Kutikula rusak

Page | 9
Lokasi

Gambaran

Terdapat pada daerah yang


luas, terutama luka pada
bagian tubuh yang letaknya
rendah
Tidak ada evalasi dari kulit

Pinggiran
Warna

Jelas
Warna sama

Pada pemotongan

Pada pemotongan, darah


tampak dalam pembuluh,
dan mudah dibersihkan.
Jaringan subkutan tampak
pucat

Dampak setelah
penekanan

Akan hilang walaupun hanya


diberi penekanan ringan

Terdapat di sekitar bisa


tampak di mana saj pada
bagian tubuh dan tidak
meluas
Biasanya membengkak
karena resapan darah dan
edema
Tidak jelas
Memar yang lama
warnanya bervariasi.
Memar yang baru
berwarna lebih tegas
daripada warna lebam
mayat di sekitarnya
Menunjukkan resapan
darah ke jaringan sekitar,
susah dibersihkan jaringan
sekitar, susah dibersihkan
jika hanya dengan air
mengalir. Jaringan
subkutan berwarna merah
kehitaman
Warnanya hanya berubah
sedikit pada penekanan

2. Kaku mayat (rigor mortis)


Kaku mayat atau rigor mortis adalah kekakuan yang terjadi pada otot yang
kadang-kadang disertai dengan sedikit pemendekan serabut otot, yang terjadi
setelah periode pelemasan/ relaksasi primer; hal mana disebabkan oleh karena
terjadinya perubahan kimiawi pada protein yang terdapat dalam serabut-serabut
otot (Gonzales, 1954).
a. Cadaveric spasme
Cadaveric spasme atau instantaneous rigor adalah suatu keadaan
dimana terjadi kekakuan pada sekelompok otot dan kadang-kadang
pada seluruh otot, segera setelah terjadi kematian somatis dan tanpa
melalui relaksasi primer (Idries, 1997).
b. Heat Stiffening

P a g e | 10

Heat Stiffening adalah suatu kekakuan yang terjadi akibat suhu tinggi,
misalnya pada kasus kebakaran (Idries, 1997).
c. Cold Stiffening
Cold Stiffening adalah suatu kekakuan yang terjadi akibat suhu rendah,
dapat terjadi bila tubuh korban diletakkan dalam freezer, atau bila suhu
keliling sedemikian rendahnya, sehingga cairan tubuh terutama yang
terdapat sendi-sendi akan membeku (Idries, 1997).
3. Penurunan suhu tubuh (algor mortis)
Algor mortis adalah penurunan suhu tubuh mayat akibat terhentinya
produksi panas dan terjadinya pengeluaran panas secara terus menerus.
Pengeluaran panas tersebut disebabkan perbedaan suhu antara mayat dengan
lingkungannya. Algor mortis merupakan salah satu perubahan yang dapat kita
temukan pada mayat yang sudah berada pada fase lanjut post mortem. Pada
beberapa jam pertama, penurunan suhu terjadi sangat lambat dengan bentuk
sigmoid. Hal ini disebabkan ada dua faktor, yaitu

masih adanya sisa

metabolisme dalam tubuh mayat dan perbedaan koefisien hantar sehingga


butuh waktu mencapai tangga suhu.
Ada sembilan faktor yang mempengaruhi cepat atau lamanya penurunan suhu
tubuh mayat, yaitu:
1. Besarnya perbedaan suhu tubuh mayat dengan lingkungannya.
2. Suhu tubuh mayat saat mati. Makin tinggi suhu tubuhnya, makin lama
penurunan suhu tubuhnya.
3. Aliran udara makin mempercepat penurunan suhu tubuh mayat.
4. Kelembaban udara makin mempercepat penurunan suhu tubuh mayat.
5. Konstitusi tubuh pada anak dan orang tua makin mempercepat penurunan
suhu tubuh mayat.
6. Aktivitas sebelum meninggal.

P a g e | 11

7. Sebab kematian, misalnya asfiksia dan septikemia, mati dengan suhu tubuh
tinggi.
8. Pakaian tipis makin mempercepat penurunan suhu tubuh mayat.
9. Posisi tubuh dihubungkan dengan luas permukaan tubuh yang terpapar.

Penilaian algor mortis dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut, antara lain:
1. Lingkungan sangat mempengaruhi ketidakteraturan penurunan suhu tubuh
mayat.
2. Tempat pengukuran suhu memegang peranan penting.
3. Dahi dingin setelah 4 jam post mortem.
4. Badan dingin setelah 12 jam post mortem.
5. Suhu organ dalam mulai berubah setelah 5 jam post mortem.
6. Bila korban mati dalam air, penurunan suhu tubuhnya tergantung dari suhu,
aliran, dan keadaan airnya.
7. Rumus untuk memperkirakan berapa jam sejak mati yaitu:
T = (98,40F - suhu rectal0F) : 1,50F (Gonzales, 1954).
4. Pembusukan
Pembusukan mayat nama lainnya dekomposisi dan putrefection.
Pembusukan mayat adalah proses degradasi jaringan terutama protein akibat
autolisis dan kerja bakteri pembusuk terutama Clostridium welchii. Bakteri ini
menghasilkan asam lemak dan gas pembusukan berupa H2S, HCN, dan AA.
H2S akan bereaksi dengan hemoglobin (Hb) menghasilkan HbS yang berwarna
hijau kehitaman.

Syarat terjadinya

degradasi

jaringan

yaitu

adanya

mikroorganisme dan enzim proteolitik.


Proses pembusukan telah terjadi setelah kematian seluler dan baru tampak
oleh kita setelah kira-kira 24 jam kematian. Kita akan melihatnya pertama kali

P a g e | 12

berupa warna kehijauan (HbS) di daerah perut kanan bagian bawah yaitu dari
sekum (caecum). Lalu menyebar ke seluruh perut dan dada dengan disertai bau
busuk.
Ada 17 tanda pembusukan, yaitu wajah dan bibir membengkak, mata
menonjol, lidah terjulur, lubang hidung dan mulut mengeluarkan darah, lubang
lainnya keluar isinya seperti feses (usus), isi lambung, dan partus (gravid),
badan gembung, bulla atau kulit ari terkelupas, aborescent pattern/ marbling
yaitu vena superfisialis kulit berwarna kehijauan, pembuluh darah bawah kulit
melebar, dinding perut pecah, skrotum atau vulva membengkak, kuku terlepas,
rambut terlepas, organ dalam membusuk, dan ditemukannya larva lalat.
Organ dalam yang cepat membusuk antara lain otak, lien, lambung, usus,
uterus gravid, uterus post partum, dan darah. Organ yang lambat membusuk
antara lain paru-paru, jantung, ginjal dan diafragma. Organ yang paling lambat
membusuk antara lain kelenjar prostat dan uterus non gravid. Larva lalat dapat
kita temukan pada mayat kira-kira 36-48 jam pasca kematian. Berguna untuk
memperkirakan saat kematian dan penyebab kematian karena keracunan. Saat
kematian dapat kita perkirakan dengan cara mengukur panjang larva lalat.
Penyebab

kematian

karena

racun

dapat

kita

ketahui

dengan

cara

mengidentifikasi racun dalam larva lalat.


Ada sembilan faktor yang mempengaruhi cepat-lambatnya pembusukan mayat,
yaitu :
1. Mikroorganisme. Bakteri pembusuk mempercepat pembusukan.
2. Suhu optimal yaitu 21-370C mempercepat pembusukan.
3. Kelembaban udara yang tinggi mempercepat pembusukan.
4. Umur. Bayi, anak-anak dan orang tua lebih lambat terjadi pembusukan.
5. Konstitusi tubuh. Tubuh gemuk lebih cepat membusuk daripada tubuh
kurus.
6. Sifat medium. Udara : air : tanah = 1:2:8.

P a g e | 13

7. Keadaan saat meninggal. Adanya oedem mempercepat pembusukan.


Dehidrasi memperlambat pembusukan.
8. Penyebab kematian. Radang, infeksi, dan sepsis mempercepat pembusukan.
Arsen, stibium dan asam karbonat memperlambat pembusukan.
9. Seks. Wanita baru melahirkan (uterus post partum) lebih cepat mengalami
pembusukan.
Pada pembusukan mayat kita juga dapat menginterpretasikan suatu
kematian sebagai tanda pasti kematian, untuk menaksir saat kematian, untuk
menaksir lama kematian, serta dapat membedakannya dengan bulla intravital
(Al-Fatih II, 2007).
5. Adipocere (lilin mayat)
Adipocere adalah suatu keadaan dimana tubuh mayat mengalami hidrolisis
dan hidrogenisasi pada jaringan lemaknya, dan hidrolisis ini dimungkinkan
oleh karena terbentuknya lesitinase, suatu enzim yang dihasilkan oleh
Clostridium welchii, yang berpengaruh terhadap jaringan lemak. Untuk dapat
terjadi adipocere dibutuhkan waktu yang lama, sedikitnya beberapa minggu
sampai beberapa bulan dan keuntungan adanya adipocere ini, tubuh korban
akan mudah dikenali dan tetap bertahan untuk waktu yang sangat lama sekali,
sampai ratusan tahun (Idries, 1997).
6. Mummifikasi
Mummifikasi dapat terjadi bila keadaan lingkungan menyebabkan
pengeringan dengan cepat sehingga dapat menghentikan proses pembusukan.
Jaringan akan menjadi gelap, keras dan kering. Pengeringan akan
mengakibatkan menyusutnya alat-alat dalam tubuh, sehingga tubuh akan
menjadi lebih kecil dan ringan. Untuk dapat terjadi mummifikasi dibutuhkan
waktu yang cukup lama, beberapa minggu sampai beberapa bulan; yang
dipengaruhi oleh keadaan suhu lingkungan dan sifat aliran udara (Idries, 1997).
2.1.6.

Penentuan Lama Kematian

P a g e | 14

Penentuan lamanya kematian dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan


atau otopsi pada jenazah dengan memperhatikan beberapa faktor, antara lain:
1.

Isi Saluran Pencernaan


Makanan masuk kedalam saluran pencernaan akan mengalami proses
pencernaan hingga akhirnya akan dikeluarkan dari tubuh. Proses yang
mempunyai pola dan waktu yang tetap ini dapat pula dipakai sebagai petunjuk.
a. Isi Lambung
Dalam 1 jam pertama separuh dari makanan yang masuk ke lambung
sudah dicernakan dan masuk ke pilorus. Setengahnya dari sisa ini akan
masuk ke pilorus pada jam ke 2. Sisa setengahnya lagi akan selesai dicerna
dan keluar dari lambung pada jam ke 3, dan selesai seluruhnya kira-kira 4
jam. Makanan yang mengandung banyak karbohidrat akan lebih cepat
dicerna (cepat keluar dari lambung); yang mengandung protein lebih lama
dan yang paling lama yang mengandung lemak. Tetapi perlu
diperhitungkan tonus dan keadaan lambung, seperti gangguan fungsi
pilorus dan keadaan fisik korban sebelum mati. Syok, koma, geger otak,
depresi mental menghambat gerakan pencernaan.
b. Usus
Makanan yang sudah dicerna sampai di daerah ileo caecal dalam waktu 6
8 jam, di colon tranversum dalam waktu 9 10 jam colon-pelvis 12 14
jam, dikeluarkan dalam waktu 24 28 jam. Penentuan lama kematian dari
isi pencernaan ini dinilai dari suatu korban makan dan tidak ada hubungan
langsung dengan waktu pemeriksaan dilakukan.

2.

Kandung kemih
Kandung kemih biasanya dikosongkan sebelum tidur, dan dalam waktu tidur isi
kandung kemih akan bertambah. Bila didapati mayat pada pagi hari dengan
kandung kemih kosong, kemungkinan ia meninggal menjelang pagi hari dan bila
masih penuh tentu meninggalnya lebih awal.

3.

Pakaian

P a g e | 15

Pakaian dapat menentukan lama kematian karena orang mempunyai kebiasaan


menggunakan pakaian sesuai dengan waktu Pakaian kantor/sekolah, pakaian
tidur, pakaian renang, olah raga dan lain-lain, kadang-kadang dapat dipakai
sebagai petunjuk. Bila korban terbunuh sedang memakai pakaian tidur tentu
diperkirakan waktu kematian adalah malam atau sebelum bangun pagi.
4.

Jam tangan
Bila korban memakai jam tangan pada waktu mengalami cedera maka saat
kematian dapat ditunjukkan secara tepat dari jarum jam berhenti. Begitu juga
dengan peristiwa kebakaran.

P a g e | 16

BAB III
KESIMPULAN

3.1. Kesimpulan
1. Thanatologi adalah bagian dari Ilmu Kedokteran Forensik yang mempelajari hal-hal
yang berkaitan dengan kematian yaitu definisi atau batasan mati, perubahan yang terjadi
pada tubuh setelah terjadi kematian dan faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan
tersebut.
2. Manfaat dari ilmu Thanatologi adalah untuk menetapkan hidup atau matinya korban,
memperkirakan lama kematian korban, dan menentukan wajar atau tidak wajarnya
kematian korban.
3. Untuk mendeteksi hidup matinya seseorang, dapat dilakukan melalui pemeriksaam
fungsi sistem saraf, kardiovaskuler, dan pernapasan.
4. Tanda kematian dibagi menjadi tanda kematian pasti dan tanda kematian tidak pasti.
Tanda kematian pasti antara lain livor mortis, rigor mortis, algor mortis, pembusukan,
adipocera, dan mummifikasi. Tanda kematian tidak pasti antara lain pernapasan berhenti
selama lebih dari 10 menit, terhentinya sirkulasi selama 15 menit, nadi karotis tidak
teraba, kulit pucat, tonus otot menghilang, segmentasi pembuluh darah retina dan
kekeruhan pada kornea.
5. Penentuan lamanya kematian dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan atau
otopsi pada jenazah dengan memperhatikan beberapa faktor, antara lain isi saluran
pencernaan, kandung kemih, pakaian, dan jam tangan.

P a g e | 17

Anda mungkin juga menyukai