Dosen Penguji:
dr. Ratna Relawati, Sp.KF(K), M.Si.Med
Residen Pembimbing:
dr. Hendrik
Disusun Oleh:
Martin Adhitya Subagio 22010118220201 UNDIP
Ainun Nida Dusturia 22010118220055 UNDIP
Zakiyah Wuriyasih P.S 22010118220146 UNDIP
Aliska Arumsari 22010118220188 UNDIP
Ruth Prima Basana Hutagaol 22010118220028 UNDIP
KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN DEPARTEMEN FORENSIK DAN STUDI MEDIKOLEGAL
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
RSUP DR. KARIADI SEMARANG
2019
LEMBAR PENGESAHAN
Referat Berjudul
TRAUMA TUMPUL PADA KEPALA DAN TRAUMA TAJAM PADA
LEHER
Penyusun:
Mengetahui,
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penyusun panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
rahmat, karunia, dan bimbingan-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan referat
dengan judul “TRAUMA TUMPUL PADA KEPALA DAN TRAUMA
TAJAM PADA LEHER” ini tepat waktu.
Adapun referat ini disusun sebagai tugas bersama dalam Kepaniteraan
Klinik Ilmu Forensik dan Medikolegal. Penyusun berharap, referat ini dapat
memberi informasi yang berguna sebagai bahan untuk pembelajaran bersama.
Dengan rasa hormat, penyusun mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya atas segala bimbingan yang telah diberikan dalam penyelesaian referat
ini kepada :
1. dr. Ratna Relawati, Sp.KF(K), M.Si.Med selaku penguji
2. dr. Tri Hendrik selaku pembimbing
Penyusun menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam referat ini,
oleh karena itu penyusun mohon maaf bila terdapat kesalahan penulisan atau kata-
kata yang kurang berkenan. Kritik dan saran yang membangun dari pembaca
sangat membantu sebagai masukan bagi penyusun di kemudian hari.
Penyusun
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL......................................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN..............................................................................ii
KATA PENGANTAR.......................................................................................iii
DAFTAR ISI......................................................................................................iv
DAFTAR GAMBAR.........................................................................................vi
DAFTAR TABEL..............................................................................................vii
BAB I. PENDAHULUAN.................................................................................1
1.3. Tujuan..........................................................................................................3
1.4. Manfaat........................................................................................................3
iv
2.3.6. Manifestasi Klinis Subdural Hematoma (SDH)........................................23
3.1. Kesimpulan..................................................................................................34
3.2. Saran.............................................................................................................35
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................36
PUSTAKA..........................................................................................................39
v
DAFTAR GAMBAR
Gambar 10. Ruptur bridging veins sepanjang fisura sagitalis pada autopsi tampak
pada permukaan hemisfer kiri.............................................................................25
vi
DAFTAR TABEL
vii
BAB I
PENDAHULUAN
Kecelakaan lalu lintas setiap tahunnya menewaskan sekitar 1,3 juta orang di
dunia dan menjadi penyebab cedera parah pada sekitar 50 juta orang. 1 Kecelakaan
lalu lintas saat ini diperkirakan menjadi penyebab kematian tertinggi ke-9 di
dunia, dan diprediksi akan menjadi yang ke-7 pada tahun 2030.2 Data Korlantas
Polri tahun 2019 menunjukkan terjadinya penurunan kejadian kecelakaan lalu
lintas di Indonesia dari 28262 kejadian menjadi 4180 kejadian, dengan korban
tewas dari 5914 korban menjadi 1044 korban.3 Kecelakaan lalu lintas merupakan
penyebab utama dari kasus cedera kepala secara global. Diperkirakan penyebab
hingga 50% kasus cedera kepala merupakan kecelakaan lalu lintas, dengan insiden
secara global berkisar 56-430 kasus per 100.000 penduduk per tahunnya. 4
Berdasarkan Riskesdas tahun 2018, proporsi cedera kepala secara nasional adalah
11,9% dengan proporsi cedera akibat kecelakaan lalu lintas adalah 2,2%.
Sedangkan proporsi cedera kepala di Jawa Tengah adalah 10,1% dengan proporsi
cedera akibat kecelakaan lalu lintas adalah 2,3%.5
Cedera kepala akibat trauma tumpul mengacu pada cedera yang terlibat di
kulit kepala, tengkorak atau otak, cedera akibat benda tumpul ini merupakan salah
satu yang paling sering terjadi sebagai penyebab kematian patologi forensik dan
kedokteran klinis dan menempati posisi teratas dalam kekerasan yang
menimbulkan kematian.6 Berdasarkan uji coba MRC CRASH, 56% pasien dengan
cedera kepala memiliki setidaknya satu jenis perdarahan intrakranial. Perdarahan
intrakranial dapat diklasifikasikan menurut lokasi perdarahannya menjadi
Epidural Haemorrhage (EDH), Subdural Haemorrhage (SDH), Subarachnoid
Haemorrhage (SAH), dan Intracerebral Haemorrhage (ICH).7
1
2
Beban berat yang diberikan oleh kepala dapat memperparah cedera pada
leher yang ditimbulkan oleh gerakan paksa yang mendadak dan cepat. (misal
pelambatan tiba-tiba dalam tabrakan lalu lintas jalan). Diseksi berlapis struktur
leher juga merupakan bagian penting dari pemeriksaan post-mortem forensik.9
Trauma tembus oleh benda tajam maupun balistik ke leher berpotensi melukai
berbagai struktur kompleks sehingga membutuhkan evaluasi saksama baik pada
kondisi vital maupun pada pemeriksaan post-mortem.
Penilaian signifikan forensik pada luka sayatan di leher adalah pola cedera
(untuk membedakan antara kecelakaan atau penyerangan), adanya cedera arteri
yang mampu meningkatkan kemungkinan kematian akibat perdarahan yang
banyak serta cedera vena yang meningkatkan kemungkinan kematian akibat
emboli udara jantung.10
1.3 Tujuan
Dari rumusan masalah di atas, maka dapat ditentukan tujuan yang ingin
dicapai yaitu sebagai berikut:
1.4 Manfaat
TINJAUAN PUSTAKA
Traumatologi berasal dari kata trauma dan logos. Trauma berarti kekerasan
atas jaringan tubuh yang masih hidup (living tissue), sedangkan logos berarti ilmu.
Jadi traumatologi adalah ilmu yang mempelajari semua aspek yang berkaitan
dengan kekerasan terhadap jaringan tubuh manusia yang masih hidup.12
5
6
Jenis luka: luka memar, luka lecet, luka robek, patah tulang
Tengkorak dapat dilihat dari berbagai posisi diantaranya dari atas norma
vertikalis, dari depan atau norma frontalis, dan dari belakang atau norma
occipitalis. Untuk melihat bagian dalam dari tengkorak biasanya dibuat potongan
garis yang melalui bagian bawah orbita dan bagian atas meatus acusticus
eksternus yang disebut Franfurt Plane, yang akan membagi tengkorak menjadi
bagian atas atau calvaria/skull cap dan bagian bawah tengkorak atau skull base.13
NORMA VERTIKALIS
Tengkorak dilihat dari atas tampak separti oval dengan bagian occipital
lebih besar dibandingkan dengan bagian frontal. Dari aspek/pandangan ini
8
terlihat tiga sutura yaitu sutura coronal yang menghubungkan antara bagian
belakang tulang frontal dan bagian depan tulang parietal, sutura sagital yang
merupakan garis median tengkorak dan menghubungkan tulang parietal kanan
dan kiri, sutura lambdoid yang menghubungkan bagian belakang tulang parietal
dan bagian atas tulang occipital.13
Pertemuan antara sutura coronal dan sutura sagital dinamakan bregma,
yang pada anak-anak masih berbentuk celah yang dinamakan fontanel
anterior.sedangkan pertemuan antara sutura sagital dan sutura lambdoid
dinamakan lambda yang diambil dari Yunani Z, pada anak-anak daerah ini
dinamakan fontanel posterior.13
Pada tulang parietal dekat dengan sutura sagital dan sekitar 3,5
centimeter diatas lambda terdapat foramen parietal yang merupakan tempat
berjalannya vena emisaria.13
NORMA FRONTALIS
Dilihat dari depan tengkorak tampak oval dengan bagian atas lebih lebar
dari pada bagian bawah. Bagian atas dibentuk oleh os. Frontal yang konveks dan
halus sedangkan bagian bawah sanagat irreguler.13
Diatas kedua cavum orbita terdapat tonjolan yang melengkung
dinamakan arcus superciliare yang tampak lebih menonjol pada pria
dibandingkan dengan pada wanita dan diantara kedua arcus terdapat bagian yang
menonjol yang disebut glabela. Dibawah glabela terdapat nasion yang
merupakan pertemuan antara sutura internasal dan sutura frontonasal.13
Cavum orbita menyerupai segi empatdimana pada sisi atas (supra orbita
margin) dibentuk oleh os. Frontal yang pada 1/3 medialnya terdapat supra
orbital norch yang merupakan tempat keluarnya pembuluh darah dan saraf supra
orbita. Sisi lateral dibentuk oleh prosedur frontal os. Zygomaticum dan proccesus
zygomaticum os.Frontale. Sisi bawah atau posterior orbital margin dibentuk oleh
os. Zygomaticum dan os.maksila. Sisi medial dibentuk oleh bagian atas os.
Frontal dan bagian bawah os. Lacrimal.13
9
- jagum alveolare, tonjolan yang didalamnya terdapat akar gigi spina nasalis
anterior.
- Os. Maksila dan os. Nasale membatasi apertura nasalis anterior atau
apertura piriformis.
Os. Mandibula dengan bagian-bagian : ramus mandibula, pars alveolare,
protuberantia mentalis, tuberculum mentale, basis mandibulla dan angulus
mandibulla.13
NORMA OCCIPITALIS
Tengkorak dilihat dari belakang menyerupai potongan roti dengan
lengkung pada bagian atas dan samping, datar pada bagian bawahnya. Sutura
lambdoid dapat tampak seluruhnya. Pada norma occipitalis tampak :
- Os. Occipital dengan bagian-bagian protuberantia occipitalis eksterna, linea
nuchae superior, linea nuchae inferior dan inion
- Os. Parietale
- Os. Temporalis14
BASIS CRANII
Dasar tengkorak dibagi menjadi beberapa fossa yaitu fossa anterior,
fossa media dan fossa posterior. Dari aspek ini tampak jelas cetakan dari otak.
Pada dasar tengkorak durameter melekat erat dan masuk kedalam foramen-
foramen.14
10
leher dibagi menjadi dua segitiga, anterior dan posterior. Segitiga anterior berisi
struktur utama leher seperti laring, trakea, faring, esofagus dan struktur-struktur
vital lain, segitiga ini dibatasi di bagian anterior oleh garis tengah leher, di
posterior oleh otot sternokleidomastoid dan superior oleh pinggir bawah
mandibula. Segitiga anterior selanjutnya dibagi menjadi segitiga karotis, segitiga
digastrik, segitiga submental dan segitiga muskular (gambar3).15
dari fossa suprasternal dan klavikula sampai bagian bawah kartilago krikoid, pada
zona ini terdapat apeks paru, trakea, esofagus, a. karotis komunis, v. jugularis
interna, a. subklavia, a. Innominata, a. vertebralis, fleksus brakhialis, tiroid dan
medula spinalis. Zona ini terlindungi oleh sternum dan klavikula yang
menghalangi saat ekplorasi.16
Zona II (midneck/ leher bagian tengah) yaitu daerah antara bagian bawah
kartilago krikoid sampai angulus mandibula. Merupakan bagian leher yang paling
terpapar, sehingga merupakan zona yang paling sering mengalami trauma tembus
(60-75%). Pada zona ini terdapat laring, trakea, esofagus, a. karotis, v. kugularis
interna, a. vertebralis, medula spinalis, n.laringeus rekuren dan saraf
kranial.15
Zona III (leher atas) terletak antara angulus mandibula sampai dasar
tengkorak. Struktur penting yang terdapat pada zona ini adalah a. Karotis interna
bagian distal, v. Jugularis interna, a. vertebralis, cabang-cabang a. karotis
eksterna, faring, kelenjar parotis, medula spinalis dan saraf kranial IX - XII.
Strukrur-struktur ini dibungkus oleh dua lapis fasia, fasia superfisial dan fasia
servikal profunda (dalam). Fasia superfisial menutupi otot platisma yg berada
langsung di bawah kulit. Fasia servikal dalam dibagi menjadi tiga bagian; lapisan
investing, lapisan pretrakea dan lapisan prevertebra. Lapisan pretrakea
mempunyai makna klinis yang penting, karena lapisan ini berhubungan dari leher
sampai ke bagian anterior mediastinum. Lapisan ini melekat erat dengan kartilago
14
krikoid dan tiroid dan berjalan ke kaudal di belakang sternum dan memasuki
perikardium anterior, sehingga cedera aerodigestif yang tidak terdeteksi dapat
menimbulkan mediastinitis. Selubung karotis (carotid sheath) dibentuk dari
ketiga lapisan fasia servikal dalam. Otot platisma menutupi anterolateral dari
leher. Hal ini mempunyai makna klinis yang penting karena lokasinya yang
superfisial dan berhubungan erat dengan struktur-struktur penting di leher,
sehingga penilaian trauma di leher harus memperhatikan adanya kerusakan pada
otot ini.15,16
Fraktur basis cranii terjadi pada 3,5 - 24% dari cedera kepala dan
sering berhubungan dengan cedera otak (pada 50% kasus). 70% dari
fraktur dasar tengkorak terjadi di fossa anterior, 20% di fossa media dan
5% di fossa midposterior.20
16
kecelakaan lalu lintas), atau bunuh diri karena melompat dari tempat
tinggi.23
Pada kasus yang jarang terjadi, EDH juga dapat disebabkan oleh
laserasi satu atau lebih cabang dari sinus vena atau vena emisaria, terutama
di regio pareto-oksipital atau fossa posterior.17,25
cranium saat terjadi benturan kepala. Rupturnya pembuluh darah ini paling
mungkin disebabkan oleh rotasi pembuluh darah pada axis trasversal atau
diagonal-frontal. SDH menyebar luas pada hemisfer serebral.17,25
Gejala Klinis
1. Eyelid hematoma (hematoma kelopak mata)
Hematoma pada kelopak mata dapat timbul akibat cedera pada
cedera kraniofasial atau pada atap orbita. Kelainan ini dapat timbul
unilateral atau bilateral dan juga berwarna biru pada tahap awal.
Pembengkakan dapat menganggu pembukaan kelopak mata. Kelopak
mata dibagi oleh septum orbita, yang memungkinkan lokalisasi cedera
di wilayah orbita. Cedera kraniofasial mengakibat terlihatnya
19
hematoma ventral yang hanya terdapat pada septum orbita, yang mana
dapat dilihat segera setelah trauma. Cedera dari basis cranii
memperlihatkan hematoma pada dorsal dan ventral ke esptum orbita,
karena semakin panjang jarak kekelopak mata, hematoma ini dapat
diamati segera setelah cedera terjadi. Jika udara masuk ke apparatus
kelopak mata dari hidung dan sinus paranasal (misalnya pada cedera
atap sinus ethmoid, yang meluas ke orbita roof), dapat menyebabkan
emfisema pada kelopak mata. Hal ini dapat didentifikasi dengan
adanya krepitasi.
2. Seiferth Sign
Seiferth sign adalah hematoma submucosal yang terlihat pada
atap faring yang dapat terjadi dengan fraktur yang melibatkan sinus
sphenoid atau ethmoid posterior. Fleksibel endoskopi digunakan
untuk mengevaluasinya.
3. Gangguan Penciuman
Gangguan penciuman dapat disebabkan oleh cedera langsung
(avulsi nervus olfaktori pada plate cribriform) atau trauma tidak
langsung pada nervus olfaktori. Berbagai metode dapat digunakan
untuk menguji kemampuan penciuman. Bau memiliki ambang deteksi
dan pengenalan bau. Disfungsi penciuman, hanya mempengaruhi saraf
trigeminal dan sensasi rasa yang dirasa. Bensin adalah salah satu
contoh zat yang cocok untuk melakukan uji sederhana kemampuan
penciuman (tes uji kemampuan penciuman subjektif). Sebuah kapas
yang dicelupkan kedalam bensin diletakkan didepan satu lubang
hidung (dengan lubang hidung lainnyta ditutup). Jika penciuman
pasien intak maka dia dapat mencium bau bensin tersebut. Uji
simulasi dengan menempatkan aroma murni (misalnya peppermint
atau kayu manis) dilidah. Jika pasien anosmia, ia akan mengalami
sensasi manis atau dingin. Jika pasien memiliki ageusia, maka ia akan
mengakami sensasi sejuk.
20
4. CSF Rhinorea
Kebocoran cairan serebrospinal dapat terjadi sebagai trauma
cedera primer maupun sekunder (beberapa minggu hingga bulan
setelah trauma). Rinorea cairan serebrospinal dapat terjadi hanya jika
ada fistula cairan serebrospinal (terdapat hubungan antara ruang
intrakranial dan ruang udara di tulang wajah). Kebocoran cairan
serebrospinal dapat didiagnosis dengan menggunakan endoskopi, tes
imunologi, contras radiografi atau dengan metode dye.
5. CSF otore
CSF otore disebabkan oleh hancurnya pertahanan yang
memisahkan telinga tengah dengan CSF diotak. Ketika itu terjadi
maka CSF akan keluar dari telinga. CSF otore yang terjadi setelah
trauma seringkali akan berhenti dengan spontan dalam 1-2 minggu.
Jika tidak maka diperlukan tindakan operasi.
6. Pneumocephalus
Pneumochepalus yaitu adanya udara diintrakranial. Penigkatan
tekanan dihidung dan sinus paranasal meyebabkan udara bocor
melalui defect pada basis cranii yang akan mengakibatkan adanya
udara di epidural, subdural/ subarachnoid maupun intracerebral.
7. Meningitis
Meningitis terjadi dalam hitungan jam atau hari setelah cedera.
Hal ini disebabkan oleh infeksi keventrikel. Tanda-tanda khas dari
meningitis adalah mengantuk, leher kaku, kernig atau lasgue sign
positif.
Venous EDH
Gambar 10. Ruptur bridging veins sepanjang fisura sagitalis pada autopsi
tampak pada permukaan hemisfer kiri25
Keadaan Karakteristik
Hipoksemia PaO2 < 60 mmHg
Hipotensi <50 mmHg selama > 30 menit
sebelum resusitasi
Mean Arterial Blood Pressure Hemispheric CBF <20
(MABP) ml/100g/menit
Herniasi Dilatasi pupil
Cerebral Perfusion Pressure <50 mmHg selama >30 menit
(CPP)
Luka tusuk yang dalam atau luka iris pada leher, khususnya pada
arteri-arteri karotis (komunis, internal, maupun eksternal) dapat
menyebabkan kehilangan darah dalam jumlah banyak dan menyebabkan
kematian.29 Hal ini dikenal dengan istilah eksanguinasi.
c. Kelas III
Pasien dengan perdarahan kelas III, yaitu kehilangan volume darah
30-40% (1500-2000 ml), biasanya menunjukkan gejaa klasik perfusi
yang tidak adekuat, seperti takikardi dan takipneu yang cukup
menonjol, perubahan status mental secara signifikan, dan penurunan
tekanan darah sistolik. Prioritas utama pada penanganan awal kasus
ini adalah menghentikan perdarahan dengan operasi darurat atau
embolisasi apabila diperlukan. Hampir seluruh pasien yang
mengalami perdarahan kelas III membutuhkan transfusi PRC untuk
kembali ke keadaan semula.31
d. Kelas IV
Perdarahan kelas IV, yaitu kehilangan volume darah sebesar >40%
(>2000 ml), adalah keadaan yang mengancam nyawa. Gejala yang
dapat ditemukan seperti takikardi, penurunan tekanan darah sistolik
secara signifikan, dan tekanan darah diastole yang hampir tidak
dapat diukur. Pengeluaran urin juga berkurang dan status mental
sangat buruk. Kulit juga dingin dan pucat. Pasien dengan perdarahan
kelas IV biasanya membutuhkan tranfusi segera dan tindakan operasi
intervensi.31
30
a. Hipotermia
Perdarahan hebat menyebabkan berkurangnya perfusi jaringan dan
penghantaran oksigen, yang kemudian menyebabkan berkurangnya
produksi panas. Keadaan hipotermia mempunyai efek inotropik
negatif pada miokardium. Keadaan hipotermia juga dapat
menyebabkan koagulopati melalui inhibisi kaskade koagulasi,
aktivasi platelet, dan fungsi platelet. Keadaan hipotermia akan
diperparah dengan perdarahan yang terus menerus, karena darah juga
berfungsi untuk membawa panas dan menjaga tubuh tetap hangat.32
b. Koagulopati
Darah memiliki beberapa komponen, salah satunya adalah trombosit
dan faktor-faktor pembekuan darah yang berperan dalam
menghentikan perdarahan. Pada kasus perdarahan hebat, jumlah
darah yang keluar sangat banyak sehingga faktor-faktor koagulasi
dan trombosit juga ikut keluar. Hal ini akan memperparah terjadinya
perdarahan karena darah yang keluar tidak bisa dihentikan oleh
proses pembekuan darah, dan akan terus berlanjut apabila
perdarahan tidak segera ditangani. Selain itu, hal ini juga akan
memperparah terjadinya hal-hal lain yang terdapat pada sindroma
eksanguinasi.32
c. Syok dan asidosis
Salah satu fungsi darah adalah membawa oksigen dan glukosa yang
keduanya berperan dalam metabolisme aerobik. Apabila seseorang
kehilangan darah dalam jumlah besar, maka tidak ada pembawa
31
Pada luka tusuk atau iris pada leher yang mengenai vena pada
leher, khususnya vena jugularis (lebih sering pada luka iris dalam
dibandingkan luka tusuk), udara dapat masuk ke sirkulasi vena dan
terdorong ke atrium kanan dan ventrikel kanan. Apabila ventrikel kanan
memompa udara ini ke paru-paru, maka emboli paru dapat terjadi. Pada
thromboembolisme paru, tekanan pada sirkulasi pulmonal akan
meningkat, sehingga jantung tidak kuat memompa darah ke sirkulasi
pulmonal, dan terjadilah gagal jantung kanan akut. Jumlah udara yang
masuk sebanyak 70-150 ml sudah cukup untuk menyebabkan emboli
udara yang mematikan. Pada korban yang selamat dari kasus emboli
udara, dapat terdengar suara gelembung udara pada pemeriksaan
auskultasi pada ventrikel kanan.29
32
3.1 Kesimpulan
34
35
3.2 Saran
1. Diharapkan mempelajari lebih lanjut mengenai trauma karena
tingginya kejadian trauma terutama kekerasan trauma mekanik.
2. Seorang dokter atau calon dokter harus belajar mengenai mekanisme
kematian sehingga mampu membuat Visum et Repertum yang baik dan
benar.
3. Diharapkan menambah pengetahuan mengenai mekanisme trauma
tumpul pada kepala dan trauma tajam pada leher.
DAFTAR PUSTAKA
36
37
39
40
waktu singkat tersebut. Tanda post mortem pada trauma leher yang mengenai
pembuluh darah antara lain timbulnya lebam mayat yang tidak nyata oleh
karena volume darah yang hilang dalam jumlah besar. Pada trauma yang
mengenai saraf dan atau airway, akan memberikan tanda-tanda mati lemas
pada post mortem.
5. Apa tanda khas yang membedakan trauma leher yang mengenai arteri
dan vena serta keduanya?
Jawab:
Pada trauma tajam yang mengenai vena dan arteri leher pada pasien yang
masih hidup, dapat dibedakan berdasarkan warna dan sifat darah yang keluar.
Pada trauma yang mengenai vena besar leher, darah yang keluar mengalir dan
berwarna merah gelap. Pada trauma yang mengenai arteri, darah yang keluar
bersifat pulsatif dan berwarna merah segar.
Pada trauma yang menyebabkan kematian, pada kasus trauma yang mengenai
vena dan arteri leher dapat menyebabkan perdarahan hebat, sehingga pada
otopsi jenazah dapat ditemukan tanda-tanda perdarahan hebat seperti
pembuluh darah besar leher dan jantung kosong, serta pelisutan limpa.
Sedangkan pada trauma yang mengenai vena leher biasanya dapat
menyebabkan emboli udara, sehingga pada otopsi dapat dilakukan
pemeriksaan khusus untuk emboli udara jantung dan didapatkan gelembung
udara yang menandakan adanya emboli udara.