Anda di halaman 1dari 22

TORCH

1.1 Definisi
TORCH adalah singkatan dari Toxoplasma gondii (Toxo), Rubella, Cyto
Megalo Virus (CMV), Herpes Simplex Virus (HSV) yang terdiri
dari HSV1 dan HSV2 serta kemungkinan oleh virus lain yang dampak klinisnya
lebih terbatas (Misalnya Measles, Varicella, Echovirus, Mumps, virus Vaccinia,
virus Polio, dan virus Coxsackie-B). 
1.2 Penyebab Utama Penyakit TORCH
Penyebab utama dari virus dan parasit TORCH (Toxoplasma, Rubella,
CMV, dan Herpes) adalah hewan yang ada di sekitar kita, seperti ayam, kucing,
burung, tikus, merpati, kambing, sapi, anjing, babi dan lainnya. Meskipun tidak
secara langsung sebagai penyebab terjangkitnya penyakit yang berasal dari virus
ini adalah hewan, namun juga bisa disebabkan oleh karena perantara (tidak
langsung) seperti memakan sayuran, daging setengah matang dan lainnya.
Dalam dunia medis, Toxoplasma sering disebut juga dengan virus kucing.
Biasanya disebut juga Toxo, tokso, toksoplasma, atau toksoplasmosis. Padahal
sesungguhnya ini bukan virus kucing, tetapi parasit darah. Kenapa sering disebut
virus kucing : selain sebutan ini sudah salah kaprah, memang parasit ini
tumbuhnya di dalam tubuh binatang. Hal mana menurut penelitian di dalam
maupun di luar negeri, 70% penyebab penyakit ini adalah kotoran kucing.
Kemudian melalui hewan lain yang menempel dalam makanan, lalu masuklah ke
dalam tubuh manusia dan menyatu dalam darah.
1.3 TOXOPLASMA GONDII
Toxoplasmosis adalah penyakit infeksi oleh parasit yang disebabkan oleh
Toxoplasma gondii yang dapat menimbulkan radang pada kulit, kelenjar getah
bening, jantung, paru, ,mata, otak, dan selaput otak. Toxoplasmosissendiri
merupakan penyakit zoonosis yang tersebar luas di seluruh dunia dengan
prevalensi yang tinggi pada burung dan mamalia termasuk manusia. Kucing
merupakan sumber infeksi bagi manusia.
Parasit ini termasuk subfilum Sporozoa, kelas Toxoplasma dan merupakan
salah satu genus dari ordo Toxoplasmida. Toxoplasma gondii terdpat di dalam sel-
sel dari system retikulo-endotel dan juga di dalam sel-sel parenkim.

1
Terdapat 2 macam bentuk dari Toxoplasma yaitu bentuk intraseluler dan bentuk
ekstraseluler bulat atau lonnjong, sedang bentuk ekstraseluler seperti bulan sabit
yang langsing, dengan ujung yang satu runcing sedang lainnya tumpul. Ukuran
parasit micron x 4-6 mikron, dengan inti terletak di ujung yang tumpul.
Jumlah parasit dalam darah akan menurun dengan terbentukya antibodi
namun kista Toxoplasma yang ada dalam jaringan tetap msih hidup. Kista
jaringan ini akan reaktif jika terjadi penurunan kekebalan. Infeksi yang terjadi
pada orang dengan kekebalan rendah baik infeksi primer maupun infeksi
reaktivasi akan menyebabkan terjadinya Cerebritis, Chorioretinitis, pneumonia,
terserangnya seluruh jaringan otot, myocarditis, ruam makulopapuler dan atau
dengan kematian. Toxoplasmosis yang menyerang otak sering terjadi pada
penderita AIDS.
Infeksi primer yang terjadi pada awal kehamilan dapat menyebabkan
terjadinya infeksi pada bayi yang dapat menyebabkan kematian bayi atau dapat
menyebabkan Chorioretinis, kerusakan otak disertai dengan klasifikasi
intraserebral, hidrosefalus, mikrosefalus, demam, ikterus, ruam, hepatosplenomeg
asli, Xanthochromic CSF, kejang beberapa saat setelah lahir.
1.4 Kejadian Toxoplasmosis.
Toxoplasmosis merupakan penyakit zoonosis yang secara alam dapat
menyerang manusia, ternak, hewan peliharaan yang lain seperti hewan liar,
unggas dan lain-lain. Kejadian toxoplasmosis telah dilaporkan dari beberapa
daerah di dunia ini yang geografiknya sangat luas. Survei terhadap kejadian ini
memberi gambaran bahwa toxoplasmosis pada suatu daerah bisa sedemikian
hebatnya hingga setiap hewan memperlihatkan gejala toxoplasmosis.
Survei yang telah diadakan di Amerika Serikat.
Pada manusia penyakit toxoplasmosis ini sering terinfeksi melalui saluran
pencernaan, biasanya melalui perantaraan makanan atau minuman yang
terkontaminasi dengan agent penyebab penyakit toxoplasmosis ini, misalnya
karena minum susu sapi segar atau makan daging yang belum sempurna
matangnya dari hewan yang terinfeksi dengan penyakit toxoplasmosis. Penyakit
ini juga sering terjadi pada sejenis ras kucing yang berbulu lebat dan warnanya
indah yang biasanya disebut dengan mink, pada kucing ras mink penyakit

2
toxoplasmosis sering terjadi karena makanan yang diberikan biasanya berasal dari
daging segar (mentah) dan sisa-sisa daging dari rumah potong hewan.
1.5 Etiologi Toxoplasmosis
Toxoplasmosis sendiri ditemukan oleh Nicelle dan Manceaux pada tahun
1909 yang menyerang hewan pengerat di Tunisia, Afrika Utara. Selanjutnya
setelah diselidiki maka penyakit yang disebabkan oleh toxoplasmosis dianggap
suatu genus termasuk famili babesiidae.
Toxoplasma gondii adalah parasit intraseluler pada momocyte dan sel-sel
endothelial pada berbagai organ tubuh. Toxoplasma ini biasanya berbentuk bulat
atau oval, jarang ditemukan dalam darah perifer, tetapi sering ditemukan dalam
jumlah besar pada organ-organ tubuh seperti pada jaringan hati, limpa, sumsum
tulang, pam-pam, otak, ginjal, urat daging, jantung dan urat daging licin lainnya.
Perkembangbiakan toxoplasma terjadi dengan membelah diri menjadi 2, 4
dan seterusnya, belum ada bukti yang jelas mengenai perkembangbiakan dengan
jalan schizogoni. Pada preparat ulas dan sentuh dapat dilihat dibawah mikroskop,
bentuk oval agak panjang dengan kedua Ujung lancip, hampir menyerupai bentuk
merozoit dari coccidium. Jika ditemukan diantara sel-sel jaringan tubuh berbentuk
bulat dengan ukuran 4 sampai 7 mikron. Inti selnya terletak dibagian ujung yang
berbentuk bulat. Pada preparat segar, sporozoa ini bergerak, tetapi peneliti-peneliti
belum ada yang berhasil memperlihatkan flagellanya.
Toxoplasma baik dalam sel monocyte, dalam sel-sel sistem reticulo
endoteleal, sel alat tubuh viceral maupun dalam sel-sel syaraf membelah dengan
cara membelah diri 2, 4 dan seterusnya. Setelah sel yang ditempatinya penuh lalu
pecah parasit-parasit menyebar melalui peredaran darah dan hinggap di sel-sel
baru dan demikian seterusnya.
Toxoplasma gondii mudah mati karena suhu panas, kekeringan dan
pembekuan. Cepat mati karena pembekuan darah induk semangnya dan bila induk
semangnya mati jasad inipun ikut mati. Toxoplasma membentuk pseudocyste
dalam jaringan tubuh atau jaringan-jaringan tubuh hewan yang diserangnya secara
khronis. Bentuk pseudocyste ini lebih tahan dan dapat bertindak sebagai penyebar
toxoplasmosis.

3
1.6 Siklus Hidup dan Morfologi Toxoplasmosis
Toxoplasma gondii terdapat dalam 3 bentuk yaitu bentuk trofozoit, kista,
clan Ookista. Trofozoit berbentuk oval dengan ukuran 3-7 um, dapat menginvasi
semua sel mamalia yang memiliki inti sel. Dapat ditemukan dalam jaringan
selama masa akut dari infeksi. Bila infeksi menjadi kronis trofozoit dalam
jaringan akan membelah secara lambat dan disebut bradizoit.
Bentuk kedua adalah kista yang terdapat dalam jaringan dengan jumlah
ribuan berukuran 10-100 um. Kista penting untuk transmisi aan paling banyak
terdapat dalam otot rangka, otot jantung dan susunan syaraf pusat. Bentuk yang ke
tiga adalah bentuk Ookista yang berukuran 10-12 um. Ookista terbentuk di sel
mukosa usus kucing dan dikeluarkan bersamaan dengan feces kucing. Dalam
epitel usus kucing berlangsung siklus aseksual atau schizogoni dan siklus atau
gametogeni dan sporogoni. Yang menghasilkan ookista dan clikeluarkan bersama
feces kucing. Kucing yang mengandung toxoplasma gondii dalam sekali exkresi
akan mengeluarkan jutaan ookista. Bila ookista ini tertelan oleh hospes perantara
seperti manusia, sapi, kambing atau kucing maka pada berbagai jaringan hospes
perantara akan dibentuk kelompok-kelompok trofozoit yang membelah secara
aktif. Pada hospes perantara tidak dibentuk stadium seksual tetapi dibentuk
stadium istirahat yaitu kista. Bila kucing makan tikus yang mengandung kista
maka terbentuk kembali stadium seksual di dalam usus halos kucing tersebut.
1.7 Cara Penularan Toxoplasmosis
Infeksi dapat terjadi bila manusia makan daging mentah atau kurang
matang yang mengandung kista. Infeksi ookista dapat ditularkan dengan vektor
lalat, kecoa, tikus, dan melalui tangan yang tidak bersih. Transmisi toxoplasma ke
janin terjadi utero melalui placenta ibu hamil yang terinfeksi penyakit ini. Infeksi
juga terjadi di laboratorium, pada peneliti yang bekerja dengan menggunakan
hewan percobaan yang terinfeksi dengan toxoplasmosis atau melalui jarum suntik
dan alat laboratorium lainnya yang terkontaminasi dengan toxoplasma gondii.
Melihat cara penularan diatas maka kemungkinan paling besar untuk
terkena infeksi toxoplamosis gondii melalui makanan daging yang mengandung
ookista dan yang dimasak kurang matang. Kemungkinan ke dua adalah melalui
hewan peliharaan. Hal ini terbutki bahwa di negara Eropa yang banyak

4
memelihara hewan peliharaan yang suka makan daging mentah mempunyai
frekuensi toxoplasmosis lebih tinggi dibandingkan dengan negara lain.
1.8 Patologi dan Gambaran klinik
Pada manusia dewasa dengan daya tahan tubuh yang baik biasanya hanya
memberikan gejala minimal dan bahkan sering tidak menimbulkan gejala. Apabila
menimbulkan gejala, maka gejalanya tidak khas seperti : demam, nyeri otot, sakit
tenggorokan, kadang-kadang nyeri dan ada pembesaran kelenjar limfe servikalis
posterior, supraklavikula dan suboksiput. Pada infeksi berat, meskipun jarang,
dapat terjadi sakit kepala, muntah, depresi, nyeri otot, pnemonia, hepatitis,
miokarditis, ensefalitis, delirium dan dapat terjadi kejang.
Sesudah terjadi penularan, parasit dengan perantara aliran darah akan
dapat mencapai berbagai macam organ misalnya otak, sumsum tulang belakang,
mata, paru-paru, hati, limpa, sumsum ulang, kelenjar limfe dan otot jantung.
Gejala-gejala klinik pada toksoplasmosis pada umumnya sesuai dengan
kelainan patologi yang terjadi yang dapat digolongkan menjadi dua kelompok
yaitu gejala-gejala klinik pada toksoplasmosis congenital dan toksoplasmosis
didapat.
1.9 DAMPAK TERHADAP KEHAMILAN
Angka kejadian infeksi primer dalam kehamilan kira kira 1 : 1000. Dalam
kehamilan, skrining rutin tidak dianjurkan. Resiko penularan terhadap janin pada
trimester I = 15% ; pada trimester II = 25% dan pada trimester III = 65%. Namun
derajat infeksi terhadap janin paling besar adalah bila infeksi terjadi pada trimester
I.
Trias klasik toksoplasma berupa :
1. Hidrosepalus
2. Kalsifikasi intrakranial
3. Korioretinitis

1.10 Gejala klinik toksoplasmosis kongenital.


Kelainan yang terjadi pada janin pada umumnya sangat berat dan bahkan
bias fatal oleh karena parasi tersebar di berbagai organ-organ terutama pada
system susunan sarafnya. Kelainan yang terjadi sangat jelas terlihat dan yang
patognomonik dan indikatif adalah kalsifikasi serebral, korioretinitis, hidrosefalus

5
atau mikrosefalus dan psikomotor. Kalsifikasi serebral dan korioretinitis
merupakan gejala yang paling penting untuk menentukan diagnosis
toksoplasmosis congenital.
1.11 Gejala klinik toksoplasmosis di dapat
Pada toksoplasmosis didapat berbagai kelainan organ dan jaringan dapat
terjadi yaitu pada jaringan serebrospinal yang mengakibatkan ensefalomielopati,
hidrosefalus, kalsifikasi serebral dan korioretinitis, kelainan limfatik berupa
limfadenitis disertai dengan demam, kelainan pada kulit yang berupa ruam kulit
makulopapuler yang mirip ruam kulit pada demam tifus, kelainan pada paru-paru
yang berupa pneumonia interstisial, pada jantung terjadi miokarditid dan terjadi
pula pembesaran hati dan limpa. Kelainan-kelainan pada jaringan serebrospinal
umumnya menyerang bayi dan anak-anak sedangkan kelainan limfatik menyerang
anak berumur antara 5-15 tahun.
1.12 Diagnosis
Pemeriksaan parasit sangat rumit dan memakan waktu yang lama, yaitu
dengan cara :
1. Biopsi jaringan & pewarnaan HE dan Eosin juga dengan giemsa. Tujuannya
untuk melihat tachizoites (trophozoites) atau cysts (bradyzoites)
2. Kultur : Monocyte cell culture. Setelah 4 hari parasit di kultur maka dilihat
dengan immunofluorescence dengan anti-P30 monoclonal antibodi.
3. Dye-Test (Sabin-Felman) paling baik karena puncaknya dicapai lebih cepat
dibawah dari 4 minggu dan menetap. Sensitivity dan spesitivity tinggi
4. EIA (Enzyme-linked immunoassay). Deteksi IgM antibodi. Spesifik antibodi
IgM meninggi pada bulan ke 4 – 8 . Masalah yang dijumpai adalah
interferensi dari rheumatoid factor dan specific IgG antibodi
5. IHA : Indirect Hemaglutinasi 4 – 10 minggu (titer meningkat atau sero
konversi)
6. IFA : Indirect Florescent Antibody ( 2 – 4 bulan) Complement fixation 3
bulan pertama
7. ELISA : Enzyme-Linked Immunosorbent Assay ®M E I AIgM, IgG dapat
mencegah positif palsu akibat kompetisi dengan antibody IgG specific
maternal.

6
8. Dapat dideteksi dari cairan (CSF) dan ditentukan dengan pemeriksaan
metode Direct Immuno Florescent
Yang paling sering dilakukan adalah :
Pemeriksaan antibodi terhadap Toxoplasma, yaitu IgM, IgG, IgA dan IgG Avidity
IgM, IgG dan IgA adalah Imunoglobulin yang akan meningkat bila terjadi infeksi
IgG Avidity adalah kekuatan ikatan antara antibodi IgG dengan antigen

Fungsi pemeriksaan IgG Avidity :


Untuk memperkirakan kapan infeksi terjadi pada dugaan adanya infeksi primer
baru (IgG (+) dan IgM (+)) pada serum yang sama.
Bila terjadi keraguan :
IgM (-), dan IgG stabil atau IgM (-) dan IgG meningkat bermakna, Hasil yang
tinggi : infeksi diperkirakan terjadi > 4 bln sebelumnya.
Hasil yang rendah : infeksi diperkirakan terjadi <4 bln sebelumnya
1.12.1 Interpretasi pemeriksaan Serologi Imunologi :
IgG (+) dan IgM(-), pernah terinfeksi sebelumnya (infeksi sudah lama)
dan sekarang telah memiliki kekebalan. Ibu selanjutnya tidak harus diperiksa lagi
kecuali bila IgG-nya tinggi. Kemungkinan dokter akan minta pemeriksaan
tambahan IgG Avidity atau bila ada pertimbangan lain, dokter akan minta
diperiksa 1 x lagi (3 mg kemudian) untuk menyingkirkan adanya infeksi primer.
IgG (+) da IgM (+), kemungkinan mengalami infeksi primer yang baru
atau infeksinya sudah lampau tapi IgM nya masih terdeteksi (lambat hilang) =
persisten. Perlu dilakukan pemeriksaan tambahan IgG Avidity langsung pada

7
serum yang sama untuk memprediksi kapan infeksinya terjadi, sebelum atau
sesudah hamil.
IgG (-) dan IgM (-), belum pernah terinfeksi. Bila wanita tsersebut sedang
hamil perlu diperiksa pada trimester berikutnya, sampai dengan trimester ke-III,
bila hasilnya tetap negatif baru katakan terbebas dari TORCH.
IgG (-) dan IgM (+), kasus ini jarang terjadi. Kemungkinan merupakan
awal dari infeksi. Harus diperiksa kembali 3 minggu kemudian apakah IgG
berubah menjadi positif atau tidak. Bila tidak, berarti IgM tidak spesifik, artinya
ibu tersebut tidak terinfeksi.
1.12.2 Infeksi Primer :
1. Terjadi serokonversi IgG dari negatif ke positif atau terjadi peningkatan
titer IgG yang bermakna (> 2 x) pada pemeriksaan serial selang waktu 3
minggu
2. IgM positif dan/atau IgA positif
3. IgG Avidity rendah
1.12.3 Infeksi Kongenital :
1. IgM positif dan/atau IgA positif
2. Adanya IgG yang menetap pada tahun pertama setelah kelahiran
(pemeriksaan serial).

Interpretasi Hasil Uji Serologik


Toxoplasmosis Kongenital
''Cord Blood'
IgG IgM Interpretasi
+ - * Mungkin IgG dari ibu tidak terjadi infeksi
kongenital
* Mungkin infeksi sedang berlangsung, IgM masih <<
atau sudah menghilang
* Ulangi pemeriksaan IgM dan IgG 1 bulan kemudian
+ + * Mungkin infeksi kongenital
* Mungkin IgM non spesifik
* Ulangi pemeriksaan IgM 1 minggu kemudian dan/
atau periksa IgA
- - * Tidak terinfeksi

8
Interpretasi Hasil Uji Serologik
Toxoplasmosis Kongenital
IgM dari Serum Ibu vs Neonatus

IgM
Interpretasi
Ibu Neonatus
+ + * Infeksi kongenital
* Mungkin kontaminasi dari darah Ibu (kebocoran
plasenta)
* Ulangi pemeriksaan IgM bayi 1 mg kemudian. Bila
hasil tetap positif / meningkat : infeksi kongenital
- + * Infeksi kongenital

Infeksi yg terjadi sebelum kehamilan tidak perlu dirisaukan, hanya infeksi


primer yg terjadi pada saat ibu hamil yg berbahaya, khususnya pada Trimester
pertama.
1.12.4 Yang perlu melakukan Pemeriksaan Toksoplasma
 Wanita yang akan hamil (idealnya) wanita yang baru atau sedang hamil
(bila hasil sebelumnya negatif atau belum diketahui, minimal diperiksa
setiap Trimester.
 Bayi baru lahir yang ibunya terinfeksi pada saat hamil
 Penderita yang diduga terinfeksi
1.13 Diagnosis Klinik
Toksoplasmosis hendaknya wajib dicurigai bila didapatkan klasifikasi
serebral pada ventikulogram dan korioretinitis ditemukan pada pemeriksaan mata.
Apalagi jika didapatkan kelainan-kelainan yang berupa hidrosefalus,
mikrosefalus, mikroptalmus, pneumonitis, miokarditid, adenopati, hepatomegali
atau splenomegali.
1.14 Diagnosis Spesifik
Diagnosis spesifik ditegakkan dengan mengadakan pemeriksaan
laboratorium untuk menemukan Toxoplasma gondii yang berasal dari hasil biopsy
aau pengambilan cairan dari organ dan jaringan penderita. Inokulasi hewan-hewan

9
percobaan (tikus, mamot atau hamster) dengan hasil biopsy organ dan jaringan
dapat meningkatkan hasil pemeriksaan. Diagnosa pasti infeksi terhadap janin
adalah dengan menemukan IgM dalam darah talipusat Hasil biakan plasenta pada
pasien dengan infeksi toksoplasma menunjukkan angka positif sebesar 90%.
1.15 Pencegahan Toxoplasmosis
Tindakan yang perlu dilakukan dalam mencegah penyakit toxoplasmosis adalah
sebagai berikut :
1. Daging yang akan dikonsumsi hendaknya daging yang sudah diradiasi
atau yang sudah dimasak pada suhu 150°F (66°C), sedangkan pada daging
yang dibekukan mengurangi infektivitas parasit tetapi tidak membunuh
parasit.
2. Ibu hamil yang belum diketahui telah mempunya antibodi terhadap
toxoplasma gondi, dianjurkan untuk tidak kontak dengan kucing dan tidak
membersihkan tempat sampah. Pakailah sarung tangan karet dan cucilah
tangan selallu setelah bekerja dan sebelum makan.
3. Apabila memelihara kucing, maka sebaiknya kucing diberikan makanan
kering, makanan kaleng atau makanan yang telah dimasak dengan baik
dan jangan biarkan membru makanan sendiri.
4. Cucilah tangan baik-bai sebelum makan dan sesudah menjamah dagin
mentah atau setelah memegang tanah yang terkontaminasi kotoran kucing.
5. Awasi kucing liar, jangan biarkan kucing tersebut membuang kotoran
ditempat bermain anak-anak
1.16 Pengobatan Toxoplasmosis
Sampai saat ini pengobatan yang terbaik adalah kombinasi pyrimethamine
dengan trisulfapyrimidine. Kombinasi ke dua obat ini secara sinergis akan
menghambat siklus p-amino asam benzoat dan siklus asam foist. Dosis yang
dianjurkan untuk pyrimethamine ialah 25-50 mg per hari selama sebulan dan
trisulfapyrimidine dengan dosis 2.000-6.000 mg sehari selama sebulan.
Karena efek samping obat tadi ialah leukopenia dan trombositopenia,
maka dianjurkan untuk menambahkan asam folat dan yeast selama pengobatan.
Trimetoprimn juga temyata efektif untuk pengobatan toxoplasmosis tetapi bila

10
dibandingkan dengan kombinasi antara pyrimethamine dan trisulfapyrimidine,
ternyata trimetoprim masih kalah efektifitasnya.
Spiramycin merupakan obat pilihan lain walaupun kurang efektif tetapi
efek sampingnya kurang bila dibandingkan dengan obat-obat sebelumnya. Dosis
spiramycin yang dianjurkan ialah 2-4 gram sehari yang di bagi dalam 2 atau 4 kali
pemberian. Beberapa peneliti menganjurkan pengobatan wanita hamil trimester
pertama dengan spiramycin 2-3 gram sehari selama seminggu atau 3 minggu
kemudian disusul 2 minggu tanpa obat. Demikian berselang seling sampai
sembuh. Pengobatan juga ditujukan pada penderita dengan gejala klinis jelas dan
terhadap bayi yang lahir dari ibu penderita toxoplasmosis.
1.16.1 Menurut Lab. Immunologi FKUI sebaiknya dikombinasi pengobatan
antimikroba/parasit dan immunoterapi dan anti viral (pada Torch) :
1. Isoprinosin (immunotherapy) 4x500 mg/hr 2hr/mgg
2. Spiramisin (antitoksoplasma/anti parasit); 3x500 mg/hr
selama 10 hari
3. Acyclovir (anti viral) 3x200 mg/hr selama 10 hari
4. Obat2 diatas diulangi setiap mgg (1) & setiap bulan (2&3)
sampai partus

1.16.2 Regimen Lain (Norwegia) Primary maternal infection in pregnancy :

Trimester 1 : Spiramycin 9MIU (3 gr)/day continuously

Trimester 2, 3 : Spiramycin 9MIU (3 gr)/day continuously or P+S+F (3 weeks),


then Spiramycin (3-6 weeks)

Evidence of fetal infection

(positive prenatal diagnosis) :

P+S+F (3 weeks), then Spiramycin (3-6 weeks) Repeated courses until delivery
Or Fansidar : 2 tablets weekly until delivery Doses : - Pyrimethamine (Daraprim)
50 mg first day, therafter 25 mg daily
- Sulfonamides : 1-2 g daily
- Folinic acid (Leucovorin / not folin acid) 5-15 mg x weekly
- Spiramycin (Rovamycin) : 3 gr (9 MIU)/day

11
1.17 RUBELLA dalam KEHAMILAN
INFEKSI VIRUS PADA MASA PERINATAL:
Imunitas selama kehamilan :
o Kehamilan : penurunan fungsi kekebalan yang bersifat “cell mediated”
o Infeksi virus pada wanita hamil akan memperlihatkan gejala yang lebih berat
dibanding tidak hamil ( infeksi poliomyelitis, cacar air / chicken pox )
o Sistem kekebalan yang masih belum matang pada janin akan menyebabkan
janin atau neonatus lebih rentan terhadap komplikasi yang diakibatkan infeksi
virus
Gejalanya :
 Biasanya terjadi demam ringan, sakit kepala, rasa lelah dan perasaan tidak
karuan, sakit tenggorokan, batuk
 30-50% tidak bergejala
 Ruam akan timbul sekitar 16-18 hari setelah terpapar
 Pada orang dewasa kadang2 disertai sakit pada persendian

Risiko Transmisi Infeksi dan Kecacatan pada Janin

12
1.18 Terapi antivirus
o Acyclovir adalah anti virus yang digunakan secara luas dalam kehamilan
o Acyclovir diperlukan untuk terapi infkesi primer herpes simplek atau virus
varicella zoster yang terjadi pada ibu hamil
o Selama kehamilan dosis pengobatan tidak perlu disesuaikan
o Obat antivirus lain yang masih belum diketahui keamanannya selama
kehamilan : Amantadine dan Ribavirin
1.19 Pencegahan aktif dan pasif
o Vaksin dengan virus hidup tidak boleh digunakan selama kehamilan termasuk
polio oral, MMR (measles – mumps – rubella), varicella
o Vaksin dengan virus mati seperti influenza, hepatitis A dan B boleh
digunakan selama kehamilan
o Imunoglobulin dapat digunakan selama kehamilan
1.20 Vaksinasi :
 Bayi pada usia 1 tahun
 Anak-anak remaja usia 11-12 tahun
 Wanita usia subur yang seronegatif
 sebelum hamil (jika mungkin)
 setelah melahirkan
 Para pekerja ‘Healthcare’
Batas waktu Vaksinasi
Dewasa : bertahan > 8 thn (bila titer tinggi)
Anak-anak : 25% akan kehilangan antibodinya 5 th kemudian
Oleh sebab itu perlu diperiksa kembali IgG Rubella pada saat merencanakan akan
hamil (3-6 bulan sebelumnya)
Rubella ( German Measles ) disebabkan oleh infeksi single – stranded
RNA togavirus yang ditularkan via pernafasan dengan kejadian tertinggi antara
bulan Maret sampai Mei, melalui vaksinasi yang intensif angka kejadian semakin
menurun. Infeksi virus ini sangat menular dan periode inkubasi berkisar antara 2 –
3 minggu

13
1.21 DIAGNOSIS
Diagnosa ditegakkan melalui pemeriksaan serologi.
IgM
 IgM akan cepat memberi respon setelah muncul 2 -3 hari keluar ruam dan
kemudian akan menurun dan hilang dalam waktu 4 – 8 minggu ini merupakan
kadar puncak.
 Dapat dideteksi pada 3 - 8 minggu.
 Menetap hingga 6 - 12 bulan
IgG
 Terdeteksi 5 - 10 hari setelah ruam (bisa lebih awal)
 Kadar puncak dicapai sekitar 15 - 30 hari
 Menurun perlahan sampai beberapa tahun hingga mencapai titer rendah dan
konstan
Diagnosa ditegakkan dengan adanya peningkatan titer 4 kali lipat dari
hemagglutination-inhibiting (HAI) antibody dari dua serum yang diperoleh dua
kali selang waktu 2 minggu atau setelah adanya IgM. Diagnosa Rubella juga dapat
ditegakkan melalui biakan dan isolasi virus pada fase akut. Ditemukannya IgM
dalam darah talipusat atau IgG pada neonatus atau bayi 6 bulan mendukung
diagnosa infeksi Rubella.
1.22 DAMPAK TERHADAP KEHAMILAN
10 – 15% wanita dewasa rentan terhadap infeksi Rubella. Perjalanan
penyakit tidak dipengaruhi oleh kehamilan dan ibu hamil dapat atau tidak
memperlihatkan adanya gejala penyakit. Derajat penyakit terhadap ibu tidak
berdampak terhadap resiko infeksi janin. Infeksi yang terjadi pada trimester I
memberikan dampak besar terhadap janin.
Infeksi fetal :
1. Tidak berdampak terhadap bayi dan janin dilahirkan dalam keadaan
normal
2. Abortus spontan
3. Sindroma Rubella kongenital

14
Secara spesifik, infeksi pada trimester I berdampak terjadinya sindroma
rubella kongenital sebesar 25% (50% resiko terjadi pada 4 minggu pertama),
resiko sindroma rubella kongenital turun menjadi 1% bila infeksi terjadi pada
trimester II dan III
SINDROMA RUBELLA KONGENITAL :
Intra uterine growth retardation simetrik
Gangguan pendengaran
Kelainan jantung :PDA (Patent Ductus Arteriosus) dan
hiplasia arteri pulmonalis
Gangguan Mata :
Katarak
Retinopati
Mikroptalmia
Hepatosplenomegali
Gangguan sistem saraf pusat :
Mikrosepalus
Panensepalus
Kalsifikasi otak
Retardasi psikomotor
Hepatitis
Trombositopenik purpura
Pemeriksaan rubella harus dikerjakan pada semua pasien hamil dengan
mengukur IgG. Mereka yang non-imune harus memperoleh vaksinasi pada masa
pasca persalinan. Tindak lanjut pemeriksaan kadar rubella harus dilakukan oleh
karena 20% yang memperoleh vaksinasi ternyata tidak memperlihatkan adanya
respon pembentukan antibodi dengan baik. Infeksi rubella tidak merupakan kontra
indikasi pemberian ASI tidak ada terapi khusus terhadap infeksi Rubella dan
pemberian profilaksis dengan gamma globulin pasca paparan tidak dianjurkan
oleh karena tidak memberi perlindungan terhadap janin.

1.23 Yang Perlu melakukan Pemeriksaan Rubella


 Wanita sebelum hamil (idealnya)Pada kehamilan dini dan pada usia

15
 kehamilan menjelang 20 mgg (bagi yang seronegatif)
 Neonatus yang ibunya terinfeksi primerpada saat hamil
 Penderita yang diduga terinfeksi
 Setelah vaksinasi
1.24 CYTOMEGALOVIRUS
CYTOMEGALOVIRUS dalam KEHAMILAN
Cytomegalovirus atau CMV adalah virus DNA dan merupakan kelompok
dari famili virus Herpes sehingga memiliki kemampuan latensi. Virus ditularkan
melalui berbagai cara a.l tranfusi darah, transplantasi organ , kontak seksual, air
susu , air seni dan air liur ; transplansental atau kontak langsung saat janin
melewati jalan lahir pada persalinan pervaginam. Cara penularannya “Respiratory
droplets”, kontak dengan sumber infeksi (saliva, urin, sekresi serviks dan vagina,
sperma, ASI, airmata), melalui transfusi dan transplantasi organ secara vertikal
dari ibu ke janin :
 prenatal (plasenta)
 perinatal (pada saat kelahiran)
 postnatal (ASI, kontak langsung)
30 – 60% anak usia sekolah memperlihatkan hasil seropositif CMV, dan
pada wanita hamil 50 – 85%. Data ini membuktikan telah adanya infeksi
sebelumnya. Gejala infeksi menyerupai infeksi mononukleosis yang subklinis.
Ekskresi virus dapat berlangsung berbulan bulan dan virus mengadakan periode
laten dalam limfosit, kelenjar air liur, tubulus renalis dan endometrium. Reaktivasi
dapat terjadi beberapa tahun pasca infeksi primer dan dimungkinkan adanya
reinfeksi oleh jenis strain virus CMV yang berbeda.
1.25 DIAGNOSIS
Virus dapat di isolasi dari biakan urine atau biakan berbagai cairan atau
jaringan tubuh lain. Tes serologis mungkin terjadi peningkatan IgM yang
mencapai kadar puncak 3 – 6 bulan pasca infeksi dan bertahan sampai 1– 2 tahun
kemudian. IgG meningkat secara cepat dan bertahan seumur hidup
Masalah dari interpretasi tes serologi adalah :
1. Kenaikan IgM yang membutuhkan waktu lama menyulitkan penentuan
saat infeksi yang tepat

16
2. Angka negatif palsu yang mencapai 20%
3. Adanya IgG tidak menyingkirkan kemungkinan adanya infeksi yang
persisten
1.26 Yang perlu dilakukan Pemeriksaan
 Donor darah atau organ
 Resipien organ transplantasi
 Wanita sebelum hamil (idealnya), bila negatif, periksa pada kehamilan
dini, selanjutnya pada kehamilan lanjut .
 Neonatus yang ibunya terinfeksi
1.27 DAMPAK TERHADAP KEHAMILAN
CMV adalah infeksi virus kongenital yang utama di US dan mengenai 0.5
– 2.5 % bayi lahir hidup. Infeksi plasenta dapat berlangsung dengan atau tanpa
infeksi terhadap janin dan infeksi pada neonatus dapat terjadi pada ibu yang
asimptomatik. Resiko transmisi dari ibu ke janin konstan sepanjang masa
kehamilan dengan angka sebesar 40 – 50%. 10 – 20% neonatus yang terinfeksi
memperlihatkan gejala-gejala :
1. Hidrop non imune
2. PJT simetrik
3. Korioretinitis
4. Mikrosepali
5. Kalsifikasi serebral
6. Hepatosplenomegali
7. hidrosepalus
80 – 90% tidak menunjukkan gejala namun kelak dikemudian hari dapat
menunjukkan gejala:
1. Retardasi mental
2. Gangguan visual
3. Gangguan perkembangan psikomotor

Seberapa besar kerusakan janin tidak tergantung saat kapan infeksi


menyerang janin. CNV rekuren berkaitan dengan penurunan resiko janin dengan
angka penularan ibu ke janin sebesar 0.15% – 1%, tidak ada terapi yang efektif

17
untuk cytomegalovirus dalam kehamilan. Pencegahan meliputi penjagaan
kebersihan pribadi, mencegah tranfusi darah. Usaha untuk membantu diagnosa
infeksi CMV pada janin adalah dengan melakukan :
1. Ultrasonografi untuk identifikasi PJT simetri, hidrop, asites atau kelainan
sistem saraf pusat
2. Pemeriksaan biakan cytomegalovirus dalam cairan amnion
1.28 HERPES SIMPLEX
HERPES GENITALIS dalam KEHAMILAN

 Herpes Genitalis disebabkan oleh virus herpes simplex – HSV tipe 1 dan 2
 antibodi HSV 2 ditemukan pada 7.6% darah donor, namun hanya 50%
yang menyatakan pernah menderita herpes genitalis. Disimpulkan bahwa
banyak infeksi herpes yang bersifat subklinis
 Kasus yang disebabkan oleh HSV tipe 2 terutama dijumpai pada wanita
muda
 Lesi awal berupa pembentukan erupsi veskular atau ulserasi yang akut dan
diikuti dengan penyembuhan secara spontan
 HSV mengalami penjalaran melalui nervus sensorik perifer kedalam
ganglion dorsal dan tetap tinggal dalam fase istirahat.(masa laten),
reaktivasi akan menyebabkan timbulnya lesi ulangan dan memiliki potensi
penularan.

1.29 GEJALA dan TANDA

18
Infeksi Primer :
 Merupakan paparan pertama kali terhadap HSV 1 atau 2 yang dapat
menyebabkan lesi vulva dan disuria namun kadang kadang juga tanpa
gejala. Seringkali di diagnosa sebagai infeksi traktus urinarius atau
candidiasis
 Pada pemeriksaan ditemukan ulkus multiple yang disertai rasa nyeri hebat.
Kadang disertai dengan pembesaran kelenjar inguinal
1.20 Infeksi non-primer, episode pertama herpes genitalis
Terjadi pada penderita dengan riwayat lesi oro-labial HSV-1 yang
kemudian mendapatkan infeksi genital-HSV 2. Terdapat perlindungan silang dari
infeksi oro-labial sehingga gejala yang ditimbulkan oleh HSV 2 lebih ringan
dibandingkan gejala yang ditimbulkan oleh infeksi HSV 1. Infeksi non primer ini
biasanya lebih asimptomatik dibandingkan infeksi primer.
1.21 Herpes Rekuren
 Episode ulangan dapat asimptomatik (subklinis). Gejala yang timbul
biasanya ebih ringan dibandingkan infeksi pertama. Seringkali didahului
oleh rasa gatal, pedih atau ngilu di area yang akan timbul erupsi
 Pada pemeriksaan dijumpai satu atau dua ulcus yang meliputi area kecil
 90% penderita infeksi HSV 2 dan 60% pada infeksi HSV 1 akan
mengalami kekambuhan dalam tahun pertama. Rata rata kekambuhan 2
kali pertahun , namun beberapa penderita memperlihatkan gejala ulangan
yang lebih sering
1.22 DIAGNOSIS
Metode diagnosa utama adalah kultur virus pada ulkus
TERAPI dan PENATALAKSANAAN
Herpes primer dan episode infeksi pertama kali
 Obat antivirus untuk menurunkan berat dan lamanya gejala. Obat ini tidak
dapat mencegah latensi sehingga tidak dapat mencegah serangan ulang
 Regimen :
o Acyclovir 3 dd 200 mg selama 5 hari ( untuk ibu hamil dan
menyusui)
o Famcyclovir 3 dd 250 mg selama 5 hari

19
o Valciclovir 2 dd 500 mg selama 5 hari
 Analgesik
 Pemeriksaan PMS lain
 Penjelasan akan kemungkinan berulangnya penyakit
1.23 Herpes Genital Rekuren
 Rekurensi bersifat “self limiting” dengan terapi suportif
 Rekurensi dapat diringankan dengan pemberian antiviral sedini mungkin
saat erupsi belum muncul
 Dosis :
o Acyclovir 5 dd 200 mg selama 5 hari
o Famciclovir 2 dd 125 mg selama 5 hari
o Valaciclovir 1 dd 500 mg selama 5 hari
1.24 KOMPLIKASI
 Infeksi primer yang terjadi pada masa kehamilan , khususnya bila terjadi
pada trimester III akan dapat menular ke neonatus saat melewati jalan
lahir.
 Herpes Genitalis meningkatkan kemungkinan infeksi HIV 2 – 3 kali lipat
 Masalah psikologi akibat serangan yang sering berulang
 Infeksi primer dapat menyebabkan meningitis atau neuropatia otonomik
 Infeksi jarang menyebar keseluruh tubuh hingga “life threatening”
 Keadaan ini sering terjadi pada ganguan kekebalan dan masa kehamilan.
1.25 Yang perlu dilakukan Pemeriksaan
 Penderita yang diduga terinfeksi
 Wanita sebelum hamil bila (-) periksa pada kehamilan dini
 bila (-), periksa pasangannya
 bila (-), pasangan (+) dgn riwayat
 Herpes Genital, periksa (istri) menjelang akhir kehamilan
 Neonatus yang ibunya terinfeksi

20
DAFTAR PUSTAKA

1. American College of Obstetricians and Gynecologists. Perinatal viral and


parasitic infections. Technical Bulltein no 177.Washington DC . ACOG
1993
2. Couvreur J, Desmonts G, Thulliez P. Prophylaxis of congenital
toxoplasmosis. Effects of spiramycin on placental infection. J Antimicrob
Chemother. 1988;(Suppl B):193–200. [PubMed]
3. C Giannoulis, B Zournatzi, A Giomisi, E Diza, and I Tzafettas
Toxoplasmosis during pregnancy: a case report and review of the
literature. http://www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender.fcgi?
artid=2504397 Retrived September 2009
4. Gilbert R, Gras I; European Multicentre Study on Congenital
Toxoplasmosis. Effect of timing and type of treatment on the risk of
mother to child transmission of Toxoplasma gondii. BJOG 2003;110:112-
20.
5. Thiebaut R, Leproust S, Chene G, Gilbert R. Effectiveness of prenatal
treatment for congenital toxoplasmosis: a meta-analysis of individual
patient's data. Lancet. 2007;369:115–122. [PubMed]
6. Wallon M, Liou C, Garner P, Peyron F. Congenital toxoplasmosis:
systematic review of evidence of efficacy of treatment in pregnancy. BMJ.
1999;318:1511–1514. [PubMed]
7. American College of Obstetrician and Gynecologist : Rubella in
Pregnancy. Technical Bulletin no 171. Washington DC , ACOG 1992
8. Dontigny L, Arsenault My, Martel MJ : Rubella in Pregnancy. SOGC
Clinical Practice Guideline ,No 203, February 2008.
http://www.sogc.org/guidelines/documents/guiJOGC203CPG0802.pdf
retrieved on September 2009

21
9. Centers for Disease Control and Prevention (CDC). Genital Herpes Fact
Sheet. Updated 1/4/08.
10. Gardella, C., and Brown, Z.A. Serologic Testing for Herpes Simplex
Virus. Contemporary Ob/Gyn, October 2007, pages 54-58.
11. American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG).
Management of Herpes in Pregnancy. ACOG Practice Bulletin, number
82, June 2007.
12. Centers for Disease Control and Prevention (CDC). Sexually Transmitted
Diseases Treatment Guidelines 2006. Morbidity and Mortality Weekly
Report, volume 55, RR-11, August 4, 2006.
13. Brown, Z.A., et al. Genital Herpes Complicating Pregnancy. Obstetrics
and Gynecology, volume 106, number 4, October 2005, pages 845-856.
14. Kimberlin, D.W., et al. Natural History of Neonatal Herpes Simplex Virus
Infections in the Acyclovir Era. Pediatrics, volume 108, number 2, August
2001.

22

Anda mungkin juga menyukai