Anda di halaman 1dari 58

dr.

Ida Bagus Putu Alit,SpF,DFM


Curriculum Vitae
Nama : Dr Ida Bagus Putu Alit,SpF,DFM
Tanggal lahir : Karangasem,14 Januari 1970
Pendidikan dan Pelatihan Formal :
1. Dokter Umum, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana (1997)
2. Post Graduate Education on Forensic Medicine, Medical Ethics and Human Rights,
Groningen State University,the Netherland (2002)
3. Program Pendidikan Dokter Spesialis Forensik, Departemen Forensik dan Mediko legal
FK Universitas Indonesia (2005)
4. Primer DVI Course, Health Science Authority Singapore (2007)
Pekerjaan :
1. Staf Educative (Dosen) di FK UNUD,FKIK UNWAR, FK UNIZAR
2. Konsultan Forensik dan Etiko Mediko Legal beberapa RSUD di Bali
Jabatan :
1. Kepala Bagian/SMF Ilmu Kedokteran Forensik FK UNUD/RSUP Sanglah
2. Ketua Komite Etik dan Hukum RSUP Sanglah
3. Ketua Team Terpadu Penanganan Korban Tindak Kekerasan Perempuan dan anak (T2P KTK P-A)
RSUP Sanglah
Pendahuluan
 Kedokteran Forensik Klinik (Clinical Forensic Medicine) : aplikasi Ilmu
Kedokteran Forensik untuk orang hidup.
 Korban :
 Kekerasan Fisik (penganiayaan)
 Kekerasan seksual
 KDRT (domestic violance)
 Tersangka :
 Pembuktian
 Fitness and competencies to be interviewed, detainee and stand trial
 Saksi
 Kasus non-litigasi
 Disputed paternity, Disputed parentages

 Konsep Dualisme Biomedik


 Pasien
 Korban Surat Permintaan Visum et Repertum (SPV)
ALUR PENANGANAN PASIEN/KORBAN HIDUP

Mulai

Korban/pasien datang

TRIAGE

YA SPV/Dugaan
Tidak
kasus pidana

SPV
Terlambat

Bedah Forensik Medik Forensik Obsgyn Rekam Medis &


Foto korban

VER VER
Dr. Sp.F Dr. SpF

PENYIDIK

Selesai
KEKERASAN FISIK (Physical assault)
 WHO :
 penderitaan fisik atau mental
 Sengaja, sistematik atau sewenang-wenang
 Sendiri atau perintah kekuasaan
 KUHP :
 dengan sengaja melukai atau menimbulkan rasa nyeri pada
seseorang
 Delik Material
 Akibat sebagai pertanggung jawaban (fisik dan mental)

Memerlukan pemeriksaan lengkap dan adequat


Aspek Hukum
 Lex generalis (KUHP)
 Penganianyaan
 Ringan (pasal 352 ayat(1))
 Penganiayaan (pasal 351 ayat (1) )
 Berat ( pasal 351 ayat (3) )
 Lex spesialis (UU PKDRT & UU Perlindungan Anak)
 Kekerasan Dalam Rumah Tangga ( fisik)
 Kekerasan anak (fisik)
 KEWAJIBAN HUKUM ( LEGAL DUTY)
 Membantu menegakkan supremasi hukum dengan
pembuktian hukum
 Dasar Hukum (lex spesialis UU Kesehatan no 36 Th
2009)
Pasal 28
(1) Untuk kepentingan hukum, tenaga kesehatan wajib melakukan
pemeriksaan kesehatan atas permintaan penegak hukum dengan
biaya ditanggung oleh negara.
(2) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada
kompetensi dan kewenangan sesuai dengan bidang keilmuan yang
dimiliki
Dasar Hukum : Undang-Undang PKDRT no
23 tahun 2004
PASAL 21
(1) Tenaga Kesehatan :
(1) Memeriksa sesuai dengan standard profesi
(2) Membuat laporan tertulis dan Visum et Repertum
(2) Sarana Pemerintah, Pemerintah Daerah atau masyarakat
PASAL 40
(1). Tenaga Kesehatan wajib memeriksa sesuai dengan
standard profesi
(2). Dalam hal memerlukan perawatan pemulihan dan
rehabilitasi
Over View Domestic violence

 Kekerasan fisik
 Cidera fisik
 Kekerasan psikologis
 Penghinaan
 Komentar merendahkan
 Ancaman pisah
 Melarang : ketergantungan ekonomi
 Kekerasan seksual
 Penelantaran rumah tangga

1 Alit Forensik- Agustus 2015 9


Over View- Kasus Kotak Pandora
Sulit diungkap :
1. Tempat tertutup dan Privasi
2. Hubungan pelaku dan korban

Komprehensif
Over View- Lingkar Kekerasan

Diputuskan

Komprehensif
Konsep Pelayanan
 Menjawab kebutuhan korban (perempuan & anak)
 Medis
 Psikososial
 Mediko legal
 Mendahulukan kepentingan terbaik anak ( for the best
interest of the child )
 Mengacu pada standard universal
 Ultimum pre medium
STANDARD PENANGAN KEKERASAN
ANAK
1. Taking history
2. Physical examination
3. Laboratories examination
4. Radiological examination
5. Documentation and reporting
6. Hematological survey
7. Sibling examination
8. Mental screening
9. Growth and development screening
Bukti medis penganiayaan
 PERLUKAAN
 deformitas
 TANDA KERACUNAN
 Membuat orang tidak berdaya adalah penganiayaan
(pasal 89 KUHP)
 AKIBAT DARI PERLUKAAN (Derajat atau kualifikasi )
 Penyakit
Traumatologi Forensik
 Trauma mekanik
 Kekerasan tajam
 Luka iris (scissum/sectum)
 Luka tusuk (punctum/ictum)
 Luka bacok (chop)
 Kekerasan tumpul
 Luka lecet (abrasio/eksoriasi)
 Memar ( contusio/hematom)
 Luka robek (laceratio)
 Luka tembak (sclopectorum)
 Trauma fisik
 Suhu
 Elektrik
 Barotrauma
 mikrowave
 Trauma kimia
 Asam
 Basa
BUKTI MEDIS LUKA
 BUKTI TRANSIENT
 Cepat berubah  dokumentasi
 Fotografi
 Naratif Interpretasi mediko legal
 BUKTI KONTAK
 BUKTI POLA
 Pola luka tertentu
 Cigarette burn
 Immersion Syndrome (punished Child)
 BUKTI KONDISIONAL
 Dipengaruhi berbagai faktor
 Usia korban atau kondisi kesehatan
Penulisan luka sesuai dengan interpretasi
Mediko legal
 REGIO ANATOMI
 KOORDINAT
 SUMBU X, SUMBU Y, SUMBU Z
 Manner of injury
 Rekonstruksi
 JENIS LUKA
 UKURAN
 GAMBARAN LUKA
 Perkiraan senjata penyebab
 Umur luka (wound timing)
 DI SEKITAR LUKA
Reasoning penulisan luka
 Regio dan koordinat
 Rekonstruksi
 Mode of injuries :
 Kecelakaan (accidental)
 Bunuh diri (suicide) / self implicted
 penganiayaan
 Jenis luka : bukti medis
 Ukuran
 Kehilangan jaringan
 Gambaran
 Perkiraan kekerasan
 Perkiraan senjata penyebab
 Perkiraan umur luka (wound timing )
 Berulang (abuse)
Derajat atau Kualifikasi Luka
 Luka menimbulkan akibat tergantung keparahannya
 Penyakit dari pandangan hukum : Ziekte 
terganggunya keadaan teratur dalam badan
(pengadilan Gerechtshof tahun 1890)
 Kelainan fisiologis
 Kelainan tingkat seluler
 Reaksi sistemik
Derajat atau Kualifikasi Luka
 Medis dibedakan berdasarkan keparahannya
(severity)
 Empiris dan obyektif (fakta medis)
 Derajat pertama : kualifikasi luka ringan
 Derajat kedua : kualifikasi luka sedang
 Derajat ketiga : kualifikasi luka berat
Derajat Luka
MEDIS HUKUM

LUKA PENGANIAYAAN
Ringan Penganiayaan ringan
pasal 352
Sedang Penganiayaan
pasal 351(2)
Berat Penganiayaan Berat
pasal 351 (2)
Aspek Medis Penganiayaan
 Penganiayaan Ringan ( psl 352 KUHP )
* Pidana 4 Bulan.
 Penganiayaan ( psl 351 KUHP ayat 2 )
* Pidana 2 Tahun 8 Bulan
 Penganiayaan Berat (Psl 351 KUHP ayat 2)
* Pidana 5 Tahun.

Kesalahan Interpretasi Medis menentukan


kualifikasi luka Kesalahan hakim
menjatuhkan hukuman
Derajat luka berat
 Pasal 90 KUHP
1. Mendatangkan bahaya maut
2. Tidak bisa diharapkan sembuh
3. Verlamming
4. Verminking
5. Kehilangan salah satu panca indera
6. Gugur bayi dalam kandungan
7. Gangguan mental lebih dari 4 minggu
 UU PKDRT& UU Perlindungan Anak
 Gangguan mental berulang
 Gangguan fungsi reproduksi
Punished Child
Dr. Ida Bagus Putu Alit,SpF,DFM
KONSEP
 CRIME AGAINST WILL
 WITHOUT CONSENT
 Any penetrations to any natural orifices without consent
 SAH
 ALAMIAH maturitas
 SPONTAN
 VOLUNTEER
 TIDAK ADA KERAGUAN (UNEQUIVOCAL)
 MELANGGAR HUKUM (3 F)
 KEKERASAN (FORCE)
 ANCAMAN (FEAR)
 TIPU DAYA (FRAUD)
 CRIME AGAINST PROPERTY
 Perselingkuhan (overspel)
Pembuktian kekerasan seksual
 Pembuktian hukum – bukti
 Bukti langsung – direct evidence
 Saksi korban
 Bukti sirkumstansial – circumstantial evidence
 Bukti medis
 Kedewasaan-kekerasan/ancaman kekerasan-hubungan
seksual-waktu persetubuhan-akibat fisik atau mental
 Sangat terpengaruh pra-hospital
 Waktu

 tindakan
Bukti medis

 DIRECT
 CIRCUMSTANTIAL
 TRIAD OF EVIDENCE
 LOCARD CONCEPT
 BIOLOGICAL EVIDENCE
 KEKERASAN FISIK : Luka
dan Mental
 KEKERSAN SEKSUAL:
 Kedewasaan –Kekerasan-
Persetubuhan-Waktu
persetubuhan- Akibat
persetubuhan
 KEKERASAN MENTAL
 Kelainan mental
KEJAHATAN SEKSUAL
 Zinah, gendak, overspel (284 KUHP)
 Persetubuhan yang melawan hukum (285 - 288, 291,
294 KUHP)
 Intramarital (288 KUHP)
 Ekstramarital
 Perbuatan cabul (289, 290, 293 KUHP)
UU no 23 tahun 2004 Perlindungan Anak
 Kekerasan seksual terhadap anak (Child Sexual Abuse):
Pelibatan anak dalam kegiatan seksual, dimana ia
sendiri tidak sepenuhnya memahami, atau tidak
mampu memberi persetujuan atau oleh karena
perkembangannya belum siap atau tidak dapat
memberi persetujuan, atau melanggar hukum atau
pantangan masyarakat
Pasal 8 UU PKDRT
Kekerasan seksual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5
huruf c meliputi:
a. pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan
terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah
tangga tersebut;
b. pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang
dalam lingkup rumah tangganya dengan orang lain
untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu.
 Tanda kedewasaan
 Erupsi gigi
 Tanda seks sekunder (skala Tanner)
 Tanda kekerasan
 Ekstra-aerogen ; without consent
 Pengaruh zat/obat : toksikologi
 Tanda persetubuhan
 Penetrasi
 Ejakulasi
 Waktu persetubuhan- tempus delicti
 Akibat persetubuhan
 Identitas pelaku – trace evidence
 Per-vaginam :
 Lecet, memar pada genetalia eksterna
 Labia, fourchete posterior, fosa navicularis )
 Lecet, memar pada perineum
 Lecet, memar pada vagina, forniks posterior dan leher
rahim
 Deflorasi hymen *:
 Lokasi (arah jarum jam
 Complete/ incomplete
 Tanda radang akut :
 Kemerahan (hyperemia )
 Nyeri sentuh

 * Bukti signifikans : robekan sampai dasar dan baru


JENIS DAN LOKASI CEDERA
Penetrasi (NOJON)
 Minimal atau partial
 Intra vulvar sex intercourse
 Dry sex intercourse
 Intra crural sex intercourse
 Complite
 DEFLORASI
 HEMATOMA
 ABRASI
 NARROWING
 HYMENAL NOCTH
 HYMENAL CLEFT
 ABSENT OF HYMENAL TISSUE
 V – U SHAPE
 DIAMETER TRANVERSAL ORIFICIUM HYMEN
Deflorasi selaput dara anak
 Jarang
 Predisposisi anatomis :
 Lokasi selaput dara relatif kedalam
 Tumpukan lemak pada Mons Veneris
 Estrogen maternal
 PERKEMBANGAN
 VARIASI ANATOMI
 KONTROVERSI SEBAGAI BUKTI PENETRASI
PENELITIAN PENDUKUNG DAN PENOLAKAN
 KONSEP TERAKHIR (American pediatric association,2005)

 MEKANISME PELEBARAN :
 FOLDING
 PENYEMBUHAN DAN RIGIDITAS HYMEN
 ESTROGEN MATERNAL
Hymen

Bentuk
Lokasi
Kelainan
 INFORMED CONSENT
 ANAMNESIS UMUM DAN KHUSUS
 PEMERIKSAAN
 STATUS GENERAL
 STATUS LOKALIS
 PENGAMBILAN SAMPEL
 PEMBERIAN OBAT ANTI HAMIL
 PEMBUATAN VER SESUAI PROSEDUR
 Bila lesi minimal (anak-anak )
 Inspeksi :
 Lateral traksi/ gentle separasi (-)
 Trauma
 Deflorasi hymen
 Diameter Transversal Hymwen
 Palpasi :
 Nyeri sentuh hymen
 Vaginal touché ( uterus dan adneksa )
 Spekulum :
 Forniks posterior
 Pengambilan sampel
 Akut:
 Laserasi,abrasi, hematome
 fissure
 Kronis :
 Sikatrik fissure
 Funnel shape (waste of gluteal tissue )
 Anal laxity
 Penurunan tonus sphincter ani
 Penebalan line pectinae
 Anal Dilatation Refleks > 2 cm
 Syarat :
 Rectum kosong
 Dilakukan sebelum manipulasi anus (RT)
 Pemeriksaan :
 Anus ditarik kelateral
 Anus menutup  tunggu beberapa detik
 Anus terbuka secara refleks : ukur diameter antero-
posterior
 INSPEKSI :
 Trauma
 Anal laxity
 Funnel shape
 PALPASI :
 ADR
 Tonus sphincter ani
 ANOSKOPI :
 Trauma
 Penebalan linea pectinea
 sampel
Pemeriksaan tanda ejakulasi
 Pemeriksaan sel Spermatozoa dan atau komponen
Cairan Mani
 Sel Spermatozoa (Langsung, pewarnaan, Beicchi)
 PAN (Zn)
 Pemeriksaan Kristal (Kolin, Spermin)
 PSA (Prostat Spesific Antigen)
Perkiraan waktu persetubuhan
 Waktu persetubuhan
 Persetubuhan Baru (kurang dari 72 jam)
 Healing process pada genetalia
 Gambaran robekan (deflorasi ) selaput dara
 Sel Spermatozoa dan komponen cairan mani
 Motilitas sel Spermatozoa
 PSA (kurang atau sama dengan 48 jam)

Anda mungkin juga menyukai