Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN BY.

S
DENGAN MASALAH HIRSCHSPRUNG DI RUANG MAWAR RSUD Dr.
DORIS SYLVANUS PALANGKA RAYA

OLEH :
Tri Berger
NIM : 2019.C.11a.1031

YAYASAN EKA HARAP PALANGKARAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI SARJANA
KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN
2021/2022
LEMBAR PERSETUJUAN

Laporan ini disusun oleh :


Nama : Tri Berger
NIM : 2019.C.11a.1031
Program Studi : S-1 Keperawatan
Judul : Asuhan Keperawatan Pada By. S Dengan Diagnosa Medis
Hirschsprung Di Ruang Mawar RSUD dr. Doris Sylvanus
Palangka Raya.

Telah melakukan asuhan keperawatan sebagai persyaratan untuk menyelesaikan


Praktik Pra Klinik Keperawatan II Program Studi S-1 Keperawatan Sekolah
Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangkaraya.

Laporan keperawatan ini telah disetujui oleh :

Pembimbing Akademik Pembimbing Lahan

Nia Pristina, S.Kep.,Ners Winnarti Triwijaya,SSiT

Mengetahui:
Ketua Program Studi S1 Keperawatan,

Meilitha Carolina, Ners., M.Kep

i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Berkat
limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan Laporan
Pendahuluan dan Juga Asuhan Keperawatan dengan judul Laporan pendahuluan
dan asuhan keperawatan pada By. S dengan diagnosa Hirschsprung” Laporan
pendahuluan dan asuhan keperawatan ini disusun dalam rangka untuk memenuhi
ataupun melengkapi tugas mata kuliah Praktik Praklinik Keperawatan II.
Laporan Pendahuluan dan juga asuhan keperawatan ini tidak lepas dari
bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, saya ingin mengucapkan terimakasih
kepada :
1. Ibu Maria Adelheid, S.Pd., M.Kes Selaku Ketua STIKES Eka Harap Palangka
Raya.
2. Ibu Meilitha Carolina, Ners., M.Kep Selaku Ketua Program Studi Ners STIKES
Eka Harap Palangka Raya.
3. Ibu Rimba Aprianti, S.Kep.,Ners Selaku Penanggung Jawab Mata Kuliah Praktik
Praklinik Keperawatan II.
4. Nia Pristina, S.Kep.,Ners Selaku dosen pembimbing Akademik di ruang
Pendengaran
5. Winnarti Triwijaya,SSiT selaku pembimbing lahan di Ruang Mawar RSUD
Doris Sylvanus
6. Secara Khusus kepada pihak dari Rumah Sakit Doris Sylvanus yang telah
memberikan izin tempat.
Saya menyadari bahwa laporan pendahuluan dan juga asuhan keperawatan
ini mungkin terdapat kesalahan dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, saya
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca dan mudah-
mudahan laporan pendahuluan dan juga asuhan keperawatan ini dapat mencapai
sasaran yang diharapkan sehingga dapat bermanfaat bagi kita semua.
Palangka Raya, 11 Oktober 2021
Penyusun

Tri Berger

ii
DAFTAR ISI
SAMPUL DEPAN...........................................................................................
LEMBAR PENGASAHAN............................................................................i
KATA PENGANTAR....................................................................................ii
DAFTAR ISI...................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................1
1.1 Konsep Dasar Hirscprung.................................................................1
1.1.1 Definisi......................................................................................1
1.1.2 Etiologi......................................................................................1
1.1.3 Klasifikasi..................................................................................1
1.1.4 Patofisiogi..................................................................................2
1.1.5 Pathway.....................................................................................3
1.1.6 Komplikasi.................................................................................4
1.1.7 Pemeriksaan Penunjang.............................................................5
1.1.8 Penatalaksanaan.........................................................................6
1.2 Menajemen Asuhan Keperawatan.....................................................6
1.2.1 Pengkajian keperawatan............................................................6
1.2.2 Diagnosa Keperawatan..............................................................8
1.2.3 Intervensi keperawatan..............................................................8
1.2.4 Implementasi Keperawatan.......................................................11
1.2.5 Evaluasi Keperawatan...............................................................11
BAB II ASUHAN KEPERAWATAN KASUS.............................................13
2.1 Pengkajian........................................................................................13
2.2 Diagnosa...........................................................................................17
2.3 Intervensi Keperawatan....................................................................21
2.4 Implementasi dan Evaluasi...............................................................23
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN........................................................25
3.1 Kesimpulan .......................................................................................25
3.2 Saran .................................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................26

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Konsep Dasar Hisprung
1.1.1 Definisi
Hisprung ( Mega Colon ) penyakit yang disebabkan oleh obstruksi mekanis
yang disebabkan oleh tidak adekuatnya motilitas pada usus sehingga tidak ada
evakuasi usus spontan dan tidak mampunya spinkter rectum berelaksasi.
Hirschsprung atau Mega Colon adalah penyakit yang tidak adanya sel – sel
ganglion dalam rectum atau bagian rektosigmoid Colon. Dan ketidak adaan ini
menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya peristaltik serta tidak adanya
evakuasi usus spontan (Betz,Cecily&Sowden:2000) Penyakit Hirschsprung atau
Mega Kolon adalah kelainan bawaan penyebab gangguan pasase usus tersering
pada neonatus, dan kebanyakan terjadi pada bayi aterm dengan berat lahir kurang
dari 3Kg, lebih banyak laki – laki dari pada perempuan.

1.1.2 Etiologi
Penyakit ini disebabkan aganglionosis Meissner dan Aurbach dalam lapisan
dinding usus, mulai dari spingter aniinternus ke arah proksimal, 70 % terbatas di
daerah rektosigmoid, 10 % sampai seluruh kolon dan sekitarnya 5 % dapat
mengenai seluruh usus sampai pilorus. Diduga terjadi karena faktor genetik sering
terjadi pada anak dengan Down Syndrom, kegagalan sel neural pada masa embrio
dalam dinding usus, gagal eksistensi, kranio kaudal pada myentrik dan sub
mukosa dinding plexus.

1.1.3 Klasifikasi
Berdasarkan panjang segmen yang terkena, Hirschprung dapat dibagi menjadi
dua, yaitu :

1. Penyakit Hirschprung segmen pendek


Segmen ganglionosis mulai dari anus sampai sigmoid ini merupakan 70%
dari kasus penyakit hirschsprung dan lebih sering ditemukan pada anak laki-
laki dibandingakan perempuan.
2. Penyakit Hirschprung segmen panjang

1
Kelainan dapat melebihi sigmoid, bahkan dapat mengenai saluruh kolon atau
usus halus. Ditemukan banyak terdapat pada laki-laki maupun perempuan.
1.1.4 Patofisiologi
Istilah megakolon aganglionik menggambarkan adanya kerusakan primer

dengan tidak adanya sel-sel ganglion parasimpatik otonom pada pleksus

submukosa (Meissner) dan myenterik (Auerbach) pada satu segmen kolon atau

lebih. Ketidakadaan ini menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya gerakan

tenaga pendorong (peristaltik), yang menyebabkan akumulasi/ penumpukan isi

usus dan distensi usus yang berdekatan dengan kerusakan (megakolon). Selain itu,

kegagalan sfingter anus internal untuk berelaksasi berkontribusi terhadap gejala

klinis adanya obstruksi, karena dapat mempersulit evakuasi zat padat (feses),

cairan, dan gas.12 Persarafan parasimpatik yang tidak sempurna pada bagian usus

yang aganglionik mengakibatkan peristaltik abnormal, konstipasi dan obstruksi

usus fungsional. Di bagian proksimal dari daerah transisi terjadi penebalan dan

pelebaran dinding usus dengan penimbunan tinja dan gas yang banyak.

Penyakit Hirschsprung disebabkan dari kegagalan migrasi kraniokaudal

pada prekursor sel ganglion sepanjang saluran gas trointestinal antara usia

kehamilan. minggu ke-5 dan ke-12. Distensi dan iskemia pada usus bisa terjadi

sebagai akibat distensi pada dinding usus, yang berkontribusi menyebabkan

enterokolitis (inflamasi pada usus halus dan kolon), yang merupakan penyebab

kematian pada bayi/anak dengan penyakit Hirschsprung

2
1.1.5 Pathways

Absensi genglion Meissner dan Auerbach

Mual, muntah, diare Usus spastis dan daya Obstipasi, tidak


dorong tidak ada ada mekonium

Nutrisi kurang Volune cairan Distensi abdomen Gangguan


dari kebutuhan tubuh menurun hebat pola BAB
tubuh

Perubahan status
Gangguan rasa
kesehtan anak
nyamanan nyeri

Pembedahan
Koping kerluarga
tidak efektif

Resti Gangguan
Kurang
Integritas kulit
pengetahuan

• Sel ganglion parasimpatik dari pleksus aurbach di kolon tidak ada


• Peristaltik segmen kolon turun dan mengenai rektum dan kolon kongenital
bagian bawah
• Hipertrofi
• Distensi kolon bagian proksimal
Distensi abdomen
Gejala Penyakit Hirshsprung adalah obstruksi usus letak rendah, bayi
dengan Penyakit Hirshsprung dapat menunjukkan gejala klinis sebagai berikut.
Obstruksi total saat lahir dengan muntaah, distensi abdomen dan ketidakadaan

3
evakuasi mekonium. Keterlambatan evakuasi meconium diikuti obstruksi
konstipasi, muntah dan dehidrasi. Gejala rigan berupa konstipasi selama beberapa
minggu atau bulan yang diikuti dengan obstruksi usus akut. Konstipasi ringan
entrokolitis dengan diare, distensi abdomen dan demam. Adanya feses yang
menyemprot pas pada colok dubur merupakan tanda yang khas. Bila telah timbul
enterokolitis nikrotiskans terjadi distensi abdomen hebat dan diare berbau busuk
yang dapat berdarah ( Nelson, 2002 ).

1.1.6 Komplikasi
Komplikasi pasca tindakan bedah penyakit Hirschsprung dapat digolongkan
atas kebocoran anastome, stenosis, enterokolitis dan gangguan fungsi sfingter.
Enterokolitis telah dilaporkan sampai 58% kasus pada penderita penyakit
Hirschsprung yang diakibatkan oleh karena iskemia mukosa dengan invasi bakteri
dan translokasi. Perubahan-perubahan pada komponen musin dan sel
neuroendokrin, kenaikan aktivitas prostaglandin E1, infeksi Clostridium difficile
atau rotavirus dicurigai sebagai penyebab terjadinya enterokolitis. Pada keadaan
yang sangat berat enterokolitis akan menyebabkan megakolon toksik yang
ditandai dengan demam, muntah hijau, diare hebat, distensi abdomen, dehidrasi
dan syok. Terjadinya ulserasi nekrosis akibat iskemia mukosa diatas segmen
aganglionik akan menyebakan terjadinya sepsis, pnematosis dan perforasi usus.
Infeksi pada penyakit Hirschsprung bersumber pada kondisi obstruksi usus
letak rendah. Distensi usus mengakibatkan hambatan sirkulasi darah pada dinding
usus, sehingga dinding usus mengalami iskemia dan anoksia. Jaringan iskemik
mudah terinfeksi oleh kuman, dan kuman menjadi lebih virulen. Terjadi invasi
kuman dari lumen usus, ke mukosa, sub mukosa, lapisan muscular, dan akhirnya
ke rongga peritoneal atau terjadi sepsis. Keadaan iskemia dinding usus dapat
berlanjut yang akhirnya menyebabkan nekrosis dan perforasi. Proses kerusakan
dinding usus mulai dari mukosa, dan dapat menyebabkan enterokilitis.
Enterokolitis merupakan ancaman komplikasi yang serius bagi penderita penyakit
Hirschsprung ini, yang dapat menyerang pada usia kapan saja, namun paling
tinggi saat usia 2-4 minggu, meskipun sudah dapat dijumpai pada usia 1 minggu.

4
Gejalanya berupa diare, distensi abdomen, feces berbau busuk dan disertai
demam.

1.1.7 Pemeriksaan Penunjang


1) Pemeriksaan yang biasa dilakukan:
1. Rontgen perut (menunjukkan pelebaran usus besar yang terisi oleh gas dan
tinja)
2. Barium enema
3. Manometri anus (pengukuran tekanan sfingter anus dengan cara
mengembangkan balon di dalam rektum)
4. Biopsi rektum (menunjukkan tidak adanya ganglion sel-sel saraf) 2)
Pemeriksaan Penunjang Penyakit Hirschprung :
1. Radiologi
a. Pada foto polos abdomen memperlihatkan obstruksi pada bagian distal dan
dilatasi kolon proksimal.
b. Pada foto barium enema memberikan gambaran yang sama disertai dengan
adanya daerah transisi diantara segmen yang sempit pada bagian distal dengan
segmen yang dilatasi pada bagian yang proksimal. Jika tidak terdapat daerah
transisi, diagnosa penyakit hirschprung ditegakkan dengan melihat perlambatan
evakuasi barium karena gangguan peristaltik.
2. Laboratorium
Tidak ditemukan adanya sesuatu yang khas kecuali jika terjadi komplikasi, misal :
enterokolitis atau sepsis.
3. Biopsi rektum untuk melihat ganglion pleksus submukosa meisner, apakah
terdapat ganglion atau tidak. Pada penyakit hirschprung ganglion ini tidak
ditemukan.
4. Pemeriksaan colok anus
Pada pemeriksaan ini jari akan merasakan jepitan dan pada waktu tinja yang
menyemprot. Pemeriksaan ini untuk mengetahu bahu dari tinja, kotoran yang
menumpuk dan menyumbat pada usus di bagian bawah dan akan terjadi
pembusukan.

5
1.1.8 Penatalaksanaan
1. Konservatif. Pada neonatus dilakukan pemasangan sonde lambung serta pipa
rektal untuk mengeluarkan mekonium dan udara.
2. Tindakan bedah sementara. Kolostomi pada neonatus, terlambat diagnosis,
eneterokolitis berat dan keadaan umum buruk.
3. Tindakan bedah defenitif. Mereseksi bagian usus yang aganglionosis dan
membuat anastomosis.
1.2 Menajemen Asuhan Keperawatan

1.2.1 Pengkajian Keperawatan

1. Identitas.

Penyakit ini sebagian besar ditemukan pada bayi cukup bulan dan
merupakan kelainan tunggal. Jarang pada bayi prematur atau bersamaan
dengan kelainan bawaan lain. Pada segmen aganglionosis dari anus sampai
sigmoid lebih sering ditemukan pada anak laki-laki dibandingkan anak
perempuan. Sedangkan kelainan yang melebihi sigmoid bahkan seluruh kolon
atau usus halus ditemukan sama banyak pada anak laki-laki dan perempuan
(Ngastiyah, 1997).

2. Riwayat penyakit sekarang.

Merupakan kelainan bawaan yaitu obstruksi usus fungsional. Obstruksi


total saat lahir dengan muntah, distensi abdomen dan ketiadaan evakuasi
mekonium. Bayi sering mengalami konstipasi, muntah dan dehidrasi. Gejala
ringan berupa konstipasi selama beberapa minggu atau bulan yang diikuti
dengan obstruksi usus akut. Namun ada juga yang konstipasi ringan,
enterokolitis dengan diare, distensi abdomen, dan demam. Diare berbau
busuk dapat terjadi.
3. Riwayat penyakit dahulu.

Tidak ada penyakit terdahulu yang mempengaruhi terjadinya penyakit


Hirschsprung.
4. Riwayat kesehatan keluarga.

Tidak ada keluarga yang menderita penyakit ini diturunkan kepada anaknya.

6
5. Riwayat kesehatan lingkungan.

Tidak ada hubungan dengan kesehatan lingkungan.

6. Imunisasi.

Tidak ada imunisasi untuk bayi atau anak dengan penyakit Hirschsprung.

7. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan.

8. Nutrisi.

9. Pemeriksaan fisik.

a. Sistem kardiovaskuler (Tidak ada kelainan)

b. Sistem pernapasan (Sesak napas, distres pernapasan)

c. Sistem pencernaan.

Umumnya obstipasi. Perut kembung/perut tegang, muntah berwarna hijau.


Pada anak yang lebih besar terdapat diare kronik. Pada colok anus jari
akan merasakan jepitan dan pada waktu ditarik akan diikuti dengan
keluarnya udara dan mekonium atau tinja yang menyemprot.
d. Sistem genitourinarius.

e. Sistem saraf (Tidak ada kelainan)

f. Sistem lokomotor/muskuloskeletal (Gangguan rasa nyaman)

g. Sistem endokrin (Tidak ada kelainan)

h. Sistem integumen (Akral hangat)

i. Sistem pendengaran (Tidak ada kelainan)

10. Pemeriksaan diagnostik dan hasil.

a. Foto polos abdomen tegak akan terlihat usus-usus melebar atau terdapat
gambaran obstruksi usus rendah.
b. Pemeriksaan dengan barium enema ditemukan daerah transisi, gambaran
kontraksi usus yang tidak teratur di bagian menyempit, enterokolitis pada
segmen yang melebar dan terdapat retensi barium setelah 24-48 jam.
c. Biopsi isap, mencari sel ganglion pada daerah sub mukosa.

7
d. Biopsi otot rektum, yaitu pengambilan lapisan otot rektum.

e. Pemeriksaan aktivitas enzim asetilkolin esterase dimana terdapat


peningkatan aktivitas enzim asetilkolin eseterase.

1.2.2 Diagnosa Keperawatan

1. Gangguan eliminasi BAB : obstipasi berhubungan dengan spastis usus dan


tidak adanya daya dorong.
2. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
yang inadekuat.
3. Kekurangan cairan tubuh berhubungan muntah dan diare.
4. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan adanya distensi abdomen.
5. Koping keluarga tidak efektif berhubungan dengan keadaan status kesehatan
anak.

1.2.3 Intervensi Keperawatan

No. Diagnosa Tujuan dan Intervensi


kriteria hasil

8
1. Gangguan Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor cairan yang keluar
eliminasi asuhan keperawatan dari kolostomi.
BAB : selama 1x24 jam, dengan 2. Pantau jumlah cairan
obstipasi kriteria hasil sebagai kolostomi
berhubungan berikut : 3. Pantau pengaruh diet
dengan spastis 1. Pasien tidak mengalami terhadap pola
defekasi.
usus dan gangguan eliminasi
tidak dengan kreteria
adanya daya defekasinormal, tidak
dorong. distensi abdomen.

2 Gangguan Setelah dilakukan tindakan 1. Berikan nutrisi


nutrisi asuhan keperawatan parenatalsesuai kebutuhan.
kurang dari selama 1x24 jam, dengan 2. Pantau
kebutuhan kriteria hasil pemasukan
tubuh sebagai berikut : makanansela
berhubungan 1. Kebutuhan nutrisi ma
dengan intake dapat terpenuhi dengan perawatan
mentoleransi
yang 3. Pantau atau
inadekuat. timbang berat
badan

9
diet sesuai kebutuhan
secara parenatal atau
per oral

3 Kekurangan Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor


cairan tubuh asuhan keperawatan selama tandatanda
berhubungan 1x24 jam, dengan kriteria dehidrasi
muntah dan hasil sebagai berikut : 2. Motitor input
diare. Kebutuhan cairan dapat dan output
terpenuhi dengan tidak cairan
dehidrasi,turgor dan kulit 3. Berikan
normal.
cairan sesuai
kebutuhan
dan yang di
programkan

10
1.2.4 Implementasi Keperawatan

Implementasi / pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan


untuk mencapai tujuan yang spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah
rencana tindakan disusun dan ditujukan pada nursing order untuk
membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan (Nursalam, 2008). Ada
3 tahap implementasi :

1. Fase orentasi
Fase orientasi terapeutik dimulai dari perkenalan klien pertama kalinya
bertemu dengan perawat untuk melakukan validasi data diri.

2. Fase kerja
Fase kerja merupakan inti dari fase komunikasi terapeutik, dimana perawat
mampu memberikan pelayanan dan asuhan keperawatan, maka dari itu
perawat diharapakan mempunyai pengetahuan yang lebih mendalam
tentang klien dan masalah kesehatanya.

3. Fase terminasi
Pada fase terminasi adalah fase yang terakhir, dimana perawat
meninggalkan pesan yang dapat diterima oleh klien dengan tujuan, ketika
dievaluasi nantinya klien sudah mampu mengikuti saran perawat yang
diberikan, maka dikatakan berhasil dengan baik komunikasi terapeutik
perawat-klien apabila ada umpan balik dari seorang klien yang telah
diberikan tindakan atau asuhan keperawatan yang sudah direncanakan.

1.2.5 Evaluasi

Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses


keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan,
rencana tindakan, dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai. Meskipun
tahap evaluasi diletakkan pada akhir proses keperawatan, evaluasi
merupakan bagian integral pada setiap tahap proses keperawatan. Tujuan
evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien dalam mencapai tujuan.

20
Hal ini bisa dilaksanakan dengan mengadakan hubungan dengan klien.
Jenis-jenis evaluasi menurut (suara, dkk, 2013) :

1. Evaluasi Formatif
Evaluasi ini menggambarkan hasil observasi dan analisa perawat terhadap
respon klien segera setelah tindakan. Biasanya digunakan dalam catatan
keperawatan.
2. Evaluasi Sumatif
Menggambarkan rekapitulasi dari observasi dan analisa status
kesehatan klien dalam satu periode. Evaluasi sumatif menjelaskan
perkembangan kondisi dengan menilai apakah hasil yang telah diterapkan
tercapai

21
22

Anda mungkin juga menyukai