PATOLOGI
pada bronkitis kronik terjadi hipertrofi kelenjar mukus dari trakeobronkial,
dimana dapat menyebabkan penyempitan pada saluran bronkus, sehingga
diameter bronkus ini menebal lebih dari tiga puluh – 40 % dari tebalnya dinding
bronkus yang normal. Sekresi dari sel goblet bukan saja bertambah dalam
jumlahnya akan tetapi juga lebih kental sehingga menghasilkan subtansi yang
mukopurulen. Keadaan ini juga disertai dengan bronkiektasis dan ateleklasis yang
diakibatkan oleh penyumbatan. Permukaan bronkus senantiasa terinfeksi, oleh
karma mekanisme untuk membersihkan bronkus melalui silia maupun dengan
mekanisme sekresi menjadi hilang, sehingga paru selalu diinfeksi oleh kuman
Haemophilus influenza dan Streptoccocus pneumonia yang menghasilkan mukus
yang purulen pada setiap ekaserbasi.
Pada stadium akhir dari bronkitis kronik dapat terjadi hipoksemia dan
hipertrofi ventrikel kanan yang disertai dengan penebalan pembuluh darah
pulmonal dan arteriole, cabang dari arteri pulmonal.
KLINIS
Pada tingkat permulaan hanya cabang-cabang bronkus dengan diameter
kurang dari 2 mm saja yang terkana. Pada fase selanjutnya maka cabang bronkus
besar juga terkena dan dapat dibuktikan dengan pemeriksaan faal paru dimana
terjadi penurunan dari fungsi obstruktif.
Berbagai gejala klinis yang didapatkan :
Batuk terutama pada pagi hari pada perokok.
Sputum kental dan mungkin juga purulen, terutama bila terinfeksi oleh
Haemophilus influenza. Pada tingkat permulaan didapatkan adanya dispne
yang sesaat.
Dispne makin lama makin berat dan sehari penuh, terutama pada musim
dimana udara dingin dan berkabut. Selanjutnya sesak napas terjadi bila
bergerak sedikit saja dan lama-kelamaan dapat terjadi sesak napas yang
berat, sekalipun dalam keadaan istirahat.
Pada sebagian pasien sesak justru datangnya pada malam hari, terutama
pada pasien yang berusia tua sehingga menyebabkan tidur pasien menjadi
terganggu. Keadaan ini sama seperti pada gambaran dekompensasi kordis
kiri. Tanda yang paling dominan pada usia lanjut adalah sesak napas pada
waktu bekerja ringan dan sesak napas ini bersifat progresif.
Pink puffer dan blue blotter
Baik bronchitis maupun emfisema dapat dibagi menjadi pink puffer dan
blue blotter. Pada pink puffer, ditandai dengan sesak yang sangat berat
dan terdapatnya hiperinflasi paru dan sianosis, sehingga muka pasien
terlihat bewarna merah biru (pink) dan bengkak (puffer). Analisa darah,
baik PaO2 maupun PaCO2, relatif normal. Hiperinflasi paru ini dapat
menyebabkan terjadinya gejala-gejala dekompensasi jantung kanan, yakni
berupa edema dan asites, tekanan vena jugularis yang meningkat dan
berdilatasi.
KOMPLIKASI BRONKITIS
Beberapa komplikasi yang ditemukan pada bronchitis adalah :
Empisema
Kor pulmonale
Kegagalan pernapasan
Polisitemia
FEV1, kurang dari 75%. Dalam kronik bukan saja FEV1 yang berkurang, akan
tetapi VC juga. Pemeriksaan paru dengan MBBB menunjukkan terdapatnya
penurunan faal paru. Pada keadaan yang kronik keadaan ini sulit dibedakan
dengan asma. (Tabrani, 2010)
Bronchitis kronik adalah penyakit disaluran napas yang diakibatkan oleh raksi
keradangan yang berlangsung lama dan yang selanjutnya akan berkembang
menjadi penyakit paru obstruktif khronik, karena kelainan yang ada diselaput
lender (mukosa) akan menimbulkan gelaja berupa penyumbatan. Kalau hal ini
sampai terjadi akan merupakan keadan yang cukup serius dan sulit untuk
dikoreksi atau disembuhkan terutama kasus-kasus yang disebabkan oleh bahan
‘polutan’ (missal rokok)
a. Gejala-gejala
‘Batuk perokok’, keluhan diutarakan terutama pada saat bangun tidur dan
ini merupakan gejala awal dari Bronkitis kronik.
Batuk berlendir yang kronis, paling sedikit berlangsung selama 3 bulan
untuk dapat dikatakan bronchitis kronis.
Proses yang lebih lanjut akan menunjukkan nafas terengah-engah, yaitu
kesulitan bernafas disertai dengan suara seperti tiupan paluit (sesak nafas).
Keadaan akan menjadi semakin parah maka penderita akan mengeluh
lemah badan, seolah-olah seperti tak bertenaga.
b. Komplikasi
Sering mengalami infeksi ulang pada saluran pernafasan, karena daya
tahan selaput lender saluran nafas kerjanya tidak sempurna.
Kalau daya tahan tubuh kurang sempurna, akan sering timbul infeksi di
paru yang disebut pneumonia.
Proses peradangan yang kronis disaluran nafas tidak ditangani secara
sempurna baiuk oleh tubuh sendiri maupun bantuan pengobatan dokter,
akan menyebabkan kerusakan kantung udara di paru. Keadaan ini disebut
emphysema.
Tingkatan kerusakan paru makin lama makin parah, hal ini akan
menyebabkan peru makin mengembang karena daya elastisitas makin
berkurang dan akan meyebabkan aliran darah ke paru mengalami
hambatan akibatnya jantung harus bekerja ekstra dan selanjutnya keadaan
ini akan menimbulkan gagal jantung.
Kematian.
c. Penyebab.
Saluran nafas yang menerima rangsangan terus menerus dari asap rokok,
asap/debu industry atau keadaan polusi udara yang berat akan menyebabkan
proses keradangan krosis dan produksi lendir yang berlebihan sehingga mudah
menimbulkan infeksi ulang di saluran nafas. Lama kelamaan kerusakan pada
saluran nafas semakin meluas sehingga akan menyebabkan penyempitan (gejala
yang sering disebut dengan asam).
e. Pencegahan.
Bila anda bukan perokok, jangan mulai perokok, tapi bila perokok,
berhentilah merokok seterusnya.
Hindarilah ruangan yang disediakan khusus untuk perokok.
Patuhilah peraturan keamanan di tempat kerja misalnya dengan memakai
alat pelindug (masker)
PNEUMONIA
Pneumonia adalah suatu infeksi pernafasan paru-paru, yang mungkin dapat
membahayakan jiwa pada anak-anak, usia lanjut, pasien yang harus berbaring dan
bagi mereka yang mempunyai kelemahan system kekebalan (misalnya penderita
AIDS, leukomia, atau sedang dalam terapi steroid atau anti kanker).
a. Gejala-gejala
Demam, berkeringat.
Lesu, lemah.
Batuk dengan/tanpa dahak. Dahak dapat bewarna kuning/hijau atau
dengan bercak merah.
Nafas cepat, sesak nafas, nyeri panas.
Mengantuk, terutama pada usia lanjut dan penderita sakit berat.
b. Komplikasi.
Kematian
c. Penyebab.
Infeksi pada paru-paru, dapat disebabkan oleh semua jenis bakteri, virus atau
jamur. Pada orang yang sedang lemah, pneumonia dapat merupakan
komplikasi dari infeksi ringan seperti flu dan campak.
Pada penyakit infeksi saluran pernafasan akut, proses infeksi dapat mencakup
saluran pernafasan atas atau bawah atau bahkan keduanya. Infeksi ini dapat
disebabkan oleh virus, bakteri, Rickettsia, fungi, atau protozoa. Penyakit ISPA
disebabkan oleh 300 lebih jenis virus, bakteri, Ruckettsia, dan jamur. Virus
penyebab ISPA Antara lain golongan mikrovirus (termasuk didalamya virus
influenza, virus pra-influenza dan virus campak), dan adenovirus. Bakteri
penyabab ISPA ada beberapa jeis bakteri, Antara lain Streptokokus hemolitikus,
Stafilokokus, pneumokokus, hemofils influenza, Bardetella pertusis dan
Karinebakterium diffteria.
2. Host (penjamu)
Host (penjamu) pada penyakit ISPA adalah manusia, dimana kelompok yang
beresiko tinggi untuk tertular atau mengalami penyakit ISPA adalah kelompok
anak-anak yaitu anak dengan usia < 5 tahun, anak-anak dengan daya tahan tubuh
yang lemah, dan anak dengan system imunisasi yang tidak lengkap.
3. Environment (ligkungan)
JURNAL
UPAYA KELUARGA DALAM PENCEGAHAN INFEKSI SALURAN
PERNAPASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) hingga saat ini masih tercatat sebagai
masalah kesehatan utama pada anak di negara berkembang. Episode penyakit
batuk pilek pada balita di Indonesia diperkirakan terjadi tiga sampai enam kali per
tahun. Pada tahun 2008, ISPA merupakan salah satu insidens ISPA pada anak
berusia di bawah 5 tahun mencapai 12,7-16,8 episode per 100 anak per minggu
(child-weeks). Variasi insidens ISPA yang di laporkan oleh berbagai penelitian
terjadi akibat adanya perbedaan definisi dan identifikasi tipe penyakit, serta
karena perbedaan lokasi penelitian. Jumlah episode ISPA pada balita di perkotaan
berbeda dengan di pedesaan. ( Fithria, 2012 )
Terdapat banyak faktor yang mendasari perjalanan penyakit ISPA pada anak. Hal
ini berhubungan dengan pejamu, agen penyakit dan lingkungan. Penularan atau
penyebaran ISPA sangat mudah yaitu melalui kontak langsung atau melalui
droplet, yang lebih penting lagi penularan tidak langsung dapat terjadi melalui
tangan dan barang-barang yang baru saja terkontaminasi oleh kotoran hidung dan
mulut dari orang yang terinfeksi. Untuk mengurangi kemungkinan yang dapat
meningkatkan potensi anak terkena ISPA maka diperlukan upaya pencegahan. (
Fithria, 2012 )
Secara umum yang dimaksud dengan pencegahan adalah mengambil tindakan
terlebih dahulu sebelum kejadian. Pada dasarnya ada tiga (3) tingkatan
pencegahan penyakit yakni (1) pencegahan tingkat pertama merupakan usaha
sungguh-sungguh untuk menghindari suatu penyakit atau tindakan kondisi
kesehatan yang merugikan melalui kegiatan promosi kesehatan dan tindakan
perlindungan, (2) pencegahan tingkat kedua, yang mencakup deteksi dini dan
pengobatan yang tepat, dan (3) pencegahan tingkat ketiga yang dilakukan yaitu
mencegah jangan sampai penderita mengalami cacat atau kelainan permanen.
Peran keluarga sangat dibutuhkan dalam pencegahan penyakit. ( Fithria, 2012 )
Virus Utama :
ISPA atas : Rino virus, Corona Virus, Adeno virus, Entero Virus
ISPA bawah : RSV, Parainfluenza,1,2,3 corona virus, adeno virus
Certainty Factor
Nasofaringitis adalah infeksi primer pada nasofaring dan hidung yang sering
mengeluarkan cairan, penyakit ini banyak dijumpai pada bayi dan anak-anak.
Dibedakan istilah nasofaringitis akut adalah istilah untuk anak, sedangkan
common cold adalah istilah untuk orang dewasa atau yang kita kenal dengan
sebutan infuenza. Dalam hal ini manifestasi klinis antara orang dewasa dan anak
berlainan. Pada anak infeksi lebih luas, mencakup daerah sinus parsial, telinga
tengah sampai nasofaring, disertai demam yang tinggi. Pada orang dewasa infeksi
mencakup daerah terbatas dan biasanya tidak disertai demam yang tinggi. Pada
bayi dan anak-anak infeksi saluran nafas seperti nasofaringitis sangat berbahaya
karena dapat mengganggu makan dan kadang-kadang menyebabakan infeksi
saluran nafas bawah menjadi lebih akut, apabila tidak disertai penanganan khusus
dari orangtua. Gejala penyakit nasofaringitis pada anak-anak yaitu gejala awal
berupa rasa tidak enak di hidung atau tenggorokkan, penderita mulai bersin-
bersin, hidung mengeluarkan cairan yang encer atau jernih, biasanya tidak timbul
demam tetapi bisa muncul demam ringan, disertai batuk atau tanpa batuk.
(Wahyuni, 2016)
2. Faringitis
3. Rinitis
4. Asma
5. Bronkitis
Bronkitis adalah suatu penyakit yang ditandai adanya dilatasi (ekstasis)
bronkus lokal yang bersifat patologis dan berjalan kronik. Perubahan bronkus
tersebut disebabkan oleh perubahan-perubahan oleh perubahan-perubahan dalam
dinding bronkus berupa destruksi elemen-elemen elastis dan otot-otot polos
bronkus. Bronkus yang terkena umumnya bronkus kecil (medium size),
sedangkan bronkus besar jarang terjadi. Hal ini dapat memblok aliran udara ke
paru-paru dan dapat merusaknya. Secara umum penyebab bronkitis dibagi
berdasarkan faktor lingkungan dan faktor host/penderita. Penyebab bronkitis
berdasarkan faktor lingkungan meliputi polusi udara, merokok dan infeksi. Infeksi
sendiri terbagi manjadi infeksi bakteri (Staphylococcus, Pertusis, Tuberculosis,
mikroplasma), infeksi virus (RSV, Parainfluenza, Infuenza, Adeno) dan infeksi
fungi (Monilia). Faktor polusi udara meliputi polusi asap rokok atau uap/gas yang
memicu terjadinya bronkitis. Gejala umum bronkitis akut maupun bronkitis
kronik adalah batuk dan produksi sputum biasanya terjadi setiap hari paling
sedikit 3 bulan atau 2 tahun berturut-turut, dahak dapat berwarna bening, putih
atau hijau kekuningan, mengalami dyspnea (sesak nafas), mengalami kelelahan,
sakit tenggorokan, nyeri otot, hidung tersumbat, sakit kepala, kadang disertai
demam. (Wahyuni, 2016)
6. Pneumonia
7. Tuberculosis (TBC)
Riwayat aamiah penyakit ISPA dapat di bagi menjadi beberapa tahap, yaitu :
1. Tahap Prepatogenesis
Pada tahap ini, bakteri atau virus yang menjadi penyebab ISPA telah
berinteraksi dengan penjamu tetapi penjamu belum menunjukkan reaksi apa-
apa.
2. Tahap Inkubasi
Pada tahap ini virus merusaki lapisan epitel dan lapisan mukosa. Kondisi
penjamu menjadi lemah, jika keadaan gizi dan daya tahan tubuh penjamu
sebelumnya sudah rendah.
3. Tahap dini penyakit
Pada tahap ini, gejala penyakit sudah mulai muncul seperti demam dan batuk
4. Tahap lanjut penyakit
Pada tahap lanjut, penjamu atau penderita bisa sembuh sempurna, semubuh
dengan ateletaksis, menjadi kronis dan dapat meninggal.
Pneumonia adalah radang paru yang disebabkan oleh bakteri dengan gejala panas
tinggi disertai batuk berdahak, nafas cepat ( frekuensi nafas > 50 kali/menit),
sesak dan gejala lainnya (sakit kepala, gelisa dan nafsu makan berkurang).
4.1 PENULARAN
Penyakit ISPA merupakan penyakit yang tergolong ke dalam Air Borneo Disease
dimana penularannya dapat terjadi melalui udara yang telah tercemar bibit
penyakit dan masuk ke dalam tubuh melalui saluran pernafasan. Penularan
melalui udara terjadi tanpa kontak dengan penderita maupun dengan benda
terkontaminasi. Namun, pada kenyataannya sebagian besar penularan melalui
udara dapat juga menular melalui kontak langsung dengan penderita yang
mengidap penyakit ISPA. ( Najmah, 2016 )
ISPA adalah radang akut saluran pernapasan atas maupun bawah yang disebabkan
oleh infeksi jasad renik atau bakteri, virus, maupun riketsia, tanpa atau disertai
radang parenkrim paru. 2 Penyakit ini dapat menimbulkan berbagai spektrum
penyakit dari penyakit tanpa gejala sampai penyakit parah dan mematikan
tergantung pada patogen penyebabnya, faktor lingkungan, dan pejamu.