SKENARIO 1
NPM : 118170040
Kelompok : 3B
CIREBON
2021
STEP 1
Seorang laki-laki berusia 30 tahun datang ke poliklinik Rumah sakit dengan keluhan sesak dan
mudah lelah
SESAK
- Gagal jantung MUDAH LELAH
- Hipertensi - Anemia
- Kardiomiopati
- Pneumonia - Fibromyalgia
- TB Paru
-Endokarditis infektif - Edema paru
(EI)
- Cor Pulmonal kronik
-Asma
STEP 3
SESAK
1. Hipertensi
a. Etiologi
Peningkatan darah sistolik lebih dari 140mmHg dan atau diastolik lebih dari
90mmHg.
Hipertensi ada yang disebut primer jika penyebabnya tidak diketahui (90%)
dan disebut sekunder jika disebabkan penyakit lain.
b. Patogenesis
Ada 4 faktor yang mendominasi terjadinya hipertensi :
Peran volume intravaskular.
Peran kendali saraf autonom.
Peran renin angiotensin aldosteron (RAA).
Peran dinding vaskular pembuluh darah.
c. Gejala dan Tanda
Berdebar-debar
Rasa melayang (dizzy)
Impoten
Sesak nafas
Sakit dada
Bengkak kedua kaki atau perut
d. Pemeriksaan Fisik
Inspeksi : Cushing, perkembangan tidak proporsional
Palpasi dan Auskultasi arterikarotis : stenosis atau oklusi
e. Pemeriksaan Penunjang
Urinalisis : protein, leukosit, eritrosit, dan silinder
Hemoglobin atau hematrokit
Elektrolit darah : kalium
Ureum atau Kreatinin
Gula darah puasa
Kolestrol total
Tsh
Leukosit darah
Kalsium dan fosfor
Foto toraks
Trigliserida
f. Tatalaksana
Non Farmako :
- GHBS (diet garam)
- Olahraga
- Berhenti merokok
- Turunkan BB
- Berhenti minum alkhohol
Farmakologi :
- Captopril 50mg 2x1
- Enalapril 5mg 1-2x1
- Lisinopril 10mg 1x1
- Eprosartan 400mg 1-2x1
- Candesartan 4mg 1x1
- Atenolol 25-50mg 1x1
- Chlorthalidone 12,5mg 1x1
g. Komplikasi
Otak
Mata
Jantung
Pembuluh darah arteri
Ginjal
2. Pneumonia
a. Definisi
Pneumonia adalah peradangan/inflamasi parenkim paru, distal dari bronkiolus
terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli, sertamenimbulkan
konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat. Sebagian besar
disebabkan oleh mikroorganisme (virus/bakteri) dan sebagian kecil disebabkan oleh
hal lain (aspirasi, radiasi dll).
b. Manifestasi Klinis
- Anamnesis
Gambaran klinik biasanya ditandai dengan :
1. Demam, menggigil, suhu tubuh meningkat dapat melebihi 40°C
2. Batuk dengan dahak mukoid atau purulen kadang-kadang disertai darah
3. Sesak napas
4. Nyeri dada
- Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana
Temuan pemeriksaan fisik dada tergantung dari luas lesi di paru.
1. Inspeksi : dapat terlihat bagian yang sakit tertinggal waktu bernapas
2. Palpasi : fremitus dapat mengeras pada bagian yang sakit
3. Perkusi : redup di bagian yang sakit
4. Auskultasi : terdengar suara napas bronkovesikuler sampai bronkial yang
mungkin disertai ronki basah halus, yang kemudian menjadi ronki basah
kasar pada stadium resolusi.
- Pemeriksaan Penunjang
1. Pewarnaan gram
2. Pemeriksaan lekosit
3. Pemeriksaan foto toraks jika fasilitas tersedia
4. Kultur sputum jika fasilitas tersedia
5. Kultur darah jika fasilitas tersedia
c. Komplikasi
Efusi pleura, Empiema, Abses paru, Pneumotoraks, gagal napas, sepsis.
d. Penatalaksanaan Komprehensif
Dalam hal mengobati penderita pneumonia perlu diperhatikan keadaan klinisnya. Bila
keadaan klinis baik dan tidak ada indikasi rawat dapat diobati di rumah. Juga
diperhatikan ada tidaknya faktor modifikasi yaitu keadaan yang dapat meningkatkan
risiko infeksi dengan mikroorganisme patogen yang spesifik.
1. Pengobatan suportif / simptomatik
a. Istirahat di tempat tidur
b. Minum secukupnya untuk mengatasi dehidrasi
c. Bila panas tinggi perlu dikompres atau minum obat penurun panas
d. Bila perlu dapat diberikan mukolitik dan ekspektoran
2. Terapi definitif dengan pemberian antibiotic yang harus diberikan
kurang dari 8 jam.Pasien Rawat Jalan
a. Pasien yang sebelumnya sehat dan tidak ada risiko kebal obat ;
- Makrolid:azitromisin, klaritromisin atau eritromisin (rekomendasi kuat)
- Doksisiklin (rekomendasi lemah)
b. Terdapat komorbid seperti penyakit jantung kronik, paru, hati atau penyakit
ginjal, diabetes mellitus, alkoholisme, keganasan, kondisi imunosupresif atau
penggunaan obat imunosupresif, antibiotik lebih dari 3 bulan atau faktor
risiko lain infeksi pneumonia :
- Florokuinolon respirasi : moksifloksasisn, atau levofloksasin (750 mg)
(rekomendasi kuat)
- ß-lactam + makrolid : Amoksisilin dosis tinggi (1 gram, 3x1/hari) atau
amoksisilin-klavulanat (2 gram, 2x1/hari) (rekomendasi kuat) Alternatif
obat lainnya termasuk ceftriakson, cefpodoxime dan cefuroxime (500
mg, 2x1/hari), doksisiklin
Pasien perawatan, tanpa rawat ICU
- Florokuinolon respirasi (rekomendasi kuat)
- ß-laktam+makrolid (rekomendasi kuat) Agen ß-laktam termasuk
sefotaksim, seftriakson, dan ampisilin; ertapenem untuk pasien tertentu;
dengan doksisiklin sebagai
alternatif untuk makrolid. Florokuinolon respirasi sebaikanya digunakan untuk
pasien alergi penisilin.
e. Konseling dan Edukasi
1. Edukasi
Edukasi diberikan kepada individu dan keluarga mengenai pencegahan
infeksi berulang, pola hidup sehat termasuk tidak merokok dan sanitasi
lingkungan.
2. Pencegahan
Vaksinasi influenza dan pneumokokal,terutama bagi golongan risiko
tinggi (orang usia lanjut atau penderita penyakit kronis)
f. Prognosis
Prognosis tergantung pada beratnya penyakit dan ketepatan penanganan.
3. Endokarditis infektif (EI)
a. Etiologi
Infeksi mikroba pada permukaan endotel jantung yang dapat merusak katup
jantung
Disebabkan oleh mycobacteria, rickettsiae, chlamydiae, streptococcus
viridans, staphylococcus aureus
b. Patogenesis
Adanya kelainan anatomis pada permukaan jantung, biasanya endocarditis
jarang terjadi pada individu sehat dengan anatomi jantung normal
Abnormalitas hemodinamik di dalam jantung
Respons imunitas penderita
Virulensi organisme
Adanya bakterimia, dikaitkan dengan prosedur dental, penyuntikan IV pada
individu kecanduan obat(narkoba)
Tahapan patogenesis
Kerusakan endotel katup
Pembentukan trombus fibrin-agregasi trombosit
Perlekatan bakteri pada plak trombus-trombosit sehingga timbul lesi
Proliferasi bakteri lokal dengan penyebaran hematogen, koloni kuman pada
katup jantung dan jaringan sekitarnya dapat mengakibatkan perluasan
bakterimia, dapat menyebabkan tromboemboli, emboli paru
Vegetasi akan melepas bakteri secara terus menerus ke dalam sirkulasi
(bakterimia kontinus) yang mengakibatkan gejala demam, malaise, tak nafsu
maakn, penurunan berat badan
Respon antibody humoral dan selular terhadap infeksi akan mengakibatkan
petekie, Osler’s node, artritis
d. Pemeriksaan Fisik
Murmur jantung
Splenomegali
Petekie pada konjugtiva palpebral, mukosa palatal dan bukal, ekstremitas
Splinter atau subungual hemorrhages yaitu gambaran merah gelap pada kuku
Osler’s node yaitu nodul subkutan kecil yang nyeri pada jari
Muka pucat
Bercak roth atau pendarahan retina
e. Pemeriksaan Penunjang
Kultur darah positif
Darah perifer lengkap (leukositosis, trombositopenia, trombofilia)
Laju endap darah dan protein reaktif C
Fungsi ginjal
Fungsi hati
Ekokardiogram
Elektrokardiografi
Analisis urine
Rontgen dada
f. Tatalaksana
Grup streptococcus: Seftriakson 1 x 2 gram IV selama 4 minggu
Grup streptococcus terapi oral: Siprofloksasin 2 x 750 mg dan rifampisin 2 x
300 mg selama 4 minggu
g. Komplikasi
Jantung: katup jantung: regurgitasi, gagal jantung, abses
Paru: emboli paru, pneumonia, pneumotoraks, empyema, abses
Ginjal: Glomerulonefritis
Otak: Perdarahan subaraknois, strok emboli, infark serebral
4. Asma Bronkial
a. Etiologi
Meskipun penyebab asma tidak jelas, ini terjadi terutama karena faktor
lingkungan atau genetik. Faktor-faktor yang memicu reaksi asma adalah: Paparan zat
seperti serbuk sari, debu, bulu binatang, pasir, dan bakteri, yang memicu reaksi alergi
b. Gejala Klinis
Gejala khas untuk Asma, jika ada maka meningkatkan kemungkinan pasien memiliki
Asma, yaitu :
Terdapat lebih dari satu gejala (mengi, sesak, dada terasa berat) khususnya
pada dewasa muda
Gejala sering memburuk di malam hari atau pagi dini hari
Gejala bervariasi waktu dan intensitasnya
Gejala dipicu oleh virus, latihan, pajanan alergen, perubahan cuaca, tertawa
atau iritan seperti asap kendaraan, atau bau yang sangat tajam.
c. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pasien asma biasanya normal. Abnormalitas yang paling
sering ditemukan adalah mengi eskpirasi saat pemeriksaan auskultasi, tetapi ini bisa
saja hanya terdengar saat ekspirasi paksa. Mengi dapat juga tidak terdengar selama
eksaserbasi asma yang berat terkena penurunan aliran napas yang dikenal dengan
“silent chest”.
d. Pemeriksaan Penunjang
Arus Puncak Ekspirasi (APE) menggunakan Peak Flowmeter
Pemeriksaan darah (eosinofil dalam darah)
e. Penegakan diagnosis
Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang, yaitu terdapat kenaikan ≥ 15% rasio APE sebelum
dan sesudah pemberian inhalasi salbutamol.
Diagnosis Banding
Disfungsi Pita Suara
Hiperventilasi
Bronkiektasis
Kistik fibrosis
Gagal jantung
Defisiensi benda asing
f. Tataklaksana
Asthma serangan ringan diberikan salbutamol 4-10 puff dengan menggunakan
spacer, diberikan sekali dan keadaan pasien dinilai ulang setelah 20 menit.
Prednison diberikan pada pasien yang tidak respon hanya dengan
bronkodilator
- Dosis dewasa 1 mg/kg maksimal 50 mg
- Dosis anak 1-2 mg/kg maksimal 40 mg
Terapi oksigen terkontrol dengan target saturasi 93-95% atau pada anak-anak
94-98%. Pantau dan bila membaik dipersiapkan untuk pulang dan diberikan
obat pulang sesuai langkah terapi kontrol.
g. Komplikasi
Pneumotoraks
Pneumomediastinum
Gagal napas
Asma resisten terhadap steroid
MUDAH LELAH
1. Anemia
Definisi
Anemia merupakan masalah medis yang sering dijumpai di seluruh dunia, di samping
sebagai masalah kesehatan utama masyarakat, terutama di negara berkembang. Kelainan ini
merupakan penyebab debilitas kronik (chronic debility) yang mempunyai dampak besar
terhadap kesejahteraan sosial dan ekonomi, serta kesehatan fisik. Walaupun prevalensinya
demikian tinggi, anemia (terutama anemia ringan) seringkali tidak mendapat perhatian dan
tidak diidentifikasi oleh para dokter di praktek klinik.
Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan jumlah massa eritrosit (red
cell mass) sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam jumlah
yang cukup ke jaringan perifer (penurunan oxygen carrying capacity).
Anemia bukanlah suatu kesatuan penyakit tersendiri (disease entity), tetapi merupakan
gejala berbagai macam penyakit dasar (underlying disease). Oleh karena itu dalam diagnosis
anemia tidaklah cukup hanya sampai kepada label anemia tetapi harus dapat ditetapkan
penyakit dasar yang menyebabkan anemia tersebut. Hal ini penting karena seringkali
penyakit dasar tersebut tersembunyi, sehingga apabila hal ini dapat diungkap akan menuntun
para klinisi ke arah penyakit berbahaya yang tersembunyi. Penentuan penyakit dasar juga
penting dalam pengelolaan kasus anemia, karena tanpa mengetahui penyebab yang
mendasari anemia tidak dapat diberikan terapi yang tuntas pada kasus anemia tersebut.
Kriteria
Parameter yang paling umum dipakai untuk menunjukkan penurunan massa eritrosit
adalah kadar hemoglobin, disusul oleh hematokrit dan hitung eritrosit. Pada umumnya
ketiga parameter tersebut saling bersesuaian. Yang menjadi masalah adalah berapakah kadar
hemoglobin yang dianggap abnormal. Harga hormal hemoglobin sangat bervariasi secara
fisiologik tergantung pada umur, jenis kelamin, adanya kehamilan dan ketinggian tempat
tinggal. Oleh karena itu perlu ditentukan titik pemilah (cut off point) di bawah kadar mana
kita anggap terdapat anemia. Di Negara Barat kadar hemoglobin paling rendah untuk laki-
laki adalah 14 g/dl dan 12 g/dl pada perempuan dewasa pada permukaan laut. Peneliti lain
memberikan angka yang berbeda yaitu 12 g/dl (hematokrit 38%) untuk perempuan dewasa,
11 g/dl (hematokrit 36%) untuk perempuan hamil, dan 13 g/dl untuk laki dewasa. WHO
menetapkan cut off point anemia untuk keperluan penelitian lapangan
Anemia hanyalah suatu kumpulan gejala yang disebabkan oleh bermacam penyebab.
Pada dasarnya anemia disebabkan oleh karena:
Klasifikasi lain untuk anemia dapat dibuat berdasarkan gambaran morfologis dengan
melihat indeks eritrosit atau hapusan darah tepi. Dalam klasifikasi ini anemia dibagi menjadi
tiga golongan: 1). Anemia hipokromik mikrositer, bila MCV < 80 fl dan MCH < 27 pg; 2).
Anemia normokromik normositer, bila MCV 80-95 fl dan MCH 2734 pg; 3). Anemia
makrositer, bila MCV > 95 fl.
Patofisiologi dan gejala anemia
Gejala umum anemia (sindrom anemia atau anemic syndrome) adalah gejala yang
timbul pada setiap kasus anemia, apapun penyebabnya, apabila kadar hemoglobin turun di
bawah nilai tertentu. Gejala umum anemia ini timbul karena: 1). Anoksia organ; 2).
Mekanisme kompensasi tubuh terhadap berkurangnya daya angkut oksigen.
Gejala umum anemia menjadi jelas (anemia simptomatik) apabila kadar hemoglobin
telah turun di bawah 7 g/di. Berat ringannya gejala umum anemia tergantung pada: a).
Derajat penurunan hemoglobin; b). Kecepatan penurunan hemoglobin; c). Usia; d). Adanya
kelainan jantung atau paru sebelumnya.
Gejala anemia dapat digolongkan menjadi tiga jenis gejala, yaitu: 1. Gejala umum anemia.
1) Gejala umum anemia, disebut juga sebagai sindrom anemia, timbul karena iskemia
Organ target serta akibat mekanisme kompensasi tubuh terhadap penurunan kadar
hemoglobin. Gejala ini muncul pada setiap kasus anemia setelah penurunan
hemoglobin sampai kadar tertentu (Hb<7 g/dl). Sindrom anemia terdiri dari rasa
lemah, lesu, cepat lelah, telinga mendenging (tinnitus), mata berkunang-kunang, kaki
terasa dingin, sesak napas dan dispepsia. Pada pemeriksaan, pasien tampak pucat, yang
mudah dilihat pada konjungtiva, mukosa mulut, telapak tangan dan jaringan di bawah
kuku. Sindrom anemia bersifat tidak spesifik karena dapat ditimbulkan oleh penyakit
di luar anemia dan tidak sensitif karena timbul setelah penurunan hemoglobin yang
berat (Hb <7g/dl).
2) Gejala khas masing-masing anemia. Gejala ini spesifik untuk masing-masing jenis
anemia. Sebagai contoh:
- Anemia defisiensi besi: disfagia, atrofi papil lidah, stomatitis angularis, dan
kuku sendok (koilonychia).
- Anemia megaloblastik: glositis, gangguan neurologik pada defisiensi vitamin
B12
- Anemia hemolitik: ikterus, splenomegali dan hepatomegali
- Anemia aplastik: perdarahan dan tanda-tanda infeksi
3) Gejala penyakit dasar. Gejala yang timbul akibat penyakit dasar yang menyebabkan
anemia sangat bervariasi tergantung dari penyebab anemia tersebut.
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan Khusus
- Anemia defisiensi besi : serum iron. TIBC (total iron binding capacity}, saturasi
transferin, protoporfirin eritrosit, feritin serum, reseptor transferin dan pengecatan
besi pada sumsum tulang (Perl's stain).
- Anemia megaloblastik:, folat serum, vitamin B12 serum, tes supresi deoksiuridin
dan tes Schiling.
- Anemia hemolitik: bilirubin serum, tes Coomb, elektroforesis hemoglobin dan lain-
lain. Anemia aplastik: biopsi sumsum tulang. Juga diperlukan pemeriksaan non-
hematologik tertentu seperti misalnya pemeriksaan fungsi hati, fungsi ginjal atau
fungsi tiroid.
Pendekatan diagnosis
Anemia hanyalah suatu sindrom, bukan suatu kesatuan penyakit (disease entity), yang
dapat disebabkan oleh berbagai penyakit dasar (underlying disease). Hal ini penting
diperhatikan dalam diagnosis anemia. Kita tidak cukup hanya sampai pada diagnosis
anemia, tetapi sedapat mungkin kita harus dapat menentukan penyakitdasar yang
menyebabkan anemia tersebut. Maka tahaptahap dalam diagnosis anemia adalah:
Pendekatan terapi
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian terapi pada pasien anemia ialah:
- Terapi untuk keadaan darurat seperti misalnya pada perdarahan akut akibat anemia
aplastik yang mengancam jiwa pasien, atau pada anemia pasca perdarahan akut yang
disertai gangguan hemodinamik,
- Terapi suportif
Terapi yang khas untuk masing-masing anemia, Terapi kausal untuk mengobati
penyakit dasar yang menyebabkan anemia tersebut;
Dalam keadaan di mana diagnosis definitif tidak dapat ditegakkan, kita terpaksa
memberikan terapi percobaan (terapi ex juvantivus). Di sini harus dilakukan
pemantauan yang ketat terhadap respons terapi dan perubahan perjalanan penyakit
pasien, serta dilakukan evaluasi terus menerus tentang kemungkinan perubahan
diagnosis;
2. Fibromyalgia
Definisi
Etiologi
Etiologi FM tidak diketahui pasti, tetapi diduga ada predisposisi genetik dengan
pencetus stresor lingkungan.Diduga terdapat hubungan antara FM dengan fenomena
polimorfi sme genetik pada monoamine related genes. Gen-gen ini meliputi serotonin-
2A receptor gene (HTR2A), serotonin transporter gene (HTTLPR) regulatory region,
dan dopamine-D4 related gene. Proses timbulnya nyeri dan penghantaran informasi
sensorik di otak dan medula spinalis dikendalikan oleh volume control setting yang
diturunkan secara genetik dan dipengaruhi oleh lingkungan; makin tinggi volume control
setting, nyeri akan makin mudah dialami tanpa perlu rangsang nosiseptif perifer.
Patofisiologi
Patofisiologi FM belum sepenuhnya jelas. Banyak teori yang diajukan oleh para ahli,
antara lain:
1. Amplifikasi/sensitisasi sentral
Teori ini dapat menerangkan lebih baik mengenai hipersensitivitas pada pasien
FM. Pada FM, terjadi fenomena wind up yang berkaitan dengan reseptor N-methyl D-
aspartate (NMDA) dan plastisitas neuron; akibatnya, stimulus berintensitas rendah di
kulit maupun jaringan otot akan menghasilkan input nosiseptif tingkat tinggi yang bila
ditransmisikan ke otak akan dipersepsikan sebagai rasa nyeri.
2. Neurotransmiter
Penegakkan diagnosis
Meskipun kewaspadaan telah meningkat, diperkirakan 75% pasien FM tetap tidak
terdiagnosis. Fibromialgia sering disertai penyakit lain dalam bidang rematologi,
neurologi, dan psikologi sehingga menyulitkan penegakan diagnosis.
• Riwayat nyeri kronik tersebar luas (widespread pain) dan telah berlangsung ≥3 bulan
Nyeri yang tersebar luas ini didapatkan pada 97% pasien FM, dibandingkan dengan 70%
pada kontrol. Kriteria diagnosis ini mempunyai sensitivitas 88,4% dan spesifi sitas 81,1%.
Penekanan tender point dilakukan dengan ibu jari tangan secara tegak lurus dengan gaya sebesar
kurang lebih 4 kg, ditandai kuku ibu jari tangan yang dipakai menekan berubah warna menjadi
putih. Dikatakan positif bila pada penekanan pasien merasa nyeri.
Skala SS (0-12): jumlah tingkat keparahan 3 kelompok gejala utama (0-9) ditambah skala
Keterangan:
Tatalaksana
Antidepresan
1. Golongan trisiklik, misalnya amitriptilin dan nortriptilin. Dosis rendah memiliki efek
sedang, seperti perbaikan kualitas tidur dan gejala nyeri, tetapi kurang bermanfaat untuk
fatigue dan tender point. Hati-hati dengan efek samping antikolinergik, antiadrenergik,
antihistaminergik, serta quinidine-like eff ect, terutama pada pasien lanjut usia.
Amitriptilin sebaiknya dimulai dengan dosis rendah 12,5- 25 mg malam hari, kemudian
dapat dinaikkan sesuai respons terapi.
2. Selective serotonin reuptake inhibitor (SSRI), misalnya fl uoksetin dan sitalopram.
Toleransi terhadap SSRI lebih baik dibandingkan golongan trisiklik. Penelitian terbaru
menunjukkan bahwa fluoksetin secara signifi kan mengurangi rasa nyeri dan kelelahan
serta memperbaiki mood.
1. Gagal Jantung
A. Definisi
Gagal jantung adalah kondisi jantung tidak mampu memompakan darah secara
adekuat guna memenuhi kebutuhan sirkulasi untuk keperluan metabolism jaringan tubuh
yang terjadi secara cepat. Gagal jantung akan menyebabkan cardiac output menurun dan
tekanan pengisian ke dalam jantung menjadi tinggi dengan segala akibat beserta gejala
dan tandanya.
B. Etiologi
Penyakit jantung coroner merupakan etiologic gagal jantung akut pada 60-70% pasien ter
utama pasien usia lanjut. Sedangkan pada usia muda, gagal jantung akit diakibatkan oleh
kardiomiopati dilatasi, aritmia, penyakit jantung kongenital atau valvular dan miokarditis.
Penyebab dari gagal jantung adalah :
1) Usia
2) Jenis kelamin
3) Konsumsi banyak MSG
4) Genetic
5) Hiperaktivitas sistem simpatis
6) Stress berlebih
7) Obesitas
8) Olahraga tidak teratur
9) Merokok, Konsumsi alcohol dan kopi mengandung banyak kafein
10) Hipertensi
11) Penyakit jantung iskemik
12) Hipotiroid
13) Penyakit jantung kongenital (defek septum, atrial septal defek, ventrikal septal
defek)
14) Kardiomiopati (dilatasi hipertropik, restriktif)
15) Defisiensi tiamin menyebabkan delirium.
C. Patofisiologi dihubungkan dengan homeostasis jantung
Ketika pasien yang mengalami gagal jantung maka tubuh akan merespon untuk
mengkompensasi dari kelemahan jantung tersebut, hal ini disebabkan karena terdapat
kelemahan kontraktilitas miokard sehingga mempengaruhi dari kontraktilitas
ventrikel/kegagalan pengisian (gagal sistolik) atau gangguan relaksasi ventrikel (gagal
diastolik).
(Gambar. Patofisiologi gagal jantung)
Pada saat gagal jantung terjadi, tubuh melakukan proses perubahan yang terjadi mulai
dari molekul, seluler, dan structural sebagai respon cedera dan menyebabkan perubahan
pada ukuran, bentuk, dan fungsi yang disebut Remodeling Ventrikel (LV Remodeling).
Terjadi remodeling ventrikel merupakan bagian dari mekanisme kompensasi tubuh untuk
memlihara tekanan arteri dan perfusi organ vital jika terdapat beban hemodinamik
berlebih / gangguan kontraktilitas miokardium melalui mekanisme sbb :
a. Mekanisme Frank-Starling
Sebagai upaya kompensasi jantung berlaku prinsip frank-starling yaitu
membesarkan pengeluaran stroke volume dengan meningkatkan regangan otot /
dilatasi pada jantung sehinga makin besar pengisian ventrikel pada preload / EDV
sehingga memperkuat kontraktilitas. Keadaan ini berlaku sampai batas tertentu bila
batas peregangan karena pengisian telah dilampaui maka isi sekuncup / stroke
volume akan menurun kembali.
- Echocardiografi
Digunakan untuk pencitraan ultrasonografi jantung termasuk pulsed and
contiuous wave Doppler, colour Doppler dan tissue Doppler imaging (TDI).
Konfirmasi diagnosis gagal jantung atau disfungsi jantung dengan pemeriksaan
ekokardiografi adalah keharusan dan dilakukan secepatnya pada pasien dengan
dugaan gagal jantung. Pengukuran fungsi ventrikel untuk membedakan antara
HFrEF dan HFpRF.
- Foto thorax
Merupakan komponen penting dalam diagnosis gagal jantung. Foto thorax dapat
mendeteksi kardiomegali, kongesti paru, efusi pleura, dan dapat mendeteksi
penyakit / infeksi paru yang menyebabkan / memperberat sesak nafas. Pada
pasien gagal jantung banyak ditemukan :
Kardiomegali
Chepalization pembuluh darah pulmonal
Kerley B-lines
Efusi pleura
- Pemeriksaan biomarka:
Brain natriuretic peptide (BNP) dan pro-BNP sensitif untuk mendeteksi gagal
Jantung. Dikatakan gagal jantung, bila nilai BNP 2' I 00 pg/mL atau NT-proBNP
2'300 pg/ mL. BNP bermanfaat untuk meminimalisasi diagnosis negatif palsu
(untuk mengeksekusi bila kadarnya lebih rendah), bila tidak tersedia
ekokardiografi.
- Peptida Natriuretik
Terdapat bukti - bukti yang mendukung penggunaan kadar plasma
peptidanatriuretik untuk diagnosis, membuat keputusan merawat atau
memulangkan pasien, dan mengidentifikasi pasien pasien yang berisiko
mengalami dekompensasi. Konsentrasi peptida natriuretik yang normal sebelum
pasien diobati mempunyai nilai prediktif negatif yang tinggi dan membuat
kemungkinan gagal jantung sebagai penyebab gejalagejala yang dikeluhkan
pasien menjadi sangat kecil. Kadar peptida natriuretik yang tetap tinggi walaupun
terapi optimal mengindikasikan prognosis buruk.
Farmakologi
2. Kardiomiopati
Definisi
Klasifikasi
a. Restrictive cardiomyopathy
Gangguan timbul akibat menebalnya otot jantung secara abnormal, khususnya
pada ventrikel kiri jantung, yaitu ruang jantung yang memompa darah ke seluruh
tubuh. Penebalan ini mengakibatkan jantung menjadi sulit untuk memompa darah.
b. Hypertrophic cardiomyopathy
Gangguan timbul akibat menebalnya otot jantung secara abnormal, khususnya
pada ventrikel kiri jantung, yaitu ruang jantung yang memompa darah ke seluruh
tubuh. Penebalan ini mengakibatkan jantung menjadi sulit untuk memompa darah.
c. Dilated cardiomyopathy
Gangguan timbul karena ventrikel kiri jantung membesar dan melebar sehingga
menjadi tidak kuat untuk memompa darah ke seluruh tubuh.
- Pembengkakan pada kaki, pergelangan kaki, dan tungkai.
- Batuk saat berbaring.
- Perut kembung yang diakibatkan oleh adanya cairan.
- Rasa lelah.
- Sesak, bahkan saat beristirahat.
- Irama jantung tidak beraturan.
- Pusing, rasa melayang, dan pingsan.
- Nyeri dada
Manifestasi klinis
Diagnosis
pemeriksaan fisik
3. Edema paru
Definisi
Edema paru akut adalah akumulasi cairan pada jaringan interstisial paru yang
disebabkan oleh ketidakseimbangan antara tekanan hidrostatik dan onkotik didalam
pembuluh darah kapiler paru denganjaringan sekitarnya. Edema paru akut dapat terjadi
sebagai akibat kelainan pada jantung serta gangguan organ lain diluar jantung.
Patofisiologi
Manifestasi klinis
- Sesak napas.
- Mudah lelah.
- Batuk darah.
- Nyeri dada yang juga merupakan gejala serangan jantung yang harus segera
ditangani.
- Pembengkakan pada tubuh.
Diagnosis
Diagnosis EPA didasarkan pada simtom dan gejala klinis yaitu distress
pernapasan yang hebat, ronki seluruh lapangan paru dan orthopnoe. Beberapa
pemeriksaan penunjang yang mendukung adalah foto toraks, EKG, Ekokardiografl dan
laboratorium. Foto toraks harus segera di lakukan dan sangat membantu dalam
menegakkan suatu EPA.
Tata laksana
Definisi
Patofisiologi
(1) berkurangnya "vascular bed" paru, dapat disebabkan oleh semakin terdesaknya
pembuluh darah oleh paru yang mengembang atau kerusakan paru;
(2) asidosis dan hiperkapnia;
(3) hipoksia alveolar, yang akan merangsang vasokonstriksi pembuluh paru;
(4) polisitemia dan hiperviskositas darah. Keempat kelainan ini akan menyebabkan
timbulnya hipertensi pulmonal (perjalanan lambat). Dalam jangka panjang akan
mengakibatkan hipertrofi dan dilatasi ventrikel kanan dan kemudian akan
berlanjut menjadi gagal jantung kanan.
Tingkat klinis kor pulmonal dimulai PPOK kemudian PPOK dengan hipertensi
pulmonal dan akhirnya menjadi PPOK dengan hipertensi pulmonal serta gagal jantung
kanan.Diagnosis kor pulmonal pada PPOK ditegakkan dengan menemukan tanda
PPOK; asidosis dan hiperkapnia, hipoksia, polisitemia dan hiperviskositas darah;
hipertensi pulmonal, hipertrofi/dilatasi ventrikel kanan dan gagal jantung kanan.
Tata laksana
Tujuan pengobatan kor pulmonal pada PPOK ditinjau dari aspek jantung sama
dengan pengobatan kor pulmonal pada umumnya untuk:
(1) Mengoptimalkan eflsiensi pertukaran gas;
(2) Menurunkan hipertensi pulmonal
(3) Meningkatkan kelangsungan hidup;
(4) Pengobatan penyakit dasar dan komplikasinya. Pengobatan kor pulmonal dari aspek
jantung bertujuan untuk menurunkan hipertensi pulmonal pengobatan gagal jantung
kanan dan meningkatkan kelangsungan hidup.
1. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Edisi 6. Jakarta: Interna Publishing; 2016
2. Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia.Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama. Edisi 1. Jakarta:2017
3. Katzung, Bertram . Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi 12. Jakarta: EGC; 2017
4. Bates B, Bickley LS, Hoekelman RA. A Guide to Physical Examination and
History Taking. 8th ed. Philadelphia: Lippincott; 2018.