Anda di halaman 1dari 67

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER

KIMIA FARMA TRADING AND DISTRIBUTION


SAMARINDA

DISUSUN OLEH:
Tim Penyusun
Mahasiswa Apoteker Farmasi Universitas Mulawarman

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2019
LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER
KIMIA FARMA TRADING AND DISTRIBUTION
SAMARINDA

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker


pada program studi Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Mulawarman

DISUSUN OLEH:
Tim Penyusun
Mahasiswa Apoteker Farmasi Universitas Mulawarman

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2019

ii
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN HASIL BELAJAR
PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER
KIMIA FARMA TRADING AND DISTRIBUTION
DI SAMARINDA

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker


pada program studi Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Mulawarman

Oleh :
Tim Penyusun Mahasiwa Apoteker
Tahun 2019/2020

Disetujui Oleh:
Apoteker Pembimbing Lapangan

Ragil Dwi Atmojo, S.Farm., Apt

Diketahui Oleh:
PT. Kimia Farma Trading & Distribution
Branch Manager

Whisnu Dhani Hermawan, S.Farm., Apt

iii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-
Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Praktek Kerja Profesi Apoteker
(PKPA) di PT. Kimia Farma Trading & Distribution Samarinda dan dapat
menyelesaikan laporan ini tepat pada waktunya.
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini disusun untuk memenuhi
persyaratan memperoleh gelar Apoteker pada Fakultas Farmasi Program Studi
Pendidikan Apoteker Universitas Mulawarman, selain itu juga memberikan
kesempatan kepada pembaca untuk memahami peran dan tugas Apoteker di
sarana distribusi obat khususnya di PT. Kimia Farma Trading & Distribution
Samarinda. Laporan ini selesai tidak lepas dari dukungan, bantuan dan masukan
dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Dr. Laode Rijai, M.Si., Drs selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas
Mulawarman.
2. Fajar Prasetya, M.Si., Ph.D., Apt selaku Ketua Program Studi Profesi
Apoteker beserta seluruh staf pengajar Fakultas Farmasi Universitas
Mulawarman.
3. Whisnu Dhani Hermawan, S.Farm., Apt selaku Branch Manager Kimia
Farma Trading &Distribution Samarinda yang telah bersedia berbagi
memberikan bantuan, pengalaman, bimbingan dan kerjasama selama
pelaksanaan PKPA.
4. Ragil Dwi Atmojo, S.Farm., Apt selaku Apoteker Pembimbing Lapangan
dari PT. Kimia Farma Trading &Distribution Samarinda yang telah
memberikan bimbingan dan pengarahan selama Praktek Kerja Profesi
Apoteker.
5. Seluruh staf dan karyawan di PT. Kimia Farma Trading &Distribution
Samarinda yang telah memberikan bantuan, pengalaman, bimbingandan
kerjasama selama pelaksanaan PKPA.
6. Teman-teman angkatan IX tahun 2019/2020 Program Profesi Apoteker
Fakultas Farmasi Universitas Mulawarman, serta pihak-pihak lain yang

iv
tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu baik secara
langsung maupun tidak langsung.
Tim Penyusun berharap semoga pengetahuan dan pengalaman yang
diperoleh selama menjalani Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) dapat
memberikan manfaat bagi semua pihak. Tim Penyusun juga menyadari bahwa
laporan ini memiliki banyak kekurangan, oleh karena itu penulis mengharap
kritik, saran dan masukan dari semua pihak agar dapat menjadi perbaikan di masa
yang akan datang.

Samarinda, Juli 2019

Tim Penyusun

v
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..................................................................................... ii


HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... iii
KATA PENGANTAR ................................................................................... iv
DAFTAR ISI .................................................................................................. v
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... vii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. viii
DAFTAR SINGKATAN ............................................................................... vi
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................... 1
1.2 Tujuan .................................................................................................. 2
1.3 Manfaat PKPA ................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................... 4
2.1 Pengertian Pedagang Besar Farmasi (PBF).......................................... 4
2.2 Tugas dan Fungsi PBF ......................................................................... 4
2.3 Ketentuan Umum dan Peraturan Perundang-undangan PBF ............... 5
2.4 Persyaratan PBF ................................................................................... 6
2.5 Persyaratan Apoteker Penanggung Jawab PBF ................................... 7
2.6 Tugas dan Kewajiban Apoteker Penanggung Jawab PBF ................... 8
2.7 Studi Kelayakan Pendirian PBF ........................................................... 9
2.8 Tata Cara Pendirian PBF ...................................................................... 11
2.9 Pengelolaan PBF .................................................................................. 13
2.10 Perpajakan ............................................................................................ 20
2.11 Evaluasi PBF ........................................................................................ 21
BAB III TINJAUAN UMUM KFTD SAMARINDA .................................. 23
3.1 Sejarah KFTD Samarinda .................................................................... 23
3.2 Stuktur Organisasi KFTD Samarinda .................................................. 24
3.3 Pengelolaan KFTD Samarinda ............................................................. 27
3.4 Perpajakan ............................................................................................ 32
3.5 Evaluasi KFTD Samarinda................................................................... 34

vi
BAB IV. PEMBAHASAN.............................................................................. 36
4.1 Pengelolaan Pedagang Besar Farmasi (PBF) ....................................... 36
4.2 Pengelolaan Obat dan Alat Kesehatan ................................................. 38
4.3 Administratif ........................................................................................ 44
4.4 Sumber Daya Manusia (SDM) ............................................................. 46
4.5 Perpajakan ............................................................................................ 48
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................ 52
5.1 Kesimpulan .......................................................................................... 52
5.2 Saran ..................................................................................................... 52
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 53
LAMPIRAN .................................................................................................... 54

vii
DAFTAR GAMBAR

Nomor
Judul Gambar Halaman
Gambar

2.1 Alur Tata Cara Perizinan PBF 12


3.1 Struktur Organisasi KFTD Samarinda 26
3.2 Alur Supply Chain Management 27
3.3 Alur Pengadaan NAPZA 28
3.4 Alur Distribusi KFTD Cabang Samarinda 29

4.1 Skema Login Sistem Pelaporan Elektronik di e-napza 46


BPOM

viii
DAFTAR LAMPIRAN

Nomor
Judul Lampiran Halaman
Lampiran

1 Gudang Narkotik 54
2 Contoh Kartu Kontrol Suhu 54
3 Contoh Kartu Stok 55
4 Contoh Faktur 55
5 Contoh Surat Pemesanan 56
6 Gudang 56
7 Gudang Psikotropika 57
8 Kartu Pemeliharaan Gudang 57
9 Cool box (Pengiriman Vaksin/CCP) 57

ix
DAFTAR SINGKATAN

1. BKP : Barang Kena Pajak


2. BPOM : Badan Pengawas Obat dan Makanan
3. BUMN : Badan Usaha Milik Negara
4. CAPA : Corrective Action & Preventive Action
5. CCP : Cold Chain Product
6. CDOB : Cara Distribusi Obat yang Baik
7. DPMTSP : Dinas Penanaman Modal Terpadu Satu Pintu
8. EOQ : Economic Order Quality
9. FEFO : First Expired First Out
10. FIFO : First In First Out
11. GDP : Good Distribution Practice
12. JKP : Jasa Kena Pajak
13. KFN : Komite Farmasi Nasional
14. KFTD : Kimia Farma Trading & Distribution
15. PBF : Pedagang Besar Farmasi
16. PKP : Pengusaha Kena Pajak
17. PKPA : Praktek Kerja Profesi Apoteker
18. PPh : Pajak Penghasilan
19. PPN : Pajak Pertambahan Nilai
20. R&D : Research & Development
21. ROP : Re-Order Point
22. SAP : System Application and Product in data processing
23. SIKA : Surat Izin Kerja Apoteker
24. SP : Surat Pesanan
25. STO : Stock Tansfer Order
26. STRA : Surat Tanda Registrasi Apoteker

x
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA)


Pembangunan bidang kesehatan pada dasarnya ditujukan untuk
meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang
untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal sebagai salah satu unsur
kesejahteraan sebagaimana diamanatkan oleh Pembukaan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia tahun 1945. Terlebih sejak digulirkannya Peraturan
Pemerintah Nomor 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian dan Undang-
Undang Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan yang memberikan wewenang
penuh kepada tenaga kefarmasian dalam mengelola sediaan farmasi dan alat
kesehatan.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang Pedagang Besar Farmasi, Pasal 1 yang
dimaksud pedagang besar farmasi (PBF) adalah perusahaan berbentuk badan
hukum yang memiliki izin untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat
dan/atau bahan obat dalam jumlah besar sesuai ketentuan perundang-undangan
yang berlaku.
Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) merupakan ketentuan dan standar
yang harus dijalankan oleh setiap pelaku bisnis distribusi farmasi. Aturan tersebut
bersifat mutlak dan akan ada sanksi apabila tidak dijalankan. Sumber daya
manusia sangat penting dalam pembentukan dan penerapan sistem pemastian
mutu yang memuaskan dalam pendistribusian obat oleh pedagang besar farmasi.
Oleh sebab itu, pedagang besar farmasi bertanggung jawab untuk menyediakan
personil yang terkualifikasi dalam jumlah yang memadai untuk melaksanakan
tugas. Tiap personil yang terdapat pada pedagang besar farmasi hendaklah
memahami prinsip Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) dan memperoleh
pelatihan awal dan berkesinambungan termasuk instruksi yang berkaitan dengan
pekerjaan.

1
Dalam mewujudkan pelaksanaan pekerjaan kefarmasian yang baik, apoteker
harus terlibat langsung dan bertanggung jawab dalam penyelenggaraannya.
Apoteker harus memiliki keahlian dan kewenangan dalam menyelenggarakan
pekerjaan kefarmasian. Dalam melaksanakan wewenang tersebut harus didasarkan
pada Standar Pelayanan dan Standar Prosedur Operasional yang berlaku sesuai
fasilitas kesehatan dimana pekerjaan kefarmasian dilakukan.
Oleh karena itu, profesi Apoteker perlu dibekali pengetahuan, pemahaman
dan aplikasinya dalam dunia distribusi. Menyadari pentingnya hal tersebut maka
Fakultas Farmasi Program Studi Pendidikan Apoteker Universitas Mulawarman
bekerja sama dengan Kimia Farma Trading & Distribution Samarinda untuk
melaksanakan praktek kerja profesi apoteker (PKPA) bagi mahasiswa calon
Apoteker di bidang pendistribusian, sehingga diharapkan mempunyai gambaran
yang nyata mengenai distribusi obat serta memahami peranan Apoteker dalam
melaksanakan tugas dan fungsinya di Pedagang Besar Farmasi yang dilaksanakan
pada tanggal 24 Juni 2019 sampai dengan 3 Agustus 2019.

1.2. Tujuan
Tujuan dilaksanakan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di fasilitas
distribusi sediaan farmasi dan alat kesehatan adalah:
a. Mengetahui dan memahami aspek administrasi dan perundang-undangan
PBF.
b. Mengetahui aspek managerial dalam pengelolaan PBF.
c. Mengetahui tugas apoteker di PBF

1.3. Manfaat
Manfaat yang diperoleh dari Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di
Kimia Farma Trading & Distribution Samarinda, yaitu:
a. Meningkatkan pemahaman calon Apoteker tentang aspek administrasi dan
perundang-undangan PBF yang meliputi aspek legal pendirian PBF dan
praktik kefarmasian di PBF.

2
b. Meningkatkan pemahaman calon Apoteker tentang aspek managerial dari
PBF yang meliputi perencanaan, seleksi, pemesanan, penerimaan,
penyimpanan, distribusi, pengontrolan dan pelaporan perbekalan farmasi,
yang meliputi pemusnahan obat golongan narkotika dan psikotropika serta
obat-obat kadaluarsa.
c. Meningkatkan pemahaman calon Apoteker tentang peran, fungsi, posisi
dan tanggung jawab apoteker di distribusi farmasi dalam menerapkan
prinsip Good Distribution Practices dan penerapan nyata dalam distribusi
farmasi.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian PBF (Pedagang Besar Farmasi)


Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1148/MENKES/PER/VI/2011 dan Pedoman Cara Distribusi Obat yang Baik
(CDOB), pedagang besar farmasi adalah perusahaan berbentuk badan hukum
yang memilikiizin untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat dan/ atau
bahan obat dalamjumlah besar sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
PBF dan PBF Cabang dalam menyelenggarakan pengadaan, penyimpanan, dan
penyaluran obatdan/ atau bahan obat wajib menerapkan Pedoman Teknis Cara
Distribusi Obat yang Baik (CDOB). CDOB adalah cara distribusi atau penyaluran
obat dan/ atau bahan obat yang bertujuan untuk memastikan mutu sepanjang jalur
distribusisesuai persyaratan dan tujuan penggunaannya. Pedagang Besar Farmasi
harus memiliki seorang apoteker sebagai penangggung jawab dan dapat dibantu
oleh apoteker pendamping dan atau tenaga teknis kefarmasian.
Melaksanakan pekerjaan kefarmasian di fasilitas distribusi, apoteker
melaksanakan ketentuan Cara Distribusi Obat yang Baik yang ditetapkan Menteri
dan menerapkan Standar Prosedur Operasional yang dibuat secara tertulis dan
diperbaharui secara terus menerus sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi di bidang farmasi dan sesuai dengan ketentuan perundang-
undangan(Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2012).

2.2 Tugas dan Fungsi PBF


Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 34 Tahun
2014 tentang Pedagang Besar Farmasi, menjelaskan bahwa tugas PBF antara lain:
a. Tempat menyediakan dan menyimpan perbekalan farmasi yang meliputi
obat, bahan obat, obat tradisional, kosmetik dan alat kesehatan.
b. Sebagai sarana yang mendistribusikan perbekalan farmasi ke sarana
pelayanan kesehatan masyarakat yang meliputi apotek, rumah sakit, toko

4
obat berizin dan sarana pelayanan kesehatan masyarakat lain serta PBF
lainnya.
c. Membuat laporan dengan lengkap setiap pengadaan, penyimpanan,
penyaluran, perbekalan farmasi sehingga dapat dipertanggung jawabkan
setiap dilakukan pemeriksaan. Untuk toko obat berizin, pendistribusian obat
hanya pada obat-obatan golongan obat bebas dan obat bebas terbatas,
sedangkan untuk apotek, rumah sakit dan PBF lain melakukan
pendistribusian obat bebas, obat bebas terbatas, obat keras dan obat keras
tertentu.
Sedangkan menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
34 Tahun 2014 tentang Pedagang Besar Farmasi, menjelaskan bahwa fungsi PBF
antara lain:
a. Sebagai sarana distribusi farmasi bagi industri-industri farmasi.
b. Sebagai saluran distribusi obat-obatan yang bekerja aktif ke seluruh tanah
air secara merata dan teratur guna mempermudah pelayanan kesehatan.
c. Untuk membantu pemerintah dalam mencapai tingkat kesempurnaan
penyediaan obat-obatan untuk pelayanan kesehatan.
d. Sebagai penyalur tunggal obat-obatan golongan narkotika oleh PBF khusus,
yang melakukannya adalah PT. Kimia Farma.
e. Sebagai aset atau kekayaan nasional dan lapangan kerja.

2.3 Ketentuan Umum dan Peraturan Perundang-Undangan Tentang PBF


Pedagang Besar Farmasi merupakan fasilitas distribusi sediaan farmasi dan
alat kesehatan masyarakat yang diatur dalam ketentuan umum dan peraturan
perundang-undangan sebagai berikut:
a. Undang-Undang Republik Indonesia No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
b. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Tahun 1998 tentang Pengamanan
Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan.
c. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah
Provinsi dan Pemerintah Daerah Kab/Kota.

5
d. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 21 Tahun 2013 tentang Jenis
dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada
Kementerian Kesehatan.
e. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 51 Tahun 2009 tentang
Pekerjaan Kefarmasian.
f. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
889/Menkes/Per/V/2011 tentang Registrasi, Izin Praktek, dan Izin Kerja
Tenaga Kefarmasian.
g. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
1148/Menkes/Per/VI/2011 tentang Pedagang Besar Farmasi.
h. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 34 Tahun 2014
tentang Perubahan atas Permenkes No. 1148 Tahun 2011.

2.4 Persyaratan PBF


Izin mendirikan PBF menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia No. 34 Tahun 2014 tentang Pedagang Besar Farmasi, pasal 4 ayat (1)
menyebutkan bahwa pemohon harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Berbadan hukum berupa perseroan terbatas atau koperasi.
b. Memiliki Nomor PokokWajib Pajak (NPWP).
c. Memiliki secara tetap Apoteker Warga Negara Indonesia sebagai
penanggung jawab.
d. Komisaris/Dewan pengawas dan Direksi/Pengurus tidak pernah terlibat,
baik langsung atau tidak langsung dalam pelanggaran peraturan perundang-
undangan di bidang farmasi dalam kurun waktu 2 tahun terakhir.
e. Menguasai bangunan dan sarana yang memadai untuk dapat melaksanakan
pengadaan, penyimpanan dan penyaluran obat serta dapat menjamin
kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi PBF.
f. Menguasai gudang sebagai tempat penyimpanan dengan perlengkapan yang
dapat menjamin mutu serta keamanan obat yang disimpan.
g. Memiliki ruang penyimpanan obat yang terpisah dari ruangan lain sesuai
CDOB.

6
2.5 Persyaratan Apoteker Penanggung Jawab PBF
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
889/MENKES/PER/V/2011 tentang Registrasi, Izin Praktik, dan Izin Kerja
Tenaga Kefarmasian menjelaskan bahwa apoteker adalah Sarjana Farmasi
yangtelah lulus sebagai apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan
apoteker.Sedangkan Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga yang membantu
apotekerdalam menjalankan pekerjaan kefarmasian, yang terdiri atas Sarjana
Farmasi, AhliMadya Farmasi, Analis Farmasi dan Tenaga Menengah Farmasi/
AsistenApoteker.
Apoteker yang akan menjalankan pekerjaan kefarmasian harus memenuhi
persyaratan yang tertera dalam Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 Pasal
35, 37, 52, 54, yaitu sebagai berikut:
a. Memiliki keahlian dan kewenangan.
b. Menerapkan Standar Profesi.
c. Didasarkan pada Standar Kefarmasian dan Standar Operasional.
d. Memiliki sertifikat kompetensi profesi.
e. Memiliki Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA).
Surat Tanda Registrasi (STRA) merupakan bukti tertulis yang diberikan
oleh Menteri kepada apoteker yang telah diregistrasi. STRA berlaku 5 (lima)
tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu lima tahun selama masih
memenuhi persyaratan. Untuk memperoleh STRA, apoteker harus memenuhi
persyaratan (Pemerintah Republik Indonesia, 2009):
a. Memiliki ijazah apoteker.
b. Memiliki sertifikat kompetensi profesi.
c. Mempunyai surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/ janji apoteker.
d. Mempunyai surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang
memiliki
surat izin praktek.
e. Membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika
profesi.

7
f. Pas foto terbaru berwama ukuran 4 x 6 cm sebanyak 2 (dua) lembar dan
ukuran 2 x 3 cm sebanyak 2 (dua) lembar.
Setelah memenuhi persyaratan di atas, seorang apoteker yang akan bekerja
sebagai apoteker penanggungjawab di PBF wajib memiliki Surat Izin Kerja
Apoteker (SIKA). SIKA adalah surat izin praktek yang diberikan kepada apoteker
untuk dapat melaksanakan pekerjaan kefarmasian pada fasilitas produksi atau
fasilitas distribusi atau penyaluran. SIKA hanya diberikan untuk 1 (satu) tempat
fasilitas kefarmasian. Untuk memperoleh SIKA, apoteker mengajukan
permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota tempat pekerjaan
kefarmasian dilaksanakan serta harus menerbitkan SIKA paling lama 20 (dua
puluh) hari kerja sejak surat permohonan diterima dan dinyatakan lengkap.
Berkas-berkas yang harus dilampirkan untuk permohonan SIKA yaitu:
a. Fotokopi STRA yang dilegalisir oleh Komite Farmasi Nasional (KFN).
b. Surat penyataan mempunyai tempat praktik profesi atau surat keterangan
dari pimpinan fasilitas pelayanan kefarmasian atau dari pimpinan fasilitas
produksiatau distribusi/ penyaluran.
c. Surat rekomendasi dari organisasi profesi.
d. Pas foto berwarna ukuran 4 x 6 sebanyak 2 (dua) lembar dan 3 x 4 sebanyak
2(dua) lembar.

2.6 Tugas dan Kewajiban Apoteker Penanggung Jawab PBF


Menurut Pedoman Teknis CDOB (2012), tugas dan kewajiban apoteker di
PBF adalah sebagai berikut:
a. Menyusun, memastikan dan mempertahankan penerapan sistem manajemen
mutu.
b. Fokus pada pengelolaan kegiatan yang menjadi kewenangannya serta
menjaga akurasi dan mutu dokumentasi.
c. Menyusun dan/atau menyetujui program pelatihan dasar dan pelatihan
lanjutan mengenai CDOB untuk semua personil yang terkait dalam kegiatan
distribusi.

8
d. Mengkoordinasikan dan melakukan dengan segera setiap kegiatan penarikan
obat.
e. Memastikan bahwa keluhan pelanggan ditangani dengan efektif.
f. Melakukan kualifikasi dan persetujuan terhadap pemasok dan pelanggan.
g. Meluluskan obat kembalian untuk dikembalikan ke dalam stok obat yang
memenuhi syarat jual.
h. Turut serta dalam pembuatan perjanjian antara pemberi kontrak dan
penerima kontrak yang menjelaskan mengenai tanggung jawab masing-
masing pihak yang berkaitan dengan distribusi dan/ atau transportasi obat.
i. Memastikan inspeksi diri dilakukan secara berkala sesuai program dan
tersedia tindakan perbaikan yang diperlukan.
j. Mendelegasikan tugasnya kepada apoteker/tenaga teknis kefarmasian yang
telah mendapatkan persetujuan dari instansi berwenang ketika sedang tidak
berada di tempat dalam jangka waktu tertentu dan menyimpan dokumen
yang terkait dengan setiap pendelegasian yang dilakukan.
k. Turut serta dalam setiap pengambilan keputusan untuk mengkarantina atau
memusnahkan obat.

2.7 Studi Kelayakan Pendirian PBF


Studi kelayakan (Feasibility Study) PBF adalah suatu rancangan secara
komprehensif mengenai rencana pendirian PBF baru untuk melihat kelayakan
usaha baik dari pengabdian profesi maupun sisi bisnis ekonominya. Tujuannya
adalah untuk menghindari penanaman modal yang tidak efektif dan berguna untuk
mengetahui apakah PBF yang akan didirikan cukup layak atau dapat bertahan dan
memberi keuntungan secara bisnis. Dalam studi kelayakan diperlukan perhitungan
yang matang sehingga PBF yang akan didirikan nanti tidak mengalami kerugian.
Sebelum melakukan pendirian dan pengelolaan PBF, perlu dilakukan
perencanaan terlebih dahulu, maka setelah melakukan survei mengenai lokasi dan
banyaknya sarana penunjang harus dilakukan studi kelayakan (Hartono, 2003).

9
Beberapa faktor yang harus diperhatikan sebelum mendirikan PBF antara
lain:
a. Lokasi
Lokasi PBF dapat dipilih dengan mempertimbangkan segi efisiensi
danefektivitas dalam pengadaan dan penyaluran obat ke sarana pelayanan
kesehatan dan faktor-faktor lainnya.
b. Bangunan
Suatu PBF harus mempunyai luas bangunan yang cukup dan memenuhi
persyaratan teknis, sehingga dapat menjamin kelancaran pelaksanaan tugas dan
fungsi PBF. Suatu PBF paling sedikit memiliki ruang tunggu, ruang penerimaan
obat, ruang penyiapan obat, ruang administrasi, ruang kerja apoteker, gudang obat
jadi, ruang makan dan kamar kecil. Bangunan PBF dilengkapi dengan sumber air
yang memenuhi syarat kesehatan, pencahayaan yang memadai, alat pemadam
kebakaran, ventilasi dan sanitasi yang baik.
Bangunan harus dirancang dan disesuaikan untuk memastikan bahwa
kondisi penyimpanan yang baik dapat dipertahankan, mempunyai keamanan yang
memadai, kapasitas yang cukup untuk memungkinkan penyimpanan dan
penanganan obat yang baik, dan area penyimpanan dilengkapi dengan
pencahayaan yang memadai untuk memungkinkan semua kegiatan dilaksanakan
secara akurat dan aman.
Bangunan dan fasilitas penyimpanan harus bersih, bebas dari sampah dan
debu serta harus dirancang dan dilengkapi, sehingga memberikan perlindungan
terhadap masuknya serangga, hewan pengerat atau hewan lain. Ruang istirahat,
toilet dan kantin untuk personil harus terpisah dari area penyimpanan. Selain itu
harus disediakan area khusus seperti penyimpanan obat-obat narkotika seperti
yang telah ditetapkan dalam CDOB.

10
c. Perlengkapan PBF
Suatu PBF yang ingin beroperasi harus memiliki perlengkapan
yangmemadai agar dapat mendukung pendistribusian obat jadi. Perlengkapan
yangharus dimiliki yaitu peralatan penyimpanan obat dan perlengkapan
administrasi.
Peralatan dan tempat penyimpanan obat seperti lemari obat jadi,
lemaripendingin (kulkas), lemari untuk menyimpan produk kembalian, kontainer
untukpengiriman barang dan box es untuk pengiriman obat dengan suhu
penyimpanan rendah.
Perlengkapan administrasi terkait dokumen penjualan, pembelian dan
penyimpanan, seperti blanko pesanan, blanko faktur, blanko tukar faktur,
bilyetgiro, blanko faktur pajak, blanko surat jalan, kartu stok obat, bukti
penerimaanpembayaran, form retur, blanko faktur pajak dan stempel PBF. Buku-
buku danliteratur standar yang diwajibkan, serta kumpulan perundang-undangan
yangberhubungan dengan kegiatan di PBF.

2.8 Tata Cara Pendirian PBF


Tata cara dalam pendirian PBF menurut Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia No. 1148/Menkes/Per/VI/2011, pasal 2 ayat (1) adalah
sebagai berikut:
a. Setiap pendirian PBF wajib memiliki izin dari Direktur Jenderal
b. Setiap PBF dapat mendirikan PBF Cabang
c. Setiap pendirian PBF Cabang wajib memperoleh pengakuan dari Kepala
Dinas Kesehatan Provinsi di wilayah PBF Cabang berada.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 34 Tahun
2014 (perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
1148/Menkes/Per/VI/2011, dalam pelaksaan pelayanan izin PBF, pelaksana
pelayanan perizinan dan pemohon harus mengikuti alur tata cara perizinan sebagai
berikut:

11
1. Tembusan Surat Pemohonan

3. Verifikasi Administrasi DINKES PROVINSI


6. Keputusan : 4. Rekomendasi
 Izin (pembayaran PNBP sesuai PP No. 13 Th 2009) Kelengkapan
 Ditunda Administrasi
 Ditolak

PEMOHON Dirjen DPMPTSP


1. Tembusan Surat Pemohonan

5. Rekomendasi
Teknis Pemenuhan
Persyaratan CDOB

2. Audit CDOB
BADAN POM

1. Tembusan Surat Pemohonan


Gambar 2.1. Alur Tata Cara Perizinan PBF(sumber: permenkes RI, 2014)

Tata cara pemberian izin mendirikan PBF menurut Peraturan Menteri


Kesehatan Republik Indonesia No. 34 Tahun 2014 tentang Pedagang Besar
Farmasi yaitu :
a. Untuk memperoleh izin PBF, pemohon harus mengajukan permohonan
kepada Direktur Jenderal Dinas Penanaman Modal Terpadu Satu Pintu
(DPMTSP) dengan tembusan kepada Kepala Badan, Kepala Dinas
Kesehatan Provinsi dan Kepala Balai POM.
b. Permohonan harus ditandatangani oleh direktur/ketua dan apoteker calon
penanggung jawab disertai dengan kelengkapan administratif sebagai
berikut:
1. Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP)/identitas direktur/ketua
2. Susunan direksi/pengurus

12
3. Pernyataan komisaris/dewan pengawas dan direksi/pengurus tidak
pernah terlibat pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang
farmasi dalam kurun waktu 2 (dua) tahun terakhir
4. Akta pendirian badan hukum yang sah sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan
5. Surat Tanda Daftar Perusahaan
6. Fotokopi Surat Izin Usaha Perdagangan
7. Fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak
8. Surat bukti penguasaan bangunan dan gudang
9. Peta lokasi dan denah bangunan
10. Surat pernyataan kesediaan bekerja penuh apoteker penanggung jawab
dan
11. Fotokopi Surat Tanda Registrasi Apoteker penanggung jawab.
c. Badan Pengawasan Obat dan Makanan melakukan audit CDOB pada PBF.
d. Dinkes Provinsi melakukan verifikasi administrasi pada PBF.
e. Dinkes Provinsi memberikan rekomendasi kelengkapan administrasi ke
Direktur Jenderal DPMPTSP.
f. Badan POM memberikan rekomendasi teknis pemenuhan persyaratan
CDOB ke Direktur Jenderal.
g. Direktur jenderal akan memberikan keputusan kepada pemohon perizinan
PBF, dimana keputusan ini dapat berupa pemberian izin, penundaan,
ataupun penolakan.

2.9. Pengelolaan PBF


2.9.1. Pengadaan dan Pengelolaan Obat dan Alkes

1. Perencanaan
Perencanaan kebutuhan merupakan kegiatan untuk menentukan jumlah dan
periode pengadaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai sesuai dengan hasil kegiatan pemilihan untuk menjamin terpenuhinya
kriteria tepat jenis, tepat jumlah, tepat waktu dan efisien. Perencanaan dilakukan
untuk menghindari kekosongan Obat dengan menggunakan metode yang dapat

13
dipertanggungjawabkan dan dasar-dasar perencanaan yang telah ditentukan antara
lain konsumsi, epidemiologi, kombinasi metode konsumsi dan epidemiologi dan
disesuaikan dengan anggaran yang tersedia.
Manajemen Rantai Pasokan atau disebut Supply Chain Management
merupakan pengelolaan rantai siklus yang lengkap mulai bahan mentah dari para
supplier, ke kegiatan operasional di perusahaan, berlanjut ke distribusi sampai
kepada konsumen. Dengan kata lain supply chain management adalah semua
kegiatan yang terkait dengan aliran material, informasi dan uang di sepanjang
supply chain. Cakupan supply chain management pada bagian pengadaan adalah
memilih supplier, mengavaluasi kinerja supplier, melakukan pembelian bahan
baku dan komponen, memonitor supply risk, membina dan memelihara hubungan
dengan supplier.
Pengendalian persediaan obat merupakan salah satu bagian perencanaan
untuk mencapai pengadaan obat yang efektif. Pengendalian persediaan obat
bertujuan untuk mengontrol arus biaya pengadaan obat dan menjamin
ketersediaan obat secara tepat waktu. Parameter yang terdapat dalam
pengendalian persediaan terdiri dari:
a. Konsumsi rata-rata
Konsumsi rata-rata sering juga disebut permintaan (demand). Permintaan
yang diharapkan pada pemesanan selanjutnya merupakan variabel utama yang
menentukan berapa banyak stok barang yang harus dipesan.
b. Lead Time (Waktu Tunggu)
Waktu tunggu merupakan waktu yang dibutuhkan mulai dari pemesanan
sampai dengan penerimaan barang dari pemasok yang telah ditentukan. Waktu
tunggu ini berbeda-beda untuk setiap pemasok. Faktor-faktor yang dapat
berpengaruh pada waktu tunggu adalah jarak antara pemasok dengan pihak
pembeli, jumlah pesanan, dan kondisi pemasok.
c. Safety stock (Stok Pengaman)
Stok pengaman merupakan persediaan yang selalu ada dicadangkan untuk
menghindari kekosongan stok akibat beberapa hal. Stok pengaman disediakan
untuk mengantisipasi keterlambatan barang pesanan atau untuk menghadapi suatu

14
keadaan tertentu yang mengakibatkan perubahan pada permintaan misalnya
karena adanya wabah penyakit.
d. Persediaan minimum
Persediaan minimum merupakan jumlah persediaan terendah yang masih
tersedia. Apabila penjualan telah mencapai nilai persediaan minimum ini maka
pemesanan harus langsung dilakukan agar keberlangsungan usaha dapat berlanjut.
Jika barang yang tersedia jumlahnya sudah kurang dari jumlah persediaan
minimum maka dapat terjadi stok kosong bila tidak dilakukan pemesanan kembali
e. Persediaan maksimum
Persediaan maksimum adalah jumlah persediaan terbesar yang boleh
tersedia. Persediaan maksimum merupakan persediaan yang dibutuhkan untuk
memenuhi kebutuhan permintaan hingga periode pemesanan berikutnya. Jika
jumlah persediaan telah mencapai jumlah maksimum maka tidak perlu lagi
melakukan pemesanan untuk menghindari terjadinya stok mati yang dapat
menyebabkan kerugian.
f. Perputaran persediaan
Perputaran persediaan menggambarkan jumlah siklus yang dialami barang
dari mulai pembelian hingga penjualan kembali. Jika suatu barang memiliki angka
perputaran persediaan yang besar maka barang tersebut dikategorikan sebagai
barang fast moving. Sebaliknya, jika angka perputaran persediaan suatu barang
terbilang kecil maka barang tersebut termasuk slow moving.
g. Jumlah pesanan (Economic Order Quantity / Economic Lot Size)
Jumlah persediaan yang harus ada adalah persediaan untuk jangka waktu
tertentu dan disesuaikan dengan kebijakan pada pola kebutuhan. Jumlah
persediaan dirancang agar setiap saat harus tersedia dan sekaligus untuk
mengantisipasi permintaan yang tidak menentu, kemampuan pemasok yang
terbatas, waktu tenggang pesanan yang tidak menentu, ongkos kirim mahal, dan
sebagainya. Faktor yang dipertimbangkan untuk persediaan berkaitan dengan
biaya dan resiko penyimpanan, biaya pemesanan, dan biaya pemeliharaan.
Merancang jumlah persediaan dapat dilakukan dengan perhitungan jumlah
pesanan yang ekonomis atau dikenal dengan rumus Economic Order Quality

15
(EOQ).
h. Reorder Point (ROP / Titik pemesanan kembali)
Titik pemesanan merupakan saat dimana harus diadakan pemesanan
kembali. Titik pemesanan terletak saat jumlah persediaan berada yang di atas stok
pengaman sama dengan nol atau saat mencapai nilai persediaan minimum.
Dengan kata lain, ROP adalah saat nilai persediaan mencapai persediaan
minimum.Waktu untuk mencapai persediaan minimum dapat diperkirakan dari
data konsumsi rata-rata. Akan tetapi, pada keadaan khusus (mendesak),
pemesanan dapat dilakukan langsung tanpa harus menunggu hari pembelian yang
telah ditentukan.
2. Pengadaan
Pengadaan merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk merealisasikan
perencanaan kebutuhan. Barang yang masuk ke PBF dapat berasal dari pembelian
kontan atau kredit. Faktor yang harus diperhatikan pada pembelian obat, yaitu
kondisi keuangan, waktu pembelian, jarak PBF dengan pemasok, frekuensi dan
volume pembelian, jenis barang yang akan dibeli, tanggal kadaluarsa. Dalam
siklus penyaluran obat di PBF, pembelian merupakan tahap awal dalam siklus ini.
Pengontrolan volume pembelian penting dilakukan karena semakin kecil volume
pembelian semakin besar frekuensi order. Hal ini berdampak pada biaya
pemesanan meningkat dan meningkatnya beban pekerjaan untuk penerimaan,
pemeriksaan dan pencatatan barang yang datang. Sebaliknya jika volume
pembelian besar akan menurunkan frekuensi pembelian, namun akan
mengakibatkan besarnya biaya penyimpanan karena membutuhkan ruangan yang
besar, meningkatnya resiko barang tidak laku karena rusak atau kedaluarsa dan
tentu saja membutuhkan modal yang besar.
Sebelum melakukan pengadaan obat di PBF harus dilakukan kualifikasi
yang tepat sebelum pengadaan dilaksanakan. Pemilihan pemasok, termasuk
kualifikasi dan persetujuan penunjukannya, merupakan hal operasional yang
penting. Pemilihan pemasok harus dikendalikan dengan prosedur tertulis dan
hasilnya didokumentasikan serta diperiksa ulang secara berkala. Jika obat dan/
atau bahan obat diperoleh dari industri farmasi, maka fasilitas distribusi wajib

16
memastikan bahwa pemasok tersebut mempunyai izin serta menerapkan prinsip
dan Pedoman CPOB sedangkan jika bahan obat diperoleh dari industri nonfarmasi
yang memproduksi bahan obat dengan standar mutu farmasi, maka fasilitas
distribusi wajib memastikan bahwa pemasok tersebut mempunyai izin serta
menerapkan prinsip CPOB. Pengadaan obat dan/ atau bahan obat harus
dikendalikan dengan prosedur tertulis dan rantai pasokan harus diidentifikasi serta
didokumentasikan.
Surat pesanan dibedakan menjadi surat pesanan narkotika, psikotropika,
prekursor. Surat pesanan Narkotika hanya dapat digunakan untuk 1 (satu) jenis
Narkotika. Surat pesanan Psikotropika atau Prekursor Farmasi hanya dapat
digunakan untuk 1 (satu) atau beberapa jenis Psikotropika atau Prekursor Farmasi.
Surat pesanan narkotika, psikotropika, prekursor juga harus terpisah dari
pemesanan barang-barang lainya seperti obat bebas, alat kesehatan dan bahan
habis pakai. Penyerahan Narkotika dan/atau Psikotropika hanya dapat dilakukan
ke Apotek, Puskesmas, Instalasi Farmasi Rumah Sakit, Instalasi Farmasi Klinik,
dan dokter. Penyerahan Prekursor Farmasi hanya dapat dilakukan oleh Apotek,
Puskesmas, Instalasi Farmasi Rumah Sakit, Instalasi Farmasi Klinik, dokter, Toko
Obat.
3. Penerimaan
Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis,
spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam kontrak
atau surat pesanan dengan kondisi fisik yang diterima. Semua dokumen terkait
penerimaan barang harus tersimpan dengan baik. Obat dan/atau bahan obat tidak
boleh diterima jika kedaluwarsa, atau mendekati tanggal kedaluwarsa sehingga
kemungkinan besar obat dan/atau bahan obat telah kedaluwarsa sebelum
digunakan oleh konsumen. Jika ditemukan obat dan/atau bahan obat diduga palsu,
bets tersebut harus segera dipisahkan dan dilaporkan ke instansi berwenang, dan
ke pemegang izin edar.
4. Penyimpanan
Penyimpanan dan penanganan obat dan/atau bahan obat harus mematuhi
peraturan perundang-undangan. Kondisi penyimpanan untuk obat dan/atau bahan

17
obat harus sesuai dengan rekomendasi dari industri farmasi atau non-farmasi yang
memproduksi bahan obat standar mutu farmasi. Obat dan/atau bahan obat harus
disimpan terpisah dari produk selain obat dan/atau bahan obat dan terlindung dari
dampak yang tidak diinginkan akibat paparan cahaya matahari, suhu, kelembaban
atau faktor eksternal lain. Perhatian khusus harus diberikan untuk obat dan/atau
bahan obat yang membutuhkan kondisi penyimpanan khusus. Kegiatan yang
terkait dengan penyimpanan obat dan/atau bahan obat harus memastikan
terpenuhinya kondisi penyimpanan yang dipersyaratkan dan memungkinkan
penyimpanan secara teratur sesuai kategorinya; obat dan/atau bahan obat dalam
status karantina, diluluskan, ditolak, dikembalikan, ditarik atau diduga palsu.
Harus diambil langkah-langkah untuk memastikan rotasi stock sesuai dengan
tanggal kedaluwarsa obat dan/atau bahan obat mengikuti kaidah First Expired
First Out (FEFO).
Obat dan/atau bahan obat harus ditangani dan disimpan sedemikian rupa
untuk mencegah tumpahan, kerusakan, kontaminasi dan campur-baur dan tidak
boleh langsung diletakkan di lantai. Obat dan/atau bahan obat yang kedaluwarsa
harus segera ditarik, dipisahkan secara fisik dan diblokir secara elektronik. Untuk
menjaga akurasi persediaan stok, harus dilakukan stock opname secara berkala
berdasarkan pendekatan risiko. Perbedaan stok harus diselidiki sesuai dengan
rosedur tertulis yang ditentukan untuk memeriksa ada tidaknya campur-baur,
kesalahan keluar-masuk, pencurian, penyalahgunaan obat dan/atau bahan obat.
Dokumentasi yang berkaitan dengan penyelidikan harus disimpan untuk jangka
waktu yang telah ditentukan.
e. Penyaluran
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
1148/Menkes/Per/VI/2011 di BAB III tentang Penyelenggaraan, PBF hanya dapat
menyalurkan obat kepada PBF lain, dan fasilitas pelayanan kefarmasian sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan, meliputi apotek, instalasi farmasi
rumah sakit, puskesmas, klinik dan toko obat (selain obat keras).
Dalam pelaksanaan penyaluran sediaan farmasi di PBF terdapat beberapa
ketentuan, yakni meliputi:

18
1) Penyaluran Obat
a) Untuk memenuhi kebutuhan pemerintah, PBF dapat menyalurkan obat
kepada instansi pemerintah yang dilakukan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan. Namun, PBF tidak dapat menyalurkan obat
keras kepada toko obat.
b) PBF hanya melaksanakan penyaluran obat berupa obat keras berdasarkan
surat pesanan yang ditandatangani apoteker pengelola apotek atau apoteker
penanggung jawab.
2) Penyaluran Narkotika
Setiap PBF yang melakukan pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran
narkotika wajib memiliki izin khusus sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan seperti
3) Penyaluran Psikotropika
Berdasarkan Undang-Undang No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika,
penyaluran psikotropika dalam rangka peredaran dilakukan oleh pabrik obat,
pedagang besar farmasi, dan sarana penyimpanan sediaan farmasi Pemerintah.
Penyaluran psikotropika salah satunya dapat dilakukan oleh pabrik obat kepada
pedagang besar farmasi, apotek, sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah,
rumah sakit, dan lembaga penelitian dan/ atau lembaga pendidikan.
Pedagang besar farmasi kepada pedagang besar farmasi lain-nya, apotek,
sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah, rumah sakit, dan lembaga
penelitian dan/ atau lembaga pendidikan.
2.9.2. Administratif
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
1148/Menkes/Per/VI/2011 di pasal 16, setiap PBF atau PBF cabang wajib
melaksanakan dokumentasi pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran di tempat
usahanya dengan mengikuti pedoman CDOB. Kegiatan dokumentasi dapat
dilakukan secara tertulis dan elektronik.
Kemudian menurut Surat Keputusan Kepala Badan POM Nomor
HK.03.1.34.11.12.7542 Tahun 2012 Tentang Pedoman Teknis Cara Distribusi
Obat Yang Baik, dokumentasi yang baik merupakan bagian penting dari sistem

19
manajemen mutu. Dokumentasi harus jelas terkait dengan distribusi (pengadaan,
penyimpanan, penyaluran dan pelaporan), prosedur tertulis dan dokumen lain
yang terkait dengan pemastian mutu. Dokumen harus disimpan minimal 3 tahun,
harus dikaji ulang secara berkala dan dijaga agar selalu up to date. Dokumen
distribusi harus mencakup informasi tanggal, nama obat dan/atau bahan obat,
nomor bets, tanggal kadaluarsa, jumlah yang diterima atau disalurkan, nama dan
alamat pemasok/pelanggan.
2.9.3. Sumber Daya Manusia (SDM)
SDM merupakan faktor yang sangat penting untuk setiap usaha agar dapat
menjalankan fungsinya dengan benar. Oleh karena itu dibutuhkan SDM yang
berpengetahuan, berkualitas, berkapasitas serta berdaya saing sehingga mampu
dalam mengembangkan ataupun mempertahankan posisi organisasi/instansi
tersebut dalam suatu lingkungan yang kompetitif. Dalam mencapai hal tersebut di
atas, ada beberapa usaha yang telah di implementasikan oleh organisasi/instansi
dalam menunjang pengembangan dan kemajuan organisasi/instansi antara lain:
aplikasi teknologi, aplikasi pelatihan SDM, manajemen mutu, sarana prasarana
dan sebagainya.

2.10. Perpajakan
Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang
pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan
tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan
negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pembayaran pajak merupakan
perwujudan dari kewajiban kenegaraan dan peran serta wajib pajak untuk secara
langsung dan bersama-sama melaksanakan kewajiban perpajakan untuk
pembiayaan negara dan pembangunan nasional. Sesuai falsafah undang-undang
perpajakan, membayar pajak bukan hanya merupakan kewajiban, tetapi
merupakan hak dari setiap warga negara untuk ikut berpartisipasi dalam bentuk
peran serta terhadap pembiayaan negara dan pembangunan nasional.
Tanggung jawab atas kewajiban pembayaran pajak, sebagai pencerminan
kewajiban kewarganegaraan di bidang perpajakan berada pada anggota

20
masyarakat sendiri untuk memenuhi kewajiban tersebut. Hal tersebut sesuai
dengan sistem self assessment yang dianut dalam Sistem Perpajakan Indonesia.
Pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak, sesuai dengan fungsinya
berkewajiban melakukan pembinaan/penyuluhan, pelayanan, dan pengawasan.
Dalam melaksanakan fungsinya tersebut, Direktorat Jenderal Pajak berusaha
sebaik mungkin memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai visi dan misi
Direktorat Jenderal Pajak. Berikut beberapa pajak-pajak pusat yang dikelola oleh
Direktorat Jenderal Pajak meliputi pajak penghasilan dan pajak pertambahan nilai:
a. Pajak Penghasilan (PPh)
PPh adalah pajak yang dikenakan kepada orang pribadi atau badan atas
penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam suatu Tahun Pajak. Yang
dimaksud dengan penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis
yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak baik yang berasal baik dari Indonesia
maupun dari luar Indonesia yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk
menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan dengan nama dan dalam
bentuk apapun. Dengan demikian maka penghasilan itu dapat berupa keuntungan
usaha, gaji, honorarium, hadiah, dan lain sebagainya.
b. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
PPN adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi Barang Kena Pajak atau
Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean (dalam wilayah Indonesia). Orang
Pribadi, perusahaan, maupun pemerintah yang mengkonsumsi Barang Kena Pajak
atau Jasa Kena Pajak dikenakan PPN. Pada dasarnya, setiap barang dan jasa
adalah Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak, kecuali ditentukan lain oleh
Undang-undang PPN.

2.11. Evaluasi PBF


Kegiatan evaluasi PBF tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia No. 1148/Menkes/Per/VI/2011, BAB VI tentang Pembinaan
dan Pengawasan, pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah
kabupaten/kota melakukan pembinaan secara berjenjang terhadap segala kegiatan

21
yang berhubungan dengan peredaran obat atau bahan obat. Pembinaan dilakukan
sebagai arahan untuk:
a. Menjamin ketersediaan, pemerataan dan keterjangkauan obat dan bahan
obat untuk pelayanan kesehatan.
b. Melindungi masyarakat dari bahaya penggunaan obat atau bahan obat yang
tidak tepat dan/atau tidak memenuhi persyaratan mutu, keamanan, dan
kemanfaatan.
Pengawasan terhadap PBF dan PBF Cabang sebagaimana diatur dalam
Peraturan Menteri ini dilaksanakan oleh Kepala Badan. Pengawasan dilakukan
sebagai arahan untuk:
a. Menjamin obat dan bahan obat yang beredar memenuhi persyaratan mutu,
keamanan dan kemanfaatan.
b. Menjamin terselenggaranya penyaluran obat dan bahan obat sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
Pelanggaran yang dilakukan oleh pihak PBF dapat dikenai sanksi
administratif. Sanksi administratif dapat berupa:
a. Peringatan.
b. Penghentian sementara kegiatan.
c. Pencabutan pengakuan yang berlaku untuk PBF Cabang.
d. Pencabutan izin yang berlaku untuk PBF Pusat.

22
BAB III
TINJAUAN UMUM KFTD SAMARINDA

3.1 Sejarah KFTD Samarinda


Kimia Farma adalah perusahaan industri farmasi pertama di Indonesia yang
didirikan oleh Pemerintah Hindia Belanda tahun 1817. Nama perusahaan ini pada
awalnya adalah NV Chemicalien Handle Rathkamp & Co. Berdasarkan
kebijaksanaan nasionalisasi, perusahaan Belanda di masa awal kemerdekaan, pada
tahun 1958, Pemerintah Republik Indonesia melakukan peleburan sejumlah
perusahaan farmasi menjadi PNF (Perusahaan Negara Farmasi) Bhinneka Kimia
Farma. Pada tahun 1969, beberapa Perusahaan Negara (PN) tersebut diubah
menjadi satu Perusahaan yaitu Perusahaan Negara Farmasi dan Alat Kesehatan
Bhinneka Kimia Farma disingkat PN Farmasi Kimia Farma. Pada tahun 1971,
berdasarkan Peraturan Pemerintah status Perusahaan Negara tersebut diubah
menjadi Persero dengan nama PT Kimia Farma (Persero). Pada tanggal 4 Juli
2001, PT Kimia Farma (Persero) kembali mengubah statusnya menjadi
perusahaan publik, PT Kimia Farma (Persero) Tbk. Berbekal pengalaman selama
puluhan tahun, PT Kimia Farma (Persero) Tbk, telah berkembang menjadi
perusahaan dengan pelayanan kesehatan terintegrasi di Indonesia.
PT Kimia Farma Tbk. berdiri pada tanggal 16 Agustus 1971 dengan jalur
usaha pelayanan kesehatan. Sebagai perusahaan publik sekaligus Badan Usaha
Milik Negara (BUMN), Kimia Farma berkomitmen penuh untuk melaksanakan
tata kelola perusahaan yang baik sebagai suatu kebutuhan sekaligus kewajiban
sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Nomor 19 tahun 2003 tentang
BUMN. PT Kimia Farma Tbk., merupakan sebuah perusahaan pelayanan
kesehatan yang terintegrasi, bergerak dari hulu ke hilir yaitu industri, marketing,
retail, laboratorium klinik dan klinik kesehatan. Pada tanggal 4 januari 2003 PT
Kimia Farma Tbk. mendirikan 2 anak perusahaan yaitu PT Kimia Farma Apotek
dan PT Kimia Farma Trading and Distribution.
PT Kimia Farma Trading and Distribution berdiri pada tanggal 4 Januari
2003, dengan jalur usaha distribusi obat dan alat kesehatan. PT Kimia Farma

23
Trading and Distribution (KFTD) sebelumnya merupakan divisi yang bergerak
dibidang yang sama yaitu perdagangan dan distribusi. Oleh karena itu
pengalamannya bukan baru sepuluh tahun, tetapi sama dengan umur PT Kimia
Farma Tbk. Sendiri. Sebelum menjadi perusahaan sendiri, PT Kimia Farma
Trading and Distribution (KFTD) dahulu merupakan divisi Pedagang Besar
Farmasi (PBF) dari PT Kimia Farma Tbk. Yang memiliki tugas utama
mendistribusikan produk-produk farmasi yang diproduksi PT Kimia Farma Tbk.
ke channel-channel yang tersebar di seluruh nusantara.
Pada bidang jasa perdagangan atau trading, KFTD melayani dan membantu
program-program pemerintah untuk memenuhi kebutuhan obat-obatan bagi rakyat
di seluruh Indonesia, misalnya Kementerian Kesehatan, Dinas Kesehatan,
BKKBN, dan lain-lainnya. Sedangkan sebagai penyedia jasa layanan distribusi,
PT. Kimia Farma Trading & Distribution (KFTD) menyalurkan aneka produk
perseroan, produk dari principal lainnya, serta produk-produk non principal.
KFTD mendistribusikan produk-produk tersebut melalui penjualan reguler ke
apotek (Apotek Kimia Farma dan apotek non Kimia Farma), rumah sakit, toko
obat, dan supermarket.
Visi dari Kimia Farma Trading & Distribution adalah menjadi perusahaan
terkemuka dibidang distribusi dan perdagangan produk kesehatan. Misi Kimia
Farma Trading & Distribution adalah
a. Meningkatkan jaringan dan layanan ditribusi serta aktivitas produk
kesehatan
b. Melaksanakan proses bisnis berkualitas yang didukung oleh SDM yang
kompeten dan sistem informasi yang handal
c. Memberikan nilai tambah dan manfaat yang berkesinambungan kepada
stake holder

3.2 Struktur Organisasi KFTD Samarinda


Struktur organisasi adalah suatu susunan dan hubungan antara tiap bagian
serta posisi yang ada pada suatu organisasi atau perusahaan dalam menjalankan
kegiatan operasional untuk mencapai tujuan yang diharapkan dan diinginkan.

24
Pelaksanaan dan pengelolaan sistem manajemen mutu yang baik serta
distribusi obat dan atau bahan obat yang benar sangat bergantung pada personil
yang menjalankannya. Harus ada personil yang cukup dan kompeten untuk
melaksanakan semua tugas yang menjadi tanggung jawab fasilitas
distribusi.Tanggung jawab masing-masing personil harus dipahami dengan jelas
dan dicatat. Semua personil harus memahami prinsip CDOB dan harus menerima
pelatihan dasar maupun pelatihan lanjutan yang sesuai dengan tanggung
jawabnya.
Untuk mendukung seluruh kegiatan PBF dapat berjalan dengan baik serta
personil mengetahui tugas dan tanggung jawabnya maka diperlukan struktur
organisasi dan pelatihan bagi setiap personil. PT Kimia Farma Trading &
Distribution Cabang Samarinda dipimpin oleh Branch Manager membawahi
kasir, penanggung jawab PBF/NAPZA, penanggung jawab Alkes, Supervisor
Penjualan, Supervisor Tata Usaha, Supervisor Logistik dan Supervisor Penjualan
Alkes.

25
Susunan struktur organisasi KFTD Samarinda sebagai berikut
Branch Manager
Whisnu Dhani Hermawan, S.Farm., Apt

Penanggung Jawab PBF dan Napza

Kasir Jhoda Dwi Komala, S.Farm., Apt

Rahmawati
Penanggung Jawab Alkes

Arniah, S. Farm

Supervisor Penjualan Reguler Supervisor Tata Usaha Supervisor Logistik

Heri Wardani, A.Md Rika Amalia, S.E Jhoda Dwi Komala, S.Farm., Apt

Sales Force Penagih/ Colector


Admin Logistik
1. Muh. Yasin 1. Budiono
Arniah, S. Farm
2. Sugeng 2. Mulyadi
3. Dwianto Transito Out
4. Aris Sujanto
Inkaso, Admin Umum
5. Kornelis Bale Wawan Setyo Budi
6. Teguh dan SDM

Asriyani, A.Md Transito In

Muh. Rahim
Fakturis
Supervisor Penjualan Alkes
Vivin Rinama
Yuli R

Garis Komando :
Sales Alkes
Garis Koordinasi :
Ery Ramdha

Gambar 3.1. Struktur Organisasi KFTD Samarinda

26
3.3 Pengelolaan KFTD Samarinda
3.3.1 Pengelolaan Obat dan Alat Kesehatan
Supply Chain Management adalah hubungan antara produsen, PBF,
pelayanan kefarmasian, pasien/konsumen yang terhubung secara terintegrasi.
Berikut ini merupakan alur Supply Chain Management:

Holding
(PT. Kimia Farma, TBK)
SCM (Supply
Chain
Management)
Konsumen

Pelayan
Kefarmasian R&D
(Apotek)

Distribusi Plant
(KFTD)
NDC (Nationally
Determined
Contributions)

Gambar 3.2. Alur Supply Chain Management

Dari gambar Supply Chain Management diatas induk dari perusahaan ini
yaitu PT Kimia Farma, Tbk yang termasuk holding. Di dalam holding ini terdapat
marketing yang nantinya akan membaca peluang bahwa masyarakat
membutuhkan obat apa. Setelah mengetahui kebutuhan masyarakat maka R&D
akan membuat formulasi obat tersebut. R&D ini terdapat di Bandung. Kemudian
Plant yang merupakan industri/pabrik, akan bertugas untuk memproduksi obat
yang sudah diformulasikan oleh R&D. Plant dalam hal ini berada di 5 tempat

27
yaitu Jakarta, Bandung, Semarang, Medan, dan Surabaya. Ketika sediaan ini telah
siap untuk didistribusikan maka akan dikumpulkan dalam suatu wadah yang
disebut Unit Logistic Sentral yang terdapat di Jakarta. Selanjutnya KFTD
melakukan pemesanan ke ULS sesuai dengan kebutuhan dari tempat pelayanan
kefarmasian (apotek, rumah sakit, toko obat) dan didistribusikan sehingga barang
akan sampai ke tangan konsumen. Agar Supply Chain Manajement tersebut dapat
berjalan dengan baik maka terdapat 3 arus yaitu arus uang, arus barang, dan arus
informasi. Informasi yang dimaksud dalam hal ini yaitu mengenai kebutuhan
pasar akan barang sehingga KFTD dapat membuat perencanaan pengadaan barang
dengan tepat serta informasi yang diperoleh yakni mengenai kualitas pelayanan
dan kualitas obat. Setelah informasi didapatkan, maka barang akan disediakan
sesuai dengan kebutuhan barang dan dilakukan peningkatan performa kualitas
pelayanan dan menjamin kualitas dalam kegiatan distribusi tetap terjaga. Hasil
dari peningkatan performa ini akan berpengaruh terhadap perputaran arus uang
(cash flow), dimana jumlah outlet yang terlayani akan bertambah dan arus uang
akan berjalan lebih cepat.
KFTD cabang Samarinda melakukan pengadaan dengan 3 jenis produk
antara lain obat biasa, Cold Chain Product (CCP) dan NAPZA. Untuk barang
berupa NAPZA hanya KFTD cabang Samarinda yang memiliki izin untuk
melakukan pengadaan wilayah cakupannya. Berikut adalah alur pemesanan
NAPZA ke ULS oleh KFTD cabang Samarinda.

KFTD (Melakukan pemesanan ULS KFTD


melalui sistem dan surat (Mengirimkan (Menerima
pesanan asli) barang beserta barang beserta
SKB) Lalu Ekspedisi SKB) serta DO
STO (Stok Transfer Order) bila terbit DO ( dicek dan di
disetujui pusat kemudian dibuat Delivery TTD oleh APJ
PO Order) dan distempel
Gambar 3.3. Alur Pengadaan NAPZA

28
Kimia Farma Trading & Distribution memiliki peran dalam
mendistribusikan barang agar sampai ke tangan konsumen dengan aman. Adapun
alur distribusi KFTD cabang samarinda adalah sebagai berikut :

Cek Kelengkapan
SP Masuk Fakturis
Administrasi SP

Penyiapan Barang Gudang Faktur

TTD Faktur oleh Faktur


Pengiriman
Customer

Outlet Kasir Inkaso & Kolektor

Gambar 3.4. Alur Distribusi KFTD Cabang Samarinda

Dari alur distribusi di KFTD dimulai dengan masuknya surat pesanan. Surat
ini berisi pesanan obat-obat yang dibutuhkan di apotek, rumah sakit, ataupun toko
obat. Kemudian di cek kelengkapan obat tersebut, apakah obat yang di pesan
tersedia atau tidak. Setelah itu fakturis akan membuatkan faktur mengenai obat
yang dipesan. Faktur yang dibuat sebanyak 5 rangkap dengan warna yang berbeda
yaitu merah muda, kuning dan putih. Kemudian diberikan ke gudang untuk
dilakukan persiapan pengeluaran dan penyaluran perbekalan farmasi. Untuk

29
Penerimaan dan Pengeluaran barang di KFTD Cabang Samarinda dilakukan
dengan sistem satu pintu. Selanjutnya di gudang akan mempersiapkan barang
yang dipesan sesuai dengan faktur dan kemudian dilakukan pengiriman ke outlet
atau apotek yang telah memesan barang tersebut dengan menggunakan ekspedisi,
salah satu ekspedisi yang bekerja sama dengan KFTD Cabang Samarinda yaitu
ekspedisi PT. Karunia Cipta Logistik. Penyaluran atau distribusi dilakukan oleh
ekspedisi dengan membawa 5 lembar faktur (putih, kuning, biru, hijau dan merah
muda). Faktur (kuning, biru dan hijau) diberikan kepada outlet yang melakukan
pesanan. Kedua lembar faktur selanjutnya dibawa kembali oleh ekspedisi untuk
diberikan ke bagian gudang.
3.3.2 Administratif
PBF pusat atau PBF cabang wajib mendokumentasikan setiap pengadaan,
penyimpanan, penyaluran obat dan atau bahan obat sesuai pedoman CDOB.
Kegiatan dokumentasi ini dilakukan secara manual dan secara komputerisasi.
Kegiatan dokumentasi secara manual dan komputerisasi bertujuan untuk
mencocokan data dan menghindari kesalahan seperti hilangnya barang dan
ketidaksesuaian jumlah barang.
Dalam hal dokumen surat pesanan (SP) dan faktur, setiap surat pesanan
yang diterima oleh operator penjualan maka akan diberikan print out faktur
sebanyak 3 (tiga) rangkap dengan warna yang berbeda yaitu merah muda, kuning,
dan putih. Faktur dibuat dan diberikan oleh seorang fakturis yang diberikan ke
gudang untuk dilakukan persiapan pengeluaran dan penyaluran perbekalan
farmasi. Penyaluran atau distribusi dilakukan oleh ekspedisi dengan membawa 5
lembar faktur (putih, kuning, biru, hijau dan merah muda). Faktur (kuning, biru
dan hijau) diberikan kepada outlet yang melakukan pesanan. Kedua lembar faktur
selanjutnya dibawa kembali oleh ekspedisi untuk diberikan ke bagian gudang.
Dokumentasi pendistribusian obat yang harus dilakukan apoteker
penanggung jawab (APJ) meliputi pengarsipan faktur penjualan, faktur
pembelian, surat pesanan dari pelanggan, surat pesanan ke supplier, surat recall,
surat penolakan pesanan obat. Proses pendokumentasian tersebut bertujuan untuk
memudahkan penelusuran jika terjadi masalah yang tidak diharapkan sekaligus

30
sebagai salah satu persyaratan dari Badan POM yang di atur di CDOB. Dokumen
tersebut disimpan selama minimal 3 tahun dan batas maksimal 5 tahun, kemudian
dimusnahkan dengan melaporkan terlebih dahulu kepadan Balai POM. Dokumen
lainnya yaitu dokumen keuangan/perpajakan yang merupakan tanggung jawab
supervisor Tata Usaha meliputi faktur pajak, faktur penjualan, faktur pembelian,
laporan laba rugi, buku bank, buku kas serta dokumen lain yang berhubungan
dengan keluar masuk uang.
Dokumentasi juga dilakukan untuk mempermudah dalam proses pelaporan
terhadap jumah barang yang dikirim. Dokumentasi untuk pelaporan dinamika obat
baik obat biasa, OOT (Obat-obat Tertentu) maupun NAPZA (Narkotika, Alkohol,
Psikotropika dan Zat Adiktif Lainnya) dilakukan secara online melalui website
khusus. Pelaporan obat dilakukan ke dua instansi yang berbeda yaitu Kemenkes
dan BPOM. Untuk pelaporan Kemenkes dilakukan online melalui e-report,
dimana untuk obat biasa (pelaporan dinamika obat) dilakukan pelaporannya 3
bulan sekali sedangkan untuk NAPZA dan OOT tiap 1 bulan sekali. Sedangkan
laporan yang dilakukan ke BPOM hanya jenis NAPZA dan OOT melalui e-
NAPZA yang harus dilaporkan setiap bulan.
3.3.3 Sumber Daya Manusia (SDM)
SDM (Sumber Daya Manusia) merupakan salah satu faktor yang sangat
penting bahkan tidak dapat dilepaskan dari sebuah organisasi, baik institusi
maupun perusahaan. Sumber daya manusia juga merupakan kunci yang
menentukan perkembangan perusahaan. Dalam menjalankan perannya, SDM
yang dimiliki di PT. Kimia Farma Trading & Distribution memiliki pembagian
yang jelas mengenai uraian jabatan serta tugas dan kewajibannya sehingga
pekerjaan dapat dijalankan dengan baik.
KFTD Samarinda dipimpin oleh seorang Branch Manager, membawahi 7
(tujuh) divisi yaitu kasir, penanggung jawab PBF/NAPZA, penanggung jawab
Alkes, Supervisor Penjualan, Supervisor Tata Usaha, Supervisor Logistik dan
Supervisor Penjualan Alkes. Supervisor penjualan reguler membawahi Sales
Force dan Fakturis. Supervisor Tata Usaha terdiri dari bagian Collector/Penagih,
Inkaso, Administrasi Umum, dan SDM. Supervisor Penjualan Alkes membawahi

31
Sales Alkes. Sedangkan Supervisor Logistik membawahi Transit in,
Penyimpanan, Transit Out, dan Admin Logistik.
3.4 Perpajakan
Jenis pajak yang dikelola di bagian tata usaha PT. Kimia Farma Trading &
Distribution antara lain pajak pertambahan nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan
(PPh).
a. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Menurut Undang-Undang No. 18 Tahun 2000 tentang Perubahan Kedua
atas Undang-Undang No. 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang
dan Jasa dan Pajak dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, Pajak Pertambahan
Nilai adalah pajak yang dikenakan atas :
1) Penyerahan barang kena pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh
pengusaha
2) Impor barang kena pajak
3) Penyerahan jasa kena pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh
pengusaha
4) Pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean
5) Pemanfaatan jasa kena pajak dari luar Daerah Pabean, di dalam Daerah
Pabean atau ekspor barang kena pajak oleh pengusaha kena pajak.
Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah
darat, perairan dan ruang udara diatasnya serta tempat-tempat tertentu di Zona
Ekonomi Ekslusif dan Landas Kontinen.Barang kena pajak adalah barang yang
dikenakan pajak. Dalam PPN dikenal pula istilah diantaranya yaitu :
1) Pajak keluaran yaitu, PPN terutang yang wajib dipungut oleh pengusaha
kena pajak yang melakukan penyerahan barang kena pajak. Dalam hal ini
Pajak keluaran merupakan pajak yang dikeluarkan oleh KFTD kepada
pelanggan terhadap transaksi jual beli yang dilakukan, dibuktikan dengan
adanya faktur pajak.
2) Pajak masukan yaitu, PPN yang seharusnya sudah dibayar oleh pengusaha
kena pajak karena perolehan barang kena pajak. Pajak masukan dalam hal
ini merupakan pajak yang telah dibayarkan oleh KFTD pada saat proses

32
pembelian barang kepada pihak principal pihak III, dibuktikan dengan
adanya Surat Setoran Pajak (SSP).
Faktur pajak yaitu, bukti pemungutan pajak yang dibuat oleh pengusaha
kena pajak yang melakukan penyerahan barang kena pajak.Faktur pajak dalam hal
ini dijadikan satu bersama dengan faktur penjualan. Faktur pajak pelanggan akan
dikelola oleh pihak KFTD pusat.
b. Pajak Penghasilan (PPh)
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 7 Tahun 1983 tentang
Pajak Penghasilan, pajak penghasilan merupakan pajak yang dikenakan terhadap
orang pribadi atau perseorangan dan badan berkenaan dengan penghasilan yang
diterima atau diperolehnya selama satu tahun pajak. Badan yang terdiri dari
Perseroan Terbatas, Perseroan Komanditer, Badan Usaha Milik Negara dan
daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, persekutuan, perseroan atau
perkumpulan lainnya dan bentuk usaha tetap.
Orang pribadi yang dimaksud yaitu pegawai yang dikenakan pajak meliputi
pegawai tetap dan tidak tetap yang jumlah nominal kena pajaknya disesuaikan
dengan statusnya antara kawin, kawin dengan memiliki anak dan memiliki
tanggungan terhadap anak serta status tidak kawin. Berdasarkan PMK No.
162/PMK.011/2012 besarnya pajak yang dibayarkan dalam satu tahun yaitu Rp.
24.300.000,- untuk pegawai dengan status tidak kawin, Rp. 2.025.000,- untuk
pegawai dengan status kawin dan untuk status kawin dengan tanggungan anggota
keluarga berupa anak, jumlah anak yang ditanggung maksimal tiga orang.
Sedangkan Badan Usaha Milik Negara dalam hal ini yaitu KFTD, dikenakan
pajak pula atas badan usaha dengan penghasilan yang diterima atau diterimanya
selama satu tahun pajak.Jumlah nominal pajak yang dikenakan berdasarkan dari
jumlah pemasukan yang didapat selama satu tahun.
Dalam hal pengelolaan pajak diambil alih oleh KFTD pusat, sedangkan
besarnya nominal pajak penghasilan yang harus dibayarkan ke Direktorat Jenderal
Pajak dihitung oleh KFTD di cabang masing-masing di bagian tata usaha.

33
3.5 Evaluasi KFTD Samarinda
a. Audit Mutu
Audit mutu dilakukan untuk menyempurnakan kualitas pelayanan dengan
pengukuran kinerja bagi yang memberikan pelayanan dengan menentukan kinerja
yang berkaitan dengan standar yang dikehendaki. Oleh karena itu, audit
merupakan alat untuk menilai, mengevaluasi, menyempurnakan pelayanan secara
sistematis. Di KFTD, kegiatan audit mutu dilakukan dengan melakukan
pengecekan masing-masing tugas.
b. Audit Sediaan Farmasi
Audit sediaan farmasi dilakukan untuk menjamin mutu dan kualitas dari
sediaan farmasi yang akan didistribusikan meliputi area penyimpanan dan
pengiriman barang.
c. Audit SOP Manajemen
Tujuan audit SOP manajemen untuk memastikan keseluruhan kinerja di
KFTD Samarinda dapat berjalan sesuai dengan ketentuan yang ada. Beberapa
contoh audit yang dilakukan dalam audit manajemen ini adalah mengenai
pengukuran kinerja Sumber Daya Manusia (SDM), audit kualitas produk,
kelayakan gudang, dan kelayakan tempat kerja seperti kebersihan dan kerapian.
d. Audit Finansial
Audit finansial di KFTD Samarinda dilakukan dengan membuat neraca,
arus kas, dan perhitungan laba rugi oleh bagian tata usaha (TU).
e. Survey Kepuasan Konsumen
Survey kepuasan konsumen di KFTD Samarinda tidak secara langsung
dilakukan kepada konsumen. Dilihat dari segi complain atau kritik khususnya
mengenai kualitas pelayanan dari pihak konsumen jarang terjadi. Dari segi
logistik, kepuasan konsumen dapat terpantau dari nilai service level yang mampu
KFTD Samarinda berikan kepada konsumen.
f. Audit SOP Distribusi
Tujuan dilakukannya audit SOP distribusi adalah untuk memastikan bahwa
proses distribusi telah berjalan sesuai dengan SOP, dimana SOP dibuat
berdasarkan peraturan dari BPOM yang tercantum dalam CDOB. Proses distribusi

34
yang telah berjalan dapat memberikan jaminan bahwa produk obat yang sampai
ke tangan pengguna dalam keadaan aman. Aspek yang dinilai meliputi aspek
ketepatan waktu produk obat sampai ke pelanggan, penanganan khusus untuk
CCP, kesesuaian barang yang datang dengan surat pesanan dan aspek lain yang
terkait dengan proses pendistribusian.

35
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1. Pengelolaan Pedagang Besar Farmasi (PBF)


Pedagang Besar Farmasi merupakan perusahaan berbentuk badan hukum
yang memiliki izin untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat dan atau
bahan obat dalam jumlah besar sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Kimia Farma Trading and Distribution merupakan salah satu anak perusahaan
dari PT. Kimia Farma Tbk. yang bergerak dalam jasa layanan perdagangan dan
dan jasa layanan distribusi. Sebagai penyedia Jasa Layanan Distribusi, KFTD
menyalurkan aneka produk dari perusahaan induk, produk dari prinsipal lainnya,
serta produk-produk non-prinsipal. Dan di bidang Jasa Perdagangan atau Trading,
KFTD menangani kontrak-kontrak bisnis yang didapat melalui sistem tender.
Setiap PBF harus memiliki apoteker penanggung jawab (APJ) yang bertanggung
jawab terhadap pelaksanaan ketentuan pengadaan, penyimpanan dan penyaluran
obat atau bahan obat. PT. KFTD cabang Samarinda mempunyai seorang apoteker
penanggungjawab PBF secara umum, sekaligus sebagai penanggungjawab
narkotika.
PT. Kimia Farma Trading & Distribution Samarinda sebagai Pedagang
Besar Farmasi (PBF) yang beralamat di Jalan Gurami no 16 Rt 2 Sungai Dama
Kecamatan Samarinda Ilir Kota Samarinda adalah salah satu cabang KFTD,
dimana KFTD pusat berada di Jakarta. KFTD telah membuka 47 cabang
distributor/KFTD di seluruh indonesia, dimana produk yang didistribusikan oleh
KFTD diperoleh dari principal maupun pihak PT. Kimia Farma. PT Kimia Farma
Trading and Distribution memiliki pabrik (plant) yang berada di lima kota di
Indonesia, yakni Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya dan Medan. Produk dari
kelima plant tersebut nantinya dikirim ke Unit Logistik Sentral (ULS). ULS
kemudian mengirimkan barang ke 47 cabang KFTD yang tersebar di Indonesia.
Setelah itu KFTD (Kimia Farma Trading and Distribution) akan mendistribusikan

36
produk tersebut ke apotek, baik apotek kimia farma maupun pihak ketiga (apotek
lain, RS, toko obat, klinik, puskesmas, dan lain-lain) yang diatur pada Permenkes
RI No. 30 Tahun 2017 dan Permenkes Nomor 1148/MENKES/PER/VI/2011
tentang Pedagang Besar Farmasi yang telah direvisi menjadi Permenkes RI No. 34
Tahun 2014 dan revisi kedua menjadi Permenkes RI No. 30 Tahun 2017 Tentang
Perubahan Atas Permenkes RI No. 1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang
Pedagang Besar Farmasi.
PT. KFTD Cabang Samarinda dipimpin oleh Branch Manager dan seorang
Apoteker Penanggung Jawab dan memiliki beberapa divisi yang masing-masing
memiliki tugas yang berbeda, diantaranya yaitu divisi logistik, keuangan atau tata
usaha dan bagian penjualan. Logistik merupakan bagian penyimpanan barang atau
produk obat yang akan dikeluarkan atau didistribusikan kepada ritel, pada divisi
ini terdapat kegiatan pengecekan barang yang akan keluar dengan
membandingkan antara faktur dengan barang. Pada divisi tata usaha atau
keuangan terdiri dari kasir, administrasi yang bertugas menerima faktur untuk
dilanjutkan pada proses inkaso, tata usaha yang bertugas dalam pemantau segala
urusan pada divisi ini dan melakukan pembuatan laporan-laporan terkait
perencanaan, penerimaan, dan penyetoran, pada divisi ini juga terdapat 2 orang
collector yang bertugas melakukan penagihan pada ritel-ritel.
Adanya PBF menjadi wadah untuk menyalurkan obat maupun alkes dari
pihak prinsipal yang nantinya sampai kepada konsumen atau pasien melalui outlet
(farma dan non farma). Diharapkan dengan adanya PBF sebagai distributor akan
menjaga produk agar tetap terjaga keamanan, khasiat dan mutu (kualitas) produk.
Oleh karena itu, untuk menjaga produk yang diproduksi sesuai dengan aspek Cara
Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) maka dalam pendistribusian produk tersebut
dilakukan sesuai dengan tata Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB). Dalam
CDOB semua aspek mulai dari manajemen mutu, organisasi, personalia,
bangunan dan peralatan, operasional, inspeksi diri, adanya keluhan obat/ bahan
obat kembalian, diduga palsu dan penarikan kembali, transportasi, fasilitas
distribusi berdasarkan kontrak, serta dokumentasi semuanya telah diatur karena

37
tujuannya adalah diharapkan obat didistribusi dengan tetap terjaga keamanan,
khasiat serta mutunya (kualitas).

4.2. Pengelolaan Obat dan Alat Kesehatan


Proses pengelolaan obat dan alat kesehatan di KFTD mulai dari
perencanaan, seleksi, pemesanan, penerimaan, penyimpanan, penyaluran atau
distribusi, pengendalian, pelaporan, pengelolaan obat rusak dan kadaluarsa serta
pemusnahan obat dan perbekalan farmasi lainnya dilaksanakan dengan baik
menurut pedoman CDOB (Cara Distribusi Obat yang Baik). Pelaksanaan dan
penerapan CDOB dilakukan untuk menjamin kualitas perbekalan farmasi yang
akan didistribusikan sehingga tetap baik, layak, dan memenuhi persyaratan hingga
sampai ke tangan pelanggan atau konsumen.
Perencanaan di KFTD yaitu berdasarkan kebutuhan yang dilihat dari
berbagai faktor-faktor yang mempengaruhi seperti pola epidemologi dan endemik
penyakit suatu daerah, kejadian luar biasa dengan adanya wabah penyakit, serta
faktor budaya yang mempengaruhi.
Perencanaan KFTD selanjutnya mengikuti sistem level stock yaitu jumlah
stok yang dibutuhkan pada periode tertentu. Sistem level stock ditentukan
berdasarkan pada history rata-rata penjualan 6 bulan sebelumnya, jumlah real
stock yang masih tersedia, sehingga KFTD dapat memperkirakan jumlah stok
perbekalan farmasi yang dibutuhkan untuk 6 bulan ke depan. Jumlah barang yang
diorder merupakan selisih dari level stock untuk 6 bulan dengan real stock.
Perhitungan level stock memudahkan perencanaan yang dilakukan sehingga
diharapkan dengan perencanaan yang baik maka tidak terjadi stok kosong di PBF
Kimia Farma. Perkiraan umur persediaan item tertentu dapat dihitung dengan
menghitung index stock. Index stock dapat memperkirakan dalam jangka waktu
berapa lama barang akan habis, yaitu dengan cara real stock dibagi dengan rata-
rata penjualan. Sedangkan rata-rata penjualan perbulan dihitung dengan rata-rata
penjualan dibagi dengan hari kerja.
Tahap selanjutnya setelah perencanaan adalah proses seleksi. Seleksi yang
dilakukan adalah untuk menentukan prinsipal yang bekerja sama untuk

38
memproduksi produk untuk didistribusikan. Prinsipal diseleksi mulai dari dimana
tempat pemesanan dilakukan, berapa lama waktu pemesanan hingga barang tiba
baik barang dari luar kota atau dalam kota, sehingga waktu lead time harus
diperhatikan dan terakhir adalah penyeleksian time of payment terkait waktu
pembayaran barang. Semakin lama waktu pembayaran, maka cash flow di KFTD
dapat lebih menguntungkan. Untuk pemilihan persediaan item yang diutamakan
adalah pareto A, dimana jumlah 20% barang dapat memberikan 80% omzet.
Pareto A di KFTD terdiri dari 50 item barang di KFTD, stok tersebut tidak boleh
kosong.
Proses pemesanan di KFTD dilakukan per satu jenis atau golongan obat
antara lain narkotika, psikotropika, prekursor dan obat biasa. Pemesanan golongan
narkotika harus melalui formulir No. 9. Pada Formulir No. 9, satu item obat untuk
satu jenis surat pesanan sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 3
Tahun 2015 tentang Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan dan Pelaporan
Narkotika, Psikotropika dan Prekursor Farmasi. Pemesanan golongan
psikotropika dan prekursor juga sesuai dengan formulir yang tercantum pada
Permenkes Nomor 3 Tahun 2015, dimana perbedaannya adalah dalam satu surat
pesanan psikotropika dan prekursor dapat terdiri dari beberapa item obat, tetapi
tetap dalam satu golongan psikotropika atau satu golongan prekursor, sehingga
pemesanan tidak boleh dicampur dengan obat biasa. Pemesanan jenis obat bebas,
bebas terbatas dan obat keras selain golongan narkotika, psikotropika dan
prekursor dapat memuat lebih dari satu item obat dalam satu surat pesanan. Surat
pesanan jenis obat ini tergantung dari masing-masing apotek, tetapi harus memuat
beberapa hal untuk menjamin keabsahan surat pesanan, antara lain nama apotek,
alamat apotek, nama pesanan, jumlah barang yang dipesan, tanda tangan
karyawan dan stempel apotek.
KFTD melakukan pemesanan obat dengan membuat Stock Tansfer Order
(STO). Stock Tansfer Order (STO) merupakan permintaan pengadaan barang dari
PBF cabang ke PBF pusat yang berisi daftar barang yang ingin diadakan oleh PBF
cabang. Pembuatan STO ditujukan agar PBF pusat dapat menyetujui Surat
Pesanan (SP) yang telah dibuat oleh PBF cabang sebelum dilakukan pemesanan

39
kepada prinsipal. Pembuatan STO diawali dengan kegiatan perencanaan, yaitu
pemilihan 100 item obat yang memberikan konstribusi omzet terbesar dari 400
item obat. Selanjutnya STO yang telah dibuat akan dikirimkan ke PBF pusat
melalui email. Setelah PBF pusat menerima STO dari PBF cabang, PBF pusat
akan membuat PO yang akan dikirimkan ke prinsipal. Setelah prinsipal menerima
PO dari PBF pusat, prinsipal akan menyiapkan faktur serta barang yang telah
dipesan sesuai dengan PO yang telah diterima.
Proses pemesanan dapat diterima melalui telepon, fax, WA atau bagian
marketing dapat langsung datang melakukan penawaran ke apotek. Selanjutnya,
Apotek akan membuatkan SP (Surat Pesanan) kemudian SP tersebut di screening
oleh Apoteker Penanggung Jawab (APJ). Screening SP meliputi KOP harus jelas
ditujukan kepada apotek yang di tuju, nomor SP, nama barang dan jumlahnya,
tanda tangan apoteker dan stempel. Setelah itu, SP akan diserahkan ke bagian
gudang untuk mengecek barang pesanan. Daftar barang yang telah sesuai pesanan
kemudian di cetak (faktur) sebanyak tiga rangkap (hijau, pink, dan putih) oleh
bagian fakturis. Faktur berwarna biru di simpan di bagian fakturis dan yang lain
dikirim ke gudang. Bagian gudang akan menyiapkan barang yang dipesan. Barang
yang diambil digudang harus dicatat pengeluarannya dalam kartu stok (tanggal,
nama apotek, sisa stok, dan paraf). Setelah selesai penyiapan barang kemudian di
lakukan pengecekkan barang kembali oleh pihak ekpedisi dan dicatat di buku
pengeluaran serta di ambil SP berwarna hijau untuk arsip gudang. Barang yang
telah di serahkan ke apotek dilakukan pengecekkan ulang oleh apotek, apabila
barang telah sesuai pesanan pihak apotek akan memberikan stempel serta tanda
tangan dari Apoteker Penanggung Jawab (APJ) apotek di Surat Pesanan (SP). SP
berwarna pink akan diserahkan ke apotek dan yang warna putih akan di setor ke
bagian inkaso KFTD untuk data penagihan.
KFTD melakukan proses penerimaan barang di ruang transit in. Setelah
barang diterima, selanjutnya PBF cabang akan membuat permohonan DO
(Delivary Order) yaitu data yang berisikan STO dilengkapi dengan nomor batch
dan tanggal kadaluwarsa barang. DO yang telah dibuat akan dimasukkan ke dalam
sistem SAP (System Application and Product in data processing), yaitu suatu

40
sistem aplikasi yang digunakan untuk kegiatan manajemen perusahaan (dalam hal
ini adalah PBF) merencanakan dan melakukan kegiatan operasionalnya secara
lebih efisien dan efektif. Transit in adalah proses penyimpanan barang sementara
saat barang datang ke PBF sebelum dilakukan proses ke dalam sistem SAP
(System Application and Product in data processing) dan disimpan didalam
Gudang PBF. Sedangkan Transit out adalah proses penyimpanan sementara
barang sebelum didistribusikan ke Apotek, Rumah Sakit, dan sebagainya, yang
dilakukan pengecekkan ulang berdasarkan faktur (nama barang, jumlah, dan
expired date).
Selanjutnya, dilakukan proses penyimpanan. Penyimpanan obat disusun
berdasarkan alfabetis, bentuk sediaan, suhu penyimpanan, serta menerapkan
prinsip first expired first out (FEFO) dan first in first out (FIFO). Untuk obat-
obatan narkotika dan psikotropika terdapat ruangan khusus penyimpanan
(psikotropika dan narkotika). Untuk penyimpanan produk vaksin disimpan di
dalam lemari pendingin dengan suhu 2 sampai 8oC, sedangkan untuk produk obat
lain cukup disimpan dalam suhu ruangan dan terhindar dari sinar matahari
langsung dan untuk gudang obat narkotik dan psikotropik disimpan terpisah dari
obat-obat lainnya. Obat narkotika dan psikotropika disimpan di dalam ruang yang
terpisah dan tersimpan secara alfabetis sesuai dengan golongan obatnya, baik
narkotika atau psikotropika. Khusus narkotika disimpan dalam ruangan yang
ditutup dengan jeruji besi dengan kunci yang berbeda dan kunci tersebut hanya
boleh dipegang Apoteker Penanggung Jawab atau pegawai lain yang dikuasakan
sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 3 Tahun
2015 tentang Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan dan Pelaporan Narkotika,
Psikotropika dan Prekursor Farmasi pasal 26. Pengelompokkan item obat di
gudang berdasarkan jenis obat tersebut seperti, obat generik, obat paten,
multivitamin, obat-obatan yang mengandung prekursor, jamu, kosmetik, dan lain-
lain. Untuk masing-masing item obat-obatan tersebut dikelompokkan berdasarkan
produk Kimia Farma dan pihak ketiga, contohnya Darya-Varia. Sedangkan, untuk
penyimpanan alat-alat kesehatan disimpan pada gudang tersendiri suhu 20-25oC.

41
Proses pendistribusian barang dari PT. Kimia Farma Trading and
Distribution ke outlet melalui pengantaran oleh beberapa ekspedisi yang ada di
kota Samarinda. Ekspedisi akan melakukan pengecekkan kesesuaian faktur
dengan barang yang telah disiapkan oleh petugas gudang. Lalu, petugas ekspedisi
melakukan pengepakkan barang dan mengantarkan barang ke outlet sesuai dengan
alamat yang terdapat pada faktur. Setelah ekspedisi sampai di outlet untuk
mengantarkan barang, maka faktur akan dibawa kembali oleh ekspedisi ke kantor
KFTD. Adapun cara pendistribusian sistem BPJS dimana pesanan diterima
melalui website resmi, bagian penjualan akan mengecek website dalam waktu
berkala untuk melihat adanya pesanan, kemudian pesanan akan diteruskan ke
bagian fakturis untuk dibuat fakturnya sesuai dengan barang yang dipesan, setelah
itu barang disiapkan sesuai faktur lalu barang akan dikirim menggunakan
ekspedisi.
Pengendalian atau pengontrolan obat dan alat kesehatan pada PT. Kimia
Farma Trading and Distribution dilakukan dengan cara pengontrolan suhu
masing-masing ruangan dan kelembaban serta pengontrolan pelayanan.
Pengendalian suhu dan kelembaban terutama dilakukan untuk obat-obatan yang
membutuhkan penyimpanan khusus misalnya vaksin yang ditempatkan didalam
chiller pada suhu 2-8ºC terdapat termometer alarm, sehingga ketika suhu berada
kurang dari 2 ºC atau lebih dari 8ºC, termometer alarm akan berbunyi.
Pengontrolan pelayanan untuk mengetahui dan mengawasi kualitas dari service
level yang dilaksanakan. Pengontrolan pelayanan terbagi menjadi dua yaitu
ketersediaan barang dan pengiriman. Ketersediaan barang dapat diukur melalui
seberapa besar KFTD dapat memenuhi kebutuhan outlet. Semakin besar tingkatan
service level yang diberikan, maka tingkat kepercayaan outlet semakin tinggi.
Selanjutnya, pengiriman barang terkait waktu yang dibutuhkan ekspedisi untuk
mengantarkan barang ke outlet, semakin cepat faktur kembali ke outlet, maka
pelayanan semakin baik karena kecepatan dan ketepatan waktu ekspedisi untuk
mengantarkan barang ke outlet. Selain itu dilakukan pengontrolan distribusi yaitu
melalui stock opname yang dilakukan setiap 3 bulan sekali. Stock opname
ditujukan untuk mengontrol barang yang sudah expired ataupun yang akan

42
mendekati expired date, selain itu juga untuk menghindari selisih barang atau
tidak sesuai dengan stok yang seharusnya.
Pelaporan perbekalan farmasi oleh PT. Kimia Farma Trading and
Distribution dibedakan menjadi dua pelaporan berdasarkan tempat pelaporannya.
Pertama, melalui Kementrian Kesehatan Republik Indonesia untuk obat-obatan
bebas, bebas terbatas dan obat keras. Pelaporan ini dilakukan setiap tiga bulan
sekali melalui sistem yaitu e-report sebelum tanggal 10 di bulan berikutnya.
Apabila pelaporan dilakukan setelah tanggal 10, maka sistem e-report akan
terkunci secara otomatis dan peringatan akan dikirim by system. Kedua, melalui
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk obat-obatan golongan
narkotika, psikotropika dan prekursor. Pelaporan ini dilakukan setiap satu bulan
sekali melalui sistem yaitu e-NAPZA.
Setiap Kegiatan di Pedagang Besar Farmasi tidak lepas dari pengawasan
Balai Besar POM tujuannya adalah untuk menjaga agar mutu produk obat
maupun Alat Kesehatan tetap dalam stabilitasnya. Biasanya Balai Besar POM
melakukan sidak langsung Ke lokasi PBF berada guna melihat secara rill kegiatan
di PBF Kimia Farma. Jika terdapat suatu penyimpangan/pelanggaran maka Balai
BPOM berhak menegur dengan mengirim surat peringatan kepada PBF tersebut.
Setelah itu maka diwajibkan bagi pihak PBF untuk segera membuat CAPA
(Corrective Action &Preventive Action). CAPA berisi kesalahan beserta hasil
perbaikan dan penanggulangan dari pelanggaran tersebut agar sesuai dengan SOP
(Standar Operasional Prosedur) serta lampiran bukti (biasanya berupa foto).
Setelah itu pihak PBF wajib mengirim dokumen CAPA ke pihak Balai Besar
POM untuk diperiksa kembali.
Apabila terdapat obat rusak dan kadaluarsa di gudang KFTD, maka semua
obat rusak dipisahkan dalam gudang tersendiri dan dilakukan pencatatan
mengenai identitas obat-obat tersebut. Pengecualian untuk obat-obatan narkotika
dan psikotropika, penyimpanan tetap di lemari masing-masing, tetapi di dalam
lemari tersebut terdapat tempat penyimpanan terpisah khusus untuk obat-obatan
narkotika dan psikotropika yang telah rusak atau kadaluarsa. Pemusnahan obat-
obat rusak dan kadaluarsa dilakukan di suatu tempat yang telah ditentukan

43
sebelumnya, misalnya di Tempat Pembuangan Akhir dengan mengundang pihak
Dinas Kesehatan Provinsi dan Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Kota
Samarinda dan disertai dengan pembuatan berita acara.
Ada dua Gudang pusat yaitu UKL dan ULS. Pesmunahan obat yang telah
rusak atau kadaluarsa dilakukan di KFTD Pusat dan belum pernah dilakukan di
KFTD Cabang. KFTD cabang membuat surat berdasarkan faktur yang akan
dikirimkan ke ULS (KFTD Pusat). Sebelumnya KFTD cabang melakukan retur
barang-barang yang rusak dan kadaluarsa ke KFTD pusat.

4.3. Administratif
Administrasi pendokumentasian detail dari tiap hal menjadi penting karena
dokumentasi yang baik merupakan bagian penting dari sistem manajemen mutu.
Dokumentasi merupakan dokumen tertulis terkait dengan (pengadaan,
penyimpanan, penyaluran dan pelaporan). Prosedur tertulis dan dokumen lain
yang terkait dengan pemastian mutu. Dokumentasi ini dimaksudkan untuk
mencatat setiap kegiatan, hambatan, permasalahan serta pemecahan masalah yang
terjadi selama periode waktu tertentu. Kegiatan dokumentasi ini dilakukan secara
manual dan secara komputerisasi. Dokumentasi yang dilakukan secara manual
antara lain pencatatan pada kartu stok, kontrol faktur balik pada buku pencatatan
faktur serta beberapa pengarsipan dalam bentuk manual.
Pengarsipan dokumen menggunakan faktur dan juga surat pemesanan.
Print out faktur dibuat lima rangkap dengan warna yang berbeda, yaitu lembar
asli berwarna putih diserahkan ke bagian inkaso sebagai penagihan piutang oleh
collector, lembar copy berwarna biru disimpan oleh fakturis, lembar berwarna
hijau diserahkan ke gudang sebagai arsip awal untuk penyiapan barang hingga
barang menuju transito out dan memantau kegiatan ekspedisi, lembar berwarna
merah muda disimpan oleh gudang yang telah ditandatangani serta diberi stempel
oleh Apoteker Penanggung Jawab (APJ) atau telah selesai transaksi, serta lembar
faktur berwarna kuning diserahkan kepada outlet atau apotek sebagai arsip.
Pencatatan jumlah barang yang masuk dari pembelian barang dan jumlah
barang yang keluar dari hasil penjualan, serta jumlah barang yang masih tersedia

44
di gudang selain secrara komputerisasi juga dilakukan secara manual dengan
mengisi kartu stok yang tersedia pada setiap item barang, hal ini dilakukan untuk
mempermudah proses pengendalian barang. Kegiatan dokumentasi secara manual
dan komputerisasi bertujuan untuk mencocokan data dan menghindari kesalahan
seperti hilangnya barang dan ketidaksesuaian jumlah barang.
Dokumentasi pendistribusian obat yang harus dilakukan apoteker
penanggung jawab (APJ) meliputi pengarsipan Faktur Penjualan, Faktur
Pembelian, Surat pesanan dari pelanggan, surat pesanan ke supplier, surat recall,
surat penolakan pesanan obat. Proses pendokumentasian tersebut bertujuan untuk
memudahkan penelusuran jika terjadi masalah yang tidak diharapkan sekaligus
sebagai salah satu persyaratan dari Badan POM yang di atur di CDOB. Dokumen
tersebut di simpan selama minimal 3 tahun, kemudian dimusnahkan dengan
melaporkan telebih dahulu kepadan Balai POM. Dokumen lainnya yaitu dokumen
keuangan atau perpajakan yang merupakan tanggung jawab supervisor Tata
Usaha meliputi Faktur Pajak, Faktur Penjualan, Faktur Pembelian, Neraca,
laporan laba rugi, buku bank, buku kas serta dokumen lain yang berhubungan
dengan keluar masuk uang. Laporan cash flow merupakan perencanaan ke pusat
untuk satu bulan, sementara laporan arus untuk penerimaan dan penyetoran.
Dokumentasi juga dilakukan untuk mempermudah dalam proses pelaporan
terhadap jumah barang yang dikirim. PBF wajib membuat pencatatan mengenai
pemasukan dan pengeluaran NAPZA. Dokumentasi untuk laporan pemasukan dan
penyaluran NAPZA di KFTD Samarinda dilakukan setiap bulan diberikan kepada
Menteri Kesehatan (e-report), dan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi
dengan tembusan Kepala Badan POM. Pelaporan tersebut paling sedikit terdiri
atas: Nama, bentuk sediaan, dam kekuatan Narkotika, Psikotropika, dan/atau
Prekursor Farmasi; Jumlah persediaan awal dan akhir bulan; Jumlah yang
diterima; jumlah yang diserahkan, tanggal kadaluarsa setiap penerimaan. Skema
pelaporan secara elektronik bisa di lihat di gambar 4.1 seperti berikut:

45
Gambar 4.1 Skema Login Sistem Pelaporan Elektronik di e-napza BPOM

4.4. Sumber Daya Manusia


Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1148
tentang Pedagang Besar Farmasi, menjelaskan bahwa setiap PBF harus memiliki
apoteker penanggung jawab yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan
ketentuan pengadaan, penyimpanan dan penyaluran obat dan bahan obat.
Dalam hal pengelolaan perusahaan di PT. Kimia Farma Trading and
Distribution Cabang dipimpin oleh seorang Kepala Cabang (Branch Manager)
yang bertanggung jawab kepada PT. Kimia Farma Trading and Distribution Pusat
di Jakarta. Kepala Cabang membawahi Penanggungjawab PBF dan Narkotika
dalam operasional penerapan Cara Distribusi Obat Yang Baik (CDOB) dan
membawahi Supervisor Tata Usaha, Supervisor Penjualan, Supervisior Logistik
dan Kasir dalam penyelenggaraan tata usaha perusahaan.

46
Keseluruhan pegawai yang bekerja di KFTD Cabang Samarinda berjumlah
±20 orang. Setiap pegawai yang tergabung dalam KFTD Cabang Samarinda
sebelumnya harus terikat dengan kontrak yang dibuat yang disesuaikan dengan
job desk masing-masing. Pegawai baru yang tergabung dalam KFTD Cabang
Samarinda memperoleh mentoring yang dilakukan oleh supervisor, pegawai
tersebut kemudian diberi timeline dan goals yang harus dicapai selama tiga bulan
sebelum benar-benar diterima sebagai pegawai KFTD Cabang Samarinda.
Pelaksanaan dan pengelolaan sistem manajemen mutu yang baik serta
distribusi obat dan atau bahan yang benar sangat bergantung pada personil yang
menjalankannya. Harus ada personil yang cukup dan kompeten untuk melaksanakan
semua tugas yang menjadi tanggung jawa fasilitas distribusi. Tanggung jawab
masing-masing personil harus dipahami dengan jelas dan dicatat. Semua personil
harus memahami prinsip CDOB dan harus menerima pelatihan dasar maupun
pelatihan lanjutan yang sesuai dengan tanggung jawabnya. Pelatihan CDOB di
KFTD Cabang Samarinda dilakukan setiap tiga bulan sekali yang dilakukan oleh
KFTD Pusat.
Untuk memastikan keseluruhan kinerja di KFTD Samarinda dapat berjalan
sesuai dengan standar yang telah ditetapkan dilakukan yakni audit kinerja sumber
daya manusia (SDM) disesuaikan dengan job desk masing-masing divisi. Audit
dilakukan dengan menggunakan inspeksi diri dengan mengisi “Check list
kepatuhan pelaksanaan CDOB” hal tersebut merupakan prasyarat dari BPOM.
Dengan audit tersebut KFTD pusat dapat melakukan audit SOP terpusat untuk
memperbaiki sistem KFTD secara keseluruhan. Terdapat beberapa aspek lain
yang juga merupakan bagian dari audit SOP manajemen, seperti audit kualitas
produk, kelayakan gudang, dan kelayakan tempat kerja seperti kebersihan dan
kerapian dilakukan di KFTD Samarinda.
Setiap pegawai yang tergabung dalam KFTD Cabang Samarinda apabila
melakukakan pelanggaran akan dilakukan evaluasi oleh supervisor masing-
masing divisi namun yang berwenang untuk melakukan pengambilan keputusan
untuk pemecatan yaitu Branch Manager KFTD Cabang Samarinda.

47
4.5. Perpajakan
Berdasarkan UU KUP Nomor 28 Tahun 2007, pasal 1 ayat 1, pengertian
pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi
atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara
bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Adapun fungsi dari pajak yaitu: (1)
sebagai sumber pemasukan keuangan negara dengan cara mengumpulkan dana
atau uang dari wajib pajak ke kas negara untuk membiayai pembangunan nasional
atau pengeluaran negara lainnya sehingga pajak memiliki tujuan untuk
menyeimbangkan pengelua sehingga pajak memiliki tujuan untuk
menyeimbangkan pengeluaran negara dengan pendapatan negara. (2) sebagai alat
untuk melaksanakan atau mengatur kebijakan negara dalam lapangan sosial dan
ekonomi. (3) digunakan untuk menyesuaikan dan menyeimbangkan antara
pembagian pendapatan dengan kebahagiaan dan kesejahteraan masyarakat. (4)
digunakan untuk menstabilkan kondisi dan keadaan perekonomian seperti untuk
mengatasi inflasi, pemerintah menetapkan pajak yang tinggi, sehingga jumlah
uang yang beredar dapat dikurangi.
Dalam sistem perpajakan di Indonesia menganut sistem self assesment
system yaitu dimana para badan atau perorangan yang dikenakan wajib pajak
diberi kebebasan untuk menghitung, menyetor dan melaporkannya atau
melaporkan pajaknya sendiri ke kantor pajak. Dengan kata lain, para wajib pajak
diberikan tanggung jawab penuh untuk bertindak secara aktif dan jujur di dalam
pemberian pajak. Adapun sistem perpajakan selain self assesment system ialah (1)
official assesment system dimana pemerintah atau fiskus diberi kewenangan lebih
atau penuh kepada pemerintah untuk menentukan berapa besarnya pajak yang
dikenakan dan yang akan disetor oleh wajib pajak kepada negara, (2) with hoding
tax dimana pemberian wewenang kepada pihak ketiga untuk menentukan
besarnya pajak yang diberikan oleh wajib pajak kepada fiskus, serta (3) self
assesment system.
Sistem pelaporan pajak di PT. Kimia Farma Trading and Distribution
sendiri ialah pelaporan tiap bulan sekali, dimana untuk laporan perpajakan terbagi

48
atas (1) Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan (2) Pajak Penghasilan (PPh). PPh
sendiri terbagi atas PPh 21, PPh 22 serta PPh 23. PPN (Pajak Pertambahan Nilai)
merupakan jenis pajak tidak langsung untuk disetor oleh pihak lain (perusahaan
atau badan) yang bukan merupakan penanggung pajak (konsumen akhir). PPN
dikenakan dan disetorkan oleh perusahaan yang telah ditetapkan sebagai
Pengusaha Kena Pajak (PKP). PKP wajib membuat e-faktur atau faktur pajak
elektronik untuk menghindari penerbitan faktur pajak fiktif untuk pengenaan PPN
terhadap lawan transaksinya. PKP wajib menyetor dan melaporkan PPN dengan
batas akhir waktu yaitu setiap tanggal di akhir bulan. Sesuai dengan ketentuan
PMK No. 197/PMK.03/2013, suatu perusahaan ditetapkan sebagai PKP bila
transaksi penjualannya melampaui jumlah 4,8 miliar dalam setahun. Jika
pengusaha tidak dapat mencapai transaksi tersebut, maka perusahaan dapat
mencabut permohonan sebagai PKP. Namun, dikarenakan PT. Kimia Farma
Trading and Distribution merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
sehingga wajib menyetor pajak sesuai dengan ketentuan perundang-unudangan.
Objek PPN atau Pajak Pertambahan Nilai dikenakan pada: (1) Penyerahan Barang
Kena Pajak (BKP) dan Jasa Kena Pajak (JKP) di dalam daerah yang dilakukan
oleh perusahaan, (2) Impor Barang Kena Pajak, (3) Pemanfaatan Barang Kena
Pajak tidak berwujud dari luar daerah dan dalam daerah, serta (4) Ekspor Barang
Kena Pajak berwujud atau tidak berwujud dan Ekspor Jasa Kena Pajak oleh
Pengusaha Kena Pajak (PKP). Tarif PPN menurut ketentuan Undang-Undang
Dasar No. 42 tahun 2009 pasal 7 ialah: (1) tarif PPN (Pajak Pertambahan Nilai)
adalah 10% (sepuluh persen). (2) Tarif PPN (Pajak Pertambahan Nilai) sebesar
0% (nol persen) diterapkan atas Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud, Ekspor
Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan Ekspor Jasa Kena Pajak. (3) Untuk tarif
PPN sebesar 10% dapat berubah menjadi paling rendah 5% (lima persen) dan
paling tinggi 15% (lima belas persen) sebagaimana diatur oleh Peraturan
Pemerintah. Dalam perhitungan PPN yang wajib disetor oleh PKP, terdapat pajak
keluaran dan pajak masukan. Pajak keluaran ialah PPN yang diambil ketika PKP
menjual produknya sedangkan pajak masukan ialah PPN yang dibayar ketika PKP
membeli memperoleh maupun membuat produknya. Pajak Pertambahan Nilai

49
dilaporkan dengan mengisi formulir yaitu SPT Masa PPN dimana SPT Masa PPN
tersebut merupakan sebuah form yang digunakan oleh Wajib Pajak Badan untuk
melaporkan perhitungan jumlah pajak untuk melaporkan PPN. Formulir yang
digunakan ialah SPT Masa PPN 1111, yang terdiri dari 1 form induk dan 6 form
lampiran. Dimana SPT Masa PPN tersebut telah tersedia dalam aplikasi elektronik
sehingga dapat memudahkan perusahaan untuk melaporkan pajaknya tiap bulan.
Komponen dalam formulir Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai
(SPT Masa PPN) ialah terdiri atas Penyerahan Barang dan Jasa meliputi Terutang
PPN (ekspor, penyerahan yang PPN-nya harus dipungut sendiri, penyerahan yang
PPN-nya harus dipungut oleh Pemungut PPN, penyerahan yang PPN-nya tidak
dipungut, serta Penyerahan yang dibebaskan dari pengenaan PPN), Tidak
Terutang PPN serta jumlah seluruh penyerahan, Penghitungan PPN kurang bayar
atau lebih bayar (pajak keluaran yang harus dipungut sendiri, PPN disetor di muka
dalam masa pajak yang sama, pajak masa yang dapat diperhitungkan, PPN kurang
atau lebih bayar, PPN kurang atau lebih bayar pada SPT yang dibetulkan serta
PPN kurang atau lebih bayar karena pembetulan), PPN terutang atas kegiatan
membangun sendiri, pembayaran kembali pajak masukan bagi PKP gagal
berproduksi, pajak penjualan atas barang mewah serta kelengkapan SPT meliputi
lampiran formulir 1111 AB, 1111 A1, 1111 A2, 1111 B1, 1111 B2, 1111 B3, SSP
PPN, SSP PPnBM dan Surat Kuasa Khusus.
Pajak Penghasilan (PPh) adalah pajak yang dikenakan kepada orang pribadi
atau badan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam suatu Tahun
Pajak. Adapun, pengertian penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan
ekonomis yang berasal baik dari Indonesia maupun luar Indonesia yang dapat
digunakan untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan dengan nama dan
dalam bentuk apapun. Dengan demikian maka penghasilan itu dapat berupa
keuntungan usaha, gaji, honorarium, hadiah dan lain sebagainya. PPh terdiri atas
PPh 21, PPh 22, PPh 23, PPh 24, PPh 25, serta PPh 26. Namun, pada PT. Kimia
Farma Trading and Distribution dikenakan PPh 21, PPh 22 dan PPh 23. PPh 21
sendiri ialah pajak yang dikenakan terhadap penghasilan yang diterima oleh
karyawan. PPh 22 ialah pajak yang dikenakan terhadap penghasilan yang berasal

50
dari penjualan pada instansi pemerintah. Dimana tarif PPh 22 atas penjualan
instansi pemerintah yaitu 1,5% x nilai penjualan. PPh ialah pajak yang dikenakan
terhadap penghasilan yang diperoleh dari penggunaan jasa untuk ekspedisi.
Dimana tarif PPh 23 ialah 2% x penghasilan bruto (untuk NPWP) dan 4% x
penghasilan bruto (untuk non-NPWP). Untuk Pajak Penghasilan 21 dan 23
mengisi form Surat Setoran Pajak kemudian pajak tersebut disetorkan ke bank
atau kantor pos wilayah kemudian dilaporkan ke kantor pajak. Sedangkan untuk
Pajak Penghasilan 22 disetorkan ke PT. Kimia Farma Trading and Distribution
Pusat.

51
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
1. KFTD Samarinda telah menjalankan fungsi administrasi yang sesuai dengan
peraturan perundang-undangan dan telah memenuhi persyaratan pada
peraturan No. HK.03.1.34.11.12.7542 tahun 2012 tentang Cara Distribusi
Obat yang Baik pada Bab IX mengenai dokumentasi dalam
mendistribusikan obat atau bahan obat.
2. KFTD Cabang Samarinda telah melakukan pengelolaan sediaan farmasi dan
alat kesehatan serta mendistribusikan dan jasa layanan perdagangan yang
sesuai dengan pedoman Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB).
3. Praktik Kerja Profesi Apoteker di KFTD telah mengajarkan bahwa setiap
pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan pendistribusian obat harus
dijalankan sesuai peraturan yang berlaku dan harus terdokumentasikan
dengan baik, baik secara tertulis maupun seperti yang ada pada sistem
komputer.

5.2. Saran
Gudang tempat penyimpanan obat di KFTD cabang Samarinda sebaiknya
diperluas sehingga semua barang masuk kedalam gudang dan untuk menghindari
terjadinya kehilangan barang. Ruangan transito in dan transito out sebaiknya
dipisah atau dibuat ruangan tersendiri sesuai dengan CDOB untuk menghindari
terjadi tertukar barang ketika barang masuk maupun barang keluar. Serta kartu
stok yang ada harus diisi berkala setiap ada barang keluar, agar selisih barang
yang ada di gudang dan barang keluar tidak jauh beda dengan yang ada pada
sistem komputer.

52
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2009. Peraturan Pemerintah


Republik Indonesia. Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan
Kefarmasian. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Hartono. 2003. Manajemen Apotek. Depot Informasi Obat : Jakarta Barat.

Keputusan Kepala Badan POM Nomor HK.03.1.34.11.12.7542 Tahun 2012.


tentang Pedoman Teknis Cara Distribusi Obat Yang Baik. Jakarta.

Keputusan KBPOM Nomor HK 00.05.3. 2522. Tahun 2003. Tentang Penerapan


Pedoman Cara Distribusi yang Baik. Jakarta.

Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 34. 2014. Tentang Perubahan Atas


Peraturan Menteri Kesehatan No. 1148 Tahun 2011 Tentang Pedagang
Besar Farmasi. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 889. 2011. Tentang Registrasi, Izin Praktik,
dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2017. Tentang


Perubahan Penggolongan Narkotika. Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2017. Tentang


Perubahan Penggolongan Psikotropika. Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.

Undang-Undang Republik Indonesia No. 18 Tahun 2000 Tentang Perubahan


Kedua Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 Tentang Pajak
Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas Barang
Mewah. Jakarta.

Undang-Undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan.


Jakarta.

53
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Gudang Narkotik

Lampiran 2 Contoh Kartu Kontrol Suhu

54
Lampiran 3 Contoh Kartu Stok

Lampiran 4 Contoh Faktur

55
Lampiran 5 Contoh Surat Pemesanan

Lampiran 6 Gudang

56
Lampiran 7 Gudang Psikotropika

Lampiran 8 Kartu Pemeliharaan Gudang

Lampiran 9 Cool box (Pengiriman Vaksin/CCP)

57

Anda mungkin juga menyukai