Anda di halaman 1dari 84

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER

PEDAGANG BESAR FARMASI

di

PT. INDOFARMA GLOBAL MEDIKA


CABANG ACEH

OLEH:
Adelia Maisyura SH, S. Farm. (2129013165)
Intan Darameutia, S. Farm. (2129013116)
Nanda Mariani, S. Farm. (2129013194)
Rahnun A Rani, S. Farm. (2129013152)
Warrahmah, S. Farm. (2129013118)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS TJUT NYAK DHIEN
MEDAN
2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala nikmat dan

rahmat-Nya yang telah memberikan kemudahan sehingga penulis dapat

menyelesaikan Laporan Praktik Kerja Profesi di PBF PT. Indofarma Global

Medika Cabang Aceh yang periode Agustus 2022. Praktik Kerja Profesi ini

merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar apoteker. Laporan ini

ditulis berdasarkan teori dan hasil pengamatan selama melakukan Pratik Kerja

Profesi Apoteker di PBF tersebut.

Penulis menyadari bahwa pelaksanaan PKPA hingga penyusunan laporan

ini dapat terlaksana dengan lancar berkat kerjasama, dukungan serta doa dari

berbagai pihak, untuk itu penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada:

1. Ibu Dr. apt. Nilsya Febrika Zebua, S.Farm.,M.Si. sebagai Dekan Fakultas

Farmasi Universitas Tjut Nyak Dhien.

2. Bapak apt. Sumardi, M.Sc., selaku Ketua Program Studi Profesi

Apoteker, Fakultas Farmasi Universitas Tjut Nyak Dhien.

3. Ibu apt. Ika Julianti Tambunan, M. Farm selaku Pembimbing dari Fakultas

Farmasi Universitas Tjut Nyak Dhien untuk pembuatan laporan akhir.

4. Bapak Hardi Indarman SKM selaku Kepala Cabang PT. Indofarma Global

Medika Cabang Aceh

5. Ibu apt. Huzrafani Sundari, S. Farm., selaku pembimbing PBF dan

Apoteker Penanggung Jawab serta Bapak apt. Annas Reza, S. Farm

sebagai Apoteker Penanggung Jawab Alat Kesehatan PT. Indofarma


Global Medika Cabang Aceh yang telah memberikan izin dan bimbingan

selama melaksanakan Praktik Kerja Profesi Apoteker.

6. Orang Tua, keluarga serta teman-teman Apoteker yang telah membantu,

memberi semangat, dukungan serta doa sehingga penulis dapat

melaksanakan PKPA dan menyelesaikan laporan PKPA ini.

Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk

itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak

demi kesempurnaan laporan ini. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi

semua pihak.

Banda Aceh, September 2022

Penulis

iv
RINGKASAN

Telah selesai dilakukan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di PBF

PT. Indofarma Global Medika Cabang Aceh, yang berlokasi di Jalan Ir. Mohd.

Thaher 5A-5B-5C-5D, Gp. Lamdom, Lueng Bata, Kota Banda Aceh. PKPA ini

dilaksanakan dalam upaya memberikan pembekalan, keterampilan dan keahlian

kepada calon Apoteker dengan praktik langsung melaksanakan pekerjaan

kefarmasian di Pedagang Besar Farmasi sesuai dengan Cara Distribusi Obat yang

Baik (CDOB) dan Cara Distribusi Alat Kesehatan yang Baik (CDAKB).

PKPA ini dilaksanakan pada tanggal 8 Agustus 2022 sampai 3 September

2022 dengan kegiatan meliputi pemahaman mengenai tugas dan fungsi Apoteker

di PBF dan melihat secara langsung proses pengadaan, penyimpanan, serta

penyaluran obat dan alat kesehatan sampai ke pelayanan kesehatan.

Adapun kegiatan yang telah dilakukan selama PKPA antara lain

melakukan monitoring kebersihan, suhu dan kelembaban, melakukan evaluasi

suhu dan kelembaban, melakukan pemantauan pada bagian logistik, membantu

dalam mempersiapkan obat sesuai surat pesanan customer yang telah tertera

dalam bentuk faktur, melakukan skrining surat pesanan customer, melakukan

kualifikasi dan juga validasi, mengarsipkan faktur dan surat pesanan, mempelajari

pelaporan PBF serta ikut membantu membuat laporan triwulan dan membantu

melakukan inspeksi diri. Selain itu juga membantu melakukan inspeksi diri.

Seluruh kegiatan yang dilakukan selama PKPA ini sangat diperlukan dan sangat

membantu calon apoteker dalam memahami peran dan fungsi apoteker di PBF.

v
DAFTAR ISI

Halama
n JUDUL ................................................................................................. i
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................. ii
KATA PENGANTAR ......................................................................... iii
RINGKASAN ...................................................................................... v
DAFTAR ISI........................................................................................ vi
DAFTAR TABEL................................................................................ ix
DAFTAR LAMPIRAN........................................................................ x
BAB I PENDAHULUAN ................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ................................................................ 1

1.2 Tujuan ............................................................................. 3

1.3 Manfaat ........................................................................... 4

BAB II TINJAUAN UMUM.............................................................. 5

2.1 PBF ................................................................................. 5

2.1.1 Definisi PBF........................................................ 5

2.1.2 Landasan Hukum PBF ........................................ 5

2.1.3 Tugas dan Fungsi PBF ........................................ 6

2.1.4 Apoteker Penanggung Jawab untuk PBF.............. 6

2.1.5 Perizinan PBF ..................................................... 9

2.1.6 Penyelenggaraan PBF ......................................... 10

2.1.7 Gudang PBF........................................................ 13

2.2 Cara Distribusi Obat yang Baik ...................................... 15

2.2.1 Pengertian CDOB 15


.............................................
2.2.2 Aspek – aspek CDOB
.. ............................................ 17
vi
BAB III TINJAUAN KHUSUS ......................... ......................... ......... 46

3.1 PT. Indofarma Global Medika ........................................... 46

3.2 Visi dan Misi PT. Indofarma Global Medika.................... 48

3.3 Core Value Akhlak ........................................................... 48

3.4 Struktur Organisasi PT. Indofarma Global Medika........... 48

3.5 Penyelengaraan Kegiatan PT. Indofarma Global Medika. 49

3.6 Perencanaan, Pengadaan, Penerimaan …............................. 49

3.7 Penyimpanan dan Penerimaan Produk ……........................... 50

3.8 Penyaluran dan Pendistribusian Produk….......................... 51

3.9 Penanganan Pengembalian Produk/Retur .......................... 52

3.10 Penarikan Kembali/Recall ................................................. 52

3.11 Pemusnahan Produk........................................................... 52

3.12 Pelaporan .......................................................................... 53

3.12.1 Laporan Bulanan .................................................. 53

3.12.2 Laporan Triwulan................................................... 53

3.13 Kualifikasi Pelanggan ........................................................ 53

3.14 Manfaat Kualifikasi Pelanggan ......................................... 54

BAB IV PEMBAHASAN ....................................................................... 55

4.1 Pengadaan dan Pemesanan ................................................. 56

4.2 Penerimaan dan Penyimpanan ........................................... 57

4.3 Penyaluran/ Pendistribusian................................................ 58

4.4 Kualifikasi Pemasok ........................................................... 59

4.5 Kualifikasi Pelanggan .......................................................... 61

4.6 Stok Opname....................................................................... 62


vii
4.7 Pelaporan ................................................................................... 62

BAB V PENUTUP……........................................................................ 64
5.1 Kesimpulan ........................................................................ 64
5.2 Saran .................................................................................. 64

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 66

LAMPIRAN.................................................................................. .......... 67

viii
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.1 Nomor izin PBF PT. Indofarma Global Medika cabang Aceh.. 47

ix
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Contoh Faktur Pembelian ................................................... 67

Lampiran 2. Contoh Kartu Stok Gudang ................................................ 68

Lampiran 3. Struktur Organisasi ............................................................. 69

Lampiran 4. Alur Permohonan Sertifikat CDOB.................................. 70

Lampiran 5. Sertifikat CDOB CCP ........................................................ 71

Lampiran 6. Sertifikat CDOB Obat ......................................................... 72

Lampiran 7. Alur Permohonan Sertifikat CDOB ……………………… 73


.............................................................

x
1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Peranan industri farmasi sangat penting dalam membantu pemerintah

untuk mewujudkan masyarakat yang sehat melalui penyediaan obat berkualitas

yang dibutuhkan di sarana pelayanan kesehatan. Dalam menyalurkan atau

mendistribusikan produknya, industri farmasi harus menggunakan jasa distributor

atau yang disebut pedagang besar farmasi (PBF). Menurut Peraturan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1148/Menkes/PER/VI/2011 tentang

Pedagang Besar Farmasi disebutkan bahwa PBF hanya menyalurkan obat kepada

PBF atau PBF cabang lainnya dan fasilitas pelayanan kefarmasian, meliputi

apotek, instalasi farmasi rumah sakit, puskesmas, klinik atau toko obat, namun

khusus untuk obat keras tidak diperbolehkan disalurkan melalui toko obat.

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 4 Tahun 2021,

Pedagang besar Farmasi, yang selanjutnya disingkat PBF adalah perusahaan

berbentuk badan hukum yang memiliki izin untuk pengadaan, penyiapan,

penyaluran obat dan/atau bahan obat dalam jumlah besar sesuai ketentuan

peraturan perundang-undangan. Dalam pelaksanaan kegiatannya, PBF harus

mengacu kepada Cara distribusi Obat yang Baik (CDOB). CDOB adalah cara

distribusi/penyaluran obat dan/bahan obat yang bertujuan untuk memastikan mutu

sepanjang jalur distribusi /penyaluran sesuai persyaratan dan tujuan

penggunaannya (PerMenkes, 2021).


2

Berdasarkan Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) No.

1148 tahun 2011 yang menjadi penanggung jawab PBF adalah wajib seorang

Apoteker yang memenuhi kualifikasi dan kompetensi sesuai peraturan perundang-

undangan. Di samping itu, telah memiliki pengetahuan dan mengikuti pelatihan

Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) sesuai dengan Peraturan Badan

Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) No. 6 tahun 2020 yang memuat aspek

keamanan, identifikasi obat dan/atau bahan obat, deteksi dan pencegahan

masuknya obat dan/atau bahan obat palsu ke dalam rantai distribusi. CDOB itu

sendiri adalah cara distribusi atau penyaluran obat dan/atau bahan obat yang

bertujuan untuk memastikan mutu sepanjang jalur distribusi sesuai persyaratan

dan tujuan penggunaannya (Badan POM, 2016).

Apoteker di PBF memiliki tanggungjawab yang besar, mereka dituntut

untuk melaksanakan dan mengelola sistem manajemen mutu yang baik serta

distribusi obat dan/atau bahan obat yang benar (Badan POM, 2016). Untuk

meningkatkan pemahaman tentang peran Apoteker di PBF tersebut adalah dengan

melakukan Praktek Kerja Profesi Apoteker di PBF. Oleh karena itu Universitas

Tjut Nyak Dhien bekerja sama dengan PBF PT. Indofarma Global Medika cabang

Aceh melaksanakan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang dimulai pada

tanggal 08 Agustus sampai 03 September 2022. PBF PT. Indofarma Global

Medika cabang Aceh merupakan salah satu distributor nasional produk farmasi.

PBF PT. Indofarma Global Medika cabang Aceh merupakan cabang dari PBF PT.

Indofarma Global Medika Pusat yang berlokasi di Jakarta Selatan yang telah

memiliki pengakuan untuk melakukan pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat

dan/atau bahan obat dalam jumlah besar sesuai ketentuan peraturan perundang-
3

undangan.

Dengan adanya kegiatan PKPA ini diharapkan mahasiswa dapat

mengetahui peran, posisi dan tanggung jawab apoteker di PBF. Selain itu

diharapkan pula kegiatan ini dapat memperdalam ilmu dan memperoleh

pengalaman di lapangan agar nantinya dapat diterapkan secara nyata dalam

menjalankan perannya sebagai Apoteker.

1.2 Tujuan

Adapun Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di fasilitas distribusi Pedagang

Besar Farmasi (PBF) bertujuan untuk:

1. Meningkatkan pemahaman calon apoteker tentang peran, fungsi, posisi

dan tanggung jawab apoteker dalam distribusi sediaan farmasi.

2. Membekali apoteker agar memiliki wawasan , pengetahuan dan

keterampilan dan pengalaman praktis untuk melakukan pekerjaan

kefarmasian.

3. Mendapatkan pengalaman praktis kepada calon apoteker untuk melihat

dan mempelajari strategi dan kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan

dalam rangka pengembangan praktek farmasi.

4. Mempersiapkan calon apoteker dalam memasuki dunia kerja sebagai

tenaga farmasi yang profesional.

5. Memberi gambaran nyata tentang permasalahan dan penyelesaian dalam

pekerjaan kefarmasian.
4

1.3 Manfaat

Adapun manfaat Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) difasilitas distribusi

Pedagang Besar Farmasi (PBF) adalah:

1. Memahami dan mampu melaksanakan peran, fungsi, posisi, tugas dan

tanggung jawab Apoteker dalam menjalankan pekerjaan kefarmasian di

bidang distribusi.

2. Memahami aspek - aspek penerapan Cara Distribusi Obat yang Baik

(CDOB) yang di terapkan di PT. Indofarma Global Medika Cabang Aceh.

3. Memahami kegiatan pendistribusian obat yang dilaksanakan oleh

PT. Indofarma Global Medika Cabang Aceh serta memahami alur kegiatan

yang dilakukan.
5

BAB II
TINJAUAN UMUM

2.1 Pedagang Besar Farmasi (PBF)

2.1.1 Definisi PBF

Menurut Peraturan Kesehatan Republik Indonesia (Permenkes RI)

Nomor 14 tahun 2021 tentang standar kegiatan usaha dan produk pada

penyelenggaraan perizinan berusaha berbasis resiko sektor Kesehatan pedagang

besar Farmasi dan Peraturan Kepala Badan POM No. 6 Tahun 2020 tentang

Pedoman Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB). Pedagang besar Farmasi, yang

selanjutnya disingkat PBF adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang

memiliki izin untuk pengadaan, penyiapan, penyaluran obat dan/atau bahan obat

dalam jumlah besar sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam

pelaksanaan kegiatannya, PBF harus mengacu kepada Cara distribusi Obat yang

Baik (CDOB). CDOB adalah cara distribusi/penyaluran obat dan/bahan obat yang

bertujuan untuk memastikan mutu sepanjang jalur distribusi /penyaluran sesuai

persyaratan dan tujuan penggunaannya (PMK, 2021).

2.1.2 Landasan Hukum PBF

Ada beberapa landasan hukum di PBF yaitu:

1. UU Kesehatan No. 36 tahun 2009

2. PP 51 tahun 2009

3. PMK NO. 1148 tahun 2011

4. PMK NO. 34 tahun 2014

5. PMK NO. 30 tahun 2017


6

6. PMK NO. 4 tahun 2021

7. Peraturan Ka BPOM No, 6 Tahun 2020

Adapun peraturan perundang-undangan yang mengatur PBF diantaranya :

a. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 tentang

pekerjaan kefarmasian

b. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang

Pedagang Besar Farmasi.

c. Peraturan Menteri Kesehatan Indonesia No. 30 tahun 2017 Tentang

Perubahan kedua Atas Peraturan Mentri Kesehatan

No.1148/MENKES/PER/VI/2011 Tentang pedagang Besar Farmasi.

d. Peraturan Menteri Kesehatan Indonesi No. 14 tahun 2021 Tentang standar

kegiatan usaha dan produk pada penyelenggaraan perizinan berusaha

berbasis resiko sektor Kesehatan

2.1.3 Tugas dan Fungsi PBF

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

No.1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang PBF. Tugas dan fungsi PBF yaitu :

a. Menyelengarakan pengadaan, penyimpanan dan penyaluran obat. dan / atau

bahan obat

b. Sebagai tempat pendidikan dan penelitian.

2.1.4 Apoteker Penangung Jawab untuk PBF

Berdasarkan Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia RI No.

889/MENKES/V/2011 tentang Registrasi, Izin Praktik, dan Izin Kerja Tentang

Kefarmasian menjelaskan bahwa Apoteker adalah Sajana Farmasi yang telah


7

lulus sebagai Apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan Apoteker.

Apoteker yang akan menjalankan pekerjaan kefarmasian harus memenuhi

persyaratan sebagai berikut :

a) Memiliki surat tanda regristrasi apoteker (STRA)

b) Ijazah

c) Surat pernyataan bekerja penuh waktu

d) Perjanjian kerja sama yang disahkan oleh notaris

e) KTP

Surat tanda registrasi apoteker yang selanjutnya disingkat STRA adalah

bukti tertulis yang diberikan oleh konsil tenaga kefarmasian kepada Apoteker

yang telah diregistrasi. STRA berlaku 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang

untuk jangka waktu 5 tahun selama masih memenuhi persyaratan. Untuk

memperoleh STRA, Apoteker harus memenuhi persyaratan :

a) Memiliki ijazah Apoteker

b) Memiliki sertifikat kometensi Apoteker

c) Mempunyai surat pernyataan telah mengucapkan sumpah /janji Apoteker.

d) Mempunyai surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang

memiliki surat izin praktik.

e) Membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika

profesi.

f) Pas foto terbaru berwarna ukuran 4x6 cm sebayak 2 (dua) lembar dan

ukuran 2x3 cm sebayak 2(dua) lembar (Menkes RI, 2011)

Setelah memenuhi persyaratan diatas, seorang Apoteker yang akan bekerja

sebagai Apoteker penanggung jawab di PBF wajib memiliki Surat Izin Praktek
8

Apoteker (SIPA). SIPA adalah surat izin praktek yang diberikan kepada

Apoteker untuk dapat melaksanakan pekerjaan kefarmasian pada fasilitas

produksi atau fasilitas distribusi atau pelayanan SIPA hanya diberikan untuk 1

(satu) tempat fasilitas kefarmasian untuk memperoleh SIPA. Apoteker

mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tempat

pekerjaan kefarmasian dilaksanakan serta harus menerbitkan SIPA paling lambat

14 (empat belas) hari kerja sejak surat permohonan diterima dan dinyatakan

lengkap. Berkas-berkas yang harus dilampirkan untuk permohonan SIPA yaitu :

a. Fotokopi STRA yang dilegalisir oleh KFN (Komite Farmasi Nasional).

b. STR lama/ yang sudah tidak berlaku lagi

c. Yang bersangkutan tidak berkerja pada tempat yang tercantum dalam surat

izin.

d. Yang bersangkutan tidak lagi memenuhi persyaratan fisik dan mental untuk

menjalankan pekerjaan kefarmasian berdasarkan pembinaan dan pengawasan

dan ditempatkan dengan surat keterangan dokter.

e. Melakukan pelanggaran disiplin tenaga kefarmasian berdasarkan

rekomendasi KFN.

f. Melakukan pelangaran hukum di bidang kefarmasian yang dibuktikan

dengan putusan pengadilan (Menkes RI, 2011)

Menurut Pedoman Teknis CDOB tahun 2020, tugas dan kewajiban

apoteker di PBF adalah sebagai berikut :

a. Menyusun, memastikan dan mempertahankan penerapan sistem

manajemen mutu.

b. Fokus pada penggelolaan kegiatan yang menjadi kewenangannya serta


9

menjaga akurasi dan mutu dokumentasi.

c. Menyusun dan / atau menyetujui program pelatihan dasar danpelatihan

lanjutan mengenai CDOB untuk semua personil yang terkait dalam kegiatan

distribusi.

d. Mengkoordinasikan dan melakukan dengan segera setiap kegiatan penarikan

obat.

e. Memastikan bahwa keluhan pelanggan ditangani ke dalamkegiatan distribusi.

f. Melakukan kualifikasi dan persetujuan terhadap pemasok dan pelangan.

g. Meluluskan obat kembalian ke dalam stok obat yang memenuhi syarat jual

h. Turut serta dalam pembuatan perjanjian antara pemberi kontrak dan penerima

kontrak yang menjelaskan mengenai tanggung jawab masing-masing pihak

yang berkaitan dengan distribusi dan / atau transportasi obat.

i. Memastikan inspeksi diri dilakukan secara berkala sesuai program dan tersedia

tindakan perbaikan yang diperlukan.

j. Mendelegasikan tugasnya kepada Apoteker/tenaga teknis kefarmasian yang

telah mendapatkan persetujuan dari instansi berwenang ketika sedang tidak

berada di tempat dalam jangka waktu tertentu dan menyimpan dokumen yang

terkait dengan setiap pendelegasian yang dilakukan.

k. Turut serta dalam setiap pengambilan keputusan untuk mengkarantina atau

memusnahkan obat (PerKa BPOM, 2020).

2.1.5 Perizinan PBF

Berdasarkan peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 14

Tahun 2021 tentang Standar Kegiatan Usaha Dan Produk Pada Penyelenggaraan

Perizinan Berusaha Berbasis Risiko Sektor Kesehatan. Standar ini memuat


10

pengaturan yang terkait dengan persyaratan dalam penyelenggaraan usaha, yaitu

Perdagangan Besar Obat farmasi untuk manusia (KBLI 46441) dan perdagangan

besar bahan farmasi untuk manusia dan hewan yaitu perdangan besar bahan

farmasi untuk manusia. Izin PBF berlaku 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang

selama memenuhi persyaratan dan pengakuan PBF Cabang berlaku mengikuti

jangka waktu izin PBF pusat (PMK No.14, 2021).

a. Untuk memperoleh izin PBF, persyaratan yang harus dipenuhi adalah berbadan

hukum berupa perseoan terbatas atau koperasi,

b. Data apoteker penangguang jawab yang meliputi :STRA, ijazah, surat

pernyataan bekerja penuh waktu, perjanjian kerja sama yang disahkan oleh

notaris, KTP

c. Data lokasi usaha yang meliputi: lokasi kantor dan Gudang PBF

d. Bukti pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)

2.1.6 Penyelengaraan PBF

Menurut Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 14 tahun 2021

tentang PBF menyebutkan bahwa PBF dan PBF Cabang hanya dapat

mengadakan, menyimpan dan menyalurkan obat yang memenuhi persyaratan

mutu yang ditetapkan oleh kementeri Kesehatan untuk PBF pusat dan, pemerintah

daerah provinsi melibatkan Dinas Kesehatan Provinsi untuk izin PBF cabang.

Dalam hal pengadaan obat di PBF, PBF hanya dapat melaksanakan pengadaan

obat dari industri farmasi dan/atau sesama PBF. Sedangkan PBF cabang hanya

dapat melakukan pengadaan obat dan/bahan obat dari PBF pusat.

Pengadaan obat bahan obat tersebut harus berdasarkan surat pesanan

yang ditandatangani Apoteker penanggung jawab dengan mencantumkan


11

nomor SIPA Setiap PBF dan PBF Cabang harus memiliki apoteker penanggung

jawab yang telah memiliki izin yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan

ketentuan pengadaan, penyimpanan dan penyaluran obat. Namun, Apoteker

penanggungjawab dilarang merangkap jabatan sebagai direktur atau pengurus

PBF atau PBF Cabang. Apabila apoteker penanggung jawab tidak dapat

melaksanakan tugas, apoteker yang bersangkutan harus menunjukkan apoteker

lain sebagai pengganti sementara yang bertugas paling lama untuk waktu 3 (tiga)

bulan.

Penggantian tersebut harus mendapat persetujuan dari Kepala Dinas

Kesehatan Provinsi. Setiap pergantian Apoteker penanggung jawab, pergantian

direktur/ketua PBF cabang, wajib memperoleh persetujuan dari Direktur Jendral

dengan tembusan kepala Badan dan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi.

Sedangkan, setiap pergantian apoteker penanggung jawab, pergantian direktur

/ketua PBF Cabang, wajib meperoleh persetujuan dari kepala Dinas Kesehatan

Provinsi dengan tembusan kepala direktur jendral, kepala Badan, dan Kepala

Balai POM. Untuk memperoleh persetujuan tersebut, direksi/pengurus PBF atau

PBF Cabang melaporkan kepada Direktur Jendral atau Kepala Dinas

Kesehatan Provinsi paling lambat dalam jangka waktu 6 (enak) hari kerja sejak

terjadi perubahan (PMK No.14, 2021).

PBF dan PBF Cabang harus melaksanakan pengadaan, penyimpanan, dan

penyaluran obat sesuai dengan standar operating procedure (SOP)denagan

berpedoman kepada CDOB yang diterapkan oleh Kepala Badan. PBF dan PBF

Cabang yang telah menerapkan CDOB diberikan sertifikat CDOB oleh Kepala

Badan. Setiap PBF dan PBF Cabang wajib melaksanakan dokumentasi


12

pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran di tempat usahanya dengan mengikuti

pedoman CDOB. Dokumentasi tersebut dapat dilakukan secara elektronik dan

setiap saat harus dapat diperiksa oleh petugas yang berwenang (PMK No.14,

2021).

a. Pengadaan

Sebelum melakukan pengadaan obat di PBF harus dilakukan

kualifikasi pemasok yang tepat sebelum pengadaan dilaksanakan. Pemilihan

pemasok termasuk kualifikasi dan persetujuan penunjuknya, merupakan hal

operasional yang penting. Pemilihan pemasok harus dikendalikan dengan

prosedur tertulis dan hasilnya didokumentasikan serta diperiksa ulang secara

berkala. Jika obat dan/atau bahan obat diperoleh dari industri farmasi, maka

fasilitas distribusi wajib memastikan bahwa pemasok tersebut mempunyai izin

serta menerapkan prinsip dan pedoman CPOB. Sedangkan jika bahan obat

diperoleh dari industri non farmasi yang memproduksi bahan obat dengan standar

mutu farmasi, maka fasilitas distribusi wajib memastikan bahwa pemasok

tersebut mempunyai izin serta menerapkan prinsip CPOB. Pengadaan obat

dan/atau bahan obat harus dikendalikan dengan prosedur tertulis dan rantai

pasokan harus diidentifikasiserta didokumentasikan (PerKa BPOM, 2020).

Sebelum memulai kerja sama dengan pemasok baru, fasilitas distribusi

harus melakukan pengkajian guna memastikan calon pemasok tersebut sesuai,

kompeten dan dapat dipercaya untuk memasok obat dan/atau bahan obat. Dalam

hal ini, pendekatan berbasis resiko harus dilakukan dengan mempertimbangkan

reputasi dan tingkat keandalan serta keabsahan operasionalnya, obat dan/atau

bahan obat tertentu yang rawan terhadap pemalsuan, penawaran obat dan/atau
13

bahan obat dalam jumlah besar yang biasanya hanya tersedia dalam jumlah

terbatas, dan harga yang tidak wajar (PerKa BPOM, 2020).

b. Penyaluran

Berdasarkan PERMENKES RI Nomor 14 Tahun 2021 tentang PBF, PBF

pusat dan PBF cabang hanya dapat menyalurkan obat kepada PBF pusat atau PBF

cabang lainya, dan fasilitas pelayanan kefarmasian yang meliputi apotek, instalasi

farmasi rumah sakit, puskesmas, klinik, dan toko obat (kecuali obat keras),

dan/atau lembaga ilmu pengetahuan. Setiap PBF dilarang menjual obat secara

ecer dan menerima atau melayani resep dokter. PBF dan PBF Cabang hanya

melaksanakan penyaluran obat berdasarkan surat pemesan yang ditanda tangani

apoteker pengelola apotek, Apoteker penanggung jawab, atau tenaga teknis

kefarmasian penanggung jawab untuk toko obat dengan mencantumkan Nomor

SIPA, SIKA, atau SIPTTK (BPOM, 2012).

Untuk memenuhi kebutuhan pemerintah, PBF dan PBF Cabang dapat

menyalurkan obat dan bahan obat kepada instansi pemerintah yang dilakukan

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. PBF Cabang hanya

dapat meyalurkan obat dan/atau bahan obat di wilayah provinsi sesuai surat

pengakuannya. Dalam kondisi tertentu PBF Cabang dapat menyalurkan obat

dan/atau bahan obat diwilayah provinsi terdekat untuk dan atas nama PBF Pusat

yang dibuktikan dengan surat penugasan/penunjukan yang disahkan oleh dinas

kesehatan provinsi (BPOM, 2012).

2.1.7 Gudang PBF

Gudang dan kantor PBF atau PBF Cabang dapat berada pada lokasi yang

terpisah dengan syarat tidak mengurangi efektivitas pengawasan internal oleh


14

direksi atau pengurus atau penanggung jawab. Apabila gudang dan kantor PBF

atau PBF Cabang berada dalam lokasi yang terpisah maka pada gudang tersebut

harus memiliki apoteker penanggung jawab gudang, PBF dapat melakukan

penambahan gudang atau perubahan gudang dimana setiap penambahan atau

perubahan gudang PBF tersebut harus memperoleh persetujuan dari Direktur

Jendral dan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi pada akhirnya, gudang tambahan

hanya melakukan kegiatan penyimpanan dan penyaluran sebagai bagian dari PBF

(Menkes RI, 2011).

Menurut menteri kesehatan Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2014

tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.

1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang PBF, permohonan penambahan gudang

PBF diajukan secara tertulis kepada Direktur Jendral dengan tembusan Kepala

Dinas Kesehatan Provinsi, Kepala Badan, dan Kepala Balai POM sedangkan

untuk permohon penambahan gudang PBF Cabang diajukan secara tertulis kepada

Kepala Dinas Kesehatan Provinsi. Permohonan tersebut dengan mencantumkan :

a. Alamat kantor PBF pusat

b. Alamat gudang pusat dan gudang tambahan

c. Nama apoteker penanggung jawab pusat

d. Nama apoteker penanggung jawab gudang tambahan

Permohonan penambahan gudang tersebut ditandatangani oleh direktur / ketua

dan dilengkapi dengan persyaratan sebagai berikut :

a. Fotocopy Izin PBF

b. Fotocopy Surat tanda registrasi Apoteker calon penanggung jawab gudang

tambahan
15

c. Surat pernyataan kesediaan bekerja penuh apoteker penanggung jawab

d. Surat bukti penguasaan bangunan dan Gedung

e. Peta lokasi dan denah bangunan gudang tambahan

Sedangkan untuk permohonan perubahan gudang PBF ditanda tangani

oleh direktur/ketua dan dilengkapi dengan fotokopi izin PBF serta peta lokasi dan

denah bengunan gedung. Permohonan perubahan gudang tersebut diajukan secara

tertulis kepada direktur jendral dengan tembusan Kepala Dinas Kesehatan

Provinsi, Kepala Badan, dan Kepala Balai POM dengan mencantumkan alamat

kantor PBF pusat, alamat gudang PBF Cabang diajukan secara tertulis kepada

Kepala Dinas Kesehatan Provinsi (Menkes RI, 2014).

2.2 Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB)

2.2.1 Pengertian CDOB

Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) adalah cara distribusi/penyaluran

obat dan/atau bahan obat yang bertujuan memastikan mutu sepanjang jalur

distribusi/penyaluran sesuai persyaratan dan tujuan penggunaannya. Di dalam

Pedoman Teknis CDOB disebutkan setiap fasilitas distribusi harus

mempertahankan sistem mutu yang mencakup tanggung jawab, proses dan

langkah manajemen risiko terkait dengan kegiatan yang dilaksanakan. Fasilitas

distribusi harus memastikan bahwa mutu obat dan/atau bahan obat dan integritas

rantai distribusi dipertahankan selama proses distribusi.

Tujuan CDOB (Cara Distribusi Obat yang Baik) adalah untuk

menjamin dan memastikan bahwa distribusi/penyluran obat/bahan sesuai dengan

persyaratan dan tujuan penggunaannya. Selain itu juga berupaya untuk


16

mengantisipasi pemalsuan obat dan/atau bahan obat serta beredarnya obat palsu

yang dapat merugikan dan/atau bahkan berisiko timbulnya korban jiwa.

CDOB pertama kali dikeluarkan oleh Badan POM RI tahun 2003 berupa

Keputusan Kepala Badan POM tentang Penerapan Pedoman CDOB. Dikarenakan

Pedoman CDOB tahun 2003 sudah tidak sesuai dengan perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi di bidang distribusi obat, maka dilakukan penyesuaian

dan CDOB diperbarui pada tahun 2012. Perbedaan antara CDOB tahun 2003 dan

tahun 2012 adalah pada CDOB 2003 hanya terdapat lima aspek yaitu manajemen

mutu; personalia; bangunan dan peralatan; dokumentasi serta inspeksi diri, dan

penanggung jawab PBF adalah seorang apoteker atau asisten apoteker. Sedangkan

pada CDOB 2012 terdapat sembilan aspek yaitu manajemen mutu; organisasi,

manajemen dan personalia; bangunan dan peralatan; operasional; inspeksi diri;

keluhan, obat kembalian, diduga palsu dan penarikan kembali; transportasi;

fasilitas distribusi berdasarkan kontrak; dokumentasi. Penanggung jawab PBF

berdasarkan CDOB tahun 2012 harus seorang apoteker.

Kemudian seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

di bidang industri obat, maka di tahun 2020 adanya pembaharuan CDOB, yaitu

tentang perubahan pada Pedoman Teknis CDOB Tahun 2019 yang disesuaikan

dengan perkembangan teknologi dan kebutuhan hukum. Perbedaan antara CDOB

di tahun 2012, tahun 2019 hingga ke tahun 2020 menjelaskan tentang adanya

penambahan beberapa aspek menjadi 12 aspek yaitu manajemen mutu; organisasi,

manajemen dan personalia; bangunan dan peralatan; operasional; inspeksi diri;

keluhan, obat kembalian, diduga palsu dan penarikan kembali; transportasi;

fasilitas distribusi berdasarkan kontrak; dokumentasi; ketentuan khusus bahan


17

obat; ketentuan khusus produk rantai dingin (Cold Chain Product / CCP); dan

ketentuan khusus narkotika, psikotropika dan prekursor farmasi.

2.2.2 Aspek – aspek CDOB

Apabila PBF telah menerapkan semua aspek CDOB, maka akan diberikan

sertifikat CDOB yang merupakan dokumen sebagai bukti bahwa PBF telah

memenuhi persyaratan CDOB dalam mendistribusikan obat atau bahan obat.

Tujuan dari diterbitkannya sertifikat CDOB adalah memberikan jaminan

konsistensi pelaksanaan CDOB dan memberikan jaminan konsistensi mutu obat

sesuai spesifikasi yang disetujui. Sertifikat CDOB ini mulai diberikan setelah

dikeluarkannya Pedoman Teknis CDOB tahun 2012. Berikut aspek-aspek CDOB

menurut PerKa BPOM No. 6 Tahun 2020 yaitu:

a. Manajemen Mutu

Fasilitas Distribusi harus mempertahankan sistem mutu yang mencakup

tanggung jawab, proses dan langkah menajemen resiko terkait dengan kegiatan

yang dilaksanakan. Fasilitas distribusi harus memastikan bahwa mutu obat dan /

atau bahan obat dan integritas rantai distribusi dipertahankan selama proses

distribusi. Seluruh kegiatan distribusi harus ditetapkan dengan jelas, dikaji secara

sistatis dan semua tahapan kritis proses distribusi dan perubahan yang bermakna

harus divalidasi dan didokumentasikan. Sistem mutu harus mencakup prinsip

menajemen resiko mutu. Pencapaian sasaran mutu merupakan tanggungjawab dari

penanggung jawab fasilitas distribusi, membutuhkan kepemimpinan dan

partisipasi aktif serta harus didukung oleh komitmen manajemen puncak.. Sistem

mutu harus memastikan bahwa :

1. Obat dan/atau bahan obat diperoleh, disimpan, disediakan, dikirimkan atau


18

diekspor dengan cara yang sesuai dengan persyaratan CDOB.

2. Tanggung jawab manajemen diterapkan secara jelas.

3. Obat dan/atau bahan obat dikirimkan ke penerima yang tepat dalam jangka

waktu yang sesuai.

4. Kegiatan yang terkait dengan mutu dicatat pada saat kegiatan tersebut

dilakukan.

5. Penyimpangan terhadap prosedur yang sudah ditetapkan didokumentasikan dan

diselidiki.

6. Tindakan perbaikan dan pencegahan (Corrective Action Preventive Action /

CAPA) yang tepat diambil untuk memperbaiki dan mencegah terjadinya

penyimpangan sesuai dengan prinsip manajemen resiko mutu (PerKa BPOM

No.6, 2020).

b. Organisasi, Manajemen dan Personalia

Pelaksanaan dan pengelolaan sistem manajemen mutu yang baik serta

distribusi obat dan/atau bahan obat yang benar sangat bergantung pada personil

yang menjalankannya. Untuk melaksanakan semua tugas yang menjadi tanggung

jawab fasilitas distribusi maka harus ada personil menjadi tanggung jawab

fasilitas distribusi, maka harus ada personil yang cukup dan kompeten dan setiap

personil harus memahami tanggung jawab masing- masing dengan jelas dan di

catat. Semua personil harus memahami prinsip CDOB dan harus menerima

pelatihan dasar maupun pelatihan lanjut yang sesuai dengan tanggung jawabnya.

Personil harus memahami prinsip CDOB dan harusmenerima pelatihan dasar

maupun pelatihan lanjut yang sesuai dengan tanggung jawabnya. Personil yang

bertanggung jawab dalam kegiatan menajerial dan teknis harus memiliki


19

kewenangan dan sumber daya yang diperlukan untuk menyusun,

mempertahankan, mengidentifikasi dan memperbaiki penyimpangan system mutu

(PerKa BPOM No.6, 2020).

Manajemen puncak pada fasilitas distribusi harus menunjuk seseorang

penanggung jawab. Penanggung jawab harus seorang Apoteker yang memenuhi

kualifikasi dan kompetensi peraturan perundang-undangan. Selain itu setiap

personil lainnya harus kompeten dan dalam jumlah yang memadai. Selain itu,

untuk mendukung kegiatan yang dilakukan perlu diterapkan higiene personil dan

tersedianya prosedur tertulis berkaitan dengan higene personil yang relevan

dengan kegiatannya yang mencakup kesehatan, higene dan pakaian kerja (PerKa

BPOM No.6, 2020).

c. Bangunan dan Peralatan

Fasilitas distribusi harus:

a. Menguasai bangunan dan sarana yang memadai untuk dapat melaksanakan

pengadaan, penyimpanan dan penyaluran obat serta dapat menjamin

kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi PBF; dan

b. Menguasai gudang sebagai tempat penyimpanan dengan perlengkapan

yang dapat menjamin mutu serta keamanan obat yang disimpan.

Bangunan harus dirancang dan disesuaikan untuk memastikan bahwa kondisi

penyimpanan yang baik dapat di pertahankan, mempunyai keamanan yang

memadai dan kapasitas yang cukup untuk memungkinkan penyimpanan dan

penanganan obat yang baik, dan area penyimpanan dilengkapi dengan

pencahayaan yang memadai untuk memungkinkan semua kegiatan dilaksanakan

secara akurat. Jika bangunan (termasuk sarana penunjang) bukan milik sendiri,
20

maka harus tersedia kontrak tertulis dan pengelolaan bangunan tersebut.

Harus ada area terpisah dan terkunci antara obat dan/atau bahan obat yang

menunggu keputusan lebih lanjut mengenai statusnya, meliputi obat dan/atau

bahan obat yang diduga palsu, yang dikembalikan, yang ditolak, yang akan

dimusnahkan, yang ditarik,dan yang kadaluwarsa dari obat dan/atau bahan obat

yang dapat disalurkan.

Jika diperlukan area penyimpanan dengan kondisi khusus, harus dilakukan

pengendalianyang memadai untuk menjaga agar semua bagian terkait dengan area

penyimpanan berada dalam parameter suhu, kelembaban dan pencahayaan yang

di persyaratkan.

Harus tersedia kondisi penyimpanan khusus untuk obat dan/atau bahan

obat yang membutuhkan penanganan dan kewenangan khusus sesuai dengan

peraturan perundang-undangan (misal narkotika). Harus tersedia area khusus

untuk penyimpanan obat dan/atau bahan obat yang mengandung bahan radioaktif

dan bahan berbahaya lain yang yang dapat menimbulkan risiko kebakaran atau

ledakan (misalnya gas bertekanan, mudah terbakar, cairan dan padatan mudah

menyala) sesuai persyaratan keselamatan dan keamanan.

Area penerimaan, penyimpanan dan pengiriman harus terpisah, terlindung

dari kondisi cuaca, dan harus didesaindengan baik serta dilengkapi dengan

peralatan yang memadai. Harus tersedia prosedur tertulis yang mengatur personil

termasuk kontrak personil kontrak yang memiliki akses terhadap obat dan bahan

obat di area penerimaan, penyimpanan dan pengiriman, untuk menimalkan

kemungkinan obat dan/atau bahan obat diberikan kepada pihak yang tidak berhak.

Bangunan dan fasilitas penyimpanan harus bersih dan bebas dari sampah
21

dan debu. Harus tersedia prosedur tertulis, program pembersihan dan

dokumentasi pelaksanaan pembersih. Ruang istirahat, toilet dan kantin untuk

personil harus terpisah dari area penyimpanan.

Adapun persyaratan peralatan menurut CDOB diantaranya:

1. Semua peralatan untuk penyimpanan dan penyaluran obat dan/atau bahan

obat harus didesain, diletakkan dan dipelihara sesuai dengan standar yang

ditetapkan. Harus tersedia program perawatan untuk peralatan vital, seperti

thermometer, genset, dan chiller.

2. Peralatan yang digunakan untuk mengendalikan atau memonitor

lingkungan penyimpanan obat dan/atau bahan obat harus dikalibrasi, serta

kebenaran dan kesesuaian tujuan penggunaan diverifikasi secara berkala

dengan metodologi yang tepat.

3. Kegiatan perbaikan, pemeliharaan, dan kalibrasi peralatan harus dilakukan

sedemikian rupa sehingga tidak mempengaruhi mutu obatdan/atau bahan

obat.

4. Dokumentasi yang memadai untuk kegiatan perbaikan, pemeliharaan dan

kalibrasi peralatan utama harus dibuat dan disimpan. Peralatan tersebut

misalnya tempat penyimpanan suhu dingin, termohigrometer, atau alat lain

pencatat suhu dan kelembaban, unit pengendali udara dan peralatan lain

yang digunakan pada rantai distribusi (BPOM, 2012).

d. Operasional

Semua tindakan yang dilakukan oleh fasilitas distribusi harus dapat

memastikan bahwa identitas obat dan/atau bahan obat tidak hilang dan

distribusinya ditangani sesuai dengan spesifikasi yang tercantum pada kemasan.


22

Fasilitas distribusi harus menggunakan semua perangkat dan cara yang tersedia

untuk memastikan bahwa sumber obat dan/atau bahan obat yang diterima berasal

dari industry farmasi dan/atau fasilitas distribusi lain yang mempunyai izin sesuai

peraturan perundang-undangan untuk meminimalkan risiko obat dan/atau bahan

obat palsu memasuki rantai dsitribusi resmi (PerKa BPOM, 2020).

Obat dan/atau bahan obat tidak boleh diterima jika kadaluwarsa, atau

mendekati tanggal kadaluwarsa sehingga kemungkinan besar obat dan/atau bahan

obat telah kadaluwarsa sebelum digunakan konsumen. Selain itu, nomor batch

dan tanggalkadaluwarsa obat dan /atau bahan obat harus dicatat pada saat

penerimaan, untuk mempermudah penelusuran. Jika ditemukan obat dan/atau

bahan obat diduga palsu, batch tersebut harus segera dipisahkan dan dilaporkan ke

instansi berwenang, dan ke pemegang izin edar. Pengiriman obat dan/atau bahan

obat yang diterima dari sarana transportasi harus diperiksa sebagai bentuk

verifikasi terhadap keutuhan kontainer/sistem penutup, fisik dan fitur kemasan

serta label kemasan (BPOM, 2012).

Proses penyimpanan dan penanganan obat/atau bahan obatharus mematuhi

peraturan perundang-undangan. Kondisi penyimpanan untuk obat dan/atau bahan

obat harus sesuai dengan rekomendasi dari industri farmasi atau non farmasiyang

memproduksi bahan obat standar mutu farmasi. Obat dan/atau bahan obat bahan

obat harus disimpan terpisah dari produk selain obat dan/atau bahan obat dan

terlindungi dari dampakyang tidak di inginkan akibat paparan cahaya matahari,

suhu kelembaban atau factor eksternal lain. Perhatian khusus harus diberikan.

Untuk obat dan/atau bahan obat yang membutuhkan kondisi penyimpanan khusus

(BPOM, 2012).
23

Kegiatan yang terkait dengan penyimpanan obat dan/atau bahan obat harus

memastikan terpenuhnya kondisi penyimpanan yang dipersyaratkan dan

memungkinkan penyimpanan secara teratur sesuai kategorinya obat dan/atau

bahan obat dalam status karantina, diluluskan, ditolak, dikembalikan, ditarik atau

diduga palsu. Harus diambil langkah-langkah untuk memastikan rotasi stok sesuai

dengan tanggal kadaluwarsa obat dan/atau bahan obat mengikuti kaidah First

Expired First Out (FEFO). Obat dan/atau bahan obat harus ditangani dan

disimpan sedemikian rupa untuk mencegah tumpahan, kerusakan, kontaminasi

dan campur- baur. Obat dan/atau bahan obat tidak boleh langsung diletakkan

dilantai. Obat dan/atau bahan obat yang kadaluwarsa harus segera ditarik,

dipisahkan secara fisik dan diblokir secara elektronik. Penarikan secara fisik

untuk obat dan/atau bahan obat kadaluwarsa harus dilakukan secara berkala.

Untuk menjaga akurasi persediaan stok, harus dilakukan stock opname secara

berkala berdasarkan pendekatan risiko. Perbedaan stok harus diselidiki sesuai

dengan prosedur tertulis yang ditentukan untuk memeriksa ada tidaknya

campur-baur, kesalahan keluar masuk, pencurian, penyalahgunaan obat dan/atau

bahan obat. Dokumentasi yang berkaitan dengan penyelidikan harus disimpan

untuk jangka waktu yang telah ditentukan (BPOM, 2012).

Pemusnahan obat dan/atau bahan obat dilaksanakan terhadap obat dan/atau

bahan obat yang tidak memenuhi syarat untuk didistribusikan. Obat dan/atau

bahan obat yang akan dimusnahkan harus diidentifikasi secara tepat, diberi label

yang jelas, disimpan secara terpisah dan terkunci serta ditangani sesuai dengan

prosedur tertulis. Prosedur tertulis tersebut harus memperhatikan dampak terhadap

kesehatan, pencegahan pencemaran lingkungan dan kebocoran/penyimpanan obat


24

dan/atau bahan obat kepada pihak yang tidak berwenang (BPOM, 2012).

Proses pengambilan obat dan/atau bahan obat harus dilakukan dengan

tepat sesuai dengan dokumen yang tersedia untuk memastikan obat dan/atau

bahan obat yang diambil benar. Obat dan/atau bahan obat yang diambil harus

memiliki masa simpan yang cukup sebelum kadaluwarsa dan berdasarkan

system FEFO. Nomor batch obat dan/atau bahan obat harus dicatat. Pengecualian

dapat diizinkan jika ada control yang memadai untuk mencegah

pendistribusian obat dan/atau bahan obat kadaluwarsa. Obat dan/atau bahan obat

harus dikemas sedemikian rupa sehingga kerusakan, kontaminasi dan pencurian

dapat dihindari. Kemasan harus memadai untuk mempertahankan kondisi

penyimpanan obat dan/atau bahan obat yang akan dikirimkan harus disegel

(BPOM, 2012).

Pengiriman obat dan/atau bahan obat harus ditujukan kepada pelanggan

yang mempunyai izin sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Untuk

penyaluran obat dan/atau bahan obat ke pihak yang berwenang atau bahkan untuk

keperluan khusus, seperti penelitian, special access dan uji klinik, harus

dilengkapi dengan dokumen yang mencakup tanggal, nama obat dan/atau bahan

obat, bentuk sediaan, nomor batch, jumlah, nama dan alamat pemasok, nama dan

alamat pemesanan atau penerima. Alamat pemesan atau penerima dan kondisi

penyimpanan harus sesuai dengan persyaratan obat dan/atau bahan obat dari

industri farmasi. Dokumentasi harus disimpan dan mampu tertelusur.

Dokumentasi untuk pengiriman obat dan/atau bahan obat harus disiapkan dan

harus mencakup sekurang-kurangnya informasi berikut:

a. Tanggal pengiriman;
25

b. Nama lengkap, alamat (tanpa akronim), nomor telepon dan status dari

penerima (misalnya Apoteker, rumah sakit atau klinik);

c. Deskripsi obat dan/atau bahan obat, misalnya nama, bentuk sediaan dan

kekuatan (jika perlu);

d. Nomor batch dan tanggal kadaluwarsa;

e. Kuantitas obat dan/atau bahan obat, yaitu jumlah container dan kuantitas

perkontainer (jika perlu);

f. Nomor dokumen untuk identifikasi order pengiriman;

g. Transportasi yang digunakan mencakup nama dan alamat perusahaan ekspedisi

serta tanda tangan dan nama jelas personil ekspedisi yang menerima (jika

menggunakan jasa ekspedisi) dan kondisi penyimpanan (BPOM, 2012).

e.Inspeksi Diri

Inspeksi diri adalah inspeksi yang dilakukan oleh diri sendiri terhadap

system. Inspekdi diri dilakukan untuk mengukur kenerja dan mengetahui apakah

sistem yang direncanakan dan dijalankan sudah memenuhi standar. Inspeksi diri

dilembaga distribusi obat dilakukan secara periodic. Inspeksi diri harus dilakukan

dalam rangka memantau pelaksanaan dan kepatuhan terhadap pemenuhan CDOB

dan untuk bahan tindak lanjut langkah-langkah perbaikan yang diperlukan.

Program inspeksi diri harus dilaksanakan dalam jangka waktu yang ditetapkan

dan mencakup semua aspek CDOB serta kepatuhan terhadap peraturan

perundang-undangan, pedoman dan prosedur tertulis. Inspeksi diri tidak hanya

dilakukan pada bagian tertentu saja. Inspeksi diri harus dilakukan dengan cara

yang independen dan rinci oleh personil yang kompeten dan ditunjuk oleh

perusahaan. Audit eksternal yang dilakukan oleh ahli independen dapat


26

membantu, namun tidak bisa dijadikan sebagai satu-satunya cara untuk

memastikan kepatuhan terhadap penerapan CDOB (BPOM, 2012).

Audit terhadap kegiatan yang disubkontrakkan harus menjadi bagian dari

program inspeksi diri. Semua pelaksanaan inspeksi diri harus dicatat. Laporan

harus berisi semua pengamatan yang dilakukan selama inspeksi. Salinan laporan

tersebut harus disampaikan kepada manajemen dan pihak terkait lainnya. Jika

dalam pengamatan ditemukan adanya penyimpangan dan/atau kekurangan, maka

penyebabnya harus diidentifikasi dan dibuat CAPA. CAPA harus

didokumentasikan dan ditindak lanjuti (BPOM, 2012).

f. Keluhan, Obat dan/atau Bahan Obat Kembalian, Diduga Palsu, dan

Penarikan Kembali

Jika terjadi keluhan maka semua keluhan dan informasi lain tentang obat

dan atau bahan obat berpotensi rusak harus dikumpulkan, dikaji dan diselidiki

sesuai dengan prosedur tertulis serta harus tersedia dokumentasi untuk setiap

proses penanganan keluhan termasuk pengembalian dan penarikan kembali serta

dilaporkan kepada pihak yang berwenang. Jika obat ternyata dapat dijual kembali

maka harus melalui persetujuan dari personil yang bertanggung jawab sesuai

dengan kewenangannya.

Adapun persyaratan obat dan/atau bahan obat yang layak dijual kembali,

antara lain jika:

• Obat dan/atau bahan obat dalam kemasan asli dan kondisi yang memenuhi

syarat serta memenuhi ketentuan;

• Obat dan/atau bahan obat kembalian selama pengiriman dan menyimpan

ditangani sesuai dengan kondisi yang dipersyaratkan;


27

• Obat dan/atau bahan obat kembalian diperiksa dan dinilai oleh

penanggungjawab atau personil yang terlatih, kompeten dan berwenang;

• Fasilitas distribusi mempunyai bukti dokumentasi tentang kebenaran asal- usul

obat dan/atau bahan obat termasuk identitas obat dan/atau bahan obat

kembalian tersebut bukan obat dan/atau bahan obat palsu.

Sedangkan untuk obat dan/atau bahan obat diduga palsu, penyalurannya

harus dihentikan, segera dilaporkaan ke instansi terkait dan menunggu tindak

lanjut dari instansi yang berwenang. Setelah ada pemastian bahwa obat dan/atau

bahan obat tersebut palsu, maka harus segera ditindak lanjuti sesuai dengan

instruksi dari instansi yang berwenang (Menkes RI, 2017).

g. Transportasi

Selama proses transportasi, harus diterapkan metode transportasi yang

memadai. Obat dan/atau bahan obat harus diangkut dengan kondisi penyimpanan

sesuai dengan insformasi pada kemasan. Metode transportasi yang tepat harus

digunakan mancakup transportasi melalui darat, laut, udara atau kombinasi diatas.

Apapun metode transportasi yang dipilih, harus dapat menjamin bahwa obat

dan/atau bahan obattidak mengalami perubahan kondisi selama transportasi yang

dapat mengurangi mutu. Pendekatan berbasis risiko harus digunakan ketika

merencanakan rute transportasi (Menkes RI, 2017).

Obat dan/atau bahan obat dan container pengiriman harus aman untuk

mencegah akses yang tidak sah. Kendaraan dan personil yang terlibat dalam

pengiriman harus dilengkapi dengan peralatan keamanan tambahan yang sesuai

untuk mencegah pencurian obat dan/atau bahan obat dan penyelewengan lainnya

selama transportasi. Kondisi penyimpanan yang dipersyaratkan untuk obat


28

dan/atau bahan obat harus dipertahankan selama transportasi sesuai dengan yang

ditetapkan pada informasi kemasan. Jika menggunakan kendaraan berpendingin,

alat pemantau suhu selama transportasi harus dipelihara dan dikalibrasi secara

berkala atau minimal sekali setahun. Persyaratan ini meliputi pemetaan suhu pada

kondisi yang representative dan harus dipertimbangkan variasi musim. Jika

diperlukan, pelanggan dapat memperoleh dokumen data suhu untuk menunjukkan

bahwa obat dan/atau bahan obat tetap dalam kondisi suhu penyimpanan yang

dipersyaratkan selama transportasi (Menkes RI, 2017).

h. Fasilitas Distribusi Berdasarkan kontrak

Cakupan kegiatan kontrak terutama yang terkait dengan keamanan, khasiat

dan mutu obat dan/atau bahan obat meliputi kontrak antar fasilitas distribusi dan

kontrak antara fasilitas distribusi dengan pihak penyedia jasa antara lain

transportasi, pengendalian hama, pergudangan, kebersihan dan sebagainya. Semua

kegiatan kontrak harus tertulis antara pemberi kontrak dan penerima kontrak serta

setiap kegiatan harus sesuai dengan persyaratan CDOB (Menkes RI, 2017).

Pemberi kontrak bertanggung jawab untuk menilai kompetensi yang

diperlukan oleh penerima kontrak. Pemberi kontrak harus melakukan pengawasan

terhadap penerima kontrak dalam melaksanakan tugas yang dikontrakkan sesuai

dengan prinsip dan pedoman CDOB. Penerima kontrak harus memiliki tempat,

personil yang kompeten, peralatan, pengetahuan dan pengalaman dalam

melaksanakan tugas yang dikontrakkan oleh pemberi kontrak. Penerima kontrak

tidak diperbolehkan untuk mengalihkan pekerjaan yang dipercayakan oleh

pemberi kontrak kepada pihak ketiga sebelum dilakukannya evaluasi, dan

mendapatkan persetujuan dari pemberi kontrak serta dilakukannya audit ke pihak


29

ketiga tersebut (Menkes RI, 2017).

i. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan dokumen tertulis terkait dengan distribusi

(pengadaan, penyimpanan, penyaluran dan pelaporan), prosedur tertulis dan

dokumen lain yang terkait dengan pemastian mutu. Menurut cara Distribusi Obat

yang Baik (CDOB), dokumentasi yang baik merupakan bagian penting dari

sistem manajemen mutu. Dokumentasi dilakukan dengan tujuan sebagai berikut:

• Menjamin semua pelaksanaan distribusi berjalan sesuai dengan panduan mutu

dan ketentuan perundang-undangan yang berkala.

• Apabila terjadi penyelewengan sistem, maka dapat ditelusuri dengan sistem

dokumentasi perjalanan distribusi.

• Untuk mencegah kesalahan dari komunikasi lisan dan umtuk memudahkan

penelusuran, antara lain sejarah batch, instruksi dan prosedur, maka

dokumentasi harus tertulis jelas.

Dokumentasi terdiri dari semua prosedur tertulis, petunjuk, kontrak, catatan

dan data, dalam bentuk kertas maupun elektronik. Dicatat dengan jelas dan rinci

merupakan dasar untuk memastikan bahwa setiap personil melaksanakan

kegiatan, sesuai uraian tugas sehingga memperkecil risiko kesalahan (Menkes RI,

2017). Dokumentasi distribusi harus mencakup informasi berikut:

1. Tanggal;

2. Nama obat dan/atau bahan obat;

3. Nomor batch;

4. Tanggal kadaluwarsa

5. Jumlah yang diterima/disalurkan


30

6. Nama dan alamat pemasok/pelanggan.

Dokumentasi harus dibuat pada saat kegiatan berlangsung, sehingga

mudah untuk ditelusuri. Dokumentasi harus komprehensif mencakup

ruanglingkup kegiatan fasilitas distribusi dan ditulis dalam bahasa yang jelas,

dimengerti oleh personil dan tidak berarti ganda. Prosedur tertulis harus disetujui,

ditandatangani dan diberi tanggal oleh personil yang berwenang. Prosedur tertulis

tidak ditulis tangan dan harus tercetak (Menkes RI, 2017).

Setiap perubahan yang dibuat dalam dokumentasi harus ditandatangani, diberi

tanggal dan memungkinkan pembacaan informasi yang asli. Jika

diperlukan, alasan perubahan harus dicatat dan seluruh dokumentasi harus tersedia

sebagaimana mestinya. Semua dokumentasi harus mudah didapat kembali,

disimpan dan dipelihara pada tempat yang aman untuk mencegah dari perubahan

yang tidak sah, kerusakan dan/atau kehilangan dokumen. Dokumen yang dibuat

harus disimpan dalam waktu sekurang-kurangnnya 3 tahun dari tanggal

pembuatan dokumen (Menkes RI, 2017).

Dokumentasi permanen, tertulis atau dengan elektronik, untuk setiapobat

dan/atau bahan obat yang disimpan harus menunjukkan kondisi penyimpanan

yang direkomendasikan, tindakan pencegahan dan tanggal uji ulang khusus untuk

bahan obat (jika ada) harus diperhatikan. Persyaratan dan farmakope dan

peraturan nasional terkini tentang label dan wadah harus dipatuhi. Dokumen yang

dibuat harus dikaji ulang secara berkala dan dijaga agar selalu up to dare. Jika

suatu dokumen direvisi, harus dijalankan suatu system untuk menghindarkan

penggunaan dokumen yang sudah tidak berlaku (Menkes RI, 2017).


31

Menurut pasal 8 Peraturan menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

1148/MENKES/Per/V1/2011 tentang pedagang besar farmasi:

1. Setiap PBF dan cabangnya wajib menyampaikan laporan kegiatan setiap 3

(tiga) bulan sekali meliputi kegiatan penerimaan dan penyaluran obat dan/atau

bahan obat kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan,

Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Kepala Balai POM.

2. Selain laporan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur

Jenderal setiap saat dapat meminta laporan kegiatan penerimaan dan

penyaluran obat dan/atau bahan obat.

3. Setiap PBF dan PBF cabang yang menyalurkan narkotika dan psikotropika

wajib menyampaikan laporan bulanan penyaluran narkotika dan psikotropika

sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

4. Laporan sebagaimana dimaksud pada poin (a) dan(b) dapat dilakukan secara

elektronik dengan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi.

5. Laporan setiap saat harus dapat diperiksa oleh petugas yang berwenang.

(Menkes RI, 2011).

j. Ketentuan Khusus Bahan Obat

Pelaksanaan penggabungan bahan obat dalam bets yang sama,

pengemasan ulang dan/atau pelabelan ulang adalah proses pembuatan bahan obat

sehingga pelaksanaannya harus sesuai dengan CPOB. Pengemasan ulang bahan

obat harus dilakukan dengan bahan kemas primer yang spesifikasinya sama atau

lebih baik dari kemasan aslinya dan tidak diperbolehkan menggunakan kemasan

bekas atau daur ulang.


32

Bahan obat boleh dikemas ulang hanya jika ada sistem pengendalian

lingkungan yang efisien untuk memastikan tidak ada kemungkinan kontaminasi,

kontaminasi silang, degradasi, perubahan fisikokimia dan/atau campurbaur. Mutu

udara yang dipasok ke area pengemasan ulang tersebut harus sesuai dengan

kegiatan yang dilakukan, misalnya sistem filtrasi yang efisien. Prosedur yang

sesuai harus diikuti untuk memastikan pengendalian label yang benar. Wadah

bahan obat yang dikemas ulang harus mencantumkan nama dan alamat industri

farmasi asal dan fasilitas distribusi yang melakukan pengemasan ulang. Metode

analisis yang digunakan harus mengacu kepada farmakope resmi atau metode

analisis yang telah divalidasi. Fasilitas distribusi yang melakukan pengemasan

ulang harus memastikan bahwa stabilitas bahan obat tidak terpengaruh oleh

pengemasan ulang. Uji stabilitas untuk menetapkan tanggal kedaluwarsa atau

tanggal uji ulang harus dilakukan jika bahan obat dikemas dalam wadah yang

berbeda dengan yang digunakan oleh industri farmasi asal. Contoh pertinggal

bahan obat harus disimpan dalam jumlah yang memadai sekurang-kurangnya 1

(satu) tahun setelah tanggal kedaluwarsa atau tanggal uji ulang, atau 1 (satu) tahun

setelah habis didistribusikan.

Bahan obat yang tidak sesuai harus ditangani sesuai dengan prosedur yang

dapat mencegah masuknya bahan obat tersebut ke pasar. Dokumentasi harus

tersedia, mencakup semua kegiatan termasuk pemusnahan dan pengembalian.

Penyelidikan harus dilakukan untuk menentukan ada atau tidaknya pengaruh

terhadap bets lain. Jika diperlukan, tindakan korektif harus dilakukan. Jika

ditetapkan bahwa bahan obat dapat digunakan untuk maksud lain dengan tingkat

kualitas yang lebih rendah, maka harus didokumentasikan. Bahan obat yang tidak
33

sesuai tidak boleh dicampur dengan bahan obat yang memenuhi spesifikasi.

Bahan obat dari industri farmasi asal yang disalurkan kepada fasilitas

distribusi harus disertai dengan sertifikat analisis asli. Sertifikat analisis yang

dikeluarkan oleh industri farmasi asal harus menunjukkan hasil analisis yang

diperoleh dari pengujian dan hasil analisis yang diperoleh dari pengujian acak.

Direkomendasikan untuk menggunakan format sertifikat analisis seperti yang

disarankan oleh WHO Expert Committee on Specification for Pharmaceutical

Preparation. Sebelum bahan obat dijual atau didistribusikan, fasilitas distribusi

harus memastikan tersedianya sertifikat analisis dengan hasil uji yang memenuhi

spesifikasi yang ditentukan. Sertifikat analisis asli harus disampaikan ke industri

farmasi untuk setiap pengiriman.

Industri farmasi bahan obat asal dan eksportir bahan obat harus mampu

tertelusur dan informasinya tersedia untuk instansi berwenang dan industri

farmasi pengguna. Mekanisme transfer informasi harus tersedia, termasuk

informasi mutu atau informasi regulasi, antara industri farmasi bahan obat dengan

pelanggan. Informasi tersebut dapat diberikan kepada instansi berwenang sesuai

dengan permintaan. Label yang tercantum pada wadah harus jelas, tidak

memberikan penafsiran ganda, tertempel dengan kuat dalam format yang telah

ditetapkan oleh industri farmasi bahan obat asal. Informasi pada label harus tidak

mudah terhapuskan. Label yang tertempel pada setiap wadah harus mencakup

informasi sekurang-kurangnya tentang :

• Nama dari bahan obat, termasuk tingkat mutu (grade) dan farmakope
acuan;

• Nama International Non-proprietary (INN);


34

• Jumlah (berat atau volume);

• Nomor bets yang diberikan oleh industri farmasi bahan obat asal atau

nomor bets yang diberikan oleh fasilitas distribusi yang mengemas ulang;

• Tanggal kedaluwarsa dan/atau tanggal tes ulang (jika berlaku);

• Kondisi penyimpanan khusus;

• Penanganan tindakan pencegahan (jika diperlukan);

• Nama dan alamat lengkap industri farmasi asal; dan

• Nama dan alamat lengkap fasilitas distribusi.

k. Ketentuan Khusus Produk Rantai Dingin

Untuk Produk Rantai Dingin, terdapat persyaratan khusus yang harus

dipenuhi sebagai standar selain yang dipersyaratkan dalam CDOB, antara lain

meliputi aturan yang berkaitan dengan masalah suhu pada saat penerimaan,

penyimpanan dan pengiriman. Harus dipastikan bahwa setiap personil memahami

tanggung jawab khususnya. Pelatihan juga dilakukan terhadap pengemudi yang

bertanggung jawab dalam transportasi produk rantai dingin. Pelatihan dilakukan

secara sistematik dan berkala bagi seluruh personil yang terlibat dalam

penanganan produk rantai dingin, mencakup hal-hal sebagai berikut:

1. Peraturan perundang-undangan.

2. CDOB.

3. Prosedur tertulis.

4. Monitoring suhu dan dokumentasinya.

5. Respon terhadap kedaruratan dan masalah keselamatan.


35

Produk rantai dingin harus dipastikan disimpan dalam ruangan dengan

suhu terjaga, untuk cold room / chiller (+2o s / d +8oC) biasanya digunakan untuk

penyimpaan vaksin campak, BCG, DPT, TT, DT, Hepatitis B, DPT-HB.

Sedangkan freezer room / freezer (- 25o s / d -15oC) untuk menyimpan vaksin

OPV, dengan persyaratan sebagai berikut:

a) Ruangan dengan suhu terjaga, cold room dan freezer room

1. Mampu menjaga suhu yang dipersyaratkan.

2. Dilengkapi dengan sistem auto-defrost yang tidak mempengaruhi suhu

selama siklus defrost.

3. Dilengkapi dengan sistem pemantauan suhu secara terus-menerus

dengan menggunakan sensor yang ditempatkan pada lokasi yang

mewakili perbedaan suhu ekstrim.

4. Dilengkapi dengan alarm untuk menunjukkan terjadinya penyimpangan

suhu.

5. Dilengkapi dengan pintu yang dapat dikunci.

6. Jika perlu, untuk memasuki area tertentu dilengkapi dengan sistem

kontrol akses.

7. Dilengkapi dengan generator otomatis atau generator manual yang

dijaga oleh personil khusus selama 24 jam.

8. Dilengkapi dengan indikator sebagai tanda personil sedang di dalam

cold room / freezer room atau cara lain yang dapat menjamin

keselamatan personil.

b) Chiller dan Freezer:

1. Dirancang untuk tujuan penyimpanan produk rantai dingin (tidak


36

boleh menggunakan kulkas/freezer rumah tangga).

2. Mampu menjaga suhu yang dipersyaratkan.

3. Perlu menggunakan termometer terkalibrasi minimal satu buah tiap

chiller/freezer (dengan mempertimbangkan ukuran/jumlah pintu) dan

secara rutin dikalibrasi minimal satu kali dalam setahun.

4. Hendaknya mampu merekam secara terus-menerus dan dengan sensor

yang terletak pada satu titik atau beberapa titik yang paling akurat

mewakili profil suhu selama operasi normal.

5. Dilengkapi dengan alarm yang menunjukkan terjadinya penyimpangan

suhu.

6. Dilengkapi pintu / penutup yang dapat dikunci.

7. Setiap chiller atau freezer harus mempunyai stop kontak tersendiri.

8. Dilengkapi dengan generator otomatis atau generator manual yang

dijaga oleh personil khusus selama 24 jam.

Penyimpanan vaksin dalam chiller dan freezer tidak terlalu padat sehingga

sirkulasi udara dapat dijaga, jarak antara kotak vaksin sekitar 1-2 cm. Harus

berjarak minimal 15cm antara chiller / freezer dengan dinding bangunan. Suhu

minimal dimonitor 3 (tiga) kali sehari setiap pagi, siang dan sore serta harus

didokumentasikan. Pelarut BCG dan pelarut campak serta penetes polio dapat

disimpan pada suhu kamar dan tidak diperbolehkan terpapar sinar matahari

langsung. Penanganan vaksin jika sumber listrik padam:

a) Hidupkan generator.

b) Jika generator tidak berfungsi dengan baik, maka dilakukan langkah

sebagai berikut :
37

1. Jangan membuka pintu chiller / freezer / cold room / freezer room.

2. Periksa termometer, pastikan bahwa suhu masih di antara +2°C s

/ d +8°C untuk chiller / cold room atau ≥ -15°C untuk freezer /

freezer room.

3. Jika suhu chiller / cold room mendekati +8°C, masukkan cool

pack (+2°C s/d +8°C) secukupnya.

4. Jika suhu freezer / freezer room mendekati -15°C, masukkan

cold pack (- 20°C ) atau dry ice secukupnya.

c) Jika keadaan ini berlangsung lebih dari 1 hari, maka vaksin harus

dievakuasi ke tempat penyimpanan yang sesuai dengan persyaratan.

Lokasi penyimpanan dipilih dan dibangun untuk meminimalkan risiko

yang diakibatkan banjir, dan/atau kondisi cuaca ekstrim dan bahaya alamiah

lainnya. Bangunan tempat penyimpanan dibangun menggunakan bahan yang kuat

dan mudah dibersihkan. Akses kendaraan ke gedung penyimpanan harus

disediakan untuk mengakomodasi kendaraan besar, termasuk kendaraan untuk

keadaan darurat. Lokasi dijaga dari penumpukan debu, sampah dan kotoran serta

terhindar dari serangga.

Kapasitas netto bangunan tempat penyimpanan harus cukup memadai agar

dapat menampung tingkat persediaan puncak, pada kondisi penyimpanan sesuai

persyaratan, dan dengan cara yang memungkinkan kegiatan pengelolaan stok

dapat dilaksanakan dengan benar dan efisien. Area yang memadai harus

disediakan untuk menerima dan mengemas produk rantai dingin yang

akandikirimkan pada kondisi suhu yang terjaga. Area ini hendaknya dekat dengan

area penyimpanan yang suhunya terjaga. Area karantina harus disediakan untuk
38

pemisahan produk kembalian, rusak dan penarikan kembali menunggu tindak

lanjut.

Bangunan yang digunakan untuk menyimpan produk rantai dingin harus

dipastikan memiliki keamanan yang memadai untuk mencegah akses pihak yang

tidak berwenang. Harus tersedia alat pemadam kebakaran dan hendaknya

dilengkapi dengan alat deteksi kebakaran pada seluruh area penyimpanan produk

rantai dingin dan alat tersebut dipelihara secara berkala sesuai rekomendasi dari

pembuat.

Pada saat penerimaan, penerima harus melakukan pemeriksaan terhadap:

1. Nama produk rantai dingin yang diterima.

2. Jumlah produk rantai dingin yang diterima.

3. Kondisi fisik produk rantai dingin.

4. Nomor bets.

5. Tanggal kedaluwarsa.

6. Kondisi alat pemantauan suhu.

7. Kondisi Vaccine Vial Monitor (VVM) (khusus untuk vaksin

yang telah dilengkapi VVM).

Jika pada saat penerimaan vaksin diketahui kondisi alat pemantauan suhu

menunjukkan penyimpangan suhu dan/atau kondisi indikator mendekati batas layak

pakai (misalnya VVM pada posisi C atau D), maka dilakukan tindakan sebagai

berikut:

1. Produk rantai dingin tetap disimpan pada tempat yang sesuai dan suhu

yang dipersyaratkan dengan menggunakan label khusus.

2. Segera melaporkan penyimpangan tersebut kepada pengirim produk rantai


39

dingin untuk dilakukan proses penyelidikan dengan membuat berita acara.

Jumlah produk yang diterima harus sama dengan jumlah yang tertera pada

faktur atau surat pengantar barang. Penerima harus segera memasukkan produk

rantai dingin ke dalam tempat penyimpanan sesuai dengan suhu yang

dipersyaratkan. Setelah produk rantai dingin diterima, penerima harus segera

menandatangani faktur atau surat pengantar barang atau dokumen lain, yang

menyatakan produk rantai dingin diterima dalam kondisi baik dan utuh. Penerima

harus segera memberikan kepada pengantar barang bukti penerimaan barang yang

sudah di tandatangani, diberi identitas penerima dan distempel.

Tiap pengeluaran produk harus mematuhi kaidah sebagai berikut :

1. FEFO (First Expire First Out), produk yang tanggal kedaluwarsanya lebih

pendek harus lebih dahulu dikeluarkan.

2. FIFO (First In First Out), produk yang lebih dulu diterima agar lebih dulu

didistribusikan.

3. Untuk vaksin yang memiliki indikator, misalnya vaksin dengan VVM

(Vaksin Vial Monitor) dan kondisi indikator sudah mengarah atau

mendekati ke batas layak pakai (atau posisi VVM menunjukkan warna

lebih gelap), maka vaksin tersebut harus dikeluarkan terlebih dahulu

walaupun tanggal kedaluwarsanya masih panjang.

Setiap pengeluaran produk harus dicatat pada form catatan bets

pengiriman yang isinya meliputi tujuan pengiriman, jenis barang, jumlah, nomor

bets dan tanggal kedaluwarsanya. Dalam faktur/surat pengantar barang harus

mencantumkan tujuan pengiriman, jenis barang, jumlah, nomor bets dan tanggal

kedaluwarsanya. Untuk pengiriman vaksin harus menggunakan kontainer yang


40

sudah tervalidasi atau vaccine carrier yang memenuhi standar pengiriman vaksin.

Pemeliharaan chiller/cold room/freezer terdiri dari:

a) Pemeliharaan Harian:

1. Suhu chiller/cold room/freezer harus dimonitor dan dicatat minimal

setiap 3 (tiga) kali sehari, pagi, siang dan sore dan harus dievaluasi serta

didokumentasikan. Jika terjadi penyimpangan maka harus

ditindaklanjuti dan dicatat;

2. Hindarkan sering membuka dan menutup chiller/cold room/freezer;

3. Jika suhu sudah stabil antara +2 s/d +8°C pada chiller/cold room atau -

15 s/d - 25°C pada freezer, posisi termostat jangan diubah dan jika

mungkin disegel.

b) Pemeliharaan Mingguan:

1. Pastikan tidak ada bunga es pada chiller/cold room/ freezer;

2. Bersihkan bagian luar chiller/cold room/freezer untuk menghindari karat;

3. Periksa sambungan listrik pada stop kontak, upayakan pastikan tidak

longgar;

4. Semua kegiatan tersebut di atas harus dicatat dan didokumentasikan.

c) Pemeliharaan Bulanan:

1. bersihkan bagian dalam chiller / cold room / freezer.

2. Periksa kerapatan karet pintu.

3. Periksa engsel pintu, jika perlu beri pelumas.

4. Bersihkan karet pintu.

5. Semua kegiatan tersebut harus dicatat dan didokumentasikan.

Perlu juga dilakukan pengecekan secara berkala terhadap chiller/cold


41

room/freezer oleh teknisi yang kompeten. Tahap pelaksanaan pencairan

bunga es (defrost) untuk freezer sebagai berikut:

1. Dilakukan jika ketebalan bunga es sudah mencapai 0,5 cm.

2. Pindahkan vaksin ke dalam cold box/freezer lain sesuai dengan

peruntukannya.

3. Cabut stop kontak freezer (jangan mematikan freezer dengan memutar

termostat).

4. Selama pencairan bunga es, pintu freezer harus tetap terbuka.

5. Biarkan posisi tersebut sampai bunga es mencair semuanya. Pencairan

dapat dipercepat dengan menyiramkan air hangat ke dalam freezer.

Jangan menggunakan pisau atau benda tajam lainnya untuk mencongkel

bunga es.

6. Setelah cair kemudian bersihkan embun / air yang menempel pada

dinding bagian dalam freezer.

7. Jalankan kembali freezer hingga suhunya kembali stabil sebelum vaksin

dipindahkan.

Chiller/cold room/freezer dikualifikasi pada awal penggunaan atau

dalam hal terjadi perubahan kondisi sesuai dengan spesifikasinya. Termometer

dikalibrasi sekurang-kurangnya satu kali dalam satu tahun terhadap standard

yang tersertifikasi. Validasi proses pengiriman perlu dilakukan untuk

memastikan suhu pengiriman tidak menyimpang dari yang dipersyaratkan.

Semua kegiatan tersebut harus terdokumentasi.


42

l. Ketentuan Khusus Narkotika, Psikotropika, Obat Prekursor, dan Obat-

obat tertentu

Cara distribusi narkotika, psikotropika, obat prekursor, dan obat-obat

tertentu harus dilakukan dalam rangka pemenuhan CDOB termasuk untuk

mencegah terjadinya penyimpangan dan/atau kehilangan narkotika, psikotropika,

obat prekursor, dan obat-obat tertentu dari jalur distribusi resmi. Distribusi

narkotika, psikotropika, obat prekursor, dan obat-obat tertentu wajib memenuhi

ketentuan peraturan perundang-undangan dan CDOB. Penanggung jawab fasilitas

distribusi merupakan seorang apoteker sesuai dengan peraturan perundang

undangan.

Persyaratan bangunan dan peralatan yang digunakan untuk mengelola

narkotika, psikotropika, obat prekursor, dan obat-obat tertentu wajib memenuhi

ketentuan peraturan perundang-undangan. Tempat penyimpanan narkotika,

psikotropika, obat prekursor, dan obat-obat tertentu harus aman dan terkunci

sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Kunci tempat penyimpanan

narkotika, psikotropika, obat prekursor, dan obat-obat tertentu dikuasai oleh

penanggung jawab fasilitas distribusi dan personil lain yang dikuasakan sesuai

dengan uraian pekerjaan. Personil lain adalah Tenaga Teknis Kefarmasian, atau

Kepala Gudang. Akses personil ke tempat penyimpanan narkotika, psikotropika,

obat prekursor, dan obat-obat tertentu harus dibatasi.

Pemasok yang menyalurkan narkotika wajib memiliki ijin khusus sebagai

fasilitas distribusi atau industri farmasi yang memproduksi narkotika. Izin khusus

menyalurkan atau memproduksi narkotika diterbitkan oleh Menteri Kesehatan.

Fasilitas distribusi harus memastikan penyaluran narkotika, psikotropika, obat


43

prekursor, dan obat-obat tertentu ke fasilitas distribusi lain yang memiliki ijin

khusus penyalur narkotika, psikotropika, obat prekursor, dan obat-obat tertentu,

instalasi farmasi pemerintah, apotek, klinik dan rumah sakit yang memiliki

kewenangan menyalurkan atau menyerahkan narkotika sesuai dengan peraturan

perundang-undangan.

Pengadaan narkotika, psikotropika, obat prekursor, dan obat-obat tertentu

harus berdasarkan surat pesanan dengan format khusus sesuai dengan peraturan

perundang-undangan. Surat Pesanan narkotika hanya dapat digunakan untuk 1

(satu) jenis Narkotika. Surat Pesanan psikotropika atau prekursor farmasi dapat

digunakan untuk 1 (satu) atau lebih jenis psikotropika, obat prekursor, dan obat-

obat tertentu dengan format surat pesanan yang berbeda. Pada saat penerimaan

harus dilakukan pemeriksaan terhadap:

- Kebenaran nama, jenis, nomor bets, tanggal kedaluwarsa, jumlah dan kemasan

harus sesuai dengan surat pengantar / pengiriman barang dan/atau faktur

penjualan, serta Certificate of Analysis untuk bahan obat.

- Kondisi kontainer pengiriman dan/atau kemasan termasuk segel, label dan/atau

penandaan dalam kondisi baik;

- Kebenaran nama, jenis, jumlah dan kemasan dalam surat pengantar /

pengiriman barang dan/atau faktur penjualan harus sesuai dengan arsip surat

pesanan.

Setelah dilakukan pemeriksaan dan dinyatakan telah sesuai, penanggung

jawab fasilitas distribusi harus menandatangani surat pengantar / pengiriman

barang dan/atau faktur penjualan dan dibubuhi stempel fasilitas distribusi. Jika

setelah dilakukan pemeriksaan terdapat: item obat yang tidak sesuai dengan surat
44

pesanan atau kondisi kemasan tidak baik, maka obat tersebut harus segera

dikembalikan dengan disertai bukti retur dan surat pesanan asli, dan segera

meminta bukti terima pengembalian dari pemasok. Selama menunggu proses

pengembalian, maka narkotika, psikotropika atau prekursor farmasi disimpan di

area karantina dalam tempat penyimpanan narkotika, psikotropika atau prekursor

farmasi. Jika terdapat ketidaksesuaian nomor bets, tanggal kedaluwarsa dan

jumlah antara fisik dengan dokumen pengadaan harus dibuat dokumentasi untuk

mengklarifikasi ketidak sesuaian dimaksud ke pihak pemasok.

Penyimpanan narkotika, psikotropika , obat prekursor, dan obat-obat

tertentu wajib memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan. Penyimpanan

dilakukan secara aman berdasarkan analisis risiko dari masing-masing fasilitas

distribusi, antara lain penyimpanan dilakukan pada satu area dan mudah diawasi

oleh penanggung jawab fasilitas distribusi.

Pemusnahan dilakukan oleh penanggung jawab fasilitas distribusi dan

disaksikan oleh petugas Dinkes Provinsi dan/ atau Balai Besar/Balai POM

setempat, serta dibuat berita acara pemusnahan yang ditandatangani oleh

penanggung jawab fasilitas distribusi dan saksi. Bila tempat pelaksanaan

pemusnahan berbeda provinsi dengan lokasi fasilitas distribusi, pengajuan

permohonan saksi pemusnahan tetap disampaikan kepada Dinas Kesehatan

Provinsi dan atau Balai POM tempat fasilitas distribusi berada dengan tembusan

Dinas Kesehatan Provinsi dan atau Balai POM tempat pelaksanaan pemusnahan.

Bila pemusnahan dilakukan oleh pihak ketiga, maka pihak ketiga termasuk bagian

dari saksi selain pemilik narkotika, psikotropika, obat prekursor, dan obat-obat

tertentu dan saksi dari Dinas Kesehatan Provinsi dan atau Balai POM.
45

Pelaksanaan pemusnahan dilaporkan ke Balai Besar/Balai POM tempat fasilitas

distribusi berada dan Balai Besar/Balai POM tempat pelaksanaan pemusnahan

dengan tembusan disampaikan ke Dinas Kesehatan Provinsi tempat fasilitas

distribusi dan Dinas Kesehatan Provinsi tempat pelaksanaan pemusnahan dengan

melampirkan berita acara pemusnahan. Laporan pemusnahan sekurang-kurangnya

memuat:

1. Nama narkotika, psikotropika, prekursor, dan obat-obat tertentu, jenis dan

kekuatan sediaan, isi kemasan, jumlah, nomor bets dan tanggal kedaluwarsa;

2. Tanggal, waktu dan tempat pelaksanaan pemusnahan;

3. Cara dan alasan pemusnahan;

4. Nama penanggung jawab fasilitas distribusi;

5. Nama saksi-saksi.

Dalam penyaluran harus memperhatikan tahap-tahap penerimaan pesanan,

pengemasan dan pengiriman. Setiap pengadaan narkotika, psikotropika atau

prekursor farmasi melalui impor harus memenuhi peraturan perundang-undangan.

Setiap kegiatan ekspor narkotika, psikotropika atau prekursor farmasi, harus

memenuhi peraturan perundang-undangan. Pencatatan mutasi narkotika,

psikotropika, atau prekursor farmasi wajib dilakukan dengan tertib dan akurat.

Pencatatan mutasi dapat dilakukan dalam bentuk kartu stok manual maupun

elektronik. Sedangkan melakukan stock opname secara berkala sekurang-

kurangnya 1 (satu) bulan sekali. Melakukan investigasi adanya selisih stok dengan

fisik saat stock opname dan mendokumentasikan hasil investigasi dalam bentuk

berita acara hasil investigasi selisih stok. Jika hasil investigasi diketahui masih

terdapat selisih stok maka laporkan ke Badan POM RI dengan tembusan Balai
46

Besar/Balai POM setempat.

BAB III
TINJAUAN KHUSUS
PT. INDOFARMA GLOBAL MEDIKA BANDA ACEH

3.1 PT. Indofarma Global Medika

PT. Indofarma Global Medika adalah mitra andalan terpercaya dalam

integrated value chain yang telah bekerja sama dengan lebih dari 100 Principal

Farmasi dan Alat Kesehatan untuk memberikan layanan prima kepada lebih dari

500 Dinas Kesehatan, 9.000 Puskesmas, 4.000 Rumah Sakit, 13.000 Apotek, 500

Pedagang Besar Farmasi dan pedagang Besar Alat Kesehatan di seluruh

Indonesia.

Gambar 3.1 Logo PT. Indofarma Global Medika

3.1.1 Sejarah PT. Indofarma Global Medika

Pada tahun 1996 PT. Indofarma (Persero) sebagai Badan Usaha Milik

Negara (BUMN), membentuk unit layanan distribusi sebanyak 4 cabang. Tahun

1999 PT. Indofarma (Persero) menambah unit layanan distribusi yang menjadi 22

cabang tersebar di seluruh Indonesia. Tahun 2000 PT Indofarma (Persero)

melakukan restrukturisasi unit distribusi menjadi anak perusahaan dengan nama

PT. Indofarma Global Medika (PT. IGM), dengan bisnis utama memberikan

layanan distribusi melalui 22 cabang tersebut. Tahun 2006 PT. IGM menambah
47

layanan distribusi menjadi 28 cabang di seluruh Indonesia. Tahun 2007 PT. IGM

melakukan reorganisasi untuk memperkuat layanan perdagangan dan distribusi

serta menambah jaringan distribusi menjadi 30 cabang. Tahun 2008 PT. IGM

menerapkan sistem informasi berbasis ERP yang mengintegrasikan layanan di

semua titik layanan distribusi. Tahun 2010 PT. IGM mendapatkan sertifikasi

sistem manajemen mutu ISO 9001 : 2008 dan ISO 45001 : 2018. Melakukan

ekpansi bisnis melalui kerjasama operasi membangun dengan 4 (empat) Rumah

Sakit Pemerintah (Kelas A). Terakhir tahun 2018-2021 melakukan migrasi ERP

ke System Analysis and Program Development (SAP). Mengimplementasikan

operasional distribusi sesuai dengan “Cara Distribusi Obat yang Baik” (CDOB)

dan “Cara Distribusi Alat Kesehatan yang Baik” (CDAKB) baik di kantor pusat

maupun cabang di seluruh Indonesia.

3.1.2 Izin PBF PT. Indofarma Global Medika cabang Aceh

Seluruh kegiatan di PT Indofarma Global Medika cabang Aceh telah

dilakukan sesuai dengan ketetuan petunjuk teknis CDOB yang dibuktikan dengan

dikeluarkannnya nomor izin PBF untuk izin regular dan izin Cold Chain Product

(CCP).

Tabel 3.1 Nomor izin PBF PT. Indofarma Global Medika cabang Aceh

Tipe Permohonan Keterangan


Nomor Izin Pusat FP.01.04/IV/0132-e/2021
Nomor Izin Berusaha 8120218161323
Nomor STRA 19900904/STRA-USU/2012/230664
Nomor SIPA 19900904/SIPA.11.71/2020/2.446.004
Masa Berlaku Berlaku sampai 15 April 2026
Sertifikasi ISO ISO 9001 : 2015 dan ISO 45001: 2008
48

3.2 Visi dan Misi PT. Indofarma Global Medika cabang Aceh

Visi

Menjadi industri pendukung industri kesehatan nasional yang unggul dan terpercaya

Misi

1. Memperkuat dan memperluas jaringan dengan layanan yang inovatif

2. Meningkatkan produktivitas secara dan efesien dan efektif

3. Meningkatan kesejahteraan seluruh stakeholder

3.3 Core Value Akhlak

Amanah Memegang Teguh Kepercayaan Yang Diberikan

Kompeten Terus Belajar dan mengembangkan kapabilitas

Harmonis Saling peduli dan menghargai perbedaan

Loyal Berdedikasi dan mengutamakan kepentingan Bangsa Negara

Adaptif Terus berinovasi dan antusias dalam menggerakan ataupun menghadapi

perubahan

Kolaboratif Membangun kerjasama yang sinergis

3.4 Struktur Organisasi PT. Indofarma Global Medika cabang Aceh

PT Indofarma Global Medika cabang Aceh dipimpin oleh seorang kepala

cabang atau disebut juga BM (Branch Manager) dan membawahi 1 apoteker

penanggung jawab yang bertanggung jawab terhadap pengelolaan obat dan 1

orang Apoteker Penanggung Jawab Alkes yang bertanggung jawab terhadap alat

kesehatan.
49

3.5 Penyelenggaraan kegiatan PT. Indofarma Global Medika cabang Aceh

Penyelenggaraan kegiatan di PT. Indofarma Global Medika cabang Aceh

meliputi serangkaian kegiatan penting dimana obat disalurkan dari industri ke

konsumen dengan kondisi obat tetapi terjaga mutunya.

3.6 Perencanaan, Pengadaan, Penerimaan

PT. Indofarma Global Medika cabang Aceh melakukan pengadaan sediaan

farmasi dan alat kesehatan dari PT. Indofarma Global Medika Pusat. Perencanaan

dan pengadaan dilakukan untuk menjaga dan menjamin stok barang digudang

masih mencukupi dalam proses pelayanan kesehatan pada konsumen. Untuk

melakukan pengadaan, terlebih dahulu melakukan perencanaan untuk

mendapatkan jumlah item obat akan dipesan, ini didapat dari analisis penjualan

dari rata-rata penjualan 3 bulan lalu, pada proses perencanaan setiap bulan 6

salesman PT. Indofarma Global Medika cabang Aceh mengumpulkan setiap

orderan dari outlet masing-masing yang kemudian ditotalkan dan dimasukkan ke

Forecast, Forecast ditanda tangani oleh Apoteker Penanggung Jawab, Supervisor

Sales, dan Kepala Cabang, kemudian setelah ditanda tangani, pihak logistik

menginput data dan membuat permintaan ke pusat (Purchase Requestation) yang

dirilis oleh APJ, Kepala Cabang melalui sistem online kemudian ditanda tangani

oleh APJ, Supervisor sales, dan Kepala Cabang, dan dikirim secara online ke

pusat selanjutnya pihak logistik PT. Indofarma Global Medika Pusat membuat

PO/Purchase Order yang ditanda tangani APJ pusat, kemudian PO dikirimkan ke

Principal, Principal mengirimkan barang ke pusat disertai dokumen Faktur, faktur

hanya dikirim ke pusat, selanjutnya dari pusat mengirimkan barang ke cabang


50

(transit-in), diterima dan dicek kesesuaian SPB dengan fisik oleh pihak logistik,

jika sesuai maka di input kesistem (Good Receipt) dan selanjutnya dilakukan

penyimpanan.

3.7 Penyimpanan dan Penerimaan Produk

Setelah barang dari pusat datang, staf gudang melakukan kegiatan

penerimaan dan pemeriksaan terhadap produk yang diterima di gudang sesuai

dengan dokumen pengantar barang. Obat yang diterima harus dalam kondisi

baik secara fisik sesuai dengan dipesan. Pemeriksaan barang meliputi nama

barang, jumlah barang, nomor bets, dan tanggal kadaluwarsa. Barang disusun rapi

diatas palet dan dalam rak barang. Penyimpanan produk berdasarkan:

a) Produk dalam jumlah besar atau dalam dus dapat disimpan di penyimpanan

partai besar (lantai 1). Produk yang sudah dikeluarkan dari dus dapat disimpan

di gudang retail dan disimpan dengan kapasitas sesuai tempat penyimpanan.

b) Penyimpanan dilakukan sesuai Spesifikasi Produk dan Suhu

Penyimpanan produk berdasarkan suhu :

1.3.1.1 Gudang Alkes

a. Gudang lantai atas (Elektromedik radiasi, Elektromedik Non

Radiasi, IVD Product/Invitro Diagnostik), suhu : 15 °C - 30 °C.

b. Gudang lantai bawah (Non Elektromedik Steril, Non

Elektromedik Non Steril), suhu : 25 °C-30 °C

1.3.1.2 Gudang CCP (Cold Chain Product)

a. Freezer (-15 °C- (-25 °C))

b. Chiller / Suhu Dingin (2 °C- 8 °C)

1.3.1.3 Gudang PPO/ Psikotropika, Prekursor, OOT ( 15 °C-25 °C)


51

1.3.1.4 Gudang ED (25 °C-30 °C)

1.3.1.5 Gudang Karantina (15 °C-30 °C)

1.3.1.6 Gudang Non AC/Gudang kolian/Suhu Kamar (25 °C-30 °C)

1.3.1.7 Gudang Sejuk/ Gudang Retail ( 15 °C-25 °C)

c) Jika ada barang retur, rusak, recall, diletakkan di ruang terpisah dan terkunci

(ruang karantina)

d) Jika ada kadaluwarsa atau mendekati kadaluwarsa diletakkan di ruang terpisah

dan terkunci (ruang kadaluarsa)

e) Penyusunan berdasarkan nama principal, secara alfabetis, bentuk sediaan

farmasi, dan sistem FEFO (First Expired Fisrst Out) dimana produk yang

mendekati tanggal kadaluwarsa akan keluar terlebih dahulu.

3.8 Penyaluran atau Pendistribusian Produk

Penyaluran barang yaitu proses pengiriman dari gudang kepada pelanggan

yang telah memesan produk di PBF. Sepanjang jalur penerimaan, harus tetap

dijaga mutu produknya. Pada saat outlet melakukan pemesanan pihak outlet

mengeluarkan surat pesanan, kemudian dari surat pesanan tersebut pihak PBF

bagian fakturis dan APJ melakukan skrining surat pesanan kemudian

mengeluarkan faktur penjualan, selanjutnya faktur penjualan diserahkan ke bagian

logistik, bagian logistik menyiapkan barang selanjutnya dilakukan penegecekan

barang dan di tanda tangani oleh APJ, setelah itu barang beserta dokumen faktur

diantar ke outlet masing-masing. Pengiriman untuk barang CCP dapat memakai

cool box dan cold pack, dan untuk barang regular dapat menggunakan kardus.

Pada saat barang sampai ke outlet, pihak outlet memeriksa faktur dan fisik barang.
52

3.9 Penanganan Pengembalian Produk (Retur)

Penanganan produk retur harus sesuai dengan kriteria retur yang ditetapkan oleh

PBF, yaitu :

1. Produk tidak sesuai pesanan

2. Mendekati tanggal kadaluwarsa

3. Kemasan tidak sesuai

4. Produk rusak

3.10 Penarikan Kembali ( Recall )

Penarikan (Recall) adalah penarikan obat dan/atau bahan obat atas

instruksi dari Prinsipal. Prinsipal memberikan perintah Penarikan berdasarkan

inisitif sendiri atau atas perintah dari BPOM. Fasilitas Distribusi harus bisa

melaksanakan penarikan obat dan/atau bahan obat tersebut dari gudang dan/atau

pelanggan (outlet) secara cepat dan tepat berdasarkan Surat Perintah tertulis dari

Prinsipal atau BPOM. Penarikan tersebut dapat berupa penarikan untuk seluruh

produk dan atau untuk produk dengan nomor bets tertentu.

3.11 Pemusnahan Produk

Tujuan dilakukannya pemusnahan adalah untuk mencegah beredarnya

barang ke tangan yang tidak bertanggung jawab dan mengurangi penumpukan

barang di gudang penyimpanan. PT. Indofarma Global Medika cabang Aceh

mengirimkan barang yang akan dimusnahkan ke PT. Indofarma Global Medika

pusat. Pada proses pemusnahan Arsip jika JRA < 10 tahun tidak perlu dilakukan

pembentukan panitia pemusnahan namun langsung dilakukan usulan pemusnahan


53

arsip subbidang arsip/Spv Administrasi Cabang kepada Manager Bidang/Kepala

cabang terkait. Apabila usulan pemusnahan arsip tidak disetujui maka arsip

disimpan kembali sampai ada perintah pemusnahan oleh Manager Bidang/Kepala

Cabang/Direksi. Apabila usulan pemusnahan arsip disetujui selanjutnya dilakukan

pelaksanaan pemusnahan arsip dengan metode dibakar/ ditanam/ dihancurkan

sampai tidak ada sesuai dengan budget Perusahaan (dapat melalui Pihak ketiga

maupun dilakukan mandiri) dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Subbidang

arsip/ Spv Administrasi Cabang membuat berita acara hasil pemusnahan arsip

yang di tandatangani oleh Subbidang Arsip.

3.12 Pelaporan
3.12.1 Laporan bulanan
Pelaporan NPPO (Narkotika, Psikotropika, Prekursor dan Obat-obat

tertentu) dilaporkan ke BPOM melalui aplikasi SIODIE (Sistem Informasi Obat

dengan Izin Edar) yang dilaporkan setiap bulannya maksimal tanggal 10 setiap

bulannya.

3.12.2 Laporan triwulan

Setiap kegiatan di PBF yang meliputi kegiatan penerimaan dan penyaluran

obat kepada Direktur Jendral dengan tembusan Kepala Badan, Kepala Dinas

Kesehatan Provinsi dan Kepala Balai POM (Menkes RI, 2021), Laporan dikirim

secara online ke BPOM menggunakan system SI ODIE, dan jika laporan ke

Kemenkes menggunakan e-report.

3.13 Kualifikasi Pelanggan

PT. Indofarma Global Medika cabang Aceh melakukan distribusi Sediaan

Farmasi, dan alat kesehatan ke outlet yang dapat berupa rumah sakit, apotek, dan
54

toko obat, klinik, instansi pemerintahan (Puskesmas, Poltekkes, BPOM, Dinkes),

PAK (Penyalur Alat Kesehatan) dan PBF lainnya yang ada di Aceh. Outlet harus

memberikan datanya ke PBF Indofarma Global Medika Banda Aceh untuk bisa

mendapat pasokan produk. Data yang dimaksud berupa surat izin apotek dan

SIPA, NPWP, KTP dan specimen tanda tangan dan stempel. PBF PT. Indofarma

Global Medika Banda Aceh hanya melayani outlet yang surat izin apotek dan

surat izin praktek apoteker berlaku. Apabila salah satu dokumen administrasi

tersebut tidak berlaku maka produk yang dipesan di outlet tidak dapat dipenuhi

karena akan terkunci secara otomatis pada sisstem komputer.

PBF Indofarma Global Medika cabang Aceh memberi batasan jumlah

pesanan maksimum per bulan yang berbeda untuk tiap outlet. Hal ini didasarkan

pada histori penjualan sebelumnya dan kelancaran outlet membayar pesanan tiap

bulannya.

3.14 Manfaat Kualifikasi Pelanggan

Kualifikasi pelanggan dilakukan di PT. Indofarma Global Medika untuk

memastikan pelangan legal dan terdaftar surat izin di dinas terkait. Memastikan

PBF menyalurkan obat ke sarana yang tepat, meminimalisir penyalahgunaan obat,

dan mencegah disperse obat.


55

BAB IV
PEMBAHASAN

Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) merupakan suatu Kegiatan yang

biasanya dilakukan oleh calon apoteker yang diperuntukkan sebagai

pembekalan dari segi keilmuan dan pengalaman praktisi dalam melakukan

pekerjaan kefarmasian di PBF. Pedagang Besar Farmasi adalah perusahaan

berbentuk badan hukum yang memiliki izin untuk pengadaan, penyimpanan,

penyaluran obat dan/atau bahan obat dalam jumlah besar sesuai ketentuan

peraturan perundang-undangan, sedangkan PBF Cabang adalah cabang PBF

yang telah memiliki pengakuan untuk melakukan pengadaan, penyimpanan,

penyaluran obat dan/atau bahan obat dalam jumlah besar sesuai ketentuan

peraturan perundang-undangan.

Praktek Kerja Profesi Apoteker ini dilaksanakan mulai tanggal 8

Agustus 2022 sampai 3 September 2022 yang bertempat di PBF PT. Indofarma

Global Medika Cabang Aceh, di jalan Jl.Ir Mohd Thaher 5A-5B-5C-5D,

Gampong Lamdom, Kec Lueng Bata, Kota Banda Aceh. PT. Indofarma Global

Medika merupakan salah satu sarana distribusi sediaan farmasi, dan alat

kesehatan yang biasanya di sebut Pedangan Besar Farmasi (PBF). PT.

Indofarma Global Medika cabang Aceh memiliki 2 Apoteker penanggung jawab

yang berperan dalam menerapkan CDOB dan CDAKB dalam kegiatan yang

berlangsung di PBF, seperti kegiatan pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat

dan alat kesehatan.


56

PT. Indofarma Global Medika telah menerapkan CDOB dan CDAKB

dan telah mendapatkan sertifikat CDOB , sedangkan sertifikat CDAKB sedang

dalam proses pengurusan. Sertifikat CDOB adalah dokumen sah yang

merupakan bukti bahwa PBF telah memenuhi persyaratan CDOB dalam

mendistribusikan obat dan bahan obat (BPOM RI, 2012). Dengan adanya

sertifikat CDOB PBF PT. Indofarma Global Medika cabang Aceh dapat

memberikan jaminan terhadap masyarakat bahwa obat yang didistribusikan

terjamin keamanannya, bermanfaat dan bermutu. PT. Indofarma Global Medika

cabang Aceh memiliki 2 sertifikat CDOB yaitu sertifikat distribusi obat regular

dan distribusi produk rantai dingin (CCP).

4.1 Pengadaan dan Pemesanan

PT. Indofarma Global Medika cabang Aceh melakukan pengadaan

berdasarkan Histori penjualan, pareto, permintaan pasar yang dilakukan bidang

logistik, pengadaan di PBF PT. Indofarma Global Medika Cabang Aceh

dilakukan oleh salesman dan marketing, dengan cara membuat forecast,

berkoordinasi dengan supervisior penjualan dan diketahui oleh Apoteker

Penanggung Jawab dan Kepala Cabang, dalam proses membuat daftar

kebutuhan barang. Pengadaan itu sendiri terbagi menjadi 3 kelompok, yaitu

pengadaan produk regular, produk e-catalogue dan juga produk

psikotropika/prekursor/OOT (PPO). Setelah pengadaan selesai selanjutnya

dilakukanlah pemesanan barang, Pemesanan barang PBF PT. Indofarma Global

Medika memesan pada PBF PT. Indofarma Global Medika pusat dan PBF

lainnya, PBF PT. Indofarma Global Medika pusat akan menerima barang dari

principal yang kemudian barang tersebut disalurkan ke PBF cabang.


57

Sehubungan dengan adanya perubahan peraturan PBF cabang dapat memesan

obat ke PBF cabang lain bukan hanya pada PBF pusat.

Setelah PBF PT. Indofarma Global Medika cabang Aceh melakukan

pemesanan terhadap PBF PT. Indofarma Global Medika pusat, maka barang yang

dipesan segera dikirimkan oleh PBF pusat menggunakan ekpedisi yang telah

bekerja sama dengan PBF pusat, yang selanjutnya akan di kirimkan ke PBF

cabang. PBF pusat akan memberikan surat jalan kepada ekpedisi, dimana isi dari

surat jalan itu adalah jenis dan jumlah barang yang ada pada mobil tersebut.

4.2 Penerimaan dan Penyimpanan

Obat yang sudah sampai di PBF Cabang akan diperiksa oleh Bagian

Logistik, dimana bagian gudang akan mengecek barang yang sampai apakah

sudah sesuai dengan surat jalan tersebut atau belum. Pemeriksaan dilakukan

dengan menyesuaikan barang yang diterima sudah sesuai pesanan, nama barang,

nomor bet, tanggal kadaluwarsa, jumlah dan juga keutuhan fisik produk tersebut,

apabila semua sudah sesuai maka bagian logistik dan Apoteker Penanggung

Jawab akan menandatangani surat jalan tersebut.

Setelah barang diterima, selanjutnya barang akan di simpan pada gudang

bagian transit-in, dimana barang yang berada disini itu belum di input ke sistem,

dan selanjutnya setelah barang dicek kesesuaiannya, barang yang datang tersebut

di input dalam sistem dan telah jadi bagian dari stok obat, barang tersebut di

pindahkan ke gudang bagian penyimpanan berdasarkan spesifikasi produk, dan

obat di simpan dan dipisahkan berdasarkan suhu ketahanan obat tersebut, ada juga

yang berdasarkan faktor resiko, seperti obat PPO disimpan di ruang khusus dan

raknya terpisah dari obat lain, ada juga yang berdasarkan bentuk sediaan obat,
58

dimana obat cair yang disertai kemasan yang mudah pecah disimpan di rak bagian

paling bawah untuk mengurangi risiko terjatuh pada saat pengambilan barang.

4.3 Penyaluran/ Pendistribusian

PBF PT. Indofarma Global Medika Cabang Aceh melakukan penyaluran

barang ke bagian sarana kefarmasian yang memiliki Apoteker penanggungjawab.

Proses pelanyanan penyaluran barang ini akan dillakukan PBF PT. Indofarma

Global Medika dengan syarat sarana yang memesan harus melalui Surat Pesanan

(SP) yang ditandatangani oleh Apoteker Penanggung jawab. Penerimaan SP ini

dapat dilanyani dengan beberapa cara yaitu pemesanan melalui salesman atau

dapat juga memesan langsung melalui E-catalogue. Pemesanan untuk obat PPO

wajib menggunakan SP khusus, diterima dan ditanda tangani langsung oleh

Apoteker Penanggung Jawab Apotek dan juga harus di stempel asli dan disertai

jumlah pemesanan yang wajar.

Sistem pembayaran di PT. Indofarma Global Medika cabang Aceh ada

dua sistem yaitu cash dan kredit. Apabila outlet baru bekerjasama dengan

PT. Indofarma Global Medika cabang Aceh diterapkan sistem pembayaran cash.

Sistem pembayaran kredit dapat dilakukan apabila oulet sudah melakukan

pesanan minimal 3 kali, pembayarannya lancar. Sistem pembayaran kredit

PT. Indofarma Global Medika cabang Aceh awal mulai jatuh tempo penagihan

untuk apotek selama 30 hari, rumah sakit 45 hari, dinas kesehatan 90 hari dan

PBF lain 60 hari.

Pada saat akan melakukan pengiriman maka petugas akan melakukan

cross check terlabih dahulu, meliputi faktur penjualan, outlet pemesan, nama

apoteker penanggungjawab, nama barang, kekuatan sediaan, nomor bets, tanggal


59

kadaluwarsa, jumlah fisik dan jumlah pesanan. Setelah semua sesuai maka proses

pengiriman segera dilakukan.

Untuk pembayaran tunai, maka pembayaran dapat dilakukan pada saat

barang diterima, namun untuk pembayaran secara keredit yang biasanya

dilakukan oleh salesman maka outlet membuat pesanan yang kemudian

diserahkan ke salesman dan kemudian dibuatkan faktur penjualan, dan telah

dikirimkan menuju outlet. APJ outlet akan menandatangani dan memberikan

stempel pada faktur penjualan, yang kemudian faktur ini akan diarsipkan oleh

PBF bagian piutang, yang mana proses penagihan akan dilakukan pada saat jatuh

tempo, penagihan ini dilakukan oleh salesman kepada outlet terkait. Jika outlet

tersebut masih belum melakukan pembayaran maka outlet tersebut tidak dapat

melakukan pemesanan obat karena pada sistem di PBF akan otomatis menolak

pemesanan outlet tersebut.

4.4 Kualifikasi Pemasok

Kualifikasi pemasok merupakan suatu kegiatan pemastian yang dilakukan

oleh PBF kepada Industri Farmasi untuk memastikan bahwa industry tersebut

memiliki mutu dan kualitas yang baik, yang biasanya di buktikan oleh beberapa

document dan sertifikat yang dimiliki oleh industri tersebut.

Kegitan kualifikasi pemasok ini bertujuan untuk memastikan obat yang

didistribusikan oleh PBF diproduksi dari Pemasok yang sah sesuai dengan

peraturan perundang-undangan yang berlaku, bermutu baik dan tidak

menimbulkan masalah di kemudian hari. Kualifikasi pemasok juga dapat

mencegah masuknya obat palsu.

PBF PT. Indofarma Global Medika Cabang Aceh tidak melakukan


60

Kualifikasi pemasok, dimana kegiatan ini dilakukan oleh PT. Indofarma Global

Medika Pusat. Pemilihan pemasok dapat dilakukan dengan memperhatikan

kriteria seperti:

- Pemasok memiliki ijin sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang

berlaku;

- Memiliki sertifikat CPOB;

- Memiliki Nomor Ijin Edar (NIE);

- Melakukan Validasi Kemasan (CoA);

- Profil perusahaan pemasok memiliki manajemen dan struktur organisasi yang

jelas;

- Sistem pengendalian operasional (termasuk pelaporan, pengendalian mutu

dan sistem pengendalian persediaan) serta sistem komunikasi yang baik dan

personil yang kompeten;

- Obat dan/atau bahan obat yang ditawarkan oleh pemasok dibuat sesuai

dengan standar CPOB, memiliki mutu yang baik dan sesuai dengan standard

mutu maupun peraturan perundang-undangan yang berlaku;

- Kepatuhan terhadap prosedur perusahaan;

- Fasilitas dan kapasitas produksi obat dan/atau bahan obat;

- Harga obat dan/atau bahan obat yang sepadan dengan mutu yang dimiliki;

- Kemampuan pemasok untuk memenuhi jadwal pengiriman, Posisi pemasok

dalam industri;

- Lokasi geografis pemasok;

- Reputasi pemasok, baik dari kepatuhan terhadap peraturan perundang-

undangan yang berlaku, mutu produk, mutu operasional layanan, posisi


61

keuangan dan kriteria lain yang dianggap relevan oleh Fasilitas Distribusi.

4.5 Kualifikasi Pelanggan

Kualifikasi Pelanggan merupakan suatu kegiatan pemastian yang

dilakukan oleh PBF kepada sarana Pelayanan kefarmasian, yang akan bekerja

sama dengan PBF, dimana kegiatan ini dilakukan agar PBF dapat memastikan

bahwa sarana pelayanan kefarmasian yang nantinya akan melakukan pemesanan

kepada PBF tersebut, sudah memiliki ijin usaha apotek.

Kualifikasi pelanggan dilakukan dengan tujuan untuk memastikan bahwa

semua pelanggan PBF memiliki izin dari yang berwenang sesuai jenis pelanggan

dan peraturan pemerintah yang masih berlaku. Kualifikasi pelanggan dilakukan

supaya obat, alat kesehatan yang disalurkan kepada pelanggan yang berhak atau

ke sarana yang tepat untuk menyerahkan obat kepada masyarakat dan

meminimalisir penyalahgunaan obat, dan mencegah disperse obat. Bukti

kualifikasi pelanggan harus didokumentasikan dengan baik.

Outlet yang bekerja sama dengan PT. Indofarma Global Medika cabang

Aceh harus memiliki beberapa syarat seperti:

a. NIB, surat izin apotek/toko obat

b. surat izin praktek apoteker,

c. NPWP (pemilik sarana),

d. KTP,

e. STRA untuk apoteker atau STRTTK untuk tenaga teknik kefarmasian.

PT. Indofarma Global Medika cabang Aceh hanya melayani outlet yang

surat izin apotek dan surat izin praktek apoteker yang masih berlaku. Apabila
62

salah satu dokumen administrasi tersebut sudah tidak berlaku maka produk yang

dipesan tidak dapat disalurkan.

4.6 Stok Opname

PT. Indofarma Global Medika Cabang Aceh juga melakukan stok opname

secara berkala. Stok opname merupakan suatu kegiatan pemeriksaan terhadap

persediaan barang sebagai salah satu bentuk pengawasan yang dilakukan, yang

bertujuan untuk mengetahui kesesuaian jumlah barang yang tersedia sama dengan

jumlah barang yang tercatat. Tujuan dari stok opname ini ialah, menghitung

jumlah fisik barang yang ada di stok untuk dicocokkan dengan data pada

computer, yang mana ini berguna untuk mendeteksi secara dini adanya kehilangan

obat, stok opname ini juga dapat mendata barang-barang yang kadaluwarsa atau

mendekati waktu kadaluwarsa, untuk obat-obat yang kadaluwarsa dipisahkan

dengan obat lain dan kemudian dibuat laporannya tersendiri, stok opname juga

dapat mendeteksi obat- obat yang slow moving dan fast moving. Stok opname

dapat dilakukan dengan cara membuat daftar seluruh obat penjualan yang ada di

PBF PT. Indofarma Global Medika Cabang Aceh, lalu menghitung jumlah fisik

setiap obat yang tersedia, dan mengecek tanggal kadaluwarsa, serta no betch

setiap jenis obat yang tersedia, dan yang terakhir mencocokkan jumlah obat yang

ada dengan kartu stok.

4.7 Pelaporan

Apoteker penanggung jawab di PBF PT. Indofarma Global Medika

Cabang Aceh, melakukan pelaporan secara rutin, pelaporan dilakukan dengan

mengupload data kepada Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) melalui

aplikasi SIODIE (Sistem Informasi Obat dengan Izin Edar), pelaporan pada
63

sistem ini mencakup 2 laporan yaitu pemasukan dan penyaluran, jenis komoditi

pelaporannya mencakup obat psikotropika, prekursor, obat keras, obat bebas

terbatas, dan obat bebas. Pelaporan selanjutnya kepada Kementerian Kesehatan

menggunakan sistem E-Report PBF yang mencakup pelaporan obat psikotropika,

prekursor, dan obat-obat lainnya. Pelaporan ini dilakukan setiap bulan, dan setiap

triwulan.
64

BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di PBF PT. Indofarma Global

Medika Cabang Aceh selama mulai tanggal 8 Agustus 2022 hingga dengan

3 September 2022 dapat disimpulkan sebagai berikut:

1) Peran dan tanggung jawab apoteker di PBF antara lain memantau dan

memastikan setiap proses kegiatan yang akan dilakukan di PBF meliputi

pengadaan, pemesanan, penyimpanan serta penyaluran obat, dan alkes ke unit

pelayanan kefarmasian sesuai dengan aspek-aspek cara distribusi obat yang

baik (CDOB).

2) PBF PT. Indofarma Global Medika cabang Aceh dalam melakukan setiap

kegiatan nya telah sesuai dengan aspek-aspek CDOB dimana setiap kegiatan

dipantau langsung oleh Apoteker Penanggung Jawab, mulai dari pengadaan

dan pemesanan barang yang terdokumentasi dengan baik, tempat

penyimpanan yang sesuai dengan kondisi barang yang akan disimpan, serta

memastikan sarana pelayanan kesehatan yang menerima barang dari PBF

memiliki izin yang berlaku dan Apoteker Penanggung Jawab.

5.2 Saran

Sebelum melaksanakan PKPA, hendaknya mahasiswa calon apoteker

lebih membekali diri dengan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang

berhubungan dengan penerapan CDOB dan CDAKB di PBF sehingga pada


65

waktu PKPA mahasiswa calon Apoteker dapat langsung mengaplikasikan ilmu

tersebut secara efektif dan efisien.

Kerja sama antara PBF PT. Indofarma Global Medika Cabang Aceh

dengan Program Studi Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Tjut Nyak

Dhien diharapkan dapat terus berlanjut sehingga mahasiswa calon Apoteker bisa

tetap mendapat kesempatan untuk belajar mengetahui dan memahami peran,

fungsi, serta tanggung jawab Apoteker dalam penerapan CDOB dan CDAKB di

PBF.
66

DAFTAR PUSTAKA

BPOM RI (2020). Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan


Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2020 tentang Pedoman Teknis Cara
Distribusi Obat yang Baik. Jakarta: BPOM RI.
Departemen Kesehatan RI. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.
Menkes RI. (2011). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1148/Menkes/Per/VI/2011 tentang Pedagang Besar Farmasi. Jakarta:
Menteri Kesehatan Republik Indonesia.
Menkes RI. (2014). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 34
Tahun 2014 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1148/Menkes/Per/VI/2011 tentang Pedagang Besar Farmasi. Jakarta:
Menteri Kesehatan Republik Indonesia.
Menkes RI. (2017). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 30
Tahun 2017 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 1148/Menkes/Per/VI/2011 tentang Pedagang Besar Farmasi.
Jakarta: Menteri Kesehatan Republik Indonesia.
Menkes RI. (2021). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 14
Tahun 2021 tentang Standar kegiatan Usaha dan Produk Pada
penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko Sektor Kesehatan.
Jakarta: Menteri Kesehatan Republik Indonesia.

Presiden RI. (2009). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun


2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta: Presiden Republik
Indonesia.
67

LAMPIRAN

Lampiran 1. Contoh Faktur Pembelian


68

Lampiran 2. Contoh Kartu Stok Manual


69

Lampiran 3. Struktur Organisasi


70

Lampiran 4. Sertifikat CDOB CCP


71
72

Lampiran 5. Sertifikat CDOB OBAT


73
74

Lampiran 6. Alur Permohonan Sertifikat CDOB

Note:
1. Data yang di entry yaitu data Inspeksi Diri Terbaru
2. Dokumen pendukung yang diunggah yaitu:
a. Izin PBF atau pengakuan sebagai PBF Cabang;
b. Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA) Penanggung Jawab;
c. Denah lokasi dan tata letak (layout);
d. Daftar produk yang didistribusikan;
e. Struktur organisasi;
f. Daftar personalia dan uraian kerja;
g. Daftar peralatan atau perlengkapan;
h. Quality management system;
i. Dokumen self assessment.

Anda mungkin juga menyukai