Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

“PATOFISIOLOGI, FARMAKOLOGI, DAN TERAPI DIET PADA KASUS


TUBERKULOSIS PARU”

TUGAS MATA KULIAH KEPERAWATAN DEWASA SISTEM


KARDIOVASKULER, RESPIRATORI DAN HEMATOLOGI

DISUSUN OLEH KELOMPOK I

Lidia Intan Juwita (210101238)


Eva Kurnia Ulan Sari (210101230)
Eliza Agustina (210101222)
Enjelika Maidilah (210201229)
Ricka Okta Dwi Isma (210101224)
Fitri Ramayani (210101237)
Ria Permata Sari (210101234)
Adinda Wisaprilia (210101226)
Tria Delfira (210101236)
Mayudi Hizri (210101233)

DOSEN PEMBIMBING:
Ns. Mersi Ekaputri, S.Kep, M.Kep

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN AL INSYIRAH


PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN
T.A 2022/2023
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang. kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah "Atofisiologi,
Farmakologi, dan Terapi Diet pada Kasus Tuberkulosis Paru" Makalah ini telah kami
susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari Ibu Mersi Ekaputri sebagai dosen
pengampu dalam mata kuliah Keperawatan Dewasa Sistem Kardiovaskuler, Respiratori dan
Hematologi.
Untuk itu kami mengucapkan banyak terima kasih kepada Ibu yang telah berkontribusi
dalam pembuatan makalah ini. Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa
masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya.
Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari
pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini. Akhir kata kami berharap semoga makalah
Atofisiologi, Farmakologi, dan Terapi Diet pada Kasus Tuberkulosis Paru ini dapat
memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.

Pekanbaru, 3 Oktober 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGATAR………………………………………………………………………….ii
DAFTAR ISI............................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ....................................................................................... 1
B. Tujuan Makalah.................................................................................................... 1
C. Manfaat Penulisan ................................................................................................ 1
BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................................... 2
A. Pengertian TB Paru .............................................................................................. 2
B. Etiologi ................................................................................................................. 2
C. Manifestasi Klinik ................................................................................................ 3
D. Patofisiologi……………………………..………………………………………4
E. Pathway……………………….…………………………………………………5
F. Pemeriksaan Penunjang…………..……………………………………………..5
G. Penatalaksanaan…………………………………………………………………7
BAB III PENUTUP ................................................................................................................ 13
A. Kesimpulan......................................................................................................... 13
B. Saran ................................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………….....................14

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Tuberculosis (TBC) merupakan penyakit infeksi menular yang diakibatkan oleh


Mycobacterium tuberculosis yang merupakan organisme pathogen maupun saprofit (Price
dkk, 2005). Penyakit TBC ini merupakan masalah utama dalam kesehatan masyarakat
terutama pada negara-negara yang sedang berkembang. Di Indonesia penyakit TBC ini
masih menduduki posisi 4 besar pada tahun 1980. Pada tahun 1985 sampai tahun 1992
kasus TBC ini meningkat hingga 20% (Price, dkk,2005). Pada tahun 1998 di Amerika
Serikat lebih dari 80% terdapat kasus baru TBC yang dilaporkan (Price, dkk, 2005). Pada
tahun 2004, terdapat 9 juta kasus baru, 98% terjadi di negara berkembang. Lebih dari 10%
meningkats ejak tahun 1997.

Pada tahun 2007 ada diperkirakan 13,7 juta kasus kronis aktif. Pada tahun 2010 ada 8,8
juta kasus baru dan 14,5 juta kematian terutama di negara- negara berkembang. Pada tahun
2012, WHO melaporkan bahwa sekitar 8,6juta orang carrier TBC dan 1,3 juta orang
meninggal akibat TBC (WHO, 2013). Pada Tahun 2014, DINKES kota Malang
menyatakan bahwa ada 4 puskesmas dengan kejadian TBC yaitu Puskesmas Janti,
Puskesmas Mulyorejo, Puskesmas Gribig dan Puskesmas Dinoyo.

B. Tujuan Makalah
1. Mengetahui Pengertian TB Paru
2. Mengetahui Etiologi
3. Mengetahui Manifestasi Klinik
4. Mengetahui Patofisiologi
5. Mengetahui Pathway
6. Mengetahui Pemeriksaan Penunjang
7. Mengetahui Penatalaksanaan
C. Manfaat Penelitian
1. Makalah ini diharapkan bermanfaat bagi mahasiswa lainnya yang ingin menambah
pengetahuan mengenai Atofisiologi, Farmakologi, dan Terapi Diet pada Kasus
Tuberkulosis Paru.
2. Dapat menjadi referensi bagi penulis lainnya yang ingin merancang tulisan
mengenai Atofisiologi, Farmakologi, dan Terapi Diet pada Kasus Tuberkulosis
Paru.

1
BAB II

PEMBAHASAN

Patofisiologi, Farmakologi dan Terapi Diet pada Kasus dengan Gangguan Sistem
Pernafasan TB Paru

A. Pengertian TB Paru

Menurut Depkes, 2008, Tuberculosis paru adalah suatu penyakit menular langsung
yang disebabkan oleh kuman Mycrobacterium Tuberculosis. Sebagian besar kuman
tuberculosis menyerang paru tetapi juga dapat menyerang organ tubuh lainnya.

Tuberkulosis merupakan infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis


yang dapat menyerang pada berbagai organ tubuh mulai dari paru dan organ di luar paru
seperti kulit, tulang, persendian, selaput otak, usus serta ginjal yang sering disebut dengan
ekstrapulmonal TBC (Chandra, 2012).

Sedangkan menurut Tambayong, 2000, tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi yang
disebabkan basil Mycobacterium tuberculosis, atau basil tuberkel, yang tahan asam.
Tuberkulosis (TB) adalah penyaakit yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberkulosis,
yang biasanya ditularkan melalui inhalasi percikan ludah (droplet), dari satu individu ke
individu lainnya, dan membentuk kolonisasi di bronkiolus atau alveolus (Corwin, 2009).

Jadi, dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa TB paru atau
tuberkulosis adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh kuman Mycrobacterium
Tuberculosis yang menyerang paru-paru dan bisa ditularkan melalui droplet dari satu
individu ke individu lainnya.

B. Etiologi

Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium


tuberculosis Mycobacterium tuberculosis ditemukan oleh Robet Koch pada tahun 1882.
Basil tuberculosis dapat hidup dan tetap virulen beberapa minggu dalam keadaan kering,
tetapi dalam cairan mati dalam suhu 600C dalam 15-20 menit. Fraksi protein basil
tuberkulosis menyebabkan nekrosis jaringan, sedangkan lemaknya menyebabkan sifat
tahan asam dan merupakan faktor terjadinya fibrosis dan terbentuknya sel epiteloid dan
tuberkel (FKUI, 2005).

2
Basil ini tidak berspora sehingga mudah dibasmi dengan pemanasan sinar matahari dan
sinar ultraviolet. Ada dua macam mikobakterium tuberculosis yaitu tipe human dan tipe
bovin. Basil tipe bovin berada dalam susu sapi yang menderita mastitis tuberkulosis usus.
Basil tipe human bisa berada di bercak ludah (droplet) di udara yang berasal dari penderita
TBC terbuka dan orang yang rentan terinfeksi TBC ini bila menghirup bercak ini.
Perjalanan TBC setelah terinfeksi melalui udara. Bakteri juga dapat masuk ke sistem
pencernaan manusia melalui benda/bahan makanan yang terkontaminasi oleh bakteri.
Sehingga dapat menimbulkan asam lambung meningkat dan dapat menjadikan infeksi
lambung. (Wim de Jong, 2005).

C. Manifestasi Klinik

Menurut Wong (2008) tanda dan gejala tuberkulosis adalah:

1. Demam

Biasanya menyerupai demam influenza. Tetapi kadang-kadang panas badan


dapat mencapai 40-41°C. keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh
pasien dan berat ringannya infeksi kuman tuberkulosis yang masuk.

2. Malaise

Penyakit tuberkulosis bersifat radang yang menahun. Gejala malaise sering


ditemukan berupa anoreksia tidak ada nafsu makan, badan makin kurus (berat
badan turun), sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam.

3. Anoreksia
4. Penurunan berat badan
5. Batuk ada atau tidak (berkembang secara perlahan selama berminggu-minggu
sampai berbulan-bulan).

Gejala ini banyak ditemukan, batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus.
Sifat bentuk dimulai dari batuk kering (non-produktif) kemudian setelah timbul
peradangan menjadi produktif (menghasilkan sputum).

6. Peningkatan frekuensi pernapasan


7. Ekspansi buruk pada tempat yang sakit
8. Bunyi napas hilang dan ronkhi kasar, pekak pada saat perkusi
9. Demam persisten

3
10. Manifestasi gejala yang umum: pucat, anemia, kelemahan, dan penurunan berat
badan.
D. Patofisiologi

Menurut Somantri (2008), infeksi diawali karena seseorang menghirup basil


Mycobacterium tuberculosis. Bakteri menyebar melalui jalan napas menuju alveoli lalu
berkembang biak dan terlihat bertumpuk. Perkembangan Mycobacterium tuberculosis juga
dapat menjangkau sampai ke area lain dari paru (lobus atas). Basil juga menyebar melalui
sistem limfe dan aliran darah ke b agian tubuh lain (ginjal, tulang dan korteks serebri) dan
area lain dari paru (lobus atas). Selanjutnya sistem kekebalan tubuh memberikan respons
dengan melakukan reaksi inflamasi. Neutrofil dan makrofag melakukan aksi fagositosis
(menelan bakteri), sementara limfosit spesifik-tuberkulosis menghancurkan (melisiskan)
basil dan jaringan normal. Infeksi awal biasanya timbul dalam waktu 2-10 minggu setelah
terpapar bakteri.Interaksi antara Mycobacterium tuberculosis dan sistem kekebalan tubuh
pada masa awal infeksi membentuk sebuah massa jaringan baru yang disebut granuloma.
Granuloma terdiri atas gumpalan basil hidup dan mati yang dikelilingi oleh makrofag
seperti dinding. Granuloma selanjutnya berubah bentuk menjadi massa jaringan fibrosa.
Bagian tengah dari massa tersebut disebut ghon tubercle. Materi yang terdiri atas makrofag
dan bakteri yang menjadi nekrotik yang selanjutnya membentuk materi yang berbentuk
seperti keju (necrotizing caseosa). Hal ini akan menjadi klasifikasi dan akhirnya
membentuk jaringan kolagen, kemudian bakteri menjadi nonaktif.

Menurut Widagdo (2011), setelah infeksi awaljika respons sistem imun tidak adekuat
maka penyakit akan menjadi lebih parah. Penyakit yang kian parah dapat timbul akibat
infeksi ulang atau bakteri yang sebelumnya tidak aktif kembali menjadi aktif. Pada kasus
ini, ghon tubercle mengalami ulserasi sehingga menghasilkan necrotizing caseosa di dalam
bronkus. Tuberkel yang ulserasi selanjutnya menjadi sembuh dan membentuk jaringan
parut.Paru-paru yang terinfeksi kemudian meradang, mengakibatkan timbulnya
bronkopneumonia, membentuk tuberkel, dan seterusnya. Pneumonia seluler ini dapat
sembuh dengan sendirinya. Proses ini berjalan terus dan basil terus difagosit atau
berkembang biak di dalam sel. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang
dan sebagian bersatu membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit
(membutuhkan 10-20 hari). Daerah yang mengalami nekrosis dan jaringan granulasi yang
dikelilingi sel epiteloid dan fibroblas akan memberikan respons berbeda kemudian pada
akhirnya membentuk suatu kapsul yang dikelilingi oleh tuberkel.

4
E. Pathway

F. Pemeriksaan Penunjang

Menurut Somantri (2008), pemeriksaan penunjang pada pasien tuberkulosis adalah:

1. Sputum Culture
2. Ziehl neelsen: Positif untuk BTA
3. Skin test (PPD, mantoux, tine, and vollmer, patch)
4. Chest X-ray
5. Histologi atau kultur jaringan: positif untuk Mycobacterium tuberculosis

5
6. Needle biopsi of lung tissue: positif untuk granuloma TB, adanya selsel besar yang
mengindikasikan nekrosis.
7. Elektrolit
8. Bronkografi
9. Test fungsi paru-paru dan pemeriksaan darah

Sumber lain menyebutkan bahwa ada beberapa pemeriksaan untuk mendiagnosa


seseorang menderita TBC, menurut (Depkes RI, 2002) antara lain:

1. Pemeriksaan Mikroskopis
Hasil pemeriksaan dahak tersebut adalah:
a. Hasil pemeriksaan di nyatakan positif apabila sedikitnya dua dari tigaspesimen
dahak sewaktu-pagi-sewaktu (SPS), maka terdapat BTA positif dan dinyatakan
sebagai penderita tuberkulosis paru.
b. Bila hanya terdapat 1 spesimen yang positif perlu dilakukan pemeriksaan dahak
SPS diulang, apabila hasilnya masih tetap sama maka dilakukan pemeriksaan
foto rontgen dada.
c. Bila ketiga spesimen hasilnya negatif, diberikan antibiotik spektrum luas
(misalnya; Kontrimoksasol atau amoksilin) selama 1-2 minggu. Unit pelayanan
kesehatan yang tidak memiliki fasilitas rontgen, penderita dapat dirujuk untuk
foto rontgen.
2. Pemeriksaan foto rontgen dada

Suspek dengan BTA negatif, pemeriksaan foto rontgen dada merupakan pemeriksaan
lanjutan, apabila setelah pemberian antibiotik spekrum luas tanpa ada perubahan dan
pemeriksaan ulang dahak SPS hasilnya tetap negatif. Untuk penderita dengan BTA positif
hanya sebagian kecil dari penderita dengan hasil pemeriksaan BTA positif. Yang perlu
dilakukan foto rontgen dada yaitu:

a. Penderita tersebut diduga mengalami komplikasi, misalnya: sesak nafas berat


yang memerlukan penanganan khusus.
b. Penderita yang sering hemoptisis berat, untuk menyingkirkan kemungkinan
(pelebaran bronkus setempat).
c. Hanya 1 dari 3 spesimen dahak SPS yang hasilnya BTA positif dan pemeriksaan
rontgen diperlukan untuk mendukung diagnosis TBC paru BTA positif.

6
3. Uji Tuberkulin (mantoux)

Dilakukan dengan cara mantoux, semprit tuberkulin 1 cc jarum nomor 26. Pembacaan
dilakukan 48-72 jam setelah penyuntikan. Uji tuberkulin positif bila durasi > 10 mm (pada
gizi baik), atau 5 mm pada gizi buruk. Uji tuberkulin positif, menunjukkan adanya infeksi
TBC. Apabila uji tuberkulin meragukan, maka dilakukan uji ulang.

G. Penatalaksanaan
1. Terapi Obat (Farmakologi)

Obat TBC diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis, dalam jumlah cukup
dan dosis tepat selama 6-8 bulan, supaya semua kuman (termasuk kuman persiten) dapat
dibunuh. Dosis tahap intensif dan dosis tahap lanjutan ditelan sebagai dosis tunggal,
sebaiknya pada saat perut kosong. Apabila paduan obat yang digunakan tidak adekuat
(jenis, dosis, dan jangka waktu pengobatan), kuman TBC akan berkembang menjadi kuman
resisten (Depkes RI, 2002).

Adapun jenis dan dosis obat anti tuberkulosis (OAT) yang digunakan untuk pengobatan
tuberkulosis, antara lain:

a. Isoniazid (H)

Obat ini bersifat bakterisid, dapat membunuh 90 % populasi kuman dalam beberapa
hari pertama pengobatan. Dosis harian yang dianjurkan 5 mg/kg BB, sedangkan untuk
pengobatan intermitien 3 kali seminggu diberikan dengan dosis 10 mg/kg BB.

Isoniazid atau isonikotinil hidrazid yang disingkat dengan INH. Isoniazid secara in vitro
bersifat tuberkulostatik (menahan perkembangan bakteri) dan tuberkulosid (membunuh
bakteri). Mekanisme kerja isoniazid memiliki efek pada lemak, biosintesis asam
nukleat,dan glikolisis. Efek utamanya ialah menghambat biosintesis asam mikolat (mycolic
acid) yang merupakan unsur penting dinding sel mikobakterium. Isoniazid menghilangkan
sifat tahan asam dan menurunkan jumlah lemak yang terekstrasi oleh metanol dari
mikobakterium. Isoniazid mudah diabsorpsi pada pemberian oral maupun parenteral. Kadar
puncak diperoleh dalam waktu 1-2 jam setelah pemberian oral. Di hati, isoniazid
mengalami asetilasi dan pada manusia kecepatan metabolisme ini dipengaruhi oleh faktor
genetik yang secara bermakna mempengaruhi kadar obat dalam plasma. Namun,
perbedaan ini tidak berpengaruh pada efektivitas dan atau toksisitas isoniazidbila obat ini
diberikan setiap hari.

7
Dosis Obat

5-15 mg/kg BB/hari (maks. 300mg)/ hari

Efek samping

Mual, muntah, anoreksia ( kelainan psikis yang diderita seseorang berupa kekurangan
nafsu makan meski sebenarnya lapar dan berselera terhadap makanan), letih, malaise
(perasaan sakit dan kurang enak badan), lemah, gangguan saluran pencernaan lain, neuritis
perifer (rasa kesemutan yang amat sangat), neuritis optikus (peradangan pada ujung saraf
optik yang masuk ke dalam mata), reaksi hipersensitivitas, demam, ruam (gatal-gatal pada
kulit), ikterus (warna kuning pada kulit, konjungtiva dan selaput akibat penumpukan
bilirubin), diskrasia darah (perdarahan hidung, memar spontan), psikosis (gangguan tilikan
pribadi yang menyebabkan ketidakmampuan seseorang menilai realita dengan fantasi
dirinya, misalnya gejala halusinasi), kejang, sakit kepala, mengantuk, pusing, mulut
kering, gangguan BAK, kekurangan vitamin B6, penyakit pellara, hiperglikemia
(peningkatan glukosa darah melebihi batas normal), asidosis metabolik (keasaman darah
yang berlebihan), ginekomastia (pembengkakan pada jaringan payudara pada laki-laki atau
laki-laki, yang disebabkan oleh ketidakseimbangan hormon estrogen dan testosterone),
gejala reumatik, gejala mirip Systemic Lupus Erythematosus.

Kontraindikasi

Penyakit hati, penyakit dari SSP.

Resistensi Resistensi masih merupakan persoalan dan tantangan. Pengobatan TBC


dilakukan dengan beberapa kombinasi obat karena penggunaan obat tunggal akan cepat
dan mudah terjadi resistensi. Disamping itu, resistensi terjadi akibat kurangnya kepatuhan
pasien dalam meminum obat. Waktu terapi yang cukup lama yaitu antara 6-9 bulan
sehingga pasien banyak yang tidak patuh minum obatselama menjalani terapi. Isoniazid
masih merupakan obat yang sangat penting untuk mengobati semua tipe TBC.

Efek sampingnya dapat menimbulkan anemia sehingga dianjurkan juga untuk


mengkonsumsi vitamin penambah darah seperti piridoksin (vitamin B6).

8
b. Rifampisin (R)

Obat ini bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman semi dormant yang tidak dapat
dibunuh oleh isonoid. Dosis 10 mg/kg BB diberikan sama untuk pengobatan harian maupun
intermitten 3 kali seminggu.

Dosis Obat

10-20 mg/kg BB/hari (maks. 600 mg/hari).

Efek Samping

Gangguan saluran cerna seperti anoreksia, mual, muntah, diare (dilaporkan terjadi
kolitiskarena penggunaan antibiotika), sakit kepala, drowsiness; gejala berikut terjadi
terutama pada terapi intermitten termasuk gelala mirip influenza (dengan chills, demam,
dizziness, nyeri tulang), gejala pada respirasi (termasuk sesak nafas), kolaps dan shock,
anemia hemolitik, gagal ginjal akut, dan trombositopenia purpura; gangguan fungsi liver,
jaundice(penyakit kuning); flushing, urtikaria dan rash; efek samping lain dilaporkan :
edema, muscular weakness dan myopathy, dermatitis exfoliative, toxic epidermal
necrolysis, reaksi pemphigoid, leucopenia, eosinophilia, gangguan menstruasi; urin, saliva
dan sekresi tubuh yang lain berwarna orange-merah; tromboflebitis dilaporkan pada
penggunaan secara infus pada periode yang lama.

Kontraindikasi

Hipersensitivitas terhadap rifampisin atau komponen lain yang terdapat dalam sediaan;
penggunaan bersama amprenavir, saquinafir/rotonavir (kemungkinan dengan proease
inhibitor), jaundice (penyakit kuning).

c. Pirazinamid (P)

Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman yang berada dalam sel dengan suasana
asam. Dosis yang dianjurkan 25 mg/kg BB, sedangkan untuk pengobatan intermitten 3 kali
seminggu diberikan dengan dosis 35 mg/kg BB.

Pirazinamid adalah analog nikotinamid yang telah dibuat sintetiknya. Obat ini tidak
larut dalam air. Pirazinamid di dalam tubuh di hidrolisis oleh enzim pirazinamidase menjadi
asam pirazinoat yang aktif sebagai tuberkulostatik hanya pada media yang bersifat asam.
Bersifat bakterisidal dan bekerja dengan menghambat pembentukan asam lemak yang

9
diperlukan dalam pertumbuhan bakteri. Pirazinamid mudah diserap diusus dan tersebar luas
keseluruh tubuh. Ekskresinya terutama melalui filtrasi glomerulus.

Dosis Obat

15-30 mg/kg BB/hari (maks. 2g/hari).

Efek Samping

Efek samping pirazinamid paling umum yaitu kelainan hati yang diawali oleh gangguan
fungsi hati berupa peningkatan SGOT (Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase, yaitu
enzim yang dihasilkan sebagian besar oleh otot jantung dan sebagian kecil oleh otot hati)
dan SGPT (Serum Glutamic Piruvic Transaminase, yaitu enzim yang dihasilkan sebagian
besar oleh otot hati dan sebagian kecil oleh otot jantung). Bila terjadi kerusakan hati,
pemberian pirazinamid harus dihentikan. Efek samping lain pirazinamid yaitu demam,
anoreksia, hepatomegali (pembesaran organ hati), splenomegali (pembesaran limpa),
jaundice (warna kekuningan yang didapatkan pada kulit dan lapisan mukosa (seperti
bagian putih mata), yang terjadi karena penumpukan zat kimia yang disebut bilirubin),
gagal hati; mual, muntah, urtikaria ( reaksi alergi yang ditandai oleh bilur-bilur berwarna
merah dengan berbagai ukuran di permukaan kulit), artralgia (nyeri sendi), disuria
(perasaan tidak enak berkemih), anemia sideroblastik, ruam dan kadang-kadang
fotosensitivitas.

Kontraindikasi

Porfiria (sekelompok penyakit yang disebabkan oleh kekurangan enzim-enzim yang


terlibat dalam sintesa heme, yang mengakibatkan warna urin berubah menjadi merah atau
biru gelap), gangguan fungsi hati berat, dan hipersensitif pirazinamid.

d. Sterptomisin (S)

Bersifat bakterisid, dosis harian yang dianjurkan 15 mg/kg BB, sedangkan untuk
pengobatan intermitten 3 kali seminggu digunakan untuk dosis yang sama. Penderita yang
berumur sampai dengan 60 tahun dosisnya 0,75 gr/hari, sedangkan untuk yang berumur
>60 tahun atau lebih diberikan 0,50 g/hari. Streptomisin merupakan obat antibiotik yang
termasuk dalam golongan aminoglikosida dan dapat membunuh sel mikroba dengan cara
menghambat sintesis protein. Obat ini larut dalam air dan sangat larut dalam alkohol. Obat
ini terdistribusi ke dalam cairan ekstraselular termasuk serum, absces, ascitic, perikardial,

10
pleural, sinovial, limfatik, dan cairan peritoneal; menembus plasenta; dalam jumlah yang
kecil masuk dalam air susu ibu.

Dosis Obat

15-40 mg/kg BB/hari (maks. 1g/hari).

Efek Samping

Reaksi hipersensitivitas, paraesthesia (kesemutan) pada mulut. Kontraindikasi


Hipersensitivitas terhadap streptomisin atau komponen lain dalam sediaan, kehamilan,
gangguan pendengaran, myasthenia gravis (kelainan immun bawaan yang cukup langka,
biasanya menunjukkan karakteristik yang khas, yaitu kelemahan pada otot rangka yang
biasanya juga disertai nyeri ketika menggerakkan otot).

e. Ethambutol

Ethambutol merupakan tuberkuloslatik dengan mekanisme keria menghambat sintesis


RNA. Absorbsi setelah pemberian per oral cepat. Eksresi sebagian besar melalui ginjal,
hanya lebih kurang 10% diubah menjadi metabolit yang inaktif.

Ethambutol tidak dapat menembus jaringan otak tetapi pada penderita meningitis,
tuberkulosa dapat ditemukan kadar terapeutik dalam cairan serebrospinal.

Dosis Obat

-Dewasa: 15 mg/kg BB PO, untuk pengobatan ulang mulai dengan 25 mg/kg BB/hari
selama 60 hari, kemudian diturunkan sampai 15 mg/kg BB/hari.

-Anak 6-12 tahun: 10-15 mg/kg BB/hari.

Efek Samping

Neuritis optik, buta warna merah/hijau, neuritis perifer, ruam (jarang terjadi) , pruritus
(gatal-gatal), urtikaria dan trombositopenia (berkurangnya jumlah sel-sel keping darah
(trombosit) di dalam tubuh (darah)).

Kontraindikasi Anak-anak di bawah usia 5 tahun, pada penderita dengan gangguan


fungsi ginjal, epilepsi, alkoholisme kronik dan kerusakan hati, neuritis optik, penderita
yang hipersensitif terhadap komponen obat ini.

11
2. Terapi Diet

Terapi diet bertujuan memberikan makanan secukupnya guna memperbaiki dan


mencegah kerusakan jaringan tubuh lebih lanjut serta memperbaiki status gizi agar
penderita dapat melakukan aktifitas normal. Terapi untuk penderita kasus Tuberkulosis
Paru menurut (Almatsier Sunita, 2006) adalah:

a. Energi diberikan sesuai dengan keadaan penderita untuk mencapai berat badan normal.
b. Protein tinggi untuk mengganti sel-sel yang rusak meningkatkan kadar albumin serum
yang rendah (75-100 gr).
c. Lemak cukup 15-25 % dari kebutuhan energi total.
d. Karbohidrat cukup sisa dari kebutuhan energi total.
e. Vitamin dan mineral cukup sesuai kebutuhan total.

Macam diit untuk penyakit TBC:

a. Diit Tinggi Energi Tinggi Protein I (TETP 1)


Energi: 2600 kkal, protein 100 gr (2/kg BB).
b. Diit Tinggi Energi Tinggi Protein II (TETP II)
Energi 3000 kkal, protein 125 gr (2,5 gr/kg BB)
Penderita dapat diberikan salah satu dari dua macam diit Tinggi Energi Tinggi Protein
(TETP) sesuai tingkat penyakit penderita.

12
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang umum, dan dalam banyak kasus
bersifat mematikan. Penyakit ini disebabkan oleh berbagai strain mikobakteria, umumnya
Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis biasanya menyerang paru-paru, namun juga
bisa berdampak pada bagian tubuh lainnya. Tuberkulosis menyebar melalui udara ketika
seseorang dengan infeksi Tuberkulosis aktif batuk, bersin, atau menyebarkan butiran ludah
mereka melalui udara.

B. Saran

Dengan berhasil disusunnya makalah ini, semoga bermanfaat bagi para pembaca,
khususnya bagi mahasiswa keperawatan. Penyusun berharap pembaca dapat lebih
memahami patofisiologi, farmakologi dan terapi diet kasus tuberkulosis paru sehingga ilmu
yang didapatkan bermanfaat dimasa yang akan datang.

13
DAFTAR PUSTAKA

Amril, Y., (2002). Keberhasilan Directly Observed Therapy (DOT) Pada Pengobatan TB
Paru Kasus Baru di BP4 Surakarta. Tesis. Jakarta: Bagian Pulmonologi dan
Kedokteran Respirasi FKUI.

Bahar, A., (2000). Tuberkulosis Paru. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Editor
Soeparman. jilid II. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Fordiastiko, (1995). Penatalaksanaan TB Paru Pada Penderita Diabetes Melitus.


Jakarta: EGC.

Intang, B., (2004). Evaluasi Faktor Penentu Kepatuhan Minum Obat Anti Tuberkulosis di
Puskesmas Kabupaten Maluku Tenggara. Tesis. Yogyakarta: Universitas Gajah
Mada.

Notoatmodjo, S., (2003). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

14

Anda mungkin juga menyukai