Anda di halaman 1dari 51

LAPORAN KASUS

PERITONITIS GENERELISATA EC PERFORASI APENDIKS


DI RUANGAN DIGESTIF LONTARA 3 ATAS DEPAN
RSUP Dr.WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR

Disusun dalam rangka memenuhi tugas

state KMB (Keperawatan Medical Bedah)

DI SUSUN : KELOMPOK 6

1. Mohamad Rafly, S.Kep A1C119093


2. Irdiany Sandika Tuharea,S.Kep A1C121002
3. Andini Suci Agfira, S.Kep A1C121012
4. Anita, S.Kep A1C121020
5. Jusmira, S.Kep A1C121023

CI LAHAN CI INSTITUSI

(..................................) (..................................)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS

FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN

UNIVERSITAS MEGAREZKY

2021
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha atas berkat dan
rahmat-Nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul
“PERITONITIS GENERILISATA EC PERFORASI APENDIKS” tepat pada
waktumya.

Adapun tujuan dari penulisan laporan kasus ini adalah untuk mempelajari
cara pembuatan laporan untuk memenuhi penilaian pada stase KMB (keperawatan
medical bedah), penulis banyak mendapat tantangan dan hambatan akan tetapi
dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan itu bisa teratasi. Selesainya laporan
ini berkat bimbingan dan dorongan moril dari berbagai pihak oleh karena itu
sepantasnya penulis menyampaikan terima kasih yang mendalam kepada pihak-
pihak yang sudah membantu, diantaranya sebagai berikut kepada yang terhormat :

1. Bapak Dr. H. Alimuddin. SH., MH., M.Kn. selaku Pembina Yayasan


Pendidikan Islam Megarezky;
2. Ibu Hj. Suryani, SH., MH., selaku Ketua Yayasan Pendidikan Islam
Megarezky;
3. Bapak Prof. Dr. dr. Ali Aspar Mappahya. Sp.PD., Sp.JP(K) selaku Rektor
Universitas Megarezky;
4. Ibu Dr. Syamsuriyati,S.ST.,S.Km.,M.Kes. selaku Dekan Fakultas
Keperawatan dan Kebidanan beserta stafnya yang berkenan member izin
untuk melakukan peraktek lapangan;
5. Bapak Ns. Syaiful, S.Kep., M.Kep. selaku ketua prodi profesi ners, yang
dengan lapang dada dan bermurah hati hati senantiasa membimbing,
meluangkan waktu, tenaga, pikiran dan member arahan serta member
semangat dan motivasi kepada penulis;
6. Bapak Ns. Sudirman Efendi, S.Kep., M.Kep selaku dosen Pembimbing
Institusi yang telah sabar dalam memberikan arahan , saran dan
meluangkan waktunya meberikan bimbingan selama proses penyusunan
laporan ini;
7. Ibu Elisa Sinaga, S.Kep.,Ns selaku dosen Pembimbing Lahan yang telah
sabar dalam memberikan arahan, saran dan meluangkan waktunya
memberikan bimbingan selama proses penyusunan laporan ini;
8. Kepada pihak-pihak lain yang telah membantu penyusunan proposal ini
baik secara langsung dan tidak langsung.
Bismillah, kita semua dikelilingi orang yang baik, diberikan
kebahagian dan dilimpahkan rejekin yang berlimpah kepata Allah SWT
AMIN

Dalam penyusunan laporan ini penulis menyadari bahwa laporan ini


masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk penyusunan maupun
materinya. leh karena itu, kritik dan saran dari pembaca sangat penulis
harapkan untuk penyempurnaan demi perbaikan-perbaikan kedepannya.

Wassalamualikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Makassar, 17 Desember 2021

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang
B. Tujuan umum
C. Manfaat

BAB II TINJAUAN TEORI

A. Defenisi Penyakit
B. Anatomi Fisiologi
C. Etiologi
D. Patofisiologi
E. Manifestasi Klinik
F. Komplikasi
G. Penatalaksanaan
H. Pathway Teori
I. Konsep Asuhan Keperawatan

BAB III PEMBAHASAN

A. Pengkajian
B. Klasifikasi Data
C. Analisa Data
D. Diagnosa Keperawatan
E. Intervensi Keperawatan
F. Implementasi
G. Evaluasi

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan
B. Saran

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Peritonitis merupakan masalah infeksi dengan perkembangan anti
mikroba dan penanganan intensif sangat pesat, kematian kasus peritonitis
generilisata cukup tinggi yakni sekitar 10-20%, di Negara berkembang
angka kematian yang sangat tinggi didapatkan di brazil dengan mencapai
61,8%. Penelitian yang dilakukan ( japanesa, et al, 2016) di rumah sakit
hamburg-altona jerman, ditemukan penyebb tersering perintonitis adalah
perforasi sebesar 74% dan 23% diakibatkan oleh operasi, terdapat 897
pasien peritonitis dari 11000 pasien yang ada
Untuk di Indonesia sendiri didapatkan angka kematian akibat
peritonitis mencapai 54%. Kelompok usia terbanyak yang mengalami
peritonitis adalah 10-19 tahun sebesar 24,5% yang di ikuti oleh usia 20-29
tahun sebesar 23,5%. Didapatkan juga kasus akibat perforasi apendiks
merupakan jenis peritonitis yang paling sering terjadi prevelensi 64,3%
dari seluruh kasus peritonitis (lintong, 2018)
Salah satu cara untuk menentukan skor prognosis peritonitis yang
akurat dengan adanya rumah sakit yang di lengkapi dengan perangkat
laboraturium dengan lengkap. Pasca pembedahan (pasca operasi) pasien
merasakan nyeri yang sangat hebat dan 75% penderita memiliki
pengalaman yang kurang menyenangkan akibat pengelolaan nyeri yang
tidak adekuat, hal tersebut merupakan stressor bagi pasien dan akan
menambah kecemasan serta ketergantungan sehingga menambah pula rasa
nyeri , karena nyeri merupakan pusat perhatiannya (novia, 2016).

B. Tujuan umum
1. Untuk mengetahui dan memahami konsep secara teoritis pada ny.h
dengan diagnosa peritonitis geneelisata ec perforasi apendiks
2. Untuk melakukan asuhan keperawatan secara nyata dan teori pada ny.h
dengan diagnosa peritonitis geneelisata ec perforasi apendiks
3. Untuk menegakkan dan menganalisa diagnose keperawatan yang
sesuai pada ny.h dengan diagnosa peritonitis geneelisata ec perforasi
apendiks
4. Untuk menyusun intervensi keperwatan hingga evaluasi yang tepat
dan dibandingkan dengan jurnal yang terbaru pada ny.h dengan
diagnosa peritonitis geneelisata ec perforasi apendiks

C. Manfaat
1. Penulis
Laporan ini sebagai acuan pembelajaran bagaimana pererapan
intervensi didunia keperawatan dan memberikan pembelajaran agar
mahasiswa dapat berfikir kritis dalam penerapan suatu tindakan
keperawatan.

2. Institusi pendidikan
Sebagai bahan pembelajaran atau referensi kedepannya bagaimana
dengan pembuatan kasus yang baik dengan penerapan pembelajaran
yang bagus dalam berfikir kritis.

3. Pelayanan kesehatan
Dengan adanya laporan kasus ini dapat menjadikan suatu referensi
untuk mengembangkan tindakan keperawatan dirumah sakit sehingga
untuk penanganan kasus sepeti nyeri intervensinya tidak hanya dengan
cara pemberian obat , jadi keperawatan juga memiliki suatu tindakan
yang memang diranahnya.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Defenisi Penyakit

Peritonitis adalah inflamasi dari peritoneum (lapisan serosa yang


menutupi rongga abdomen dan organ-organ abdomen di dalamnya).
Suatu bentuk penyakit akut, dan merupakan kasus bedah darurat. Dapat
terjadi secara lokal maupun umum, melalui proses infeksi akibat
perforasi usus, misalnya pada ruptur appendiks atau divertikulum kolon,
maupun non infeksi, misalnya akibat keluarnya asam lambung pada
perforasi gaster, keluarnya asam empedu pada perforasi kandung
empedu. Pada wanita peritonitis sering disebabkan oleh infeksi tuba
falopi atau ruptur ovarium.

B. Anatomi Fisiologi

Dinding perut mengandung struktur muskulo-aponeurosis yang


kompleks. Dibagian belakang struktur ini melekat pada tulang belakang
sebelah atas pada iga, dan di bagian bawah pada tulang panggul. Dinding
perut ini terdiri dari berbagai lapis, yaitu dari luar ke dalam, lapis kulit
yang terdiri dari kuitis dan sub kutis, lemaksub kutan dan facies
superfisial ( facies skarpa ), kemudian ketiga otot dinding perutm.
obliquus abdominis eksterna, m. obliquus abdominis internus dan.
transversum abdominis, dan akhirnya lapis preperitonium dan peritonium,
yaitu fascia transversalis, lemak preperitonial dan peritonium. Otot di
bagian depan tengah terdiri dari sepasang otot rektus abdominis dengan
fascianya yang di garis tengah dipisahkan oleh linea alba. Dinding perut
membentuk rongga perut yang melindungi isi rongga perut. Integritas
lapisan muskulo-aponeurosis dinding perut sangat penting untuk
mencegah terjadilah hernia bawaan, dapatan, maupun iatrogenik. Fungsi
lain otot dinding perut adalah pada pernafasan juga pada proses berkemih
dan buang air besar dengan meninggikan tekanan intra abdominal.
Gambar 1 : Tampak anterior otot dinding abdomen dan penampang melintang otot
abdomen

Peritoneum adalah membran serosa rangkap yang terbesar di


dalam tubuh. Peritoneum terdiri atas dua bagian utama, yaitu
peritoneum parietal, yang melapisi dinding rongga abdominal dan
berhubungan dengan fascia muscular, dan peritoneum visceral, yang
menyelaputi semua organ yang berada di dalm ronggaitu. Peritoneum
parietale mempunyai komponen somatic dan visceral yang
memungkinkan lokalisasi yang berbahaya dan menimbulkan defans
muscular dan nyeri lepas. Ruang yang bisa terdapat di antara dua lapis
ini disebut ruang peritoneal atau cavitas peritonealis. Ruang di luarnya
disebut Spatium Extraperitoneale. Di dalam cavitas peritonealis
terdapat cairan peritoneum yang berfungsi sebagai pelumas sehingga
alat-alat dapat bergerak tanpa menimbulkan gesekan yang berarti.
Cairan peritoneum yang diproduksi berlebihan pada kelainan tertentu
disebut sebagai asites (hydroperitoneum).2 Luas peritoneum kira-kira
1,8 meter, sama dengan luas permukaan kulit orang dewasa. Fungsi
peritoneum adalah setengah bagiannya memiliki membran basal
semipermiabel yang berguna untuk difusi air, elektrolit, makro,
maupum mikro sel. Oleh karena itu peritoneum punya kemampuan
untuk digunakan sebagai media cuci darah yaitu peritoneal dialisis dan
menyerap cairan otak pada operasi ventrikulo peritoneal shunting
dalam kasus hidrochepalus.
Lapisan peritonium dibagi menjadi 3, yaitu:
1. Lembaran yang menutupi dinding usus, disebut lamina visceralis (tunika
serosa).

2. Lembaran yang melapisi dinding dalam abdomen disebut lamina


parietalis.

3. Lembaran yang menghubungkan lamina visceralis dan lamina parietalis.


Peritoneum viscerale berhubungan dengan parietale pada dinding
abdomen melalui suatu duplikatur yang disebut mesenterium. Cavitas
peritonealis pada laki-laki tertutup seluruhnya tetapi pada perempuan
mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui tuba uterina, uterus
dan vagina. Spatium Extraperitoneale dapat dibedakan menurut
letaknya , di depan (spatium praepitoneale), di belakang (spatium
retroperitoneale) dan dibawah (spatium subperitoneale). Alat yang
terletak di dalam cavitas peritoneale disebut letak intraperitoneale,
seperti pada lambung, jejunum, ileum, dan limpa. Sedangkan yang
terletak di belakang peritoneum disebut retroperitoneale seperti pada
ginjal dan pancreas

Omentum adalah dua lapisan peritoneum yang menghubungkan


lambung dengan alat viscera lainnya seperti dengan hepar (omentum
minus), dengan colon transversum (omentum majus), dan dengan limpa
(omentum gastrosplenicum). Peritoneum dari usus kecil disebut
mesenterium, dari appendik disebut mesoappendix dari colon trnsversum
dan sigmoideum disebut mesocolon transversum dan sigmoideum.
Mesenterium dan omentum berisi pembuluh darah dan limfe serta saraf
untuk alat viscera yang bersangkutan.

Gambar 2. Struktur peritoneum 12


Peritoneum parietale sensitif terhadap nyeri, temperatur, perabaan
dan tekanan dan mendapat persarafan dari saraf-saraf segmental yang
juga mempersarafi kulit dan otot yang ada si sebelah luarnya. Iritasi pada
peritoneum parietale memberikan rasa nyeri lokal, namun insicipada
peritoneum viscerale tidak memberikan rasa nyeri. Peritoneum viscerale
sensitif terhadap regangan dan sobekan tapi tidak sensitif untuk perabaan,
tekanan maupun temperature.
Perdarahan dinding perut berasal dari beberapa arah. Dari
kraniodorsal diperoleh perdarahan dari cabang aa. Intercostalis VI – XII
dan a. epigastrika superior. Dari kaudal terdapat a. iliaca a. sircumfleksa
superfisialis, a. Pudenda eksterna dan a. epigastrika inferior. Kekayaan
vaskularisasi ini memungkinkan sayatan perut horizontal maupun vertikal
tanpa menimbulkan gangguan perdarahan.1,2,3 Persarafan dinding perut
dipersyarafi secara segmental oleh n.thorakalis VI – XII dan n. lumbalis I.
Sangat penting untuk memahami posisi dari alat-alat viscera
abdomen agar dapat segera mengetahui atau memperkirakan alat apa
yang terkena tusukan pada perut: .
 Hepar merupakan suatu organ yang besar yang mengisi bagian
atas rongga abdomen.
 Kandung empedu merupakan kantong berbentuk seperti buah
per melekat pada permukaan visceral lobus kanan hepar.
Ujung buntunya (fundus) menonjol di bawah pinggir bawah
hepar.
 Esophagus di daerah abdomen pendek, 1,25 cm terletak di
belakang lobus kiri hepar.
 Gaster (ventriculus) terletak pada regio hypochondriaca kiri,
epigastrica dan umbilicalis
 Duodenum terletak di regio epigastrica dan umbilicalis
 Pancreas terbentang dari regio umbilicalis sampai ke regio
hypochondriaca kiri pada lien.
 Lien terletak pada bagian atas kiri dari rongga abdomen antara
lambung dan diaphragma di regio sepanjang sumbu iga x kiri.
 Ren terletak pada dinding belakang abdomen posterior dari
peritoneum parietale di sisi kanan dan kiri columna
transversalis.
 Glandula suprarenalis terletak pada dinding belakang abdomen
di sisi kana dan kiri columna vertebralis.
 Jejunum mengisi bagian atas kiri rongga abdomen dan ileum
mengisi bagian kanan bawah rongga abdomen dan rongga
pelvis.
 Colon terbentang mengelilingi jejunum dan ileum, terbagi atas
caecum, colon ascendens, colon tranversum, colom desendens
dan colon sigmoid

C. Etiologi

Peritonitis bakterial diklasifikasikan menjadi primer dan sekunder

1. Peritonitis primer

Disebabkan oleh invasi hematogen dari organ


peritoneal yang langsungdari rongga peritoneum. Banyak
terjadi pada penderita :
 sirosis hepatis dengan asites

 nefrosis

 SLE

 bronkopnemonia dan TBC paru

 pyelonefritis
2. Peritonitis sekunder

Peritonitis yang mengikuti suatu infeksi akut atau


perforasi tractusi gastrointestinal atau tractus urinarius. Pada
umumnya organisme tunggal tidak akan menyebabkan peritonitis
yang fatal. Sinergisme dari multipel organisme dapat
memperberat terjadinya infeksi ini. Bakterii anaerob, khususnya
spesies Bacteroides, dapat memperbesar pengaruh bakteri aerob
dalam menimbulkan infeksi.
Disebabkan oleh infeksi akut dari organ intraperitoneal seperti:

 Iritasi Kimiawi : Perforasi gaster, pankreas, kandung


empedu, hepar, lien, kehamilan extra tuba yang pecah
 Iritasi bakteri : Perforasi kolon, usus halus, appendix, kista
ovarii pecah, ruptur buli dan ginjal.
 Luka/trauma penetrasi, yang membawa kuman dari luar masuk
ke dalam cavum peritoneal.
3. Peritonitis Tersier

Peritonitis yang mendapat terapi tidak adekuat,


superinfeksi kuman, danakibat tindakan operasi sebelumnya.
D. Patofisiologi

Peradangan peritoneum merupakan komplikasi berbahaya yang


sering terjadi akibat penyebaran infeksi dari organ-organ abdomen
(misalnya: apendisitis, salpingitis), ruptur saluran cerna atau dari luka
tembus abdomen. Organisme yang sering menginfeksi adalah organisme
yang hidup dalam kolon pada kasus ruptur apendiks, sedangkan
stafilokokus dan streptokokus sering masuk dari luar.
Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah
keluarnya eksudat fibrinosa. Abses terbentuk di antara perlekatan
fibrinosa, yang menempel menjadi satu dengan permukaan sekitarnya
sehingga membatasi infeksi. Perlekatan biasanya menghilang bila infeksi
menghilang, tetapi dapat menetap sebagai pita-pita fibrosa, yang kelak
dapat mengakibatkan obstruksi usus.
Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan
peritoneum atau bila infeksi menyebar, dapat timbul peritonitis umum.
Dengan perkembangan peritonitis umum, aktifitas peristaltik berkurang,
usus kemudian menjadi atoni dan meregang. Cairan dan elektrolit hilang
ke dalam lumen usus, mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi,
dan oliguria. Perlekatan dapat terbentuk antara lengkung-lengkung usus
yang meregang dan dapat mengganggu pulihnya pergerakan usus dan
mengakibatkan obstruksi usus.
Pada apendisitis disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks
oleh fekalit atau dengan benda asing. Obstruksi tersebut menyebabkan
mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan, makin lama
mukus tersebut semakin banyak, sehingga elastisitas dinding apendiks
mengalami peningkatan tekanan intra lumen dan menghambat aliran
limfe dan mengakibatkan edema, lalu menganggu aliran arteri sehinga
terjadi infark dinding apendiks diikuti dengan nekrosis atau ganggren
dinding apendiks sehingga menimbulkan perforasi dan akhirnya
mengakibatkan peritonitis lokal atau difus.
Usaha pertahanan tubuh adalah membatasi proses radang dengan
menutup apendiks dengan omentum, usus halus atau adneksa sehingga
terbentuk massa periapendikular. Apabila terjadi pernanahan maka akan
terbentuk suatu rongga yang berisi nanah di sekitar apendiks disebut
abses periapendikular.
Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna,
tetapi akan membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan
dengan jaringan sekitarnya. Perlengketan ini dapat menimbulkan
serangan berulang di perut kanan bawah disebut dengan apendisitis
rekurens. Pada suatu ketika organ ini dapat meradang akut lagi dan
dinyatakan mengalami eksaserbasi akut.
E. Manifestasi Klinik
1. Nyeri abdomen
Nyeri abdomen merupakan gejala yang selalu ada pada
peritonitis. Nyeri biasanya datang dengan onset tiba-tiba, hebat
pada penderita dengan perforasi nyerinya didapatkan pada seluruh
bagian abdomen.
Seiring dengan berjalannya penyakit, nyeri dirasakan terus-
menerus, rasa seperti terbakar dan timbul dengan berbagai gerakan.
Nyeri lebih terasa pada daerah dimana terjadinya peradangan
peritoneum. Menurunnya intesitas dan penyebaran dari nyeri
menandakan adanya lokalisasi dari proses peradangan, ketika
intesitasnya bertambah meningkat disertai dengan perluasan daerah
nyeri menandakan penyebaran dari peritonitis. Nyeri subjektif
berupa nyeri waktu penderita bergerak seperti jalan, bernafas,
batuk, atau mengejan. Nyeri objektif berupa nyeri jika digerakkan
seperti palpasi, nyeri tekan lepas, tes psoas, atau tes lainnya.
2. Dinding perut akan terasa tegang (defans muskular), biasanya
karena mekanisme antisipasi penderita secara tidak sadar untuk
menghindari palpasi yang menyakitkan, atau bisa pula tegang
karena iritasi peritoneum.
3. Anoreksia, mual, muntah dan demam
Pada penderita ditemukan gejala anoreksia, mual, muntah.
Penderita diikuti badan terasa demam dan mengigil hilang timbul.
Meningkatnya suhu tubuh dapat mencapai 38°C sampai 40°C.
4. Facies hipocrates
Pada peritonitis berat dapat ditemukan fascies hipocrates.
Gejala ini termasuk ekspresi yang tampak gelisah, pandangan
kosong, dan muka tampak pucat.Peritonitis dengan facies
hiprocrates biasanya pda stadium pre terminal. Hal ini ditandai
dengan posisi mereka berbaring dengan lutut difleksikan dan
respirasi interkosta yang terbatas karena gerakan dapat
menyebabkan nyeri pada abdomen.
5. Syok
Syok dapat terjadi oleh dua faktor. Yang pertama akibat
perpindahan cairan intravaskular ke cavum peritoneum atau ke
lumen dari intestinal. Yang kedua disebabkan terjadinya sepsis
generalisata.

F. Komplikasi
1. Sindrom hepatorenal, yaitu gagal ginjal progresif
2. Sepsis, yaitu reksi berat akibat bkteri yang sudah memasuki aliran
darah
3. Ensefalopati hepatic, yaitu hilangnya fungsi otak akibat hati tidak
dapat menyaring racun dalam darah
4. Abses atau kumpulan nanah pada perut
5. Kematian jaringan pada usus
6. Perlengketan usus yang dapat menyebabkan usus tersumbat
7. Syok sepsis, yang ditandai dengan penurunan tekanan darah yang
berbahaya

G. Penatalaksanaan

 Konservatif
Prinsip umum pengobatan adalah mengistirahatkan saluran cerna
dengan
 Memuasakan pasien
 Dekompresi saluran cerna dengan penghisapan
nasogastrik ata intestinal
 Pengganti cairan elektrolit yang hilang yang dilakukan secara
intravena
 Pemberian antibiotik yang sesuai
 Pembuangan fokus septik (apendiks) atau penyebab radang
lainnya
 Pemberian oksigen
Adalah vital untuk semua pasien dengan syok. Hipoksia
dapat dimonitor oleh pulse oximetri atau BGA.

 resusitasi cairan

Biasanya dengan kristaloid, volumenya berdasarkan


derajat syok dan dehidrasi. Penggantian elektrolit
(biasanya potassium) biasanya dibutuhkan. Pasien harus
dikateterisasi untuk memonitor output urine tiap jam.
Monitoring tekanan vena sentral dan penggunaan inotropik
sebaiknya digunakan pada pasien dengan sepsis atau
pasien dengan komorbid. Hipovolemi terjadi karena
sejumlah besar cairan dan elektrolit bergerak dari lumen
usus ke dalam rongga peritoneal dan menurunkan caran ke
dalam ruang vaskuler.
 Analgetik
Digunakan analgetik opiat intravena dan mungkin
dibutuhkan antiemetik.

 Antibiotik
Harus spektrum luas, yang mengenai baik aerob dan
anaerob, diberikan intravena. Cefalosporin generasi III dan
metronidazole adalah strategi primer. Bagi pasien yang
mendapatkan peritonitis di RS (misalnya oleh karena kebocoran
anastomose) atau yang sedang mendapatkan perawatan intensif,
dianjurkan terapi lini kedua diberikan meropenem atau
kombinasi dari piperacillin dan tazobactam. Terapi antifungal
juga harus dipikirkan untuk melindungi dari kemungkinan
terpapar spesies Candida.
 Definitif
Pembedahan
1. Laparotomi
Biasanya dilakukan insisi upper atau lower midline tergantung
dari lokasi yang dikira. Tujuannya untuk :
- menghilangkan kausa peritonitis
- mengkontrol origin sepsis dengan membuang organ yang
mengalami inflamasi atau ischemic (atau penutupan viscus
yang mengalami perforasi).
- Peritoneal lavage
Mengkontrol sumber primer dari sepsis adalah sangat penting.
Re- laparotomi mempunyai peran yang penting pada
penanganan pasien dengan peritonitis sekunder, dimana setelah
laparotomi primer ber-efek memburuk atau timbul sepsis. Re-
operasi dapat dilakukan sesuai kebutuhan. Relaparotomi yang
terencana biasanya dibuat dengan membuka dinding abdomen
dengan pisau bedah sintetik untuk mencegah eviserasi. Dari
pada relaparotomi yang direncanakan. Pemeriksaan ditunjang
dengan CT scan. Perlu diingat bahwa tidak semua pasien sepsis
dilakukan laparotomi, tetapi juga memerlukan ventilasi
mekanikal, antimikrobial, dan support organ. Mengatasi
masalah dan kontrol pada sepsis saat operasi adalah sangat
penting karena sebagian besar operasi berakibat meningkatkan
morbiditas dan mortalitas
2. Laparoskopi
Teori bahwa resiko keganasan pada hiperkapnea dan syok
septik dalam absorbsi karbondioksida dan endotoksin melalui
peritoneum yang mengalami inflamasi, belum dapat
dibuktikan. Tetapi, laparoskopi efektif pada penanganan
appendicitis akut dan perforasi ulkus duodenum. Laparoskopi
dapat digunakan pada kasus perforasi kolon, tetapi angka
konversi ke laparotomi lebih besar. Syok dan ileus adalah
kontraindikasi pada laparoskopi.9
3. Drain
Efektif digunakan pada tempat yang terlokalisir, tetapi cepat
melekat pada dinding sehingga seringkali gagal untuk
menjangkau rongga peritoneum. Ada banyak kejadian yang
memungkinkan penggunaan drain sebagai profilaksis setelah
laparotomy.
H. Pathway Teori
I. Konsep Dasar Keperawatan

PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik pada peritonitis dilakukan dengan cara yang sama
seperti pemeriksaan fisik lainnya yaitu dengan:
1. inspeksi
 pasien tampak dalam mimik menderita
 tulang pipi tampak menonjol dengan pipi yang cekung, mata
cekung
 lidah sering tampak kotor tertutup kerak putih, kadang putih
kecoklatan
 pernafasan kostal, cepat dan dangkal. Pernafasan abdominal
tidak tampak karena dengan pernafasan abdominal akan
terasa nyeri akibat perangsangan peritoneum.
 Distensi perut
2. palpasi
* nyeri tekan, nyeri lepas dan defense muskuler positif
3. auskultasi
* suara bising usus berkurang sampai hilang
4. perkusi
* nyeri ketok positif
* hipertimpani akibat dari perut yang kembung
* redup hepar hilang, akibat perforasi usus yang berisi udara
sehingga udara akan mengisi rongga peritoneal, pada
perkusi hepar terjadi perubahan suara redup menjadi
timpani

Pada rectal touche akan terasa nyeri di semua arah, dengan tonus muskulus
sfingter ani menurun dan ampula recti berisi udara.

DIAGNOSA
Anamnesa yang jelas, evaluasi cairan peritoneal, dan tes diagnostik
tambahan sangat diperlukan untuk membuat suatu diagnosis yang tepat
sehingga pasien dapat di terapi dengan benar.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pada pemeriksaan laboratorium didapat:
 lekositosis ( lebih dari 11.000 sel/...L ) dengan pergeseran ke kiri
pada hitung jenis. Pada pasien dengan sepsis berat, pasien
imunokompromais dapat terjasi lekopenia.
 Asidosis metabolik dengan alkalosis respiratorik.

Pada foto polos abdomen didapatkan:


 Bayangan peritoneal fat kabur karena infiltrasi sel radang
 Pada pemeriksaan rontgen tampak udara usus merata, berbeda
dengan gambaran ileus obstruksi
 Penebalan dinding usus akibat edema
 Tampak gambaran udara bebas
 Adanya eksudasi cairan ke rongga peritoneum, sehingga pasien
perlu dikoreksi cairan, elektrolit, dan asam basanya agar tidak
terjadi syok hipovolemik.
Pemeriksaan penunjang lain yang bisa dilakukan adalah dengan USG
abdomen, CT scan, dan MRI.

Diagnosis Peritoneal Lavage (DPL)


Teknik ini digunakan untuk mengevaluasi pasien dengan cedera
intra abdomen setelah trauma tumpul yang disertai dengan kondisi:
Hilangnya kesadaran, intoksikasi alkohol, perubahan sensori, misalnya
pada cedera medula spinalis, cedera pada costae atau processus transversus
vertebra.
Tehnik ini adalah suatu tindakan melakukan bilasan rongga perut
dengan memasukkan cairan garam fisiologis sampai 1.000 ml melalui
kanul, setelah sebelumnya pada pengisapan tidak ditemukan darah atau
cairan.
Pada DPL dilakukan analisis cairan kualitatif dan kuantitatif, hal-
hal yang perlu dianalisis antara lain: kadar pH, glukosa, protein, LDH,
hitung sel, gram stain, serta kultur kuman aerob dan anaerob. Pada
peritonitis bakterialis, cairan peritonealnya menunjukkan kadar pH ≤ 7 dan
glukosa kurang dari 50 mg/dL dengan kadar protein dan LDH yang
meningkat.
Tehnik ini dikontraindikasikan pada kehamilan, obesitas,
koagulopati dan hematom yang signifikan dengan dinding abdomen.

TERAPI
Peritonitis adalah suatu kondisi yang mengancam jiwa, yang
memerlukan pengobatan medis sesegera mungkin. Prinsip utama terapi
pada infeksi intra abdomen adalah:

1. mengkontrol sumber infeksi


2. mengeliminasi bakteri dan toksin
3. mempertahankan fungsi sistem organ
4. mengontrol proses inflamasi

Terapi terbagi menjadi:


 Terapi medis, termasuk di dalamnya antibiotik sistemik untuk
mengontrol infeksi, perawatan intensif mempertahankan
hemodinamik tubuh misalnya pemberian cairan intravena untuk
mencegah dehidrasi, pengawasan nutrisi dan ikkeadaan metabolik,
pengobatan terhadap komplikasi dari peritonitis (misalnya insufisiensi
respiratorik atau ginjal), serta terapi terhadap inflamasi yang terjadi.
 Intervensi non-operatif, termasuk di dalamnya drainase abses
percutaneus dan
percutaneus and endoscopic stent placement.

 Terapi operatif, pembedahan sering diperlukan untuk mengatasi


sumber infeksi, misalnya apendisitis, ruptur organ intra-abomen
Bila semua langkah-langkah terapi di atas telah dilaksanakan,
pemberian suplemen, antara lain glutamine, arginine, asam lemak omega-3
dan omega-6, vitamin A, E dan C, Zinc dapat digunakan sebagai tambahan
untuk mempercepat proses penyembuhan.
TERAPI ANTIBIOTIK
Pada SBP (Spontaneus Bacterial Peritonitis), pemberian antibiotik
terutama adalah dengan Sefalosporin gen-3, kemudian diberikan antibiotik
sesuai dengan hasil kultur. Penggunaan aminolikosida sebaiknya
dihindarkan terutama pada pasien dengan gangguan ginjal kronik karena
efeknya yang nefrotoksik. Lama pemberian terapi biasanya 5-10 hari.

Pada peritonitis sekunder dan tersier, terapi antibiotik sistemik ada


pada urutan ke-dua. Untuk infeksi yang berkepanjangan, antibiotik
sistemik tidak efektif lagi, namun lebih berguna pada infeksi akut. Pada
infeksi inta-abdominal berat, pemberian imipenem, piperacilin/tazobactam
dan kombinasi metronidazol dengan aminoglikosida.
INTERVENSI NON-OPERATIF
Dapat dilakukan drainase percutaneus abses abdominal dan
ekstraperitoneal. Keefektifan teknik ini dapat menunda pembedahan
sampai proses akut dan sepsis telah teratasi, sehingga pembedahan dapat
dilakukan secara elektif. Hal-hal yang menjadi alasan ketidakberhasilan
intervensi non-operatif ini antara lain fistula enteris, keterlibatan pankreas,
abses multipel. Terapi intervensi non-operatif ini umumnya berhasil pada
pasien dengan abses peritoneal yang disebabkan perforasi usus (misalnya
apendisitis, divertikulitis).
Teknik ini merupakan terapi tambahan. Bila suatu abses dapat di
akses melalui drainase percutaneus dan tidak ada gangguan patologis dari
organ intraabdomen lain yang memerlukan pembedahan, maka drainase
perkutaneus ini dapat digunakan dengan aman dan efektif sebagai terapi
utama. Komplikasi yang dapat terjadi antara lain perdarahan, luka dan
erosi, fistula.
TERAPI OPERATIF
Cara ini adalah yang paling efektif. Pembedahan dilakukan dengan
dua cara, pertama, bedah terbuka, dan kedua, laparoskopi.

PROGNOSA
Tergantung dari umur penderita, penyebab, ketepatan dan
keefektifan terapi. Prognosa baik pada peritonitis lokal dan
ringan. Prognosa buruk pada peritonitis general.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. “H” DENGAN KASUS PERITONITIS


GENERALISATA EC PERFORASI APENDIX DI RUANG LONTARA 3 ATAS
DEPAN/DIGESTIF RSUP Dr. WAHIDIN SUDIROHUSODO
Unit : Kelas 3 Tanggal Pengkajian : 06/12/2021
Ruang/Kamar : 10/3 Waktu Pengkajian : 10:45

Tgl Masuk : 03/12/2021 Jam: 08.20 Auto Anamnese : v

Allo Anamnese : v

I. IDENTIFIKIKASI
A. PASIEN
Nama : Ny “H”
Umur : 33 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Status Perkawinan : Sudah menikah
Agama/Suku : Islam/ Bugis
Warga Negara : Indonesia
Bahasa yang digunakan : Bugis/indonesia
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT
Alamat Rumah : Sinjai Utara
Dx. Medik : Peritonitis Generalisata Ec Perforasi
Apendix

B. PENANGGUNG JAWAB
Nama : Tn" A"
Alamat : Sinjai Utara
Hubungan denngan pasien : Suami

C. RIWAYAT KESEHATAN
1. Keluhan Utama : Nyeri
2. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pasien datang ke IGD Bedah RSUP Dr. Wahidin
Sudirohusodo pada tanggal 03 Desember 2021 dengan
keluhan nyeri perut. Nyeri perut dialami sejak ± 5 hari
sebelum masuk ke rumah sakit. Awalnya nyeri dirasakan
pada perut bagian bawah kemudian menjalar keperut
bagian kanan. Pasien mengatkan nyeri diperberat dengan
mual muntah. Pada tanggal 04 Desember 2021 dilakukan
operasi pembedahan laparatomi + Apendektomi appendix
perforasi + Adhesiolisis. Dan pada tanggal 05 Desember
2021 pasien dipindahkan keruang perawatan Lontara 3 atas
depan/Digestif. Pada saat dilakukan pengkajian pasien
mengatakan nyeri pada perut bagian luka post operasi.
P : Pasien mengatakan nyeri akibat post operasi
Q: Pasien mengatakan nyeri seperti tertusuk-tusuk
R : Pasien mengatakan nyeri di abdomen kanan bawah
S : Pasien mengatakan nyeri skala 5 (Sedang/NRS)
T : Pasien mengatakan nyeri hilang timbul dengan lama
durasi ±5 menit.
Pasien tampak meringis, gelisah dan tampak menahan sakit
3. Riwayat Kesehatan masa Lalu :
Pasien mengatakan memiliki riwayat Gastritis
4. Riwayat Kesehatan Keluarga :
Pasien mengatakan tidak ada keluarga yang memiliki
riwayat penyakit yang sama dengan pasien ataupun
penyakit lainnya.

GENOGRAM 3 GENARASI :

G1 x x
x x

G2 ?
? ? ? ?

71 x x

G3
? ? ?

33 ?
Pp

G4 2 1 1 6
Simbol :

: Laki-laki : keturunan : Memiliki


penyakit

: Perempuan X : Meninggal : Garis


serumah

: Garis perkawinan ? : Tidak diketahui :


Pasien

Keterangan :

G1 : Kakek dan nenek pasien dari ayah dan ibu sudah meninggal karena faktor
usia.
G2 : Ayah pasien anak ketiga dari tiga bersaudara. Dan ibu pasien anak kedua dari
empat bersaudara. Ibu pasien sudah meninggal sejak pasien umur 14 tahun dengan
faktor penyebab tidak diketahui.
G3 : Pasien anak ketiga dari tiga bersaudara. Pasien sudah menikah dengan
memiliki tiga anak.
G4 : Pasien memiliki empat orang anak, tinggal serumah dengan suami dan
anaknya.

II. PEMERIKSAAN FISIK


A. TANDA-TANDA VITAL
1. Kesadaran
Kualitatif : Composmentis
Kuantitatif : GCS 14
Skala Coma Glasgow :- Respon Motorik :6
- Respon Bicara :4
- Respon Membuka Mata : 4

Kesimpulan : 14 (Composmentis)

2. Tekanan Darah : 130/80 mmHg


MAP : 81 mmHg
3. Suhu : 36,6°C
4. Pernapasan : Frekuensi 19 x/menit
Irama : Reguler
Jenis : Dada
5. Nadi : 105 kali/menit

B. ANTROPOMETRI
1. Lingkar Lengan Atas :14 cm
2. Tinggi Badan : 152 cm
3. Berat Badan : 45 kg
4. I. M. T (Indeks Massa Tubuh) : 19,5 kg/m²

Kesimpulan : Indeks Massa Tubuh dalam batas Normal

C. PEMERIKSAAN FISIK (head to toe)


1. Kepala:
- Bentuk : Bentuk kepala bulat, simetris dan
tidak ada benjolan.
- Kulit kepala : Kulit kepala pasien tampak bersih,
tidak ada luka ataupun lesi dan tidak ada jejas.
- Rambut : Rambut pasien tampak tebal, lurus, bersih
dan rapi
2. Mata:
- Konjungtiva : Tidak Anemis
- Sklera : Tampak tidak ada lesi
- Kornea : Pergerakan bola mata normal
3. Hidung:
- Kebersihan : Hidung tampak bersih, tidak ada
nyeri tekan ataupun lesi pada hidung dan tidak ada
gangguan indera penciuman.
- Cuping hidung : Tidak tampak pernafasan cuping
4. Telinga :
Tampak bersih, tidak ada benjolan, bentuk telinga simetris
dan tidak ditemukan adanya gangguan pada indera
pendengaran.
5. Mulut :
- Rongga Mulut : Tampak bersih
- Gusi : Tidak terdapat peradangan dan lesi pada
gusi
- Gigi : Gigi pasien tampak bersih
- Mukosa Bibir : Bibir pasien tampak pucat
6. Leher :
Tidak ditemukan adanya nyeri tekan, tidak ada benjolan,
tidak ada lesi dan pembesaran getah bening.
7. Thorax (Paru-Paru) :
- Inspeksi : Tidak ada pergerakan cuping
hidung, tidak terdapat lesi, massa dan kemerahan
pada hidung dada tampak simetris, bentuk clavicula
dan tulang rusuk simetris. Bentuk tulang belakang
simetris, pernapasan 19x/menit dan nadi
105x/menit, serta tidak ada kelainan pada bentuk
kuku.
- Palpasi : Tidak terdapat nyeri tekan pada
dada dan tidak ada kripitasi.
- Perkusi : Perkusi paru menghasilkan bunyi sonor
- Auskultasi : Bunyi pada lapang paru vesikuler
dan pada bronkus bronkuvesikuler. Tidak
ditemukan adanya bunyi tambahan.
8. Jantung :
- Inspeksi : Tampak simetris
- Palpasi : Palpasi nadi (frekuensi nadi:
105x/menit), CRT < 3 detik
- Perkusi : Terdapat bunyi pekak
- Auskultasi : Bunyi jantung I dan II normal
9. Abdomen
- Inspeksi : Tampak simetris, terdapat luka post
op Laparatomi + Apendekstomi appendix perforasi
+ Adhesiolisis dan terpasang drainase pada
abdomen kanan bawah
- Auskultasi : Bising usus 8x/menit
- Palpasi : Terdapat nyeri tekan dibagian
abdomen kanan bawah sekitar luka post op
- Perkusi : Terdengar suara timpani
10. Ektremitas
- Edema : Tidak terdapat edema
- Capilary Refill Time : <3 detik
- Turgor Kulit : Normal
- Luka : Tidak terdapat luka

- Kekuatan Otot : 5555 5555

5555 5555

III. PENGKAJIAN POLA KESEHATAN


A. POLA PERSEPSI KESEHATAN PEMELIHARAAN KESEHATAN
a. Data Subjektif
Pasien mengatakan selalu memperhatikan kesehatannya dengan
memeriksakan ke dokter atau pelayanan kesehatan jika merasakan
sakit. Pasien mengatakan sehat adalah ketika pasien bisa
beraktivitas tanpa ada hambatan.
B. POLA NUTRISI METABOLIK
a. Data subjektif
Di Rumah :
Pasien mengatakan sebelum di rawat dirumah sakit pasien makan 3
kali/hari dengan porsi 1 piring dihabiskan
Di Rumah Sakit :
Pasien mengatakan saat sakit ada perubahan pola makan. Pasien
mengatakan selama dirawat di rumah sakit pasien hanya menghabiskan
½ porsi makanan dari 1 porsi yang diberikan dirumah sakit. Pada saat
dilakukan pengkajian pasien belum dianjurkan untuk makan karena
selesai operasi. Dan minum sudah dibolehkan tapi sedikit-sedikit.

b. Data Objektif
Pasien menghabiskan ½ porsi makanan yang diberikan di rumah sakit.

C. POLA ELIMINASI
a. Data Subjektif
Di Rumah :
Pasien mengatakan BAB dirumah 1-2 kali sehari, BAK lancar 2-4 kali
Di Rumah Sakit :
Pasien mengatakan BAB menggunakan pampers. Pasien mengatakan
kadang tidak BAB dalam satu hari. Pada saat dikaji pasien mengatakan
belum pernah BAB setelah post operasi (satu hari belum BAB).
b. Data Objektif
Pasien tampak menggunakan pampers

D. POLA AKTIVITAS DAN LATIHAN


a. Data Subjektif
Di Rumah :
Pasien mengatakan tidak ada masalah dalam aktivitasnya, pasien
mampu melakukan aktivitas seperti biasa.
Di Rumah Sakit :
Pasien mengatakan aktifitasnya terbatas, pasien dapat duduk,
makan/minum secara mandiri, tetapi untuk berpakaian pasien masih
harus di bantu dan pasien belum berjalan dikarenakan sakit pada area
kaki.
b. Data Objektif
Pasien tampak lemah dan pergerakan masih tampak terbatas
E. POLA ISTIRAHAT TIDUR
a. Data Subjektif
Di rumah :
Pasien mengatakan tidak mengalami gangguan tidur. Pasien tidur
biasanya kurang lebih 7-8 jam per hari.
Di rumah Sakit :
Pasien mengatakan tidak mengalami gangguan atau perubahan pada
tidurnya selama dirumah sakit
b. Data Objektif
Dirumah sakit pasien tampak tidur nyenyak dan pada saat dilakukan
pengkajian pasien tampak baru bangun tidur.

F. POLA PERSEPSI KOGNITIF


a. Data Subjektif
Di Rumah :
Pasien tidak memiliki masalah dalam persepsi
Di Rumah Sakit :
Pasien mampu menginterprestasikan lingkungan, pasien juga mampu
mengenal disekitarnya (keluarganya), pasien tidak memiliki alat bantu
dengar.
b. Data Objektif
Pasien tampak tidak memiliki masalah pada persepsi dan kognitifnya

G. POLA PERSEPSI DAN KONSEP DIRI


a. Data Subjektif
Di rumah :
Pasien merupakan seorang pegawai swasta
Di rumah sakit :
Pasien ingin cepat sembuh dari sakitnya dan melakukan aktivitasnya
kembali seperti biasa walaupun terbatas nantinya, pasien mampuh
menerima keadaan sakitnya
b. Data Objektif
Pasien tidak memiliki masalah persepsi dan konsep diri
H. POLA PERAN DAN HUBUNGAN
a. Data Subjektif
Di rumah :
Pasien mengatakan dapat menjalankan perannya sebagai seorang istri
dan seorang ibu yang memiliki tanggung jawab mengurus rumah
tangga dengan baik, pasien juga mengatakan memiliki hubungan baik
dengan sesama.
Di rumah Sakit :
Pasien mengetahui keberadaannya dan mengetahui siapa yang berada
disekitarnya, pasien juga dapat berhubungan baik dengan pasien dan
keluarga lainya di rungannya.
b. Data Objektif
Pasien tampak memiliki hubungan baik dengan keluarga dan pasien
tampak cepat berinteraksi dengan lingkungan rumah sakit, seperti
pasien saling menyapa pasien yang lain.

I. POLA REPRODUKSI-SEKSUAL
Di rumah :
Pasien berusia 33 tahun dan sudah menikah
Di rumah Sakit :
Pasien berjenis kelamin perempuan dan memiliki 4 orang anak
J. POLA MEKANISME KOPING DAN TOLERANSI TERHADAP
STRES
a. Data Subjektif
Di rumah :
Pasien mengatakan jika mengalami masalah atau stres pasien akan
mencari aktifitas lain untuk menghilangkan stress seperti melakukan
aktifitas rumah tangga misalnya bersih-bersih rumah dan memasak
Di rumah Sakit:
Pasien mengatakan memilih untuk bercerita dengan suaminya dan
anaknya untuk mengurangi stress.
b. Data Objektif
Pasien tampak mampu mengatasi terhadap stres

K. POLA SISTEM NILAI KEPERCAYAAN


a. Data Subjektif :
Di rumah :
Pasien mengatakan tidak pernah meninggalkan ibadah
Di rumah sakit :
Pasien mengatakan tidak dapat menjalankan ibadah karena keadaannya
yang sakit.
b. Data Objektif
Pasien memiliki keterbatasan dalam melakukan ibadah karena sakitnya

IV. DATA PENUNJANG


PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pemeriksaan Laboratorium tanggal 06/11/2021

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal


Hemoglobin 12.3 Gr/dl 11,5-16,0
PT 10.7 Detik 10-14
APPT 18.3 Detik 22.0-30.0
Hematokrit 38 % 37-48
Kalium 2.9 Mmol/l 3.5-5.1
Ureum 15 mg/dl 10-50
Kreatinin 0.5 mg/dl L (<1.3) : P
(<1.1)
A. PEMERIKSAAN FOTO RONTGEN
Tidak ada

B. PEMERIKSAAN EKG
Irama regular
Panjang r-r = 75x/menit
Segmen p 0,08
Segmen.qrs 0,12
C. TERAPI
No. Obat Dosis Cara Pemberian Indikasi
1. Ceftriaxone 1 g/12 Jam intravena Infeksi-infeksi yang di
sebabkan oleh pathogen,
spt: infeksi saluran nafas,
saluran kemih
2. Ketorolac 30 mg/8 Intravena Peredah nyeri dan
Jam peradangan, obat golongan
anti inplamasi non steroid
3. Metronidozole 0,5 mg/8 Intravena Untuk mengobati infeksi
Jam
4. Omeprazole 40 mg/24 intravena Obat untuk mengatasi
Jam gangguan asam lambung
dan tukak lambung

V. ANALISA DATA
TTD,
No. HARI/TANGGAL DATA ETIOLOGI MASALAH
MAHASISWA
1. Senin, 06/12/2021 DS: Tindakan Nyeri akut KELOMPOK
Pasien mengatakan pembedahan (D.0077) VI
nyeri dirasakan karena
post operaasi bagian Terputusnya
abdomen kanan kontinuitas
P : pasien mengatakan jaringan kulit
nyeri akibat post op
Laparatomi + Merangsang
Apendekstomi appendix mepelepsan
perforasi + Adhesiolisis mediator kimia
Q: pasien mengatakan (histamine,
nyeri seperti tertusuk- prostaglandin,
tusuk bradykinin)
R : pasien mengatakan
nyeri di daerah sekitar
luka bekas operasi di Rangsangan
abdomen bagian kanan diteruskan ke
bawa thalamus melalui
S : pasien mengatakan saraf afferent
nyeri skala 5
(Sedang/NRS) Cortex cerebri
T : pasien mengatakan
nyeri hilang timbul
dengan durasi ± 5 menit Rangsangan
diteruskan ke
DO: organ target
melalui saraf
 Pasien tampak
efferent
gelisah
Nyeri
 Pasien tampak dipersepsikan
meringis dan
menahan sakit Nyeri
 Tekanan darah
meningkat (130/80
mmHg)
 Frekuensi nadi
meningkat 105
x/menit

2 Senin, Ds : Faktor mekanis


06/12/2021  Pasien
mengatakan luka
post op pada Tindakan
bagian abdomen pembedahan
bagian kanan
bawa Kerusakan lapisan
Do : jaringan
 Kerusakan Gangguan
jaringan lapisan Integritas KELOMPOK
kulit Infeksi pada kulit Kulit VI
(pembedahan (D.0129)
pada abdomen) Gangguan
 Terpasang integritas kulit
drainase
dibagian
abdomen kanan.
 Tampak banyak
cairan pus
(nanah)
3 Senin, Faktor risiko : Tindakan Resiko KELOMPOK
06/12/2021 - Efek prosedur pembedahan Infeksi VI
invasif (D.0142)
- Kerusakan
integritas kulit Terputusnya
kontinuitas
jaringan kulit
Port d’ entry
mikroorganisme

Resiko infeksi

VI. DIAGNOSA KEPERAWATAN (Sesuai Prioritas Masalah)


NO
DIAGNOSA KEPERAWATAN
DK
1. Nyeri akut b.d agen pencedera fisik (Prosedur Operasi)

2. Gangguan integritas kulit b.d faktor mekanis


3. Risiko infeksi d.d Efek prosedur invasive (Pembedahan)

VII. INTERVENSI KEPERAWATAN


Diagnosis
Kriteria Hasil Intervensi
keperawatan
(SLKI) (SIKI)
(SDKI)
Nyeri akut b.d Tujuan : Intervensi utama :
agen pencedera Setelah dilakukan tindakan manajemen nyeri
fisik (prosedur keperawatan selama 1 x 8 jam Observasi :
operasi) diharapkan tingkat nyeri 1. Identifikasi lokasi,
(D. 0077) menurun. karakteristik, durasi dan
Kriteria Hasil : kualitas nyeri
1. Keluhan nyeri menurun 2. Identifikasi skala nyeri
2. Gelisah Bekurang Terapeutik :
3. Frekuensi nadi 3. Berikan teknik
membaik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
(teknik relaksasi napas
dalam)
Edukasi :
4. Jelaskan strategi
meredahkan nyeri
5. Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi :
6. Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
Gangguan Tujuan : Intervensi Utama
integritas Setelah dilakukan tindakan Perawatan Luka
jaringan keperawatan 3x24 jam Observasi :
berhubungan diharapkan integritas kulit dan 1. Monitor karakteristik luka
dengan faktor jaringan meningkat dengan 2. Monitor tanda-tanda
mekanis kriteria hasil: infeksi
(D.0129) 1. Kerusakan lapisan kulit Terapeutik :
menurun 3. Pertahankan teknik steril
2. Nyeri menurun saat melakukan perawatan
3. Cairan pus (nanah) luka
menurun Edukasi :
4. Anjurkan mengkonsumsi
makanan tinggi kalori dan
protein
Kolaborasi
5. Kolaborasi pemberian
antibiotik, jika perlu

Risiko infeksi Tujuan : Intervensi utama :


Efek prosedur Setelah dilakukan tindakan Pencegahan infeksi
invasif keperawatan selama 1 x 8 jam. Observasi :
(Pembedahan) di harapkan tingkat infeksi Monitor tanda dan gejala infeksi
(D.0142) menurun. lokal dan siskemik
Kriteria Hasil : Terapeutik :
 Nyeri Berkurang 1. Cuci tangan sebelum dan
 Kemerahan menurun sesudah kontak dengan pasien
 Cairan pus (nanah) 2. Pertahankan prinsip aseptik
menurun pada pasien risiko tinggi
3. Berikan perawatan kulit
Edukasi :
1. Jelaskan tanda dan gejala
infeksi
2. Anjurkan meningkatkan asupan
cairan
3. Ajarkan cara memeriksa luka
Kolaborasi :
1. Pemberian imunisasi (jika
perlu)
VIII. IMPLEMENTASI
Nama/Umur : Ny. H/33 Tahun
Ruang/Unit : Lontara 3 Atas Depan/Digestif
TTD,
Tgl Dk Jam Implementasi Respon Pasien
Nama
Senin, 1 14.10 1. Mencuci tangan 1. Sebelum melakukan KELOMPOK
06/12/ sebelum ke pasien tindakan telah dilakukan VI
2021 cuci tangan bersih 6
2. Mengidentifikasi langkah
14.15
lokasi,karakteristik,d 2. P : pasien mengatakan
urasi dan kualitas nyeri akibat post op
nyeri Laparatomi +
Apendekstomi appendix
perforasi + Adhesiolisis
Q : pasien mengatakan
nyeri seperti tertusuk-
tusuk
R : pasien mengatakan
nyeri di daerah sekitar
luka bekas operasi di
abdomen bagian kanan
bawa
S : pasien mengatakan
nyeri skala 5
(Sedang/NRS)
T : pasien mengatakan
nyeri hilang timbul
dengan durasi ± 5 menit
14.15
3. Mengidentifikasi 3. Telah dilakukan tindakan
skala nyeri mengidentifikasi skala
nyeri dengan
menggunakan NRS dan
pasien mengatakan Skala
nyeri 5 (sedang)
14.20
4. Menjelaskan strategi 4. Telah diedukasikan cara
meredakan nyeri meredakan nyeri dengan
respon pasien dan
keluarga pasien
mengatakan sudah
mengerti, pasien dan
keluarga juga tampak
mampu memperagakan
strategi meredakan nyeri
yang sudah dijelaskan
14.30 5. Mengajarkan teknik 5. Telah dilakukan tindakan
nonfarmakologis teknik relaksasi napas
untuk mengurangi dalam dengan hasil
rasa nyeri pasien mampu
mempraktekkannya
secara maksimal.
15.00 6. Melakukan 6. Telah dilakukan
kolaborasi pemberian obat anti nyeri
pemberian analgetik Ketorolac 30 mg/8 jam
(ketorolac 30 mg/8 melalaui intravena
Jam/Intravena )
Senin, 2 09.00 1. Memonitor 1. Telah dilakukan tindakan KELOMPOK
06/12/ karakteristik luka memonitor karakteristik VI
2021 dan memonitor luka dan memonitor
tanda-tanda infeksi tanda-tanda infeksi
dengan hasil : luka insisi
post op Laparatomi +
Apendekstomi appendix
perforasi + Adhesiolisis,
tampak terdapat banyak
pus (nanah) pada luka

09.10 2. Mempertahankan 2. Menggunakan peralatan


teknik steril saat steril dan teknik steril
melakukan untuk perawatan luka
perawatan luka

09.15 3. Melakukan 3. Telah dilakukan


perawatan luka perawatan luka pasien
tampak tenang saat
dilakukan perawatan
luka, luka pasien tampak
terdapat banyak pus,
pasien mengatakan
masih merasa nyeri
ketika dilakukan
perawatan luka

09.25 4. Menganjurkan 4. Pasien mendengar dan


mengkonsumsi memahami apa yang
makanan tinggi telah dianjurkan oleh
kalori dan protein perawat mengenai
makanannya
Senin, 3 10.45 1. Mencuci tangan 1. Telah dilakukan tindakan KELOMPOK
06/12/ sebelum dan mencuci tangan sebelum VI
2021 sesudah kontak dan sesudah kontak
dengan pasien dan dengan pasien dan
lingkungan pasien lingkungannya, pasien
tampak nyaman karena
merasa aman

10.50 2. Mengajarkan cara 2. Telah diberikan edukasi


mencuci tangan kepada pasien dan
dengan benar keluarga mengenai cara
mencuci tangan dengan
benar dimana pasien dan
keluarga mampu
mengetahui cara
mencuci tangan dan
memperagakan kembali

11.00 3. Melakukan 3. Telah diberikan


kolaborasi antibiotik cefriaxone 1
pemberian antibiotic g/12 Jam
(cefriaxone 1 g/12
Jam)

15.00 4. Melakukan 4. Telah diberikan


kolaborasi antibiotic (metronidazole
pemberian antibiotic 500mg/8 Jam)
(metronidazole
500mg/8 Jam)
Selasa 1 09. 10 1. Mengidentifikasi 1. Pasien mengatakan
07/12/ skala nyeri nyerinya berkurang
2021 dengan skala 3 (sedang)

09.15 2. Mengajarkan 2. Pasien mampu


kembali teknik mengingat teknik yang
relaksasi nafas telah diajarkan
dalam untuk sebelumnya dan pasien
mengurangi rasa dapat memperagakan KELOMPOK
nyeri dengan baik VI
15.00 3. Melakukan
3. Telah dilakukan
kolaborasi
pemberian analgetik pemberian obat anti nyeri
(ketorolac 30 mg/8 Ketorolac 30 mg/8 jam
Jam/Intravena ) melalaui intravena
Selasa 2 09.20 1. Monitor 1. Luka bekas operasi pada KELOMPOK
07/12/ karakteristik luka abdomen kanan bawah VI
2021 tampak masih terdapat
banyak pus dan tampak
basah.Pasien
mengatakan kurang
nyaman dengan lukanya
karena basah/merembes

09.25 2. Mempertahankan 2. Mempertahakan teknik


teknik steril saat steril pada saat
melakukan tindakan perawatan luka, pasien
perawatan luka mengatakan nyaman
dengan tindakan yang
diberikan karena merasa
bersih
09.30 3. Melakukan 3. Telah dilakukan
perawatan luka
perawatan luka, luka
pasien masih tampak ada
pus, pasien mengatakan
nyeri berkurang tidak
terlalu dirsakan saat
dilakukan perawatan
luka
Selasa 3 08.45 1. Mencuci tangan 1. Cuci tangan dilakukan
07/12/ sebelum dan sebelum dan sesudah
2021 sesudah kontak kontak dengan pasien
dengan pasien dan
dan lingkungannya,
lingkungan pasien
pasien tampak tenang
dengan perawat

08.50 2. Memandikan Pasien 2. Telah dilakukan tindakan


memandikan pasien
dengan hasil pasien
merasa lebih nyaman
dan merasa lebih segar

09.35 3. Memonitor tanda 3. Pasien mengatakan tidak


dan gejala infeksi merasa demam, mual
muntah, tidak terlalu
merasa nyeri
KELOMPOK
4. Telah dilakukan teknik VI
09.40 4. Mempertahakan
teknik aseptik pada aseptik pada saat
pasien beresiko melakukan tindakan,
tinggi. pasien tampak nyaman
dengan tindakkan yang
telah dilakukan karena
merasa bersih

5. Telah diberikan
11.00 5. Melakukan
antibiotik cefriaxone 1
kolaborasi
g/12 Jam
pemberian antibiotic
(cefriaxone 1 g/12
Jam)

15.00 6. Melakukan
6. Telah diberikan
kolaborasi
antibiotic (metronidazole
pemberian antibiotic
500mg/8 Jam)
(metronidazole
500mg/8 Jam)
Rabu 1 10.15 1. Memonitor skala 1. Pasien mengatakan tidak
08/12/ nyeri merasa nyeri
2021 10.25 2. Mengevaluasi teknik 2. Pasien tampak mampu
relaksasi dan KELOMPOK
mengingat dan
pengalihan nyeri VI
yang telah diajarkan melakukan kembali
sebelumnya pada teknik relaksasi yang
pasien telah diajarkan
Rabu 2 10.3 1. Memonitor 1. Luka bekas operasi pada
08/12/ karakteristik luka abdomen masih terdapat
2021 sedikit pus

10.4 2. Mempertahakan 2. Pasien mengatakan


teknik steril saat nyaman dengan
melakukan tindakkan perawat
KELOMPOK
perawatan luka karena merasa bersih
VI

10.55 3. Melakukan 3. Telah dilakukan


perawatan luka perawatan luka pada
pasien dan tampak pus
hanya sedikit, pasien
mengatakan nyerinya
sudah tidak terlalu dirasa
Rabu 3 11.10 1. Mencuci tangan 1. Pasien merasa bersih bila
08/12/ sebelum dan dilakukan tindakkan dan
2021 sesudah kontak juga pasien nampak
dengan lingkungan percaya pada perawat
pasien
2. Pasien mengatakan tidak
2. Memonitor tanda ada deman, tidak ada
gejala infeksi mual muntah, tidak
terdapat nyeri, pasien
masih tampak lemah
KELOMPOK
VI
3. Melakukan 3. Telah diberikan
kolaborasi antibiotik cefriaxone 1
pemberian antibiotic g/12 Jam
(cefriaxone 1 g/12
Jam)
4. Melakukan 7. Telah diberikan
kolaborasi antibiotic (metronidazole
pemberian antibiotic 500mg/8 Jam)
(metronidazole
500mg/8 Jam)
IX. EVALUASI KEPERAWATAN
Nama/Umur : Ny. H/33 Tahun
Ruang/Unit : Lontara 3 Atas Depan/Digestif Kamar 10/3
EVALUASI HARI PERTAMA
TANGGAL/ TTD,
DK CATATAN PERKEMBANGAN (EVALUASI)
JAM NAMA
Senin, 06 1 S : Pasien mengatakan nyeri berkurang skala 3
(Ringan/NRS)
Desember
O:
2021/20.00 - Pasien masih tampak gelisah
- Nadi : 90x/menit
A : Tingkat nyeri cukup menurun/sebagian
masalah teratasi
P : Lanjutkan Intervensi :
Observasi :
1. Identifikasi skala nyeri
Terapeutik : KELOMPOK V
2. Berikan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri (teknik relaksasi
napas dalam)
Edukasi :
3. Jelaskan strategi meredahkan nyeri
4. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi :
5. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
Senin, 06 2 S : Pasien mengatakan nyeri luka post operasi KELOMPOK V
berkurang skala 3 (ringan/NRS)
Desember
O:
2021/13.30 - Keadaan umum tampak lemah
- Cairan pus (nanah) pada luka tampak
berkurang
A : Integritas kulit cukup meningkat/sebagian
masalah teratasi
P : Lanjutkan Intervensi :
Observasi :
1. Monitor karakteristik luka
2. Monitor tanda-tanda infeksi
Terapeutik :
3. Pertahankan teknik steril saat melakukan
perawatan luka
Edukasi :
4. Anjurkan mengkonsumsi makanan tinggi
kalori dan protein
Kolaborasi
5. Kolaborasi pemberian antibiotik, jika perlu
Senin, 06 3 S:
Desember O:
2021/13.30 - Pasien post operasi abdomen
- Pasien dan keluarga tampak mampu
melalukan cuci tangan dengan benar.
A : Tingkat infeksi cukup menurun/sebagian
KELOMPOK V
masalah teratasi
P : Lanjutkan intervensi :
a. Pertahankan teknik aseptik
b. Cuci tangan sebelum menyentuh pasien
c. Ajarkan tanda – tanda infeksi
d. Kolaborasi pemberian obat antibiotik

EVALUASI HARI KEDUA

TTD,
TANGGAL/JAM DK CATATAN PERKEMBANGAN (EVALUASI)
MAHASISWA
Selasa 07/12/2021 1 S : Pasien mengatakan nyeri berkurang skala 2
(Ringan/NRS)
13.00
O:
- Keadaan umum pasien sedikit baik
- Nadi : 80x/menit
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan Intervensi KELOMPOK VI
1. Identifikasi skala nyeri
2. Berikan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri (teknik relaksasi
napas dalam)
3. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
Selasa 07/12/2021 2 S : Pasien mengeluhkan luka post op pada bagian
13.20 abdomen kanan bawah nyerinya berkurang skala 2
(Ringan/NRS)
O:
- Keadaan umum lemah
- Masih terdapat pus pada luka post op
KELOMPOK VI
A : Masalah teratasi sebagian
P : Pertahankan intervensi
- Monitor karakteristik luka
- Mempertahankan teknik sterir saat
melakukan tindakan keperawatan
- Melakukan perawatan luka
Selasa 07/12/2021 3 S : Pasien mengatakan tidak merasa deman dan
13.30 tidak ada kemerahan serta nyeri tidak terlalu
dirasakan
O:
- Keadaan umum lemah
- Suhu : 36.6◦C
- tampak sedikit pus keluar dari area luka KELOMPOK VI
post op
A : Masalah teratasi sebagian
P : Pertahankan Intervensi
- Monitor tanda dan gejla infeksi
- Mencuci tangan sebelum dan sesudah
kontak dengan pasien dan lingkungannya

EVALUASI HARI KETIGA


TTD,
TANGGAL/JAM DK CATATAN PERKEMBANGAN (EVALUASI)
MAHASISWA
Rabu 08/12/2021 1 S : Klien mengatakan tidak merasa nyeri
13.30 O : Keadaan umum baik
KELOMPOK VI
A : Masalah teratasi
P : Hentikan intervensi
Rabu 08/12/2021 2 S : Pasien mengatakan tidak merasa nyeri luka post op
13.40 O:
- Keadaan umum baik
- Luka post op basah
- Masih terdapat sedikit pus
A : Masalah teratasi sebagian
KELOMPOK VI
P : Pertahankan intervensi
1. Monitor karakteristik luka
2. Mempertahankan teknik steril ketika
melakukan tindakan keperawatan
3. Melakukan perawatan luka

Rabu 08/12/2021 3 S : Pasien mengatakan tidak nyeri


13.50 O:

- Keadaan umum lemah


- Suhu tubuh 36.0C KELOMPOK VI

- Tidak ada tanda-tanda infeksi


A : Masalah tertasi
P : Hentikan intervensi

Pembahasan :
Pada bab ini penulis akan melihat apakah asuhan yang telah diberikan
pada ny.h dengan diagnosa peritonitis generelisata ec perforasi apendiks di
ruangan digestif RSUP Wahidin Sudirohusodo Kota Makassar . pembahasan ini
dibuat berdasarkan teori dan asuhan keperawatan yang nyata dengan pendekatan
proses manajemen keperawatan yaitu : pengkajian, diagnose keperawatan,
intervensi , implementasi, dan evaluasi .

Asuhan keperawatan dimulai dari pengkajian yang dilakukan pada tanggal


06 desember 2021 di ruang digestif, pengumpulan data ini dilakukan dalam teknik
wawancara langsung kepada pasien dan keluarga. Dari hasil pengumpulan data,
selanjutnya penulis merumuskan masalah keperawatan yang timbul pada pasien
dan merencanakan intervensi hingga implementasi sesuai dengan masalah
keperawatan yang ditemukan.

Dalam melaksanakan asuhan keperawatan ini, penulis hanya melakukan 3


kali intervensi dikarenakan kendala waktu. Selama dilakukan intervensi pasien
sangat kooperatif serta didampingi suami pasien untuk mendapatkan data secara
lengkap dan akurat.

Hasil dari asuhan keperawatan yang telah dilakukan kepada pasien dengan
post apendiktomi selama 3 hari didapatkan hasil yang cukup baik, dimana nyeri
pada luka post op yang dirasakan pasien berkurang, dan masalah-masalah yang
lain dapat teratasi dengan baik. Dari teori yang telah dijadikan landasan dalam
melakukan asuhan keperawatan dan diterapkan langsung kepada pasien,
didapatkan hasil yang sama, dimana intesitas nyeri dapat berkurang, dilihat dari
turunnya intensitas nyeri dan dilihat dari respon pasien baik berdasarkan data
subjektif maupun objektif dari pasien.

Intensitas nyeri merupakan gambaran tentang bagaimana tingkat


keparahan nyeri yang dirasakan oleh seorang individu, pengukuran nyeri
didapatkan dari data subjektif dan objektif , nyeri dirasakan dan didapatkan data
dari 2 orang yang berbeda pun hasil nya tetap berbeda karena setiap orang
meinterpretasikannya berbeda.
Hasil penelitian yang dilakukan manurung pada tahun 2019 tentang
pengaruh teknik relaksasi benson terhadap penurunan skala nyeri post op
APENDEKTOMI di RSUD porsea didapatkan hasil antara lain antara uji t pre
ekperimen dan post ekperimen kelompok intervensi diperoleh nilai p: 0,000, yang
berarti nilai p<0,05 maka bisa disimpulkan ada perbedaan pada skala nyeri post
apendektomi setelah dilakukan teknik relaksasi bonson.

Disini penulis berasumsi bahw terapi relaksasi bonson dapat dijadikan


sebagai salah satu intervensi pada manajemen nyeri , karena dari beberapa
penelitian studi kasus yang telah dilakukan didapatkan hasil yang efektif,
termasuk penulis sendiri yang sudah melakukan intervensi secara langsung kepada
pasien dengan post op apendiktom

BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN
1. Telah mengetahui dan memahami konsep secara teoritis pada ny.h
dengan diagnosa peritonitis geneelisata ec perforasi apendiks tahun
2021
2. Telah melakukan asuhan keperawatan secara nyata dan teori pada
ny.h dengan diagnosa peritonitis geneelisata ec perforasi apendiks
tahun 2021
3. Telah menegakkan dan menganalisa diagnose keperawatan yang
sesuai pada ny.h dengan diagnosa peritonitis geneelisata ec
perforasi apendiks tahun 2021
4. Telah menyusun intervensi keperwatan hingga evaluasi yang tepat
dan dibandingkan dengan jurnal yang terbaru pada ny.h dengan
diagnosa peritonitis geneelisata ec perforasi apendikstahun 2021

B. SARAN
1. Bagi profesi keperawatan :
Sebaiknya intervensi relaksasai bonson dapat dijadikan suatu
intervensi untuk meningkatkan pengetahuan tentang post op dan
prosedur penanganan yang efektif melalui pelatihan dan seminar
keperawatan pada klien dengan diagnosa peritonitis geneelisata ec
perforasi apendiks dan juga diharapkan perawat dalam melakukan
intervensi dengan pemantauan yang lebih intensif
2. Bagi institute pendidikan
Karya ilmiah ini diharapkan dapat dijadikan sebagai literature bagi
institusi dan menjadi referensi bagi mahasiswa sebagai bahan
bacaan di perpustakaan
3. Hasil ilmiah ini diharapkan dapat berguna sebagai pedoman dan
dijadikan sebagai referensi dalam membuat karya ilmiah akhir ners
untuk penulisan selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan


Indikator Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Tindakan Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria
Hasil Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
Sari, N. K., & Hidayat, F. R. (2015). Analisis Praktik Klinik Keperawatan pada
Pasien Post Laparatomy Explorasi Drainase Appendiktomy
EC Peritonitis Dd Appendiks Perforasi dan Pankreasitis Akut
Terhadap Pemberian Aroma Terapi Lavender di Ruang High
Care Unit RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda Tahun
2015.
Siregar, L. M. Y. (2019). Profil Penderita Peritonitis di RSUP Haji Adam
Malik Medan Periode 2017-2018.
SUMIATI, N. (2019). HUBUNGAN MOBILISASI DINI DAN PERSONAL
HYGIENE DENGAN PROSES PENYEMBUHAN LUKA
POST SECTIO CAESARIA DI RUANG KEBIDANAN
NIFAS RSUD BAYU ASIH PURWAKARTA.
Utami, S. (2016). Efektifitas Relaksasi Napas dalam dan Distraksi dengan
Latihan 5 Jari Terhadap Nyeri Post Laparatomi. Jurnal
Keperawatan Jiwa (JKJ): Persatuan Perawat Nasional
Indonesia, 4(1), 61-73.
WAHYU SETIYAWAN, W. S. (2020). Penerapan terapi relaksasi benson
menurunkan intensitas nyeri pada Ny. Y dengan post Op
Appendiktomi di puskesmas muara bungo 1 tahun
2020 (Doctoral dissertation, UNIVERSITAS PERINTIS
INDONESIA).

Anda mungkin juga menyukai