ILLEUS OBSTRUKTIF
1) Sekum.
2) Kolon asenden.
Terletak diabdomen sebelah kanan, membujur keatas dari ileum sampai
kehati, panjangnya 13 cm.
3) Appendiks (usus buntu)
Sering disebut umbai cacing dengan panjang 6 cm.
4) Kolon transversum.
Membujur dari kolon asenden sampai ke kolon desenden dengan panjang
28 cm.
5) Kolon desenden.
Terletak dirongga abdomen disebelah kiri membujur dari anus ke bawah
dengan panjangnya 25 cm.
6) Kolon sigmoid.
Terletak dalam rongga pelvis sebelah kiri yang membentuk huruf "S" ujung
bawah berhubungan dengan rektum.
7) Rektum.
Terletak dibawah kolon sigmoid yang menghubungkan intestinum mayor
dengan anus.
8) Anus.
Anus adalah bagian dari saluran pencernaan yang menghubungkan rektum
dengan dunia luar.
2) Fisiologi sistem pencernaan
Usus halus mempunyai dua fungsi utama, yaitu : pencernaan dan absorpsi
bahan nutrisi dan air. Proses pencernaan dimulai dalam mulut dan lambung oleh
kerja ptialin, asam klorida, dan pepsin terhadap makanan masuk. Proses
dilanjutkan di dalam duodenum terutama oleh kerja enzim-enzim pankreas yang
menghidrolisis karbohidrat, lemak, dan protein menjadi zat-zat yang lebih
sederhana. Adanya bikarbonat dalam sekret pankreas membantu menetralkan
asam dan memberikan pH optimal untuk kerja enzim-enzim. Sekresi empedu
dari hati membantu proses pencernaan dengan mengemulsikan lemak sehingga
memberikan permukaan lebih luas bagi kerja lipase pankreas (Price & Wilson,
1994).
Isi usus digerakkan oleh peristaltik yang terdiri atas dua jenis gerakan, yaitu
segmental dan peristaltik yang diatur oleh sistem saraf autonom dan hormon
(Sjamsuhidajat Jong, 2005). Pergerakan segmental usus halus mencampur zatzat yang dimakan dengan sekret pankreas, hepatobiliar, dan sekresi usus, dan
pergerakan peristaltik mendorong isi dari salah satu ujung ke ujung lain dengan
kecepatan yang sesuai untuk absorpsi optimal dan suplai kontinu isi lambung
(Price & Wilson, 1994).
c. Stenosis
d. Striktur
e. Perlekatan (adhesi)
f. Hernia
g. Abses
2) Fungsional
Yaitu akibat muskulator usus tidak mampu mendorong isi sepanjang
usus. (Brunner and Suddarth, 2002)
4. Tanda dan Gejala
Terdapat 4 tanda kardinal gejala ileus obstruktif (Winslet, 2002) :
1)
2)
3)
4)
Nyeri abdomen
Muntah
Distensi
Kegagalan buang air besar atau gas (konstipasi).
Gejala ileus obstruktif bervariasi tergantung kepada (Winslet, 2002) :
1)
2)
3)
4)
Lokasi obstruksi
Lamanya obstruksi
Penyebabnya
Ada atau tidaknya iskemia usus
Gejala selanjutnya yang bisa muncul termasuk dehidrasi, oliguria, syok
keluar) (Winslet, 2002). Kegagalan mengerluarkan gas dan feses per rektum juga
suatu gambaran khas ileus obstruktif.
Pireksia di dalam ileus obstruktif dapat digunakan sebagai petanda
(Winslet, 2002) :
1) Mulainya terjadi iskemia
2) Perforasi usus
3) Inflamasi yang berhubungan denga penyakit obsruksi
Hipotermi menandakan terjadinya syok septikemia. Nyeri tekan abdomen
yang terlokalisir menandakan iskemia yang mengancam atau sudah terjadi.
Perkembangan peritonitis menandakan infark atau perforasi. (Winslet, 2002)
5. Fatofisiologi
Perlengketan, intususepsi, volvulus, hernia dan tumor
Kontraksi anuler
pylorus
Berlangsung cepat
NYERI
Toksin
Merangsang syaraf otonom
Aktifasi norepineprin
Bakteri melespaskan
Mual/muntah
dan merangsang
endotoksin
melepaskan zat
tubuh
Intake kurang
Klien terjaga
disampaikan ke hipotalamus
Impuls
bagian
termogulator melalui
ductus
toracicus
NUTRISI KURANG DARI
KEBUTUHAN
GANGGUAN POLA TIDUR
HIPERTERMI
Kontraksi otot-otot
abdomen ke diafragma
diafragma terganggu
Volume ECF menurun
Ekspansi paru menurun
POLA NAPAS
6. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan radiologi
a. Foto polos abdomen
Dengan posisi terlentang dan tegak (lateral dekubitus) memperlihatkan
dilatasi lengkung usus halus disertai adanya batas antara air dan udara atau
gas (air-fluid level) yang membentuk pola bagaikan tangga.
b. Pemeriksaan radiologi dengan Barium Enema
Mempunyai suatu peran terbatas pada pasien dengan obstruksi usus
halus. Pengujian Enema Barium terutama sekali bermanfaat jika suatu
obstruksi letak rendah yang tidak dapat pada pemeriksaan foto polos
abdomen. Pada anak-anak dengan intussuscepsi, pemeriksaan enema barium
tidak hanya sebagai diagnostik tetapi juga mungkin sebagai terapi.
c. CTScan.
Pemeriksaan ini dikerjakan jika secara klinis dan foto polos abdomen
dicurigai adanya strangulasi. CTScan akan mempertunjukkan secara lebih
teliti adanya kelainan-kelainan dinding usus, mesenterikus, dan peritoneum.
CTScan harus dilakukan dengan memasukkan zat kontras kedalam
pembuluh darah. Pada pemeriksaan ini dapat diketahui derajat dan lokasi dari
obstruksi.
d. USG
Pemeriksaan ini akan mempertunjukkan gambaran dan penyebab dari
obstruksi.
e. MRI
Walaupun pemeriksaan ini dapat digunakan, tetapi tehnik dan kontras
yang ada sekarang ini belum secara penuh mapan. Tehnik ini digunakan untuk
mengevaluasi iskemia mesenterik kronis.
f. Angiografi
Angiografi mesenterik superior telah digunakan untuk mendiagnosis
adanya herniasi internal, intussuscepsi, volvulus, malrotation, dan adhesi.
2) Pemeriksaan laboratorium
Leukositosis mungkin menunjukkan adanya strangulasi, pada urinalisa
mungkin menunjukkan dehidrasi. Analisa gas darah dapat mengindikasikan
asidosis atau alkalosis metabolic. ( Brunner and Suddarth, 2002 )
7. Komplikasi
Kebutuhan oxygenasi
Obstruksi usus mengakibatkan terjadinya distensi abdomen akibat adanya
akumulasi cairan dan gas dalam lumen usus. Hal ini mengakibatkan terjadinya
kontraksi otot-otot diafragma dan relaksasi otot-otot diafragma terganggu
menyebabkan ekspansi paru menurun sehingga respirasi tidak efektif.
2.
3.
4.
Kebutuhan nutrisi
Obstruksi usus mengakibatkan terjadinya gangguan terhadap proses digesti,
ingesti dan absorbsi nutrient.
5.
Kebutuhan eliminasi
Obstuksi usus mengakibatkan motilitas usus menurun, menyebabkan refluk
inhibisi spingter tergangga mengakibatkan terjadinya kegagalan buang air besar
(BAB).
6.
adanya nyeri yang intermiten maka istirahat klien kurang atau terganggu.
7.
Kebutuhan Rasa Aman
Rasa aman akan terganggu karena keterbatasan kognitif mengenai penyakit
dan berhubungan dengan prosedur tindakan sehingga timbul cemas.
C. ASUHAN KEPERAWATAN
1.
Pengkajian
1) Pengkajian primer
a.
Airways
Breathing
c.
Ronchi, krekles
Circulation
Takikardi
TD meningkat / menurun
Edema
Gelisah
Akral dingin
Identitas
3.
4.
c.
Pemeriksaan fisik
1. Status kesehatan umum
Tingkat kesadaran pasien perlu dikaji, bagaimana penampilan pasien secara
umum, ekspresi wajah pasien selama dilakukan anamnesa, sikap dan
perilaku pasien terhadap petugas, bagaimana mood pasien.
2. Sistem pernafasan
Peningkatan frekuensi napas, napas pendek dan dangkal
3. Sistem kardiovaskuler
Takikardi, pucat, hipotensi (tanda syok)
4. Sistem persarafan
Tidak ada gangguan pada sistem persyarafan
5. Sistem perkemihan
Retensio urine akibat tekanan distensi abdomen, anuria/oliguria, jika syok
hipovolemik
6. Sistem pencernaan
Distensi abdomen, muntah, bising usus meningkat, lemah atau tidak
ada, ketidakmampuan defekasi dan flatus.
7. Sistem muskuloskeletal
Kelelahan, kesulitan ambulansi
8. Sistem integumen
Turgor kulit buruk, membran mukosa pecah-pecah (syok)
9. Sistem endokrin
Tidak ada gangguan pada sistem endokrin
10. Sistem reproduksi
Tidak ada gangguan pada sistem reproduksi
2. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul
Adapun diagnosa keperawatan yang sering muncul pada klien dengan ileus
obstruksi adalah sebagai berikut : (Doenges, M.E. 2001 dan Wong D.L)
1. Kekurangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan intake yang tidak
adequat dan ketidakefektifan penyerapan usus halus.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan absorbsi nutrisi.
3. Ketidak efektifan pola nafas berhubungan dengan distensi abdomen
4. Gangguan pola eliminasi: konstipasi berhubungan dengan disfungsi motilitas
usus.
5. Nyeri berhubungan dengan distensi abdomen
6. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
3. Intervensi keperawatan
1. Kekurangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan intake yang tidak
adequat dan ketidakefektifan penyerapan usus halus
Tujuan :
Kriteria hasil :
a.Tanda vital normal (N:70-80 x/menit, S: 36-37 C, TD : 110/70 -120/80
mmHg)
b. Intake dan output cairan seimbang
c.Turgor kulit elastic dan mukosa lembab
d.
Elektrolit dalam batas normal (Na: 135-147 mmol/L, K: 3,5-5,5
mmol/L, Cl: 94-111 mmol/L).
Intervensi :
1.
2.
Intervensi
Kaji kebutuhan cairan pasien
Observasi tanda-tanda vital
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
4.
5.
6.
7.
8.
Rasional
Mengetahui kebutuhan cairan pasien.
Perubahan yang drastis pada tanda-tanda
vital merupakan indikasi kekurangan
cairan.
kekurangan cairan dan elektrolit dapat
mempengaruhi tingkat kesadaran dan
mengakibatkan syok.
Menilai fungsi usus
Menilai keseimbangan cairan
Menilai keseimbangan cairan dan
elektrolit
Meningkatkan pengetahuan pasien dan
keluarga serta kerjasama antara perawatpasien-keluarga.
Memenuhi
kebutuhan cairan dan
elektrolit pasien.
2.
3.
Intervensi
Tinjau faktor-faktor individual yang 1.
mempengaruhi kemampuan untuk mencerna
makanan, mis : status puasa, mual, ileus
paralitik setelah selang dilepas.
2.
Auskultasi bising usus; palpasi abdomen;
catat pasase flatus.
3.
Identifikasi kesukaan/ketidaksukaan diet
dari pasien. Anjurkan pilihan makanan
tinggi protein dan vitamin C.
Rasional
Mempengaruhi pilihan intervensi.
4.
5.
infeksi.
Sindrom malabsorbsi dapat terjadi
setelah pembedahan usus halus,
memerlukan evaluasi lanjut dan
perubahan diet, mis: diet rendah serat.
Mencegah muntah. Menetralkan atau
menurunkan pembentukan asam untuk
mencegah
erosi
mukosa
dan
kemungkinan ulserasi.
Kriteria hasil :
Intervensi :
1.
2.
Intervensi
Observasi TTV: P, TD, N,S
1.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
4.
6.
Berikan penjelasan kepada keluarga pasien
tentang penyebab terjadinya distensi 7.
abdomen yang dialami oleh pasien
Kolaborasi untuk pemberian oksigen
8.
Rasional
Perubahan pada pola nafas akibat
adanya distensi abdomen dapat
mempengaruhi peningkatan hasil TTV.
Adanya distensi pada abdomen dapat
menyebabkan perubahan pola nafas.
Berkurangnya/hilangnya bising usus
menyebabkan terjadi distensi abdomen
sehingga mempengaruhi pola nafas.
Mengurangi penekanan pada paru
akibat distensi abdomen.
Perubahan pola nafas akibat adanya
distensi abdomen dapat menyebabkan
oksigenasi perifer terganggu yang
dimanifestasikan
dengan
adanya
cianosis.
Mendeteksi
adanya
asidosis
respiratorik.
Meningkatkan
pengetahuan
dan
kerjasama dengan keluarga pasien.
Memenuhi kebutuhan oksigenasi
Kriteria hasil :
Rasional
1.
2.
2.
3.
3.
4.
5.
6.
Kolaborasi dalam
pencahar (Laxatif)
pemberian
4.
terapi
6.
Mengetahui
ada atau tidaknya
kelainan yang terjadi pada eliminasi
fekal.
Mengetahui normal atau tidaknya
pergerakan usus.
Adanya flatus menunjukan perbaikan
fungsi usus.
Gangguan motilitas usus dapat
Menyebabkan akumulasi gas di dalam
lumen usus sehingga terjadi distensi
abdomen.
Meningkatkan pengetahuan pasien
dan
keluarga
serta
untuk
meningkatkan
kerjasana
antara
perawat-pasien dan keluarga.
Membantu
dalam
pemenuhan
kebutuhan eliminasi
Kriteria hasil :
3.
4.
5.
6.
Intervensi
Observasi TTV: N, TD, HR, P tiap shif
Rasional
Nyeri hebat yang dirasakan pasien
akibat adanya distensi abdomen dapat
menyebabkan peningkatan hasil TTV.
Kaji keluhan nyeri, karakteristik dan skala 2. Mengetahui kekuatan nyeri yang
nyeri yang dirasakan pesien sehubungan
dirasakan pasien dan menentukan
dengan adanya distensi abdomen
tindakan selanjutnya untuk mengatasi
nyeri
Intervensi
Rasional
Berikan posisi yang nyaman: posisi semi 3. Posisi yang nyaman dapat mengurangi
fowler
rasa nyeri yang dirasakan pasien
Ajarkan dan anjurkan tehnik relaksasi tarik 4. Relaksasi dapat mengurangi rasa nyeri
nafas dalam saat merasa nyeri
Anjurkan pasien untuk menggunakan tehnik 5. Mengurangi nyeri yang dirasakan
pasien.
pengalihan saat merasa nyeri hebat.
6.
Analgetik dapat mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi dengan medic untuk terapi
analgetik
1.
Kecemasan teratasi.
Kriteria hasil :
2.
3.
4.
5.
6.
Intervensi
Observasi adanya peningkatan kecemasan: 1.
wajah tegang, gelisah
Kaji adanya rasa cemas yang dirasakan
pasien
Berikan penjelasan kepada pasien dan
keluarga tentang tindakan yang akan
dilakukan sehubungan dengan keadaan
penyakit pasien
Berikan kesempatan pada pasien untuk
mengungkapkan rasa takut atau kecemasan
yang dirasakan
Pertahankan lingkungan yang tenang dan
tanpa stres.
2.
3.
4.
5.
Rasional
Rasa cemas yang dirasakan pasien
dapat terlihat dalam ekspresi wajah
dan tingkah laku.
Mengetahui tingkat kecemasan pasien.
Dengan mengetahui tindakan yang
akan dilakukan akan mengurangi
tingkat
kecemasan
pasien
dan
meningkatkan kerjasama
Dengan mengungkapkan kecemasan
akan mengurangi rasa takut/cemas
pasien
Lingkungan yang tenang dan nyaman
dapat mengurangi stress pasien
berhadapan dengan penyakitnya
Support system dapat mengurani rasa
cemas dan menguatkan pasien dalam
memerima keadaan sakitnya.