Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN MATERNITAS DAN ANAK PRAKTEK


KEPERAWATAN
“HIPERBILIRUBINEMIA”

Disusun Oleh

LOLA SHELLA
003.19.040

Preseptor Klinik Preseptor Akademik

(Ns. Siti Nur Sabandiah, S.Kep) (Ns. Utari Ch Wardhani, S.Kep., M.Kep)

PROGRAM STUDI NERS


STIKes AWAL BROS BATAM
TAHUN 2020
HIPERBILIRUBIN

A. Definisi
1. Ikterus Fisiologis
Ikterus pada neonatus tidak selamanya patologis. Ikterus fisiologis
adalah  Ikterus yang memiliki karakteristik sebagai berikut (Hanifa,
2017):
a. Timbul pada hari kedua-ketiga
b. Kadar Biluirubin Indirek setelah 2 x 24 jam tidak melewati 15 mg
%
c. pada neonatus cukup bulan dan 10 mg % pada kurang bulan.
d. Kecepatan peningkatan kadar Bilirubin tak melebihi 5 mg % per
hari
e. Kadar Bilirubin direk kurang dari 1 mg %
f. Ikterus hilang pada 10 hari pertama
g. Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadan
patologis   tertentu
2. Ikterus Patologis / Hiperbilirubinemia
Suatu keadaan dimana kadar Bilirubin dalam darah mencapai
suatu   nilai yang mempunyai potensi untuk menimbulkan Kern Ikterus
kalau tidak ditanggulangi dengan baik, Hiperbilirubinemia bila kadar
Bilirubin mencapai 12mg% pada cukup bulan, dan 15 mg % pada bayi
kurang bulan. Utellymenetapkan 10 mg% dan 15 mg%.
3. Kern Ikterus
Adalah suatu kerusakan otak akibat perlengketan Bilirubin Indirek
pada otak terutama pada Korpus Striatum, Talamus, Nukleus
Subtalamus, Hipokampus, Nukleus merah , dan Nukleus pada dasar
Ventrikulus IV.
B. Etiologi
1. Peningkatan produksi
a. Hemolisis, pada Inkompatibilitas yang terjadi bila  ketidaksesuaian
golongan darah dan anak pada penggolongan Rhesus dan ABO.
b. Pendarahan tertutup misalnya pada trauma kelahiran.
c. Ikatan Bilirubin dengan protein terganggu seperti adanya gangguan
metabolik yang terdapat pada bayi Hipoksia atau Asidosis .
d. Defisiensi G6PD ( Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase ).
e. Ikterus ASI yang disebabkan oleh dikeluarkannya pregnan 3 (alfa),
20 (beta), diol (steroid).
f. Kurangnya Enzim Glukoronil Transeferase, sehingga kadar dari
Bilirubin   Indirek meningkat misalnya pada BBLR
g. Kelainan kongenital dan Dubin Hiperbilirubinemia.
2. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan pada
Hipoalbuminemia karena pengaruh obat-obat tertentu: Sulfadiasine.
3. Gangguan fungsi Hati disebabkan beberapa mikroorganisme toksin
yang dapat langsung merusak sel hati dan darah merah seperti infeksi,
Toksoplasmosis, Siphilis.
4. Gangguan ekskresi yang terjadi intra atau ekstra Hepatik.
5. Peningkatan sirkulasi Enterohepatik misalnya pada Ileus Obstruktif
C. Manifestasi klinis
1. Kulit berwarna kuning sampe jingga
2. Pasien tampak lemah
3. Nafsu makan berkurang
4. Reflek hisap kurang
5. Urine pekat
6. Perut buncit
7. Pembesaran lien dan hati
8. Gangguan neurologic
9. Feses seperti dempul
10. Kadar bilirubin total mencapai 29 mg/dl.
11. Terdapat ikterus pada sklera, kuku/kulit dan membran mukosa.
12. Jaundice yang tampak 24 jam pertama disebabkan penyakit hemolitik
pada bayi baru lahir, sepsis atau ibu dengan diabetk atau infeksi.
13. Jaundice yang tampak pada hari ke 2 atau 3 dan mencapai puncak pada
hari ke 3-4 dan menurun hari ke 5-7 yang biasanya merupakan
jaundice fisiologi.
Metabolisme Bilirubin
Segera setelah lahir bayi harus mengkonjugasi Bilirubin (merubah
Bilirubin yang larut dalam lemak menjadi Bilirubin yang mudah larut
dalam air) di dalam hati. Frekuensi dan jumlah konjugasi tergantung dari
besarnya hemolisis dan kematangan hati, serta jumlah tempat ikatan
Albumin (Albumin binding site).Pada bayi yang normal dan sehat serta
cukup bulan, hatinya sudah matang dan menghasilkan Enzim Glukoronil
Transferase yang memadaisehingga serum Bilirubin tidak mencapai
tingkat patologis.
D. Patofisiologi Hiperbilirubinemia
Peningkatan kadar Bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa
keadaan. Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat
penambahan beban Bilirubin pada sel Hepar yang berlebihan. Hal ini dapat
ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran Eritrosit, Polisitemia.
Gangguan pemecahan Bilirubin plasma dapat menimbulkan peningkatan
kadar Bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein Y dan Z
berkurang, pada bayi Hipoksia, Asidosis. Keadaan lain yang
memperlihatkan Bilirubin adalah apabila ditemukan gangguan konjugasi
Hepar atau neonatus yang mengalami gangguan ekskresi misalnya
sumbatan saluran empedu.
Pada derajat tertentu Bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak
jaringan tubuh. Toksisitas terutama ditemukan pada Bilirubin Indirek yang
bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. sifat ini
memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak apabila Bilirubin
tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak
disebut Kern ikterus. Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada saraf
pusat tersebut mungkin akan timbul apabila kadar Bilirubin Indirek lebih
dari 20 mg/dl.Mudah tidaknya kadar Bilirubin melewati sawar darah otak
ternyata tidak hanya tergantung pada keadaan neonatus.Bilirubin Indirek
akan mudah melalui sawar darah otak apabila bayi terdapat keadaan Berat
Badan Lahir Rendah , Hipoksia, dan Hipoglikemia ( Markum, 2018).
E. Klasifikasi
1. Ikterus prehepatik
Produksi bilirubin yang berlebihan akibat hemolisis sel darah
merah. Kemampuan hati untuk melaksanakan konjugasi terbatas
terutama pada disfungsi hati sehingga menyebabkan kenaikan bilirubin
2. Ikterus hepatic
Disebabkan karena adanya kerusakan sel parenkim hati. Akibat
kerusakan hati maka terjadi gangguan bilirubin tidak terkonjugasi
masuk ke dalam hati serta gangguan akibat konjugasi bilirubin yang
tidak sempurna dikeluarkan ke dalam doktus hepatikus karena terjadi
retensi dan regurgitasi.
3. Ikterus kolestatik
Disebabkan oleh bendungan dalam saluran empedu sehingga
empedu dan bilirubin terkonjugasi tidak dapat dialirkan ke dalam usus
halus. Akibatnya adalah peningkatan bilirubin terkonjugasi dalam
serum dan bilirubin dalam urin, tetapi tidak didaptkan urobilirubin
dalam tinja dan urin.
4. Ikterus neonatus fisiologi
Terjadi pada 2-4 hari setelah bayi lahir dan akan sembuh pada
seminggu penyebabnya adalah organ hati yang belum matang dalam
memprosesbilirubin
5. Ikterus neonatus patologis
Terjadi karena factor penyakit atau infeksi. Biasanya disertai
suhu badan yang tinggi dan berat badan tidak bertambah.
F. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan bilirubin pada bayi cukup bulan, serum bilirubin
mencapai kurang lebih 6mg/dl antara 2-4 hari setelah bayi lahir. Apabila
nilai serum bilirubinnya lebih 10mg/dl tidak normal.Pada bayi premature,
kadar bilirubin mencapai puncak 10-12 mg/dl antara 5-7 hari setelah lahir.
Kadar bilirubin yang lebih dari 14mg/dl tidak fisiologis.
1. Pemeriksaan radiologi
Diperlukan untuk melihat adanya metastasis di paru atau peningkatan
diafragma kanan pada pembesaran hati, seperti abses hati atau
hepatoma
2. Ultrasonografi
Digunakan untuk membedakan antara kolestatis intra hepatic dengan
ekstra hepatic.
3. Biopsi hati
Digunakan untuk memastikan diagnosa terutama pada kasus yang
sukar seperti untuk membedakan obstruksi ekstra hepatic dengan intra
hepatic selain itu juga untuk memastikan keadaan seperti hepatitis,
serosis hati, hepatoma.
4. Peritoneoskopi
Dilakukan untuk memastikan diagnosis dan dapat dibuat foto
dokumentasi untuk perbandingan pada pemeriksaan ulangan pada
penderita penyakit ini
5. Laparatomi
Dilakukan untuk memastikan diagnosis dan dapat dibuat foto
dokumentasi untuk perbandingan pada pemeriksaan ulangan pada
penderita penyakit ini.
G. Pencegahan
Ikterus dapat dicegah dan dihentikan peningkatannya dengan :
1. Pengawasan antenatal yang baik
2. Menghindari obat yang dapat meningkatkan ikterus pada bayi dan
masa kehamilan dan kelahiran, contoh :sulfaforazol, novobiosin,
oksitosin.
3. Pencegahan dan mengobati hipoksia pada janin dan neonatus.
4. Penggunaan fenobarbital pada ibu 1-2 hari sebelum partus.
5. Imunisasi yang baik pada bayi baru lahir
6. Pemberian makanan yang dini.
7. Pencegahan infeksi.
H. Komplikasi
1. Retardasi mental - Kerusakan neurologis
2. Gangguan pendengaran dan penglihatan
3. Kematian.
4. Kern icterus
I. Penatalaksanaan
1. Tindakan umum
- Memeriksa golongan darah ibu pada waktu hamil
- Mencegah truma lahir
- pemberian obat pada ibu hamil atau bayi baru lahir yang dapat
menimbulkan ikhterus, infeksi dan dehidrasi.
- Pemberian makanan dini dengan jumlah cairan dan kalori yang
sesuai dengan kebutuhan bayi baru lahir.
- Imunisasi yang cukup baik di tempat bayi dirawat.ü
2. Tindakan khusus
- Fototerapi
Dilakukan apabila telah ditegakkan hiperbilirubin patologis dan
berfungsi untuk menurunkan bilirubin dalam kulit melalui tinja dan
urine dengan oksidasi foto.
- Pemberian fenobarbital
Mempercepat konjugasi dan mempermudah ekskresi. Namun
pemberian ini tidak efektif karena dapat menyebabkan gangguan
metabolic dan pernafasan baik pada ibu dan bayi.
- Memberi substrat yang kurang untuk transportasi/ konjugasi
misalnya pemberian albumin karena akan mempercepat keluarnya
bilirubin dari ekstravaskuler ke vaskuler sehingga bilirubin lebih
mudah dikeluarkan dengan transfuse tukar.
- Melakukan dekomposisi bilirubin dengan fototerapi
untuk mencegah efek cahaya berlebihan dari sinar yang
ditimbulkan dan dikhawatirkan akan merusak retina. Terapi ini
juga digunakan untuk menurunkan kadar bilirubin serum pada
neonatus dengan hiperbilirubin jinak hingga moderat.
- Terapi transfuse
digunakan untuk menurunkan kadar bilirubin yang tinggi.
- Terapi obat-obatan
misalnya obat phenorbarbital/luminal untuk meningkatkan
bilirubin di sel hati yang menyebabkan sifat indirect menjadi
direct, selain itu juga berguna untuk mengurangi timbulnya
bilirubin dan mengangkut bilirubin bebas ke organ hari.
- Menyusui bayi dengan ASI
- Terapi sinar matahari
3. Tindak lanjut
Tindak lanjut terhadap semua bayi yang menderita hiperbilirubin
dengan evaluasi berkala terhadap pertumbuhan, perkembangan dan
pendengaran serta fisioterapi dengan rehabilitasi terhadap gejala sisa.
J. Pathway

K. Penatalaksanaan Medis
Berdasarkan pada penyebabnya, maka manejemen bayi dengan
Hiperbilirubinemia diarahkan untuk mencegah anemia dan membatasi efek
dari Hiperbilirubinemia.
Pengobatan mempunyai tujuan :
1. Menghilangkan Anemia
2. Menghilangkan Antibodi Maternal dan Eritrosit Tersensitisasi
3. Meningkatkan Badan Serum Albumin
4. Menurunkan Serum Bilirubin
L. Metode therapi
Pada Hiperbilirubinemia meliputi : Fototerapi, Transfusi Pengganti, Infus
Albumin dan Therapi Obat.
1. Fototherapi
Fototherapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan
Transfusi Pengganti untuk menurunkan Bilirubin. Memaparkan
neonatus pada cahaya dengan intensitas yang tinggi akan menurunkan
Bilirubin dalam kulit. Fototherapi menurunkan kadar Bilirubin dengan
cara memfasilitasi eksresi Biliar Bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini
terjadi jika cahaya yang diabsorsi jaringan mengubah Bilirubin tak
terkonjugasi menjadi dua isomer yang disebut Fotobilirubin.
Fotobilirubin bergerak dari jaringan ke pembuluh darah melalui
mekanisme difusi. Di dalam darah Fotobilirubin berikatan dengan
Albumin dan dikirim ke Hati. Fotobilirubin kemudian bergerak ke
Empedu dan diekskresi ke dalam Deodenum untuk dibuang bersama
feses tanpa proses konjugasi oleh hati.
Hasil Fotodegradasi terbentuk ketika sinar mengoksidasi
Bilirubin dapat dikeluarkan melalui urine.Fototherapi mempunyai
peranan dalam pencegahan peningkatan kadar Bilirubin, tetapi tidak
dapat mengubah penyebab Kekuningan dan Hemolisis dapat
menyebabkan Anemia.Secara umum Fototherapi harus diberikan pada
kadar Bilirubin Indirek 4 -5 mg / dl. Neonatus yang sakit dengan berat
badan kurang dari 1000 gram harus di Fototherapi dengan konsentrasi
Bilirubun 5 mg / dl. Beberapa ilmuan mengarahkan untuk memberikan
Fototherapi Propilaksis pada 24 jam pertama pada Bayi Resiko Tinggi
dan Berat Badan Lahir Rendah.
2. Tranfusi Pengganti
Transfusi Pengganti atau Imediat diindikasikan adanya faktor-faktor :
a. Titer anti Rh lebih dari 1 : 16 pada ibu.
b. Penyakit Hemolisis berat pada bayi baru lahir.
c. Penyakit Hemolisis pada bayi saat lahir perdarahan atau 24 jam
pertama.
d. Tes Coombs Positif
e. Kadar Bilirubin Direk lebih besar 3,5 mg / dl pada minggu
pertama.
f. Serum Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg / dl pada 48 jam pertama.
g. Hemoglobin kurang dari 12 gr / dl.
h. Bayi dengan Hidrops saat lahir.
i. Bayi pada resiko terjadi Kern Ikterus.
Transfusi Pengganti digunakan untuk :
a. Mengatasi Anemia sel darah merah yang tidak Suseptible
(rentan) terhadap sel darah merah terhadap Antibodi Maternal.
b. Menghilangkan sel darah merah untuk yang Tersensitisasi
(kepekaan)
c. Menghilangkan Serum Bilirubin
d. Meningkatkan Albumin bebas Bilirubin dan meningkatkan
keterikatan    dengan Bilirubin Pada Rh Inkomptabiliti diperlukan
transfusi darah golongan O segera (kurang dari 2 hari), Rh negatif
whole blood. Darah yang dipilih tidak mengandung antigen A dan
antigen B yang pendek. setiap 4 - 8 jam kadar Bilirubin harus
dicek. Hemoglobin harus diperiksa setiap hari sampai stabil.
3. Therapi Obat
Phenobarbital dapat menstimulasi hati untuk menghasilkan
enzim yang meningkatkan konjugasi Bilirubin dan mengekresinya.
Obat ini efektif baik diberikan pada ibu hamil untuk beberapa hari
sampai beberapa minggu sebelum melahirkan. Penggunaan
penobarbital pada post natal masih menjadi pertentangan karena efek
sampingnya (letargi).Colistrisin dapat mengurangi Bilirubin dengan
mengeluarkannya lewat urine sehingga menurunkan siklus
Enterohepatika.
Penggolongan Hiperbilirubinemia berdasarkan saat terjadi Ikterus:
1. Ikterus yang timbul pada 24 jam pertama.
Penyebab Ikterus terjadi pada 24 jam pertama menurut besarnya
kemungkinan dapat disusun sbb:
a. Inkomptabilitas darah Rh, ABO atau golongan lain.
b. Infeksi Intra Uterin (Virus, Toksoplasma, Siphilis dan kadang-
kadang Bakteri)
c. Kadang-kadang oleh Defisiensi Enzim G6PD.
Pemeriksaan yang perlu dilakukan:
a. Kadar Bilirubin Serum berkala.
b. Darah tepi lengkap.
c. Golongan darah ibu dan bayi.
d. Test Coombs.
e. Pemeriksaan skrining defisiensi G6PD, biakan darah atau
biopsi hepar bila perlu.
f. Ikterus yang timbul 24 - 72 jam sesudah lahir.
g. Biasanya Ikterus fisiologis.
h. Masih ada kemungkinan inkompatibilitas darah ABO atau Rh,
atau golongan lain. Hal ini diduga kalau kenaikan kadar
Bilirubin cepat misalnya melebihi 5mg% per 24 jam.
i. Defisiensi Enzim G6PD atau Enzim Eritrosit lain juga masih
mungkin.
j. Polisetimia.
k. Hemolisis
2. perdarahan tertutup ( pendarahan subaponeurosis, pendarahan
Hepar, sub kapsula dll).
Bila keadaan bayi baik dan peningkatannya cepat maka
pemeriksaan yang perlu dilakukan:
a. Pemeriksaan darah tepi.
b. Pemeriksaan darah Bilirubin berkala.
c. Pemeriksaan skrining Enzim G6PD.
d. Pemeriksaan lain bila perlu.
3. Ikterus yang timbul sesudah 72 jam pertama sampai akhir minggu
pertama.
a. Sepsis.
b. Dehidrasi dan Asidosis.
c. Defisiensi Enzim G6PD.
d. Pengaruh obat-obat.
e. Sindroma Criggler-Najjar, Sindroma Gilbert.
4. Ikterus yang timbul pada akhir minggu pertama dan selanjutnya:
a. Karena ikterus obstruktif.
b. Hipotiroidisme
c. Breast milk Jaundice.
d. Infeksi.
e. Hepatitis Neonatal.
f. Galaktosemia.
5. Pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan:
a. Pemeriksaan Bilirubin berkala.
b. Pemeriksaan darah tepi.
c. Skrining Enzim G6PD.
d. Biakan darah, biopsi Hepar bila ada indikasi.
M. Asuhan keperawatan
1. Pengkajian
a. Riwayat orang tua
Ketidakseimbangan golongan darah ibu dan anak seperti
Rh,ABO,Polisitemia,Infeksi,Hematoma,obstruksi Pencernaan dan
ASI
2. Pemeriksaan Fisik
Kuning, Pallor Konvulsi, Letargi, Hipotonik, menangis melengking,
refleks menyusui yang lemah, Iritabilitas.
3. Pengkajian Psikososial
Dampak sakit anak pada hubungan dengan orang tua, apakah orang tua
merasa bersalah, masalah Bonding, perpisahan dengan anak.
4. Pengetahuan Keluarga meliputi :
Penyebab penyakit dan pengobatan, perawatan lebih lanjut, apakah
mengenal keluarga lain yang memiliki yang sama, tingkat pendidikan,
kemampuan mempelajari Hiperbilirubinemia
N. Diagnosa Keperawatan
1. Kurangnya volume cairan berhubungan dengan tidak adekuatnya
intake   cairan, fototherapi, dan diare.
2. Peningkatan suhu tubuh (hipertermi) berhubungan dengan efek
fototerapi
3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan hiperbilirubinemia dan
diare
O. Intervensi Keperawatan

DX Tujuan/ Kriteria Hasil NOC NIC


1. Kurang volume cairan - 1. Fluid balance 1) Pertahankan catatan
dan elektrolit b/d - 2. Hydration intake dan output
Kehilangan cairan - 3. Nutritional Status yang akurat
sekunder akibat diare. 4. Food and Fluid 2) Monitor status hidrasi
- Intake ( kelembaban
Setelah dilakukan membran mukosa,nadi
tindakan adekuat, tekanan
keperawatan selama darah ortostatik ),
3x24 jam defisit jikadiperlukan
volume 3) Monitor hasil lab yang
cairan teratasi sesuai dengan retensi
dengan kriteria hasil: cairan(BUN , Hmt ,
1) Mempertahanka osmolalitas urin,
n urine output albumin, total protein)
2) sesuai dengan 4) Monitor vital sign
usia dan BB, setiap 15menit – 1 jam
BJ,urine normal, 5) Kolaborasi pemberian
3) Tekanan darah, cairan IV
nadi, suhu tubuh 6) Monitor status nutrisi
dalam batas 7) Berikan cairan oral
normal 8) Berikan penggantian
4) tidak ada tanda nasogatrik sesuai
tanda dehidrasi, output (50 100cc/jam)
5) Elastisitas turgor 9) Dorong keluarga
kulit baik, untuk membantu
6) membran pasien makan
mukosa lembab, 10) Kolaborasi dokter jika
tidak tanda cairan berlebih
7) ada rasa haus muncul meburuk
yang berlebihan 11) Atur kemungkinan
8) Intake oral dan tranfusi
intravena 12) Persiapan untuk
adekuat tranfusi
13) Pasang kateter jika
perlu
14) Monitor intake dan
urin output setiap 8
jam
2. Hipertermi b/d Proses - Thermoregulasi 1) Monitor suhu sesering
infeksi penyakit Setelah dilakukan mungkin
tindakan 2) Monitor warna dan
keperawatan selama suhu kulit -Monitor
3x24 jam pasien tekanan darah, nadi
menunjukkan : dan RR
Suhu tubuh dalam 3) Monitor penurunan
batas normal tingkat kesadaran
dengan kreiteria 4) Monitor WBC, Hb,
hasil: dan Hct
1) Suhu 36 – 37C 5) Monitor intake dan
2) Nadi dan RR output
dalam 6) Berikan anti piretik:
rentang normal 7) Selimuti pasien
3) Tidakadanya 8) Berikan cairan
perubahan warna intravena
kulit dan tidak 9) Kompres pasien pada
ada lipat paha dan aksila
pusing, 10) Tingkatkan sirkulasi
4) merasa nyaman udara
11) Tingkatkan intake
cairan dan nutrisi
12) Monitor TD, nadi,
suhu, dan RR
13) Catat adanya fluktuasi
tekanan darah
14) Monitor hidrasi
seperti turgor kulit,
kelembaban
15) membran mukosa)
3 Gangguan integritas kulit 1. Tissue integrity : Pressure ulcer
berhubungan skin and mucous prevention wound care
dengan hiperbilirubinemia 2. Wound healing : 1) Anjurkan pasien
primary and untuk menggunakan
secondary pakaian yang Ionggar
intention 2) Jaga kulit agar tetap
Setelah dilakukan bersih dan kering
tindakan 3) Mobilisasi pasien
keperawatan selama (ubah posisi pasien)
3x24 jam pasien setiap dua jam sekali
menunjukkan : 4) Monitor kulit akan
kerusakan integritas adanya kemerahan
kulit dalam batas 5) Oleskan lotion atau
normal minyak/baby oil pada
dengan kreiteria daerah yang tertekan
hasil: 6) Monitor aktivitas dan
a. Perfusi jaringan mobilisasi pasien
normal 7) Monitor status nutrisi
b. Tidak ada tanda- pasien
tanda infeksi 8) Memandikan pasien
c. Ketebalan dan dengan sabun dan air
tekstur jaringan hangat
normal 9) Observasi luka :
lokasi, dimensi,
kedalaman luka,
jaringan nekrotik,
tanda-tanda infeksi
lokal, formasi traktus
10) Ajarkan keluarga
tentang luka dan
perawatan luka
11) Kolaborasi ahli gizi
pemberian diet
TKTP( tinggi kalori
tinggi protein)
12) Cegah kontaminasi
fese dan urin
13) Lakukan tehnik
perawatan luka
dengan steril
14) Berikan posisi yang
mengurangi tekanan
pada luka
15) Hindari kerutan pada
tempat tidur
DAFTAR PUSTAKA

Harper. (2015). Biokimia. EGC, Jakarta.

Hazinki, M.F. (2018). Nursing Care of Critically Ill Child. , The Mosby Compani
CV,  Toronto.

Markum, H. (2018). Ilmu Kesehatan Anak. Buku I. FKUI, Jakarta.

Mayers, M. et. al. ( 2015). Clinical Care Plans Pediatric Nursing. Mc.Graw-Hill.


Inc., New York.

Susan, R. J. et. al. (2018). Child Health Nursing. California,

Anda mungkin juga menyukai