Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN PENDAHULUAN DAN KONSEP ASUHAN KEPERAWATATAN

PADA PASIEN DENGAN HEMATEMESIS MELENA


DI Ruang 27 RSSA Malang

Oleh:

CHORY NUR FADILLA


2019.04.011

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Banyuwangi

Program Studi Profesi Ners

2020
HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN

HEMATEMESIS MELENA

Di Ruang 27 Rumah Sakit Dr. Saiful Anwar Malang

Untuk Memenuhi Tugas Profesi Ners RSSA Malang

Oleh :

CHORY NUR FADILLA


2019.04.011

Telah di periksa dan di setujui pada :


Hari :
Tanggal :

Pembimbing Akademik

(............................................)
LAPORAN PENDAHULUAN
HEMATEMESIS MELENA

A. Konsep Teori

1. Definisi

Hematemesis adalah muntah darah dan melena adalah pengeluaran tinja yang

berwarna hitam seperti teh yang mengandung darah dari pencernaan. Warna

hematemesis tergantung pada lamanya hubungan atau kontak antar darah dengan

asam lambung dan besar kecilnya perdarahan, sehingga dapat berwarna seperti

kopi atau kemerah-merahan dan bergumpal gumpa (Nurarif, 2013).

Hematemesis adalah muntah darah. Darah bisa dalam bentuk segar

(bekuan/gumpalan atau cairan berwarna merah cerah) atau berubah karena enzim

dan asam lambung, menjadi kecoklatan dan berbentuk seperti butiran kopi.

Memuntahkan sedikit darah dengan warna yang telah berubah adalah gambaran

nonspesifik dari muntah berulang dan tidak selalu menandakan perdarahan saluran

pencernaan atas yang signifikan. Melena adalah keluarnya tinja yang lengket dan

hitam seperti aspal, dengan bau yang khas, yang lengket dan menunjukkan

perdarahan saluran pencernaan atas serta dicernanya darah pada usus halus (Davey,

2005).

Melena adalah keluarnya feses berwarna hitam per rektal yang mengandung

campuran darah, biasanya disebabkan oleh perdarahan usus proksimal (Grace &

Borley, 2007).

Melena adalah keluarnya tinja yang lengket dan hitam seperti aspal, dan

lengket yang menunjukkan perdarahan saluran pencernaan bagian atas serta

dicernanya darah pada usus halus. Warna merah gelap atau hitam berasal dari
konversi Hb menjadi hematin oleh bakteri setelah 14 jam. Sumber perdarahannya

biasanya juga berasal dari saluran cerna atas. ( Sylvia, A price. 2005 ).

Hematesis melena merupakan suatu perdarahan saluran cerna bagian atas

(SCBA) yang termasuk dalam keadaan gawat darurat yang dapat terjadi karena

pecahnya varises esofagus, gastritis erosif, atau ulkus peptikum. (Arief Mansjoer,

2000 : 634)

2. Etiologi

Penyebab perdarahan saluran makan bagian atas :

a. Kelainan esofagus: varise, esofagitis, keganasan.

b. Kelainan lambung dan duodenum: tukak lambung dan duodenum, keganasan

dan lain-lain.

c. Penyakit darah: leukemia, DIC (disseminated intravascular coagulation),

purpura trombositopenia dan lain-lain.

d. Penyakit sistemik lainnya: uremik, dan lain-lain.

e. Penting sekali menentukan penyebab dan tempat asal perdarahan saluran makan

bagian atas, karena terdapat perbedaan usaha penanggulangan setiap macam

perdarahan saluran makan bagian atas. Penyebab perdarahan saluran makan

bagian atas yang terbanyak dijumpai di Indonesia adalah pecahnya varises

esofagus dengan rata-rata 45-50 % seluruh perdarahan saluran makan bagian

atas (Hilmy 1971: 58 %)

f. Pemakaian obat-obatan yang ulserogenik: golongan salisilat, kortikosteroid,

alkohol, dan lai-lain. Penting sekali menentukan penyebab dan tempat asal

perdarahan saluran makan bagian atas, karena terdapat perbedaan usaha

penanggulangan setiap macam perdarahan saluran makan bagian atas. Penyebab


perdarahan saluran makan bagian atas yang terbanyak dijumpai di Indonesia

adalah pecahnya varises esofagus dengan rata-rata 45-50 % seluruh perdarahan

saluran makan bagian atas.(Nurarif. 2013)

3. Anatomi Fisiologi

a. Anatomi

Sistem pencernaan atau sistem gastroinstestinal (mulai dari mulut sampai

anus) adalah sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk menerima

makanan, mencernanya menjadi zat-zat gizi dan energi, menyerap zat-zat gizi ke

dalam aliran darah serta membuang bagian makanan yang tidak dapat dicerna atau

merupakan sisa proses tersebut dari tubuh. (Abadi. 2010).


Sistem pencernaan berhubungan dengan penerimaan makanan dan

mempersiapkan nya untuk diasimilasi tubuh. Selain itu mulut memuat gigi untuk

mengunyah makanan, dan lidah yang membantu untuk cita rasa dan menelan.

Beberapa kelenjar atau kelompok kelenjar menuangkan cairan pencerna penting ke

dalam saluran pencernaan. Saluran-saluran pencernaan dibatasi selaput lendir

(membran mukosa), dari bibir sampai ujung akhir esofagus, ditambah lapisan-

lapisan epitelium. (Pearce. 2009)

Organ saluran pencernaan dari mulut, tenggorokan (faring),

kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar, rektum dan anus. Sistem

pencernaan juga meliputi organ-organ yang terletak diluar saluran pencernaan,

yaitu pankreas, hati dan kandung empedu.( Kus. 2004)

1) Mulut

Merupakan suatu rongga terbuka tempat masuknya makanan dan air pada

hewan. Mulut biasanya terletak di kepala dan umumnya merupakan bagian awal

dari sistem pencernaan lengkap yang berakhir di anus. (Abadi. 2010)

Mulut merupakan jalan masuk untuk sistem pencernaan. Bagian dalam dari

mulut dilapisi oleh selaput lendir. Pengecapan dirasakan oleh organ perasa yang

terdapat di permukaan lidah. Pengecapan relatif sederhana, terdiri dari manis,

asam, asin dan pahit. Penciuman dirasakan oleh saraf olfaktorius di hidung dan

lebih rumit, terdiri dari berbagai macam bau. (Pearce. 2009)

Makanan dipotong-potong oleh gigi depan (incisivus) dan di kunyah oleh

gigi belakang (molar, geraham), menjadi bagian-bagian kecil yang lebih mudah

dicerna. Ludah dari kelenjar ludah akan membungkus bagian-bagian dari

makanan tersebut dengan enzim-enzim pencernaan dan mulai mencernanya.

Ludah juga mengandung antibodi dan enzim (misalnya lisozim), yang memecah
protein dan menyerang bakteri secara langsung. Proses menelan dimulai secara

sadar dan berlanjut secara otomatis. (Abadi. 2010)

2) Tenggorokan ( Faring)

Merupakan penghubung antara rongga mulut dan kerongkongan. Berasal

dari bahasa yunani yaitu Pharynk. Didalam lengkung faring terdapat tonsil

( amandel ) yaitu kelenjar limfe yang banyak mengandung kelenjar limfosit dan

merupakan pertahanan terhadap infeksi. (Kus. 2004)

3) Kerongkongan (Esofagus)

Kerongkongan adalah tabung (tube) berotot pada vertebrata yang dilalui

sewaktu makanan mengalir dari bagian mulut ke dalam lambung. Makanan

berjalan melalui kerongkongan dengan menggunakan proses peristaltik.

(Syaifudin. 2006)

4) Lambung

Merupakan organ otot berongga yang besar dan berbentuk seperti kandang

keledai. Makanan masuk ke dalam lambung dari kerongkongan melalui otot

berbentuk cincin (sfinter), yang bisa membuka dan menutup. Dalam keadaan

normal, sfinter menghalangi masuknya kembali isi lambung ke dalam

kerongkongan. (Kus. 2004).

Lambung berfungsi sebagai gudang makanan, yang berkontraksi secara

ritmik untuk mencampur makanan dengan enzim-enzim. Sel-sel yang melapisi

lambung menghasilkan 3 zat penting :

a) Lendir

Lendir melindungi sel-sel lambung dari kerusakan oleh asam lambung.

Setiap kelainan pada lapisan lendir ini, bisa menyebabkan kerusakan yang

mengarah kepada terbentuknya tukak lambung.


b) Asam klorida (HCl)

Asam klorida menciptakan suasana yang sangat asam, yang diperlukan oleh

pepsin guna memecah protein. Keasaman lambung yang tinggi juga berperan

sebagai penghalang terhadap infeksi dengan cara membunuh berbagai

bakteri. (Kus. 2004)

c) Prekursor pepsin (enzim yang memecahkan protein)

5) Usus halus (usus kecil)

Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang terletak

di antara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh darah

yang mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui vena porta. Dinding usus

melepaskan lendir (yang melumasi isi usus) dan air (yang membantu melarutkan

pecahan-pecahan makanan yang dicerna). Dinding usus juga melepaskan

sejumlah kecil enzim yang mencerna protein, gula dan lemak. (Syaifudin. 2006)

6) Usus besar

Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam usus besar berfungsi mencerna

beberapa bahan dan membantu penyerapan zat-zat gizi. Bakteri di dalam usus

besar juga berfungsi membuat zat-zat penting, seperti vitamin K. Bakteri ini

penting untuk fungsi normal dari usus. Beberapa penyakit serta antibiotik bisa

menyebabkan gangguan pada bakteri-bakteri didalam usus besar. Akibatnya

terjadi iritasi yang bisa menyebabkan dikeluarkannya lendir dan air, dan

terjadilah diare. (Kus. 2004)

7) Usus Buntu (sekum)

Usus buntu atau sekum (Bahasa Latin: caecus, “buta”) dalam istilah anatomi

adalah suatu kantung yang terhubung pada usus penyerapan serta bagian kolon

menanjak dari usus besar. Organ ini ditemukan pada mamalia, burung, dan
beberapa jenis reptil. Sebagian besar herbivora memiliki sekum yang besar,

sedangkan karnivora eksklusif memiliki sekum yang kecil, yang sebagian atau

seluruhnya digantikan oleh umbai cacing.

8) Umbai Cacing (Appendix)

Umbai cacing atau apendiks adalah organ tambahan pada usus buntu. Infeksi

pada organ ini disebut apendisitis atau radang umbai cacing. Apendisitis yang

parah dapat menyebabkan apendiks pecah dan membentuk nanah di dalam

rongga abdomen atau peritonitis (infeksi rongga abdomen). (Kus. 2004).

9) Rektum dan anus

Rektum (Bahasa Latin: regere, “meluruskan, mengatur”) adalah sebuah

ruangan yang berawal dari ujung usus besar (setelah kolon sigmoid) dan

berakhir di anus. Organ ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara

feses. Biasanya rektum ini kosong karena tinja disimpan di tempat yang lebih

tinggi, yaitu pada kolon desendens. Jika kolon desendens penuh dan tinja masuk

ke dalam rektum, maka timbul keinginan untuk buang air besar (BAB) (Kus.

2004)

Mengembangnya dinding rektum karena penumpukan material di dalam

rektum akan memicu sistem saraf yang menimbulkan keinginan untuk

melakukan defekasi. Jika defekasi tidak terjadi, sering kali material akan

dikembalikan ke usus besar, di mana penyerapan air akan kembali dilakukan.

Jika defekasi tidak terjadi untuk periode yang lama, konstipasi dan pengerasan

feses akan terjadi. (Syaifudin. 2006)

10) Pankreas

Pankreas adalah organ pada sistem pencernaan yang memiliki dua fungsi

utama yaitu   menghasilkan enzim pencernaan serta beberapa hormon penting


seperti insulin. Pankreas terletak pada bagian posterior perut dan berhubungan

erat dengan duodenum (usus dua belas jari).

Pankreas melepaskan enzim pencernaan ke dalam duodenum dan

melepaskan hormon ke dalam darah. Enzim yang dilepaskan oleh pankreas akan

mencerna protein, karbohidrat dan lemak. Enzim proteolitik memecah protein

ke dalam bentuk yang dapat digunakan oleh tubuh dan dilepaskan dalam bentuk

inaktif. Enzim ini hanya akan aktif jika telah mencapai saluran pencernaan.

Pankreas juga melepaskan sejumlah besar sodium bikarbonat, yang berfungsi

melindungi duodenum dengan cara menetralkan asam lambung. (Kus. 2004)

11) Hati

Hati merupakan sebuah organ yang terbesar di dalam badan manusia dan

memiliki berbagai fungsi, beberapa diantaranya berhubungan dengan

pencernaan.Organ ini memainkan peran penting dalam metabolisme dan

memiliki beberapa fungsi dalam tubuh termasuk penyimpanan glikogen, sintesis

protein plasma, dan penetralan obat. (Kus. 2004)

b. Fisiologi Sistem Pencernaan

Proses pencernaan dimulai ketika makanan masuk ke dalam organ

pencernaan dan berakhir sampai sisa-sisa zat makanan dikeluarkan dari organ

pencernaan melalui proses defekasi. Makanan masuk melalui rongga oral

(mulut). Langkah awal adalah proses mestikasi (mengunyah). Terjadi proses

pemotongan, perobekan, penggilingan, dan pencampuran makanan yang

dilakukan oleh gigi. (Syaifudin. 2006)

Tujuan mengunyah adalah:

1) Menggiling dan memecah makanan

2) Mencampur makanan dengan air liur


3) Merangsang papil pengecap. Ketika merangsang papil pengecap maka akan

menimbulkan sensasi rasa dan secara refleks akan memicu sekresi saliva. Di

dalam saliva terkandung protein air liur seperti amilase, mukus, dan lisozim.

Fungsi saliva dalam proses pencernaan adalah :

a) Memulai pencernaan karbohidrat di mulut melalui kerja enzim amilase.

b) Mempermudah proses menelan dengan membasahi partikel-partikel

makanan dengan adanya mukus sebagai pelumas.

c) Memiliki efek antibakteri oleh lisozim.

d) Pelarut untuk molekul-molekul yang merangsang pupil pengecap.

e) Penyangga bikarbonat di air liur menetralkan asam di makanan serta asam

yang dihasilkan bakteri di mulut sehingga membantu mencegah karies.

Selanjutnya adalah proses deglutition (menelan). Menelan dimulai ketika

bolus di dorong oleh lidah menuju faring. Tekanan bolus di faring

merangsang reseptor tekanan yang kemudian mengirim impuls aferen ke

pusat menelan di medula. Pusat menelan secara refleks akan mengaktifkan

otot-otot yang berperan dalam proses menelan. Tahap menelan dapat

dibagi menjadi 2, yaitu:

 Tahap orofaring: berlangsung sekitar satu detik. Pada tahap ini bolus

diarahkan ke dalam esofagus dan dicegah untuk masuk ke saluran lain

yang berhubungan dengan faring.

 Tahap esofagus: pada tahap ini, pusat menelan memulai gerakan

peristaltik primer yang mendorong bolus menuju lambung. Gelombang

peristaltik berlangsung sekitar 5-9 detik untuk mencapai ujung

esofagus. Selanjutnya, makanan akan mengalami pencernaan di


lambung. Di lambung terjadi proses motilita. Terdapat empat aspek

proses motilitas di lambung, yaitu:

o Pengisian lambung (gastric filling): volume lambung kosong adalah

50 ml sedangkan lambung dapat mengembang hingga kapasitasnya

1 liter

o Penyimpanan lambung (gastric storage): pada bagian fundus dan

korpus lambung, makanan yang masuk tersimpan relatif tenang

tanpa adanya pencampuran. Makanan secara bertahap akan

disalurkan dari korpus ke antrum.

o Pencampuran lambung (gastric mixing): kontraksi peristaltik yang

kuat merupakan penyebab makanan bercampur dengan sekresi

lambung dan menghasilkan kimus. Dengan gerakan retropulsi

menyebankan kimus bercampur dengan rata di antrum. Gelombang

peristaltik di antrum akan mendorong kimus menuju sfingter

pilorus.

o Pengosongan lambung (gastric emptying): kontraksi peristaltik

antrum menyebabkan juga gaya pendorong untuk mengosongkan

lambung. (Syaifudin. 2006)

Selain melaksanakan proses motilitas, lambung juga mensekresi

getah lambung. Beberapa sekret lambung diantaranya:

1. HCL: sel-sel partikel secara aktif mengeluarkan HCL ke dalam

lumen lambung. Fungsi HCL dalam proses pencernaan adalah :

 mengaktifkan prekusor enzim pepsinogen menjadi pepsin dan

membentuk lingkungan asam untuk aktivitas pepsin

 membantu penguraian serat otot dan jaringan ikat


 bersama dengan lisozim bertugas mematikan mikroorganisme

dalam makanan.

2. Pepsinogen: pada saat di ekresikan ke dalam lambiung,

pepsinogen mengalami penguraian oleh HCL menjadi bentuk

aktif, pepsin. Pepsin berfungsi dalam pencernaan protein untuk

menghasilkan fragmen-fragmen peptida. Karena fungsinya

memecah protein, maka peptin dalam lambung harus disimpan

dan disekresikan dalam bentuk inaktif (pepsinogen) agar tidak

mencerna sendiri sel-sel tempat ia terbentuk.

3. Sekresi mukus: Mukus berfungsi sebagai sawar protektif untuk

mengatasi beberapa cedera pada mukosa lambung.

4. Faktor intrinsik: faktor intrinsik sangat penting dalam penyerapan

vitamin B12. vitamin B12 penting dalam pembentukan eritrosit.

Apabila tidak ada faktor intrinsik, maka vitamin B12 tidak dapat

diserap.

5. Sekresi Gastrin

Di daerah kelenjar pilorus (PGA) lambung terdapat sel

G yang mensekresikan gastrin. (Syaifudin. 2006). Aliran sekresi

getah lambung akan dihentikan secara bertahap seiring dengan

mengalirnya makanan ke dalam usus. Di dalam lambung telah

terjadi pencernaan karbohidrat dan mulai tejadi pencernaan

protein. Makanan tidak diserap di lambung. Zat yang diserap di

lambung adalah etil alkohol dan aspirin. (Pearce. 2009). Makanan

selanjutnya memasuki usus halus. Usus halus merupakan tempat


berlangsungnya pencernaan dan penyerapan. Usus halus di bagi

menjadi tiga segmen, yaitu:

a. Duodenum (20 cm/ 8 inci): pencernaan di lumen duodenum di

bantu oleh enzim-enzim pankreas. Garam-garam empedu

mempermudah pencernaan dan penyerapan lemak.

b. Jejenum (2,5 m/ 8 kaki)

c. Ileum (3,6 m/12 kaki)

Organ pencernaan yang terakhir adalah usus besar yang terdiri dari

kolon, sekum, apendiks, dan rektum. Dalam keadaan normal kolon menerima

500 ml kimus dari usus halus setiap hari. Isi usus yang disalurkan ke kolon

terdiri dari residu makanan yang tidak dapat dicerna, komponen empedu yang

tidak diserap, dan sisa cairan. Zat-zat yang tersisa untuk dieliminasi merupakan

feses. Fungsi utama usus besar adalah untuk menyimpan feses sebelum

defekasi. (Syaifudin. 2006).

Feses akan dikeluarkan oleh refleks defekasi yang disebabkan oleh

sfingter anus internus (terdiri dari otot polos) untuk melemas dan rektum serta

kolon sigmoid untuk berkontraksi lebih kuat. Apabila sfingter anus eksternus

(terdiri dari otot rangka) juga melemas maka akan terjadi defekasi. Peregangan

awal di dinding rektum menimbulkan rasa ingin buang air besar. Ketika terjaid

defekasi biasanya dibantu oleh mengejan volunter yang melibatkan kontraksi

simultan otot-otot abdomen dan ekspirasi paksa dengan glotis dalam posisi

tertutup sehingga meningkatkan tekanan intra-abdomen yang membantu

pengeluaran feses. (Abadi. 2010)


4. Fatofisiologi

Adanya riwayat dyspepsia memperberat dugaan ulkus peptikum. Begitu

juga riwayat muntah-muntah berulang yang awalnya tidak berdarah, konsumsi

alkohol yang berlebihan mengarahkan ke dugaan gastritis serta penyakit ulkus

peptikum. Adanya riwayat muntah-muntah berulang yang awalnya tidak berdarah

lebih kearah Mallory-Weiss. Konsumsi alkohol berlebihan mengarahkan dugaan ke

gastritis (30-40%), penyakit ulkus peptikum (30-40%), atau kadang-kadang

varises.

Penurunan berat badan mengarahkan dugaan ke keganasan. Perdarahan

yang berat disertai adanya bekuan dan pengobatan syok refrakter meningkatkan

kemungkinan varises. Adanya riwayat pembedahan aorta abdominalis sebelumnya

meningkatkan kemungkinan fistula aortoenterik. Pada pasien usia muda dengan

riwayat perdarahan saluran cerna bagian atas singkat berulang (sering disertai

kolaps hemodinamik) dan endoskopi yang normal, harus dipertimbangkan lesi

Dieulafoy (adanya arteri submukosa, biasanya dekat jantung, yang dapat

menyebabkan perdarahan saluran pencernaan intermitten yang banyak) (Davey,

2005).

Usaha mencari penyebab perdarahan saluran makanan dapat dikembalikan

kepada factor-faktor penyebab perdarahan, antara lain : factor pembuluh darah

(vasculopathy) seperti pada tukak peptic, pecahnya varises esophagus; factor

trombosit (thrombopathy) seperti pada ITP, factor kekurangan zat-zat pembentuk

darah (coagulopathy) seperti pada hemophilia, sirosis hati dan lain-lain. Malahan

pada serosis hati dapat terjadi ketiganya : vasculopathy, pecahnya varises

esophagus, thrombopathy, terjadinya pengurangan trombosit di sirkulasi perifer


akibat hipersplenisme, dan terdapat pula coagulophaty akibat kegagalan sel-sel

hati.

Khusus pada pecahnya varises esophagus ada 2 teori, yaitu teori erosi yaitu

pecahnya pembuluh darah karena erosi dari makanan yang kasar (berserat tinngi

dan kasar), atau minum OAINS (NSAID), dan teori erupsi karena tekanan vena

porta yang terlalu tinggi, yang dapat pula dicetuskan oleh peningkatan tekanan

intra abdomen yang tiba-tiba seperti pada mengejan, mengangkat barang berat, dan

lain-lain.

Perdarahan saluran makan dapat pula dibagi menjadi perdarahan primer,

seperti pada : hemophilia, ITP, hereditary haemorrhagic telangiectasi, dan lain-lain.

Dapat pula secara sekunder, seperti pada kegagalan hati, uremia, DIC, dan

iatrigenic seperti penderita dengan terapi antikoagulan, terapi fibrinolitik, drug-

induce thrombocytopenia, pemberian transfuse darah yang massif, dan lain-lain.


MK :
Hipovolemia
MK : Defisit
Nutrisi

MK : Nyeri MK:
Akut Resiko
syok

MK : Resiko
ketidakseimbangan
cairan
kurang
MK :
pengetahuan
Intoleransi
aktivitas
MK : Resiko
ketidakseimbangan MK :
cairan Ansietas
5. Manifestasi klinik

Gejala-gejala yang ditimbulkan pada pasien melena adalah sebagai berikut:

a. Gelisah

b. Suhu badan mungkin meningkat

c. Nafsu makan berkurang atau tidak ada

d. Berak yang bercampur darah, lendir, lemak dan berbuih

e. Rasa sakit di perut

f. Rasa kembung

g. Tonus dan turgor  kulit berkurang

h. Selaput lendir dan bibir kering

6. Komplikasi

Komplikasi yang bisa terjadi pada pasien hematemesis melena adalah:

a. Koma hepatik (suatu sindrom neuropsikiatrik yang ditandai dengan perubahan

kesadaran, penurunan intelektual, dan kelainan neurologis yang menyertai

kelainan parenkim hati)

b. Syok hipovolemik (kehilangan volume darah sirkulasi sehingga curah jantung

dan tekanan darah menurun)

c. Aspirasi pneumoni (infeksi paru yang terjadi akibat cairan yang masuk saluran

napas)

d. Anemi posthemoragik (kehilangan darah yang mendadak dan tidak disadari).

(Mubin, 2006)
7. Pemeriksaan

a. Pemeriksaan penunjang

1) Pemeriksaan tinja

Makroskopis dan mikroskopis, ph dan kadar gula jika diduga ada intoleransi

gula, biakan kuman untuk mencari kuman penyebab dan uji resistensi

terhadap berbagai antibiotika (pada diare persisten).

2) Pemeriksaan darah

Darah perifer lengkap, analisis gas darah dan elektrolit (terutama Na,K,Ca

dan Potassium serum pada diare yang disertai kejang).

3) Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin darah untuk mengetahui faal ginjal.

4) Duodenal intubation, untuk mengetahui kuman penyebab secara kuantitatif

dan kualitatif terutama pada diare kronik.

b. Pemeriksaan diagnostik

1) Pemeriksaan fisik

 Penurunan berat badan

 Anemia

 Demam

2) Pemeriksaan khusus

 Colon rektal

 Rektosigmoideskopi

 Barium enema

 Barium meal
3) Pemeriksaan laboratorium

 LED

 Hipokalsemia

 Avitaminosis D

 Serum albumin tinggi

4) Radiologis

5) Kolonoskopi

8. Penatalaksanaan medis

Pengobatan penderita perdarahan saluran makan bagian atas harus sedini mungkin

dan sebaiknya diraat di rumah sakit  untuk mendapatkan pengawasan yang teliti

dan pertolongan yang lebih baik. Pengobatan penderita perdarahan saluran makan

bagian atas meliputi :

a. Pengawasan dan pengobatan umum

1) Penderita harus diistirahatkan mutlak, obat-obat yang menimbulkan efek

sedatif morfin, meperidin dan paraldehid sebaiknya dihindarkan.

2) Penderita dipuasakan selama perdarahan masih berlangsung dan bila

perdarahan berhenti dapat diberikan makanan cair.

3) Infus cairan langsung dipasang & diberilan larutan garam fisiologis  slama

belum ada darah.

4) Pengawasan tekanan darah, nadi, kesadaran penderita dan bila perlu

dipasang CVP monitor.

5) Pemeriksaan kadar hemoglobin dan hematokrit perlu dilakukan untuk

mengikuti keadaan perdarahan.


6) Transfusi darah diperlukan untuk menggati darah yang hilang dan

mempertahankan kadar hemoglobin 50-70 % harga normal.

7) Pemberian obat hemostatik seperti vitamin K, 4 x 10 mg/hari, karbasokrom

(Adona AC), antasida dan golongan H2 reseptor antagonis (simetidin atau

ranitidin) berguna untuk menanggulangi perdarahan.

8) Dilakukan klisma atau lavemen dgn air biasa disertai pemberian antibiotika

yg tidak diserap oleh usus, sebagai tindadakan sterilisasi usus. Tindakan ini

dilakukan untuk mencegah terjadinya peningkatan produksi amoniak oleh

bakteri usus, dan dapat menimbulkan ensefalopati hepatik.

b. Pemasangan pipa naso-gastrik

Tujuan pemasangan pipa naso gastrik adalah untuk aspirasi cairan lambung,

lavage (kumbah lambung) dengan air , dan pemberian obat-obatan. Pemberian

air  pada kumbah lambung akan menyebabkan vasokontriksi lokal sehingga

diharapkan terjadi penurunan aliran darah di mukosa lambung, dengan demikian

perdarahan akan berhenti. Kumbah lambung ini akan dilakukan berulang kali

memakai air sebanyak 100- 150 ml sampai cairan aspirasi berwarna jernih dan

bila perlu tindakan ini dapat diulang setiap 1-2 jam. Pemeriksaan endoskopi

dapat segera dilakukan setelah cairan aspirasi lambung sudah jernih.

c. Pemberian pitresin (vasopresin)

Pitresin mempunyai efek vasokoktriksi, pada pemberian pitresin per infus akan

mengakibatkan kontriksi pembuluh darah dan splanknikus sehingga

menurunkan tekanan vena porta, dengan demikian diharapkan perdarahan

varises dapat berhenti. Perlu diingat bahwa pitresin dapat menrangsang otot

polos sehingga dapat terjadi vasokontriksi koroner, karena itu harus berhati-hati

dengan pemakaian obat tersebut terutama pada penderita penyakit jantung


iskemik. Karena itu perlu pemeriksaan elektrokardiogram dan anamnesis

terhadap kemungkinan adanya penyakit jantung koroner/iskemik.

d. Pemasangan balon SB Tube

Dilakukan pemasangan balon SB tube untuk penderita perdarahan akibat

pecahnya varises. Sebaiknya pemasangan SB tube dilakukan sesudah penderita

tenang dan kooperatif, sehingga penderita dapat diberitahu dan dijelaskan

makna pemakaian alat tersebut, cara pemasangannya dan kemungkinan kerja

ikutan yang dapat timbul pada waktu dan selama pemasangan. Beberapa peneliti

mendapatkan hasil yang baik dengan pemakaian SB tube ini dalam

menanggulangi perdarahan saluran makan bagian atas akibat pecahnya varises

esofagus. Komplikasi pemasangan SB tube yang berat seperti laserasi dan

ruptur esofagus, obstruksi jalan napas tidak pernah dijumpai.

e. Pemakaian bahan sklerotik

Bahan sklerotik sodium morrhuate 5 % sebanyak 5 ml atau sotrdecol 3 %

sebanyak 3 ml dengan bantuan fiberendoskop yang fleksibel disuntikan

dipermukaan varises kemudian ditekan dengan balon SB tube. Tindakan ini

tidak memerlukan narkose umum dan dapat diulang beberapa kali. Cara

pengobatan ini sudah mulai populer dan merupakan salah satu pengobatan yang

baru dalam menanggulangi perdarahan saluran makan bagian atas yang

disebabkan pecahnya varises esofagus.

f. Tindakan operasi

Bila usaha-usaha penanggulangan perdarahan diatas mengalami kegagalan dan

perdarahan tetap berlangsung, maka dapat dipikirkan tindakan operasi .

Tindakan operasi yang basa dilakukan adalah : ligasi varises esofagus, transeksi

esofagus, pintasan porto-kaval. Operasi efektif dianjurkan setelah 6 minggu


perdarahan berhenti dan fungsi hari membaik. Selain cara-cara diatas, adapula

metode lain untuk menghentikan perdarahan varises esophagus, antara lain :

1) Cyanoacrylate glue injection, memakai semacam lem jaringan (His-toacryl

R) yang langsung disuntikkan intravena.

2) Endoscopic band ligator

Sedangkan pada perdarahan non variceal, dapat dilakukan tindakan-tindakan

sebagai berikut :

a) Laser photo coagulation

b) Diathermy coagulation

c) Adrenalin injection
B. Konsep asuhan keperawatan

A. Pengkajian
1. Identitas pasien, meliputi :
Nama, Umur (biasanya bisa usia muda maupun tua), Jenis kelamin (bisa laki-laki
maupun perempuan), Suku bangsa, Pekerjaan, Pendidikan, Alamat, Tanggal MRS,
dan Diagnosa medis
2. Keluhan utama
Biasanya keluhan utama klien adalah muntah darah atau berak darah yang datang
secara tiba-tiba.
3. Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
keluhan utama klien adalah muntah darah atau berak darah yang datang
secara tiba-tiba .
b. Riwayat kesehatan dahulu
Biasanya klien mempunyai riwayat penyakit hepatitis kronis, sirosis
hepatitis, hepatoma, ulkus peptikum, kanker saluran pencernaan bagian
atas, riwayat penyakit darah (misal : DM), riwayat penggunaan
obatulserorgenik, kebiasaan / gaya hidup (alkoholisme, gaya hidup /
kebiasaan makan).
c. Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya apabila salah satu anggota keluarganya mempunyai kebiasaan
makan yang dapat memicu terjadinya hematemesis melena, maka dapat
mempengaruhi anggota keluarga yang lain
4. Pola-pola fungsi kesehatan
a. Pola perspsi dan tata laksana hidup sehat
Biasanya klien mempunyai kebiasaan alkoholisme, pengunaan obat-obat
ulseroge
b. Pola nutrisi dan metabolisme
Terjadi perubahan karena adanya keluhan pasien berupa mual, muntah,
kembung, dan nafsu makan menurun, dan intake nutrisi harus dalam bentuk
makanan yang lunak yang mudah dicerna
c. Pola aktivitas dan latihan
Gangguan aktivitas atau kebutuhan istirahat, kekurangan protein (hydroprotein)
yang dapat menyebabkan keluhan subjektif pada pasien berupa kelemahan otot
dan kelelahan, sehingga aktivitas sehari-hari termasuk pekerjaan harus dibatasi
atau harus berhenti bekerja
d. Pola eliminasi
Pola eliminasi mengalami gangguan,baik BAK maupun BAB. Pda BAB terjadi
konstipasi atau diare. Perubahan warna feses menjadi hitam seperti petis,
konsistensi pekat. Sedangkan pada BAK, warna gelap dan konsistensi pekat.
e. Pola tidur dan istirahat
Terjadi perubahan tentang gambaran dirinya seperti badan menjadi kurus, perut
membesar karena ascites dan kulit mengering, bersisik agak kehitaman.
f. Pola hubungan peran
Dengan adanya perawatan yang lama makan akan terjadi hambatan dalam
menjalankan perannya seperti semula.
g. Pola reproduksi seksual
Akan terjadi perbahan karena ketidakseimbangan hormon, androgen dan
estrogen, bila terjadi pada lelaki (suami) dapat menyebabkan penurunan libido
dan impoten, bila terjadi pada wanita (istri) menyebabkan gangguan pada siklus
haid atau dapat terjadi aminore dan hal ini tentu saja mempengaruhi pasien
sebagai pasangan suami dan istri.
h. Pola penaggulangan stres
Biasanya dengan koping stres yang baik, maka dapat mengatasi masalahnya
namun sebaliknya bagi kx yang tidak bagus kopingnya maka dapat destruktif
lingkungan sekitarnya.
i. Pola tata nilai dan kepercayaan
Pada pola ini tidak terjadi gangguan pada klien.
 Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
Keadaan umum klien Hematomesis melena akan terjadi ketidak seimbangan
nutrisi akibat anoreksia, intoleran terhadap makanan / tidak dapat mencerna,
mual, muntah, kembung.
b. Sistem respirasi
Akan terjadi sesak, takipnea, pernafasan dangkal, bunyi nafas tambahan
hipoksia, ascites.
c. Sistem kardiovaskuler
Riwayat perikarditis, penyakit jantung reumatik, kanker (malfungsi hati
menimbulkan gagal hati), distritnya, bunyi jantung (S3, S4).
d. Sistem gastrointestinal.
Nyeri tekan abdomen / nyeri kuadran kanan atas, pruritus, neuritus perifer.
e. Sistem persyaratan
Penurunan kesadaran, perubahan mental, bingung halusinasi, koma, bicara
lambat tak jelas.
f. Sistem geniturianaria / eliminasi
Terjadi flatus, distensi abdomen (hepatomegali, splenomegali. asites),
penurunan / tak adanya bising usus, feses warna tanah liat, melena, urin gelap
pekat, diare / konstipasi.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (mis. Inflamasi, iskemia,
neoplasma)
2. Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
3. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna makanan
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
5. Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi
6. Resiko syok ditandai dengan hipoksia
7. Resiko ketidakseimbangan cairan ditandai dengan asites

B. Intervensi
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (mis. Inflamasi, iskemia,
neoplasma).
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
nyeri berkurang sampai hilang
Standar Luaran
Tingkat nyeri

Kriteria Hasil Meningkat Cukup Sedang Cukup Menurun


Meningkat Menurun

Keluhan nyeri 1 2 3 4 5

Meringis 1 2 3 4 5

Gelisah 1 2 3 4 5

Intervensi
Manajemen nyeri :
Observasi :
1.Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
2.Identifikasi skala nyeri
3.Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
4.Monitor efek samping penggunaan analgesik
Terapeutik :
1.Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri (ex terapi musik, terapi
pijat, kompres hangat/dingin, terapi bermain)
2.Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
3.Fasilitasi istirahat dan tidur
Edukasi :
1.Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
2.Jelaskan strategi meredakan nyeri
3.Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian analgesik
2. Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam status cairan membaik.

Kriteria Hasil Menurun Cukup Sedang Cukup Meningkat


Menurun Meningkat

Kekuatan nadi 1 2 3 4 5
Turgor kulit 1 2 3 4 5

Output urine 1 2 3 4 5
Intervensi:
Manajemen Hipovolemia
Observasi :
1. Periksa tanda dan gejala hipovolemia
2. Monitor intake dan output cairan
Terapeutik :
1. Hitung kebutuhan cairan
2. Berikan posisi modified Trendelenburg
3. Berikan asupan cairan oral
Edukasi :
1. Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
2. Anjurkan menghindari perubahan posisi mendadak
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian cairan IV isotonis (mis. NaCL,RL)
2. Kolaborasi pemberian cairan IV hipotonis (mis. Glukosa 2,5%, NaCL 0,4%)
3. Kolaborasi pemberian cairan koloid (mis. Albumin, plasmanate)
4. Kolaborasi pemberian produk darah
3. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna makanan
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan defisit
nutrisi dapat teratasi
Standar Luaran
Status nutrisi
Kriteria Hasil Menurun Cukup Sedang Cukup Meningkat
Menurun Meningkat

Porsi makanan 1 2 3 4 5
yang
dihabiskan
Kekuatan otot 1 2 3 4 5
mengunyah
Kekuatan otot 1 2 3 4 5
menelan

Intervensi
Manajemen nutrisi
Observasi
1. Identifikasi status nutrisi
2. Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
3. Identifikasi perlunya penggunaan selang NGT
4. Monitor asupan makanan
5. Monitor berat badan
Terapeutik
1. Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
2. Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
3. Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
4. Hentikan pemberian makanan melalui selang NGT jika asupan oral dapat
ditoleransi
Edukasi
1. Anjurkan posisi duduk
2. Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan
2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrien
yang dibutuhkan
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
intoleransi aktivitas dapat berkurang
SLKI
Toleransi aktivitas
Kriteria Hasil Meningkat Cukup Sedang Cukup Menurun
Meningka Menurun
t

Keluhan lelah 1 2 3 4 5

Dispnea saat 1 2 3 4 5
aktivitas

Dispnea 1 2 3 4 5
setelah
aktivitas

Intervensi
Manajemen energi
Observasi
1. Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan kelelahan
2. Monitor kelelahan fisik dan emosional
3. Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan aktivitas
Terapeutik
1. Lakukan latihan rentang gerak pasif atau aktif
2. Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan
Edukasi
1. Anjurkan tirah baring
2. Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
3. Anjurkan menghubungi perawat jika tanda gejala keluhan tidak berkurang
Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan makanan
5. Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam ansietas menurun.
SLKI
Tingkat Ansietas

Kriteria Hasil Meningkat Cukup Sedang Cukup Menurun


Meningka Menurun
t
Verbalisasi 1 2 3 4 5
kebingungan
Verbalisasi 1 2 3 4 5
khawatir
akibat kondisi
yang dihadapi
Perilaku 1 2 3 4 5
gelisah
Intervensi
Reduksi ansietas
Observasi :
1. Identifikasi saat tingkat ansietas berubah
2. Monitor tanda-tanda ansietas
Terapeutik :
1. Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan kepercayaan
2. Temani pasien untuk mengurangi kecemasan, jika memungkinkan
3. Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan
4. Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu kecemasan
Edukasi :
1. Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang mungkin dialami
2. Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien, jika perlu
3. Latih teknik relaksasi
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian obat antlansietas, jika perlu
6. Resiko syok ditandai dengan hipoksia
Tujuan : setelah dilakukan tindakan 1x24 jam syok tidak terjadi.
SLKI
Tingkat syok

Kriteria Hasil Menurun Cukup Sedang Cukup Meningkat


Menurun Meningkat

Kekuatan nadi 1 2 3 4 5
Output urine 1 2 3 4 5
Tingkat 1 2 3 4 5
kesadaran
Intervensi
Pencegahan syok
Observasi :
1. Monitor status kardiopulmonal (frekuensi dan kekuatan nadi, frekuensi napa,
TD.MAP)
2. Monitor status oksigenasi (oksimetri nadi, AGD)

Terapeutik :
1. Berikan oksigenasi untuk mempertahankan saturasi oksigen <94%
2. Persiapkan intubasi dan ventilasi mekanis, jika perlu
3. Pasang jalur IV, jika perlu
4. Pasang kateter urine untuk menilai produksi urine, jika perlu
Edukasi :
1. Jelaskan penyebab/faktor resiko syok
2. Jelaskan tanda dan gejala awal syok
3. Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian IV, jika perlu
2. Kolaborasi pemberian transfusi darah, jika perlu
7. Resiko ketidakseimbangan cairan ditandai dengan asites
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam ketidakseimbangan
cairan tidak terjadi .
SLKI
Keseimbangan cairan

Kriteria Hasil Menurun Cukup Sedang Cukup Meningkat


Menurun Meningkat

Asupan cairan 1 2 3 4 5
Kelembapan 1 2 3 4 5
mukosa
Asupan 1 2 3 4 5
makanan

Intervensi
Manajemen Cairan
Observasi :
1. Monitor status hidrasi (mis. Frekuensi nadi, kekuatan nadi, aklral, pengisian
kapiler, kelembepan mukosa, turgor kulit, tekanan darah)
2. Monitor BB harian
3. Monitor berat badan sebelum dan sesudah dialisis
4. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium (mis. Hematokrit, Na, K, CI, berat jenis
urine, BUN)
5. Monitor status hemodinamik (mis. MAP, CVP, PAP, PCWP jika tersedia)
Terapeutik :
1. Catat intake-output dan hitung balans cairan 24 jam
2. Berikan asupan cairan, sesuai kebutuhan
3. Berikan cairan IV, jika perlu
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian diuretik, jika perlu

DAFTAR PUSTAKA

Davey, Patrick. (2005). At A Glance Medicine. Jakarta: EGC


Grace, P. A. dan Borley, N.R. 2007. At a Glance Ilmu Bedah. Jakarta. Penerbit Erlangga.

Mansjoer, Arif (2000). Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1(3rd ed.). Jakarta: Media.
Aesculapius.

Mubin (2006).Panduan Praktis Ilmu Penyakit Dalam: Diagnosis Dan Terapi(2ndEd.).


Jakarta: EGC.

Nettina, Sandra M. (2001). Pedoman Praktik Keperawatan. Edisi 4.Jakarta : EGC

Nurari. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-
NOC. Yogyakarta : Media Action Publishing.
PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan,
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
Price, Sylvia A dan Wilson, Lorrain M, 2005, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-     proses
Penyakit, edisi 6, Jakarta: EGC.
Sylvia, A Price. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Keperawatan.Edisi
6.Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai