Anda di halaman 1dari 61

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Hematemesis melena adalah suatu kondisi dimana pasien mengalami
muntah darah yang di sertai dengan buang air besar (BAB) berdarah dan
berwarna hitam. Hematemesis melena merupakan suatu perdarahan yang
terjadi pada saluran cerna bagian atas dan merupakan keadaan gawat darurat
yang sering di jumpai di tiap Rumah Saakit di seluruh dunia termasuk
Indonesia..
Gambaran Umum menurut Djojoningrat, Perdarahan saluran cerna
bahagian atas dapat bermanifestasi klinis mulai dari yang seolah ringan,
misalnya perdarahan tersamar sampai pada keadaan yang mengancam hidup.
Hematemesis adalah muntah darah segar (merah segar) atau hematin (hitam
seperti kopi) yang merupakan indikasi adanya perdarahan saluran cerna bagian
atas atau proksimal ligamentum Treitz. Perdarahan saluran cerna bagian atas
(SCBA), terutama dari duodenum dapat pula bermanifestasi dalam bentuk
melena. Hematokezia (darah segar keluar per anum) biasanya berasal dari
perdarahan saluran cerna bagian bawah (kolon). Maroon stools (feses
berwarna merah hati) dapat berasal dari perdarahan kolon bagian proksimal
(ileo-caecal). (Djojoningrat, D., 2006) Upper gastrointestinal tract bleeding
(“UGI bleeding”) atau lebih dikenal perdarahan saluran cerna bahagian atas
memiliki prevalensi sekitar 75 % hingga 80 % dari seluruh kasus perdarahan
akut saluran cerna. Insidensinya telah menurun, tetapi angka kematian dari
perdarahan akut saluran cerna, masih berkisar 3 % hingga 10 %, dan belum
ada perubahan selam 50 tahun terakhir. Tidak berubahnya angka kematian ini
kemungkinan besar berhubungan dengan bertambahnya usia pasien yang
menderita perdarahan saluran cerna serta dengan meningkatnya kondisi
comorbid. Peptic ulcers adalah penyebab terbanyak pada pasien perdarahan
saluran cerna, terhitung sekitar 40 % dari seluruh kasus. Penyebab lainnya
seperti erosi gastric (15 % - 25 % dari kasus), perdarahan varises (5 % - 25 %

Page 1
dari kasus), dan Mallory-Weiss Tear (5 % - 15 % dari kasus). Penggunaan
aspirin ataupun NSAIDs memiliki prevalensi sekitar 45 % hingga 60 % dari
keseluruhan kasus perdarahan akut. (Alexander, J.A., 2008)

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu mengaplikasikan ilmu dan keterampilan
keperawatan pada asuhan keperawatan gawat darurat penyakit
hematemesis melena.
2. Tujuan Khusus
Setelah dilakukan pembahasan dan seminar terkait asuhan
keperawatan gawat darurat pada hematemesis melena diharapkan
mahasiswa akan dapat:
a. Menjelaskan konsep dasar terkait penyakit hematemesis melena.
b. Menjelaskan konsep asuhan keperawatan gawat darurat penyakit
hematemesis melena.
c. Menjelaskan aplikasi asuhan keperawatan gawat darurat penyakit
hematemesis melena.

C. Manfaat Penulisan
Manfaat dari penulisan laporan kasus ini adalah:
1. Membentuk pola pikir mahasiswa menjadi terarah dan sistematis.
2. Mahasiswa mampu menyusun laporan kasus yang baik dan benar.
3. Menambah pengetahuan mahasiswa tentang mekanisme penyakit pada
asuhan keperawatan gawat darurat sistem pencernaan.

Page 2
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. KONSEP DASAR MEDIK


1. Pengertian
Perdarahan saluran cerna bagian atas (didefinisikan sebagai perdarahan
yang terjadi disebelah proksimal ligamentum treitz pada duodenum distal.
Sebagian besar perdarahan saluran cerna bagian atas terjadi sebagai akibat
ulkus peptikum). (Dubey, S., 2008)
Hematemesis adalah muntah darah dan melena adalah pengeluaran
tinja yang berwana hitam seperti teh yang mengandung darah dari pencernaan.
Nurarif, 2013
Hematemesis adalah muntah darah segar (merah segar) atau hematin
(hitam seperti kopi) yang merupakan indikasi adanya perdarahan saluran cerna
bagian atas atau proksimal ligamentum Treitz. Perdarahan saluran cerna
bagian atas (SCBA), terutama dari duodenum dapat pula bermanifestasi dalam
bentuk melena. Hematokezia (darah segar keluar per anum) biasanya berasal
dari perdarahan saluran cerna bagian bawah (kolon). Maroon stools (feses
berwarna merah hati) dapat berasal dari perdarahan kolon bagian proksimal
(ileo-caecal). (Djojoningrat, D., 2006)
Hematemesis adalah muntah darah dan biasanya disebabkan oleh
penyakit saluran cerna bagian atas. Melena adalah keluarnya hitam perrektal
yang mengandung campuran darah biasanya disebabkan oleh perdarahan usus
proksimal (Grace dan Borley, 2007).
Hematemesis melena adalah suatu kondisi di mana pasien mengalami
muntah darah yang disertai dengan buang air besar (BAB) berdarah dan
berwarna hitam. Hematemesis melena merupakan suatu perdarahan yang
terjadi pada saluran cerna bagian atas (SCBA) dan merupakan keadaan gawat
darurat yang sering dijumpai di tiap rumah sakit di seluruh dunia termasuk
Indonesia. Pendarahan dapat terjadi karena pecahnya varises esofagus,
gastritis erosif atau ulkus peptikum.

Page 3
2. Anatomi Fisiologi Sistem Pencernaan
Sistem pencernaan atau sistem gastroinstestinal (mulai dari mulut
sampai anus) adalah sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk
menerima makanan, mencernanya menjadi zat-zat gizi dan energi, menyerap
zat-zat gizi ke dalam aliran darah serta membuang bagian makanan yang tidak
dapat dicerna atau merupakan sisa proses tersebut dari tubuh.Saluran
pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan (faring), kerongkongan, lambung,
usus halus, usus besar, rektum dan anus. Sistem pencernaan juga meliputi
organ-organ yang terletak diluar saluran pencernaan, yaitu pankreas, hati dan
kandung empedu.

a. Mulut
suatu rongga terbuka tempat masuknya makanan dan air pada
hewan. Mulut biasanya terletak di kepala dan umumnya merupakan bagian
awal dari sistem pencernaan lengkap yang berakhir di anus.

Mulut merupakan jalan masuk untuk sistem pencernaan. Bagian


dalam dari mulut dilapisi oleh selaput lendir. Pengecapan dirasakan oleh
organ perasa yang terdapat di permukaan lidah. Pengecapan relatif
sederhana, terdiri dari manis, asam, asin dan pahit. Penciuman dirasakan
oleh saraf olfaktorius di hidung dan lebih rumit, terdiri dari berbagai
macam bau.Makanan dipotong-potong oleh gigi depan (incisivus) dan di
kunyah oleh gigi belakang (molar, geraham), menjadi bagian-bagian kecil

Page 4
yang lebih mudah dicerna. Ludah dari kelenjar ludah akan membungkus
bagian-bagian dari makanan tersebut dengan enzim-enzim pencernaan dan
mulai mencernanya. Ludah juga mengandung antibodi dan enzim
(misalnya lisozim), yang memecah protein dan menyerang bakteri secara
langsung. Proses menelan dimulai secara sadar dan berlanjut secara
otomatis.

b. Tenggorokan ( Faring)
Penghubung antara rongga mulut dan kerongkongan. Berasal dari
bahasa yunani yaitu Pharynk.Skema melintang mulut, hidung, faring, dan
laring.

Didalam lengkung faring terdapat tonsil ( amandel ) yaitu kelenjar


limfe yang banyak mengandung kelenjar limfosit dan merupakan
pertahanan terhadap infeksi, disini terletak bersimpangan antara jalan
nafas dan jalan makanan, letaknya dibelakang rongga mulut dan rongga
hidung, didepan ruas tulang belakang .Keatas bagian depan berhubungan
dengan rongga hidung, dengan perantaraan lubang bernama koana,
keadaan tekak berhubungan dengan rongga mulut dengan perantaraan
lubang yang disebut ismus fausium.Tekak terdiri dari; Bagian superior
=bagian yang sangat tinggi dengan hidung, bagian media = bagian yang
sama tinggi dengan mulut dan bagian inferior = bagian yang sama tinggi
dengan laring.

Page 5
Bagian superior disebut nasofaring, pada nasofaring bermuara tuba
yang menghubungkan tekak dengan ruang gendang telinga,Bagian media
disebut orofaring,bagian ini berbatas kedepan sampai diakar lidah bagian
inferior disebut laring gofaring yang menghubungkan orofaring dengan
laring

c. Kerongkongan (Eesofagus)
Kerongkongan adalah tabung (tube) berotot pada vertebrata yang
dilalui sewaktu makanan mengalir dari bagian mulut ke dalam lambung.
Makanan berjalan melalui kerongkongan dengan menggunakan proses
peristaltik.

Sering juga disebut esofagus(dari bahasa Yunani: eso


“membawa”, dan phagus “memakan”).Esofagus bertemu dengan faring
pada ruas ke-6 tulang belakang.Menurut histologi.
Esofagus dibagi menjadi tiga bagian:
1. Bagian superior (sebagian besar adalah otot rangka)
2. Bagian tengah (campuran otot rangka dan otot halus)
3. Bagian inferior (terutama terdiri dari otot halus).

Page 6
d. Lambung
Merupakan organ otot berongga yang besar dan berbentuk seperti
kandang keledai.
Terdiri dari 3 bagian yaitu:
1. Kardia.
2. Fundus.
3. Antrum.

Makanan masuk ke dalam lambung dari kerongkongan melalui otot


berbentuk cincin (sfinter), yang bisa membuka dan menutup.Dalam
keadaan normal, sfinter menghalangi masuknya kembali isi lambung ke
dalam kerongkongan.Lambung berfungsi sebagai gudang makanan, yang
berkontraksi secara ritmik untuk mencampur makanan dengan enzim-
enzim. Sel-sel yang melapisi lambung menghasilkan 3 zat penting :
1) Lendir
Lendir melindungi sel-sel lambung dari kerusakan oleh asam
lambung.Setiap kelainan pada lapisan lendir ini, bisa menyebabkan
kerusakan yang mengarah kepada terbentuknya tukak lambung.

Page 7
2) Asam klorida (HCl)
Asam klorida menciptakan suasana yang sangat asam, yang
diperlukan oleh pepsin guna memecah protein. Keasaman lambung
yang tinggi juga berperan sebagai penghalang terhadap infeksi dengan
cara membunuh berbagai bakteri. Prekursor pepsin (enzim yang
memecahkan protein)

e. Usus Halus (Usus Kecil)


Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan
yang terletak di antara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan
pembuluh darah yang mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui
vena porta. Dinding usus melepaskan lendir (yang melumasi isi usus) dan
air (yang membantu melarutkan pecahan-pecahan makanan yang dicerna).
Dinding usus juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang mencerna
protein, gula dan lemak.
Lapisan usus halus ; lapisan mukosa ( sebelah dalam ), lapisan otot
melingkar ( M sirkuler ), lapisan otot memanjang ( M Longitidinal ) dan
lapisan serosa ( Sebelah Luar )
Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari (duodenum),
usus kosong (jejunum), dan usus penyerapan (ileum).

Page 8
1) Usus dua belas jari (Duodenum)
Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari usus
halus yang terletak setelah lambung dan menghubungkannya ke usus
kosong (jejunum).Bagian usus dua belas jari merupakan bagian
terpendek dari usus halus, dimulai dari bulbo duodenale dan berakhir
di ligamentum Treitz.

Usus dua belas jari merupakan organ retroperitoneal, yang


tidak terbungkus seluruhnya oleh selaput peritoneum.pH usus dua
belas jari yang normal berkisar pada derajat sembilan. Pada usus dua
belas jari terdapat dua muara saluran yaitu dari pankreas dan kantung
empedu. Nama duodenum berasal dari bahasa Latin duodenum
digitorum, yang berarti dua belas jari.
Lambung melepaskan makanan ke dalam usus dua belas jari
(duodenum), yang merupakan bagian pertama dari usus halus.
Makanan masuk ke dalam duodenum melalui sfingter pilorus dalam
jumlah yang bisa di cerna oleh usus halus. Jika penuh, duodenum akan
megirimkan sinyal kepada lambung untuk berhenti mengalirkan
makanan.

Page 9
2) Usus Kosong (jejenum)
Usus kosong atau jejunum (terkadang sering ditulis yeyunum)
adalah bagian kedua dari usus halus, di antara usus dua belas jari
(duodenum) dan usus penyerapan (ileum).

Pada manusia dewasa, panjang seluruh usus halus antara 2-8


meter, 1-2 meter adalah bagian usus kosong.Usus kosong dan usus
penyerapan digantungkan dalam tubuh dengan
mesenterium.Permukaan dalam usus kosong berupa membran mukus
dan terdapat jonjot usus (vili), yang memperluas permukaan dari
usus. Secara histologis dapat dibedakan dengan usus dua belas jari,
yakni berkurangnya kelenjar Brunner. Secara hitologis pula dapat
dibedakan dengan usus penyerapan, yakni sedikitnya sel goblet dan
plak Peyeri. Sedikit sulit untuk membedakan usus kosong dan usus
penyerapan secara makroskopis.
Jejunum diturunkan dari kata sifat jejune yang berarti “lapar”
dalam bahasa Inggris modern. Arti aslinya berasal dari bahasa Laton,
jejunus, yang berarti “kosong”

Page 10
3) Usus Penyerapan (illeum)
Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus
halus. Pada sistem pencernaan manusia, ) ini memiliki panjang sekitar
2-4 m dan terletak setelah duodenum dan jejunum, dan dilanjutkan
oleh usus buntu. Ileum memiliki pH antara 7 dan 8 (netral atau sedikit
basa) dan berfungsi menyerap vitamin B12 dan garam-garam empedu.

f. Usus Besar (Kolon)


Usus besar atau kolon dalam anatomi adalah bagian usus antara
usus buntu dan rektum.Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dari
feses.
Usus besar terdiri dari :
1) Kolon asendens (kanan)
2) Kolon transversum
3) Kolon desendens (kiri)
4) Kolon sigmoid (berhubungan dengan rektum)

Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam usus besar berfungsi


mencerna beberapa bahan dan membantu penyerapan zat-zat gizi.Bakteri
di dalam usus besar juga berfungsi membuat zat-zat penting, seperti
vitamin K. Bakteri ini penting untuk fungsi normal dari usus.Beberapa
penyakit serta antibiotik bisa menyebabkan gangguan pada bakteri-bakteri

Page 11
didalam usus besar.Akibatnya terjadi iritasi yang bisa menyebabkan
dikeluarkannya lendir dan air, dan terjadilah diare.

g. Usus Buntu (Sekum)


Usus buntu atau sekum (Bahasa Latin: caecus, “buta”) dalam
istilah anatomi adalah suatu kantung yang terhubung pada usus
penyerapan serta bagian kolon menanjak dari usus besar. Organ ini
ditemukan pada mamalia, burung, dan beberapa jenis reptil. Sebagian
besar herbivora memiliki sekum yang besar, sedangkan karnivora
eksklusif memiliki sekum yang kecil, yang sebagian atau seluruhnya
digantikan oleh umbai cacing.

h. Umbai Cacing (Appendix)


Umbai cacing atau apendiks adalah organ tambahan pada usus
buntu. Infeksi pada organ ini disebut apendisitis atau radang umbai cacing.
Apendisitis yang parah dapat menyebabkan apendiks pecah dan
membentuk nanah di dalam rongga abdomen atau peritonitis (infeksi
rongga abdomen).

Dalam anatomi manusia, umbai cacing atau dalam bahasa Inggris,


vermiform appendix (atau hanya appendix) adalah hujung buntu tabung
yang menyambung dengan caecum.Umbai cacing terbentuk dari caecum
pada tahap embrio. Dalam orang dewasa, Umbai cacing berukuran sekitar

Page 12
10 cm tetapi bisa bervariasi dari 2 sampai 20 cm. Walaupun lokasi
apendiks selalu tetap, lokasi ujung umbai cacing bisa berbeda – bisa di
retrocaecal atau di pinggang (pelvis) yang jelas tetap terletak di
peritoneum.Banyak orang percaya umbai cacing tidak berguna dan organ
vestigial (sisihan), sebagian yang lain percaya bahwa apendiks mempunyai
fungsi dalam sistem limfatik.Operasi membuang umbai cacing dikenal
sebagai appendektomi.

i. Rektum Dan Anus


Rektum (Bahasa Latin: regere, “meluruskan, mengatur”) adalah
sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus besar (setelah kolon
sigmoid) dan berakhir di anus. Organ ini berfungsi sebagai tempat
penyimpanan sementara feses.Biasanya rektum ini kosong karena tinja
disimpan di tempat yang lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens.Jika
kolon desendens penuh dan tinja masuk ke dalam rektum, maka timbul
keinginan untuk buang air besar (BAB).

Mengembangnya dinding rektum karena penumpukan material di


dalam rektum akan memicu sistem saraf yang menimbulkan keinginan
untuk melakukan defekasi. Jika defekasi tidak terjadi, sering kali material
akan dikembalikan ke usus besar, di mana penyerapan air akan kembali
dilakukan. Jika defekasi tidak terjadi untuk periode yang lama, konstipasi

Page 13
dan pengerasan feses akan terjadi.Orang dewasa dan anak yang lebih tua
bisa menahan keinginan ini, tetapi bayi dan anak yang lebih muda
mengalami kekurangan dalam pengendalian otot yang penting untuk
menunda BAB.Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan,
dimana bahan limbah keluar dari tubuh. Sebagian anus terbentuk dari
permukaan tubuh (kulit) dan sebagian lannya dari usus. Pembukaan dan
penutupan anus diatur oleh otot sphinkter. Feses dibuang dari tubuh
melalui proses defekasi (buang air besar – BAB), yang merupakan fungsi
utama anus.

j. Pankreas
Pankreas adalah organ pada sistem pencernaan yang memiliki dua
fungsi utama yaitu menghasilkan enzim pencernaan serta beberapa
hormon penting seperti insulin.Pankreas terletak pada bagian posterior
perut dan berhubungan erat dengan duodenum (usus dua belas jari).
Pankraes terdiri dari 2 jaringan dasar yaitu :
1. Asini, menghasilkan enzim-enzim pencernaan
2. Pulau pankreas, menghasilkan hormone

Pankreas melepaskan enzim pencernaan ke dalam duodenum dan


melepaskan hormon ke dalam darah. Enzim yang dilepaskan oleh pankreas
akan mencerna protein, karbohidrat dan lemak. Enzim proteolitik
memecah protein ke dalam bentuk yang dapat digunakan oleh tubuh dan
dilepaskan dalam bentuk inaktif. Enzim ini hanya akan aktif jika telah
mencapai saluran pencernaan. Pankreas juga melepaskan sejumlah besar
sodium bikarbonat, yang berfungsi melindungi duodenum dengan cara
menetralkan asam lambung.Potongan depan perut, menunjukkan pankreas
dan duodenum.

Page 14
k. Hati
Hati merupakan sebuah organ yang terbesar di dalam badan
manusia dan memiliki berbagai fungsi, beberapa diantaranya berhubungan
dengan pencernaan.Organ ini memainkan peran penting dalam
metabolisme dan memiliki beberapa fungsi dalam tubuh termasuk
penyimpanan glikogen, sintesis protein plasma, dan penetralan obat.Dia
juga memproduksi bile, yang penting dalam pencernaan.

Istilah medis yang bersangkutan dengan hati biasanya dimulai


dalam hepat- atau hepatik dari kata Yunani untuk hati, hepar.Zat-zat gizi
dari makanan diserap ke dalam dinding usus yang kaya akan pembuluh
darah yang kecil-kecil (kapiler). Kapiler ini mengalirkan darah ke dalam
vena yang bergabung dengan vena yang lebih besar dan pada akhirnya
masuk ke dalam hati sebagai vena porta. Vena porta terbagi menjadi
pembuluh-pembuluh kecil di dalam hati, dimana darah yang masuk
diolah.Hati melakukan proses tersebut dengan kecepatan tinggi, setelah
darah diperkaya dengan zat-zat gizi, darah dialirkan ke dalam sirkulasi
umum.Hati adalah organ yang terbesar di dalam badan manusia.

Page 15
l. Kandung Empedu
Kandung empedu (Bahasa Inggris: gallbladder) adalah organ
berbentuk buah pir yang dapat menyimpan sekitar 50 ml empedu yang
dibutuhkan tubuh untuk proses pencernaan. Pada manusia, panjang
kandung empedu adalah sekitar 7-10 cm dan berwarna hijau gelap – bukan
karena warna jaringannya, melainkan karena warna cairan empedu yang
dikandungnya. Organ ini terhubungkan dengan hati dan usus dua belas jari
melalui saluran empedu.Empedu memiliki 2 fungsi penting
yaitu:· Membantu pencernaan dan penyerapan lemak Berperan dalam
pembuangan limbah tertentu dari tubuh, terutama haemoglobin (Hb) yang
berasal dari penghancuran sel darah merah dan kelebihan kolesterol.

3. Etiologi
Banyak kemungkinan penyebab perdarahan saluran cerna bahagian
atas pada buku The Merck Manual of Patient Symptoms (Porter, R.S., et al.,
2008):
1) Duodenal ulcer (20 – 30 %)
2) Gastric atau duodenal erosions (20 – 30 %)
3) Varices (15 – 20 %)
4) Gastric ulcer (10 – 20 %)
5) Mallory – Weiss tear (5 – 10 %)
6) Erosive esophagitis (5 – 10 %)
7) Angioma (5 – 10 %)
8) Arteriovenous malformation (< 5 %)
9) Gastrointestinal stromal tumors
Dalam buku Current Diagnosis and Treatment in Gastroenterology ada
beberapa etiologi yang dapat menimbulkan perdarahan saluran cerna bahagian
atas beserta tabel hasil penelitian dari Center for Ulcer Research and
Education (CURE) (Jutabha, R., et al. 2003):

Page 16
Kelainan esofagus : varise, esofagitis, keganasan.
(1) Kelainan lambung dan duodenum: tukak lambung dan duodenum,
keganasan dan lain-lain.
(2) Penyakit darah: leukemia, DIC (disseminated intravascular coagulation),
purpura trombositopenia dan lain-lain.
(3) Penyakit sistemik lainnya: uremik, dan lain-lain.
(4) Pemakaian obat-obatan yang ulserogenik: golongan salisilat,
kortikosteroid, alkohol, dan lain-lain.
Penting sekali menentukan penyebab dan tempat asal perdarahan
saluran makan bagian atas, karena terdapat perbedaan usaha penanggulangan
setiap macam perdarahan saluran makan bagian atas. Penyebab perdarahan
saluran makan bagian atas yang terbanyak dijumpai di Indonesia adalah
pecahnya varises esofagus dengan rata-rata 45-50 % seluruh perdarahan
saluran makan bagian atas (Hilmy 1971: 58 %)

4. Penyakit penyakit Ulcerativa atau erosive


5) Penyakit Peptic Ulcer
Amerika Serikat, PUD (Peptic Ulcer Disease) dijumpai pada
sekitar 4,5 juta orang pada tahun 2011. Kira-kira 10 % dari populasi di
Amerika Serikat memiliki PUD. Dari sebahagian besar yang terinfeksi H
pylori, prevalensinya pada orang usia tua 20%. Hanya sekitar 10% dari
orang muda memiliki infeksi H pylori; proporsi orang-orang yang
terinfeksi meningkat secara konstan dengan bertambahnya usia. (Anand,
B.S., 2011)
Secara keseluruhan, insidensi dari duodenal ulcers telah menurun
pada 3-4 dekade terkahir. Walaupun jumlah daripada simple gastric ulcer
mengalami penurunan, insidensi daripada complicated gastric ulcer dan
opname tetap stabil, sebagian dikarenakan penggunaan aspirin pada
populasi usia tua. Jumlah pasien opname karena PUD berkisar 30 pasien
per 100,000 kasus. (Anand, B.S., 2011) Prevalensi kemunculan PUD

Page 17
berpindah dari yang predominant pada pria ke frekuensi yang sama pada
kedua jenis kelamin.
Prevalensi berkisar 11-14 % pada pria dan 8-11 % pada wanita.
Sedangkan kaitan dengan usia, jumlah kemunculan ulcer mengalami
penurunan pada pria usia muda, khususnya untuk duodenal ulcer, dan
jumlah meningkat pada wanita usia tua. (Anand, B.S., 2011)
6) Stress Ulcer
Dari buku “Current Diagnosis and Treatment in Gastroenterology”
dikatakan bahwa hingga saat ini masih belum dipahami bagaimana
terjadinya stress ulcer, tetapi banyak dikaitkan dengan hipersekresi
daripada asam pada beberapa pasien, mucosal ischemia, dan alterasi pada
mucus gastric. (Jutabha, R., et al. 2003)
7) Medication-Induced Ulcer
Berbagai macam pengobatan berperan penting dalam
perkembangan daripada penyakit peptic ulcer dan perdarahan saluran
cerna bahagian atas akut. Paling sering, aspirin dan NSAIDs dapat
menyebabkan erosi gastroduodenal atau ulcers, khususnya pada pasien
lanjut usia. (Jutabha, R., et al. 2003)
8) Mallory-Weiss Tear
Mallory- Weiss Tear muncul pada bagian distal esophagus di
bagian gastroesophageal junction. Perdarahan muncul ketika luka sobekan
telah melibatkan esophageal venous atau arterial plexus. Pasien dengan
hipertensi portal dapat meningkatkan resiko daripada perdarahan oleh
Mallory-Weiss Tear dibandingkan dengan pasien hipertensi non-portal.
Sekitar 1000 pasien di University of California Los Angeles datang ke
ICU dengan perdarahan saluran cerna bahagian atas yang berat, Mallory-
Weiss Tear adalah diagnosis keempat yang menyebabkan perdarahan
saluran cerna bahagian atas, terhitung sekitar 5 % dari seluruh kasus.
(Jutabha, R., et al. 2003)

Page 18
9) Gastroesophageal Varices
Esophageal varices dan gastric varices adalah vena collateral yang
berkembang sebagai hasil dari hipertensi sistemik ataupun hipertensi
segmental portal. Beberapa penyebab dari hipertensi portal termasuk
prehepatic thrombosis, penyakit hati, dan penyakit postsinusoidal.
Hepatitis B dan C serta penyakit alkoholic liver adalah penyakit yang
paling sering menimbulkan penyakit hipertensi portal intrahepatic di
Amerika Serikat. (Jutabha, R., et al. 2003)

10) Pengaruh Obat NSAIDs


Penggunaan NSAIDs merupakan penyebab umum terjadi tukak
gaster. Penggunaan obat ini dapat mengganggu proses peresapan mukosa,
proses penghancuran mukosa, dan dapat menyebabkan cedera. Sebanyak
30% orang dewasa yang menggunakan NSAIDs mempunyai GI yang
kurang baik. Faktor yang menyebabkan peningkatan penyakit tukak gaster
dari penggunaan NSAIDs adalah usia, jenis kelamin, pengambilan dosis
yang tinggi atau kombinasi dari NSAIDs, penggunaan NSAIDs dalam
jangka waktu yang lama, penggunaan disertai antikoagulan, dan severe
comorbid illness. (Anand, B.S., 2011B.S. Anand, 2011)
Sebuah studi prospektif jangka panjang didapatkan pasien dengan
arthritis dengan usia diatas 65 tahun, yang secara teratur menggunakan
aspirin pada dosis rendah beresiko menderita dyspepsia apabila berhenti
menggunakan NSAIDs. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan NSAIDs
harus dikurangi. (Anand, B.S., 2011)
Walaupun prevalensi penggunaan NSAIDs pada anak tidak
diketahui, tetapi sudah tampak adanya peningkatan, terutama pada anak
dengan arthritis kronik yang dirawat dengan NSAIDs. Laporan
menunjukkan terjadinya ulserasi pada penggunaan ibuprofen dosis rendah,
walau hanya 1 atau 2 dosis. (Anand, B.S., 2011) Penggunaan
kortikosteroid saja tidak meningkatkan terjadinya tukak gaster, tetapi
penggunaan bersama NSAIDs mempunyai potensi untuk menimbulkan

Page 19
tukak gaster. (Anand, B.S., 2011) Resiko perdarahan saluran cerna
bahagian atas dapat terjadi dengan penggunaan spironolactone diuretic
atau serotonin reuptake inhibitor. (Anand, B.S., 2011)

5. Faktor Resiko
The American Society for Gastrointestinal Endoscopy (ASGE)
mengelompokkan pasien dengan perdarahan saluran cerna bahagian atas
berdasarkan usia dan kaitan antara kelompok usia dengan resiko kematian.
ASGE menemukan angka mortalitas untuk 3.3% pada pasien usia 21-31
tahun, untuk 10.1% pada pasien berusia 41-50 tahun, dan untuk 14.4% untuk
pasien berusia 71- 80 tahun . (Caestecker, J.d., 2011)
Menurut organisasi tersebut, ada beberapa faktor resiko yang
menyebabkan kematian, perdarahan berulang, kebutuhan akan endoskopi
hemostasis ataupun operasi, yaitu: usia lebih dari 60 tahun, comorbidity berat,
perdarahan aktif (contoh, hematemesis, darah merah per nasogastric tube,
darah segar per rectum), hipotensi, dan coagulopathy berat. Pasien dengan
hemorrhagic shock memiliki angka kematian yang mencapai 30 %.
(Caestecker, J.d., 2011)

6. Patofiologi
Pada gagal hepar sirosis kronis, kematian sel dalam hepar
mengakibatkan tekanan vena porta. Sebagai akibatnya terbentuk saluran
kolateral dalam submukosa esofagus dan rektum serta pada dinding abdomen
anterior untuk mengalihkan darah dari sirkulasi splenik mejauhi hepar.
Dengan meningkatnya tekanan dalam vena ini, maka vena tersebut menjadi
mengembang dan membesar (dilatasi) oleh darah (Varises). Varises dapat
pecah, mengakibatkan perdarahan gastrointestinal masif. Selanjutnya dapat
mengakibatkan kehilangan darah tiba-tiba, penuruan arus balik vena ke
jantung, dan penurunan curh jantung. Jika perdarah menjadi berlebihanm
maka akan mengakibatkan penurunan perfusi jaringan. Dalam berespon
terhadap penurunan curah jantung, tubuh melakukan mekanisme kompensasi

Page 20
untuk mencoba mempertahankan perfusi. Mekanisme ini merangsang tanda-
tanda dan gejala gejala utama yang terlihat pada saat pengkajian awal. Jika
volume darah tidak digantikan, penurunan perfusi jaringan mengakibatkan
disfungsi seluler. Sel sel akan berubah menjadi metabolisme anaerob, dan
terbentuk asam laktat. Penurunan aliran darah akan memberikan efek pada
seluruh sistem tubuh, dan tanpa suplai oksigen yang mencukupi sistem
tersebut akan menaglami kegagalan.

7. Pathway terlampir
8. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis perdarahan saluran cerna: Ada 3 gejala khas, yaitu:
1) Hematemesis
Muntah darah dan mengindikasikan adanya perdarahan saluran cerna atas,
yang berwarna coklat merah atau “coffee ground”. (Porter, R.S., et al.,
2008)
2) Hematochezia
Keluarnya darah dari rectum yang diakibatkan perdarahan saluran cerna
bahagian bawah, tetapi dapat juga dikarenakan perdarahan saluran cerna
bahagian atas yang sudah berat. (Porter, R.S., et al., 2008)
3) Melena
Kotoran (feses) yang berwarna gelap yang dikarenakan kotoran bercampur
asam lambung; biasanya mengindikasikan perdarahan saluran cerna
bahagian atas, atau perdarahan daripada usus-usus ataupun colon bahagian
kanan dapat juga menjadi sumber lainnya. (Porter, R.S., et al., 2008)

Disertai gejala anemia, yaitu: pusing, syncope, angina atau dyspnea.


(Laine, L., 2008)
Studi meta-analysis mendokumentasikan insidensi dari gejala klinis
UGIB akut sebagai berikut: Hematemesis - 40-50%, Melena - 70-80%,
Hematochezia - 15-20%, Hematochezia disertai melena - 90-98%, Syncope -
14.4%, Presyncope - 43.2%, Dyspepsia - 18%, Nyeri epigastric - 41%,

Page 21
Heartburn - 21%, Diffuse nyeri abdominal - 10%, Dysphagia - 5%, Berat
badan turun - 12%, dan Jaundice - 5.2% (Caestecker, J.d., 2011)

9. Komplikasi
a. Syok hipovolemik
Disebut juga dengan syok preload yang ditandai dengan
menurunnyavolume intravaskuler oleh karena perdarahan. dapat terjadi
karenakehilangan cairan tubuh yang lain. Menurunnya volume
intravaskulermenyebabkan penurunan volume
intraventrikel.Padakliendengansyok berat, volume plasma dapat berkurang
sampai lebih dari 30% dan berlangsung selama 24-28 jam.

b. Gagal Ginjal Akut


Terjadi sebagai akibat dari syock yang tidak teratasi dengan baik.
Untukmencegah gagal ginjal maka setelah syock, diobati dengan
menggantikanvolume intravaskuler.

c. Penurunan kesadaran
Terjadi penurunan transportasi O2 ke otak, sehingga terjadi
penurunankesadaran.

d. Ensefalopati
Terjadi akibat kersakan fungsi hati di dalam menyaring toksin di
dalamdarah. Racun-racun tidak dibuang karena fungsi hati terganggu. Dan
suatukelainan dimana fungsi otak mengalami kemunduran akibat zat-zat
racundi dalam darah, yang dalam keadaan normal dibuang oleh hati

10. Pemeriksaan Diagnostik


(1) Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan radiologic dilakukan dengan pemeriksaan
esofagogram untuk daerah esophagus dan diteruskan pemeriksaan double

Page 22
kontrats pada lambung dan duodenum. Pemeriksaan tersebut dilakukan
pada berbagai posisi terutama pada daerah 1/3 distal esophagus, kardia dan
fundus lambung untuk mencari ada atau tidaknya varises.
(2) Pemeriksaan endoskopik
Dengan adanya berbagian macam tipe fiberendoskop, maka
pemeriksaan secaea endoskpoik menjdai sangat penting untuk menentukan
dengan tepat tempat asal dan sumber perdarahan. Keuntungan lain dari
pemeriksaan endoskopik adalah dapat dilakukan pengambilan foto untuk
dokumentasi, aspirasi cairan, dan infuse untuk pemeriksaan sitopatologik.
Pada perdarahan saluran makan bagian atas yang sedang berlangsung,
pemeriksaan endoskopi dapat dilakukan secara darurat atau sendiri
mungkin setelah hematemesis berhenti.
(3) Pemeriksaan ultrasonografi dan scanning hati
Pemeriksaan dengan ultrasonografi atau scanning hati dapat
mendeteksi penyakit hati kronik seperti sirosis hati yang mungkin sebagai
penyebab perdarahan saluran makan bagian atas. Pemeriksaan ini
memerlukan peralatan dan tenaga khusus yang sampai sekarang hanya
terdapat dikota besar saja. Pemeriksaan laboratorium seperti kadar
hemoglobin, hematokrit, leukosit, trombosit, kadar ureum kreatinin dan uji
fungsi hati segera dilakukan secara berkala untuk dapat mengikuti
perkembangan penderita (Davey, 2005).

11. Pemeriksaan penunjang


1) Laboratorium
a) Darah : Hb menurun /rendah
b) SGOT, SGPT yang meningkat merupakan petunjuk kebocoran dari sel
yang mengalami kerusakan.
c) Albumin, kadar albumin yang merendah merupakan cerminan
kemampuan sel hati yang kurang.
d) Pemeriksaan CHE (kolineterase) penting dalam menilai kemampuan
sel hati. Bila terjadi kerusakan kadar CHE akan turun.

Page 23
e) Pemeriksaan kadar elektrolit penting dalam penggunaan diuretik dan
pembatasan garam dalam diet.
f) Peninggian kadar gula darah.
g) Pemeriksaan marker serologi pertanda ureus seperti HBSAg/HBSAB,
HBeAg, dll

2) Radiologi
a) USG untuk melihat gambaran pembesaran hati, permukaan
splenomegali, acites
b) Esofogus untuk melihat perdarahan esofogus
c) Angiografi untuk pengukuran vena portal

12. Penatalaksanaan Medis


Pengobatan penderita perdarahan saluran makan bagian atas harus sedini
mungkin dan sebaiknya dirawat di rumah sakit untuk mendapatkan
pengawasan yang diteliti dan pertolongan yang lebih baik. Pengobatan
penderita perdarahan saluran makan bagian atas meliputi :
1) Pengawasan dan pengobatan umum
a) Tirah baring
b) Diet makanan lunak
c) Pemeriksaan Hb, Ht setiap 6 jam pemberian transfusi darah
d) Pemberian transfusi darah bila terjadi perdarahan yang luas
(hematemesis melena)
e) Infus cairan langsung dipasang untuk mencegah terjadinya dehidrasi
f) Pengawasan terhadap tekanan darah, nadi, kesadaran penderita dan bila
perlu CVP monitor
g) Pemeriksaan kadar HB dan Ht perlu dilakukan untuk mengikuti
keadaan perdarahan
h) Transfusi darah diperlukan untuk mengganti darah yang hilang dan
mempertahankan kadar Hb 50-70% harga normal

Page 24
i) Pemeriksaan obat-obatan hemostatik seperti vitamin K, 4x10mg/hari,
karbosokrom (adona AC), antasida dan golongan H2 reseptor
antagonis berguna untuk menanggulangi perdarahan
j) Dilakukan klisma dengan air biasa disertai pemberian antibiotika yang
tidak diserap oleh usus, sebagai tindakan sterilisasi usus. Tindakan ini
dilakukan untuk mencegah terjadinya peningkatan produksi amoniak
oleh bakteri usus, dan ini dapat menimbulkan ensefalopati hepatik
k) Pemasangan pipa naso-gastrik
Tujuan pemasangan adalah untuk aspirasi cairan lambung,
lavage (kumbah lambung) dengan air, dan pemberian obat-obatan.
Pemberian air pada kumbah lambung akan menyebabkan vasokontriksi
lokal sehingga diharapkan terjadi penurunan aliran darah di mukosa
lambung, dengan demikian perdarahan akan berhenti. Kumbah
lambung ini akan dilakukan berulang kali memakai air sebanyak 100-
150ml sampai cairan aspirasi berwarna jernih dan bila perlu tindakan
ini dapat diulang setiap 1-2jam. Pemeriksaan endoskopi dapat segera
dilakukan setelah cairan aspirasi lambung sudah jernih.
l) Pemberian pitresin (vasopresin)
Pitresin mempunyai efek vasokontriksi, pada pemberian
pitresin perinfus akan mengakibatkan kontriksi pembuluh darah dan
splanknikus sehingga menurunkan tekanan vena porta, dengan
demikian diharapkan perdarahan varises dapat berhenti. Perlu diingat
bahwa pitresin dapat merangsang otot polos sehingga dapat terjadi
vasokontriksi koroner, karena itu harus berhati-hati dengan pemakaian
obat tersebut terutama pada penderita penyakit jantuk iskemik. Karena
itu perlu pemeriksaan elektrokardiogram dan anamnesis terhadap
kemungkinan adanya penyakit jantung koroner/iskemik.
m) Pemasangan balon SB Tube
Dilakukan pemasangan balon SB tube untuk penderita
perdarahan akibat pecahnya varises. Sebaiknya pemasangan Sb tube
dilakukan sesudah penderita tenang dan kooperatif, sehingga penderita

Page 25
dapat diberitahu dan dijelaskan makna pemakaian alat tersebut, cara
pemasangannya dan kemungkinan kerja ikutan yang dapat timbul pada
waktu dan selama pemasangan.
Beberapa peneliti mendapatkan hasil yang baik dengan
pemakaian SB tube ini dalam menanggulangi perdarahan saluran
makan bagian atas akibat pecahnya varises esofagus. Komplikasi
pemasangan SB tube yang berat seperti laserasi dan ruptur esofagus,
obstruksi jalan nafas tidak penah dijumpai.
n) Pemakaian bahan sklerotik
Bahan sklerotik sodium morrhuate 5% sebanyak 5ml atau sotrdecol
3% sebanyak 3ml dengan bantuan fiberendoskop yang fleksibel
disuntikkan dipermukaan varises kemudian ditekan dengan balon SB
tube. Tindakan ini tidak memerlukan narkose umum dan dapat diulang
beberapa kali. Cara pengobatan ini sudah mulai populer dan
merupakan salah satu pengobatan yang baru dalam menanggulangi
perdarahan saluran makan bagian atas yang disebabkan pecahnya
varises esofagus.
o) Tindakan operasi
Bila usaha-usaha penanggulangan perdarahan diatas mengalami
kegagalan dan perdarahan tetap berlangsung, maka dapat dipikirkan
tindakan operasi. Tindakan operasi yang bisa dilakukan adalah : ligasi
varises esofagus, transeksi esofagus, pintasan portokaval. Operasi
efektif dianjurkan setelah 6 minggu perdarahn berhenti dan fungsi hati
membaik.

Page 26
B. Asuhan Keperawatan Kegawatdaruratan Hematemesis Melena
I. PENGKAJIAN
a. Pengkajian primer
1) Airway
a) sesak napas, hipoksia interkosta, napas cuping hidung,
kelemahan
b) sumbatan atau penumpukan secret
c) gurging, snoring, crowing, wheezing, krekels, stridor
d) diaporesis

2) Breathing
a) Sesak dengan aktivitas ringan atau istirahat
b) RR lebih dari 24 kali/menit, irama ireguler dangkal
c) Ronki, krekels
d) Ekspansi dada tidak maksimal/penuh
e) Penggunaan oabt bantu napas
f) Tamapk sianosis/pucat
g) Tidak mampu melakukan aktivitas mandiri

3) Circulation
Hipotensi (ter,asuk postural), takikardia, disritmia, hipovolemia,
hipoksemia, kelemahan/nadi perifer lemah, pengisian kapiler
lambat/perlahan (vasokontriksi), warna kulit: pucat, sianosis,
(tergantung pada jumlah kehilangan darah, kelembaban kulit,
membrane mukosa: berkeringat (menunjukkan status syok, nyeri
akut, respon psikologik)).
a) Nadi lemah/tidak teratur
b) Takikardia dan bradikardia bisa terjadi
c) TD meningkat/menurun
d) Edema
e) Gelisah

Page 27
f) Akral dingin
g) Gangguan sistem termogulasi (hipertermia dan hipotermia)
h) Kulit pucat atau sianosis
i) Output urine menurun/meningkat

4) Disability
a) Penurunan kesadaran
b) Penurunan refleks
c) Tonus otot menurun
d) Kekuatan otot menurun karena kelemahan
e) Iritabilitas
f) Turgor kulit tidak elastis

5) Exposure
Kaji ada tidaknya tanda-tanda hipotermia, kaji suhu tubuh, nyeri
kronis pada abdomen, perdarahan feses, nyeri saat mau BAB dan
BAK, distensi abdomen, perkusi hipertimpani, hiperperistalitik
usus, mual muntah, hasil foto rontgen abdomen infeksi saluran
cerna.

b. Pengkajian sekunder
1) TTV
a) Tekanan darah bisa normal/naik/turun (perubahan postural di
catat dari tidur amapi duduk/ berdiri)
b) Nadi dapat normal/ penuh atau tidak kuat atau lemah/kuat
kualitasnya dengan pengisian kapiler lambat, tidak teratur
(disritmia)
c) RR lebih dari 20 kali per menit
d) Suhu hipertermia/hipotermia

Page 28
2) Pemeriksaan fisik
a) Pemakaian otot pernafasan tambahan
b) Nyeri abdomen, hiperperistaltik usus, produksi, anoreksia, mual
muntah (muntah yang memannjangn diduga obstruksi pilorik
bagian luar sehubungan dengan luka duodenal), masalah
menelan, cegukan, nyeri ulu hati, sendawa bau asam,
mual/muntah, tidak toleran terhadap makanan, contoh makanan
pedas, coklat, diet khusus untuk penyakit ulkus sebelumnya,
penurunan berat badan.
Tanda : muntah: warna kopi gelap atau merah cerah, dengan
atau tanpa bekuan darah, membran mukoa kering, penurunan
produksi mukosa, turgor kulir buruk (perdarahan kronis), berat
jenis urin meningkat, urin menurun, pekat.
c) Peningkatan frekuensi pernafasan, nafas sesak, bunyi nafas
(bersih, krekelsm mengi, wheezing, sputum)
d) Oedema ekstremitas, kelemahan, diaporesis

3) Pemeriksaan selanjutnya
a) Keluhan nyeri abdomen
b) Obat-obat anti biotin, analgetic
c) Makan-makanan tinggi natrium
d) Penyakit-penyerta DM, hipertensi, hepatitis, gastroenteritis
e) Riwayat alergi

4) Pemeriksaan laboratorium
a) Patologi klinis: darah lengkap, hemotaxsis (waktu perdarahan,
pembekuan, protrombin) elektrolit (Na, K, Cl) fungsi hati
(SGPT/SGOT, albumin, globulin)
b) Patologi anatmoni: pertimbangan dilakukan biopsi lambung
c) CPKM, LDH, AST
d) Elektrolit, ketidakseimbangan (hipokalemia)

Page 29
e) Sel darah putih (10.000-20.000)
f) GDA (hipoksia)
g) Radiologi ; endoskopi SCBA, USG hati

II. DIAGNOSA KEPERAWATAN


a) Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan adanya
hambatan jalan napas ditandai dengan muntah darah
b) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan
(kehilangan cairan tubuh secara aktif) ditandai dengan muntah darah
dan BAB berdarah, penurunan tekanan darah
c) Risiko ketidakefektifan perfusi gastrointestinal berhubungan dengan
hipovolemia karena perdarahan
d) Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis pada mukosa
lambung dan rongga mulut

III. INTERVENSI KEPERAWATAN


a. DK I: ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan
adanya sumbatan/hambatan jalan napas ditandai dengan muntah
darah.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x15 menit
diharapkan kepatenan jalan napas tidak terhambat, suara pernapasan
normal, tidak ada ronki, stidor maupun krekels.
Rencana tindakan :
1) Lakukan pembebasan jalan napas (pemasangan mayo tube,
suction)
2) Berikan terapi oksigen
3) Lakukan pemasangan NGT dan sambungankan dengan drain
sehingga muntahan yang terus mengalir dapat keluar melalui NGT
b. Dk 2: kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan
(kehilangan cairan tubuh secara aktif)

Page 30
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x45 menit
diharapkan keseimbangan cairan dan elektrolit yang optimal dengan
Kriteria hasil:
- Kesadaran klien compos mentis
- Tanda vital stabil: Suhu : 36,5-37,5˚C, nadi : 60-80 kali per menit,
RR: 12-22 kali per menit, tekanan darah: 100/60-140/90 mmHg,
- Haluran urine 0,5-1,0 ml/kg, warna urine kuning dan jernih
- Kadar elektrolit serum dalam batas normal, berat badan stabil,
membran mukosa stabil
- Turgor kulit normal, tidak mengalami muntah
Intervensi keperawatan:
a) Amati tanda tanda vital
Rasional: memberikan pedoman untuk penggantian cairan dan
mengkaji respon kardiovaskuler.
b) Pantau haluaran urine setiap jam, perhatikan warna urine
Rasional: haluaran urin memberikan informasi tentang perfusi
renal, kecukupan penggantian cairan, dan kebutuhan serta status
cairan, warna urine merah/hitam menandakan kerusakan otot
massif
c) Catat respon fisiologis individual klien terhadap perdarahan,
misalnya perubahan mental, kelemahan, gelisah, ansietas, pucat,
berkeringat, takipnea, peningkatan suhu.
Rasional ; memburuknya gejala dapat menunjukkan berlanjutnya
perdarahan atau tidak adekuatnya penggantian cairan.
d) Kolaborasi pengamatan hasil elktroit seru,
Rasional: natrium urine kurang dari 10 mEq/L di duga
ketidakadekuatan penggantian cairan
e) Kolaborasi pemeriksaan laboratorium, misalnya hb/ht
Rasional: alau untuk menentukan kebutuhan penggantian darah
dan mengawasi keefektifan terapi.
b. ,ak

Page 31
c. DK 3: Risiko ketidakefektifan perfusi gastrointestinal berhubungan
dengan hipovolemia karena perdarahan
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x45 menit
diharapkan perfusi jaringan gastrointestinal efektif dengan
Kriteria hasil :
- Kesadaran klien compos mentis
- Tanda vital stabil: suhu 36,5-37,5◦C, Nadi: 60-80 kali per menit,
RR: 12-22 kali per menit. Tekanan darah; 100/60-140/90 mmHg
- Haluran urine 0,5-1,0 ml/kg/BB jam
- Akral teraba hangat
- Turgor kulit normal
- CRT < 2 detik
Intervensi keperawatan;
a) Kaji perubahan tingkat kesadaran. Keluhan pusing/ sakit kepala
Rasional: perubahan dapat menunjukkan ketidakadekuatan perfusi
serebral sebagai akibat tekanan darah arterial
b) Auskultasi nasi apikal, kaji kecapatan jantung/irama bila EKG
kontinu ada
Rasional: perubahan disritmia dan iskemia dapat terjadi sebagai
akibat hipotensi, hipoksia, asidosis, ketidakseimbangan elektrolit
c) Kaji tanda tanda vital
Rasional: memberikan pedoman untuk pengantian cairan dan
mengkaji respon kardiovaskuler. Hipovolemia merupakan risiko
utama yang segera terdapat sesudah perdarahan masif.
d) Kaji kulit terhadap dingin, pucat, berkeringat, pengisian kapiler
lambat, dan nadi perifer lemah
Rasional: vasokontriksi adalah respon simpatis terhadap penurunan
volume sirkualasi dan/atau dapat terjadi sebagai efek samping
pe,mberian vasopresin
e) Kolaborasi pemberian terapi cairan infus maupun obat injeksi

Page 32
d. DK 4: Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis pada
mukosa lambung dan rongga mulut
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x20 menit
diharapkan nyeri berkurang dengan kriteria hasil:
- Klien menyatakan nyeri menurun/ berkurang, Klien tampak rileks
- Tanda vital stabil: suhu : 36,5-37,5˚C, Nadi: 60-80 kali per menit,
RR; 12-22 kali per menit, tekanan darah: 100/60-140/90 mmHg
Intervensi Keperawatan:
a) Catat keluhan nyeri, lokasi, lamanya, intensitas (skala 1-10)
Rasional: nyeri tidak selalu ada tetapi bila ada harus dibandingkan
dengan gejala nyeri klien sebelumnya diamna dapat membantu
mendiagnosa etiologi perdarahan dan terjadinya komplikasi.
b) Amati tanda-tanda vital
Rasional: nyeir dapat mempengaruhi perubahan frekuensi jantung,
tekanan darah dan frekuensi napas.
c) Kolaborasi permberian obat analgetik sesuai indikasi
Rasional: menurunkan rasa nyeri.
IV. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
1) Gunakan deskripsi tindakan untuk untuk menentukan apa yang
telah dikerjakan
2) Identifikasi alat yang digunakan
3) Berikan kenyamanan, keamanan, dan perhatian lingkungan
selama melakukan tindakan keperawatan
4) Catat waktu dan orang yang bertanggung jawab dalam
pelaksanaan tindakan
5) Catat semua responinformasi tentang klien
V. EVALUASI
1) Volume cairan dan elektrolit kembali normal sesuai kebutuhan
2) Kebutuhan nutrisi terpenuhi sesuai kebutuhan tubuh
3) Rasa nyaman terpenuhi
4) Rasa cemas klien teratasi

Page 33
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN
PADA TN.S DENGAN GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN:
HEMATEMESIS MELENA
DI RUANGAN UNIT GAWAT DARURAT
RUMAH SAKIT SANTO YUSUP

I. PENGKAJIAN
1. Pengumpulan Data
1. Data Umum
a. Identitas klien :
Nama : Tn. S
Umur : 74 tahun (14 Februari 1943)
Jenis Kelamin : laki-laki
Agama : Islam
Pendidikan : tidak dikaji
Pekerjaan : tidak dikaji
Status Marital : menikah
Tanggal Masuk : Senin, 19 Desember 2016, jam:
11:05
Tanggal Pengkajian : Senin, 19 Desember 2016, jam:
11:06
Diagnosa Medis : Hematemesis Melena
Alamat : Kamp. Babakan Cicaheum

b. Identitas Keluarga/ penganggung jawab


Nama : Ny.A
Umur : tidak dikaji
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam

Page 34
Pendidikan : tidak dikaji
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Hubungan dengan klien : Istri
Alamat : Kamp. Babakan Cicaheum

TRIAGE
Merah : Gawat Darurat
ATS 2 : Tekanan darah: 110/50 mmHg,
Capillary Refill Time > 2 detik,
Akral dingin, GCS 10 (somnolen),
Ada ancaman jalan napas
2. Riwayat kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
1) Alasan masuk Rumah Sakit
(Allo Anamnesa)
Keluarga klien mengatakan Tn.S mulai tak sadarkan diri beberapa
lama sebelum akhirnya dibawa ke UGD, keluarga menambahkan
bahwa klien Tn.S sejak tadi pagi mengalami muntah dengan warna
kehitaman sudah dua kali. Klien lemas sudah dari kemarin, BAB
cair sudah dua hari yang lalu bercampur darah.
2) Keluhan Utama
Muntah dan BAB yang bercampur darah (Hematemesis Melena)
3) Riwayat Penyakit Sekarang (PQRST)
(Allo Anamnesa)
Keluarga klien mengatakan Tn.S mengalami muntah dan BAB yang
bercampur darah yang berwarna kehitaman. Muntah muntah dialami
oleh klien baru dari tadi pagi sudah dua kali sedangkan BAB yang
bercampur darah tersebut sudah dua hari yang lalu terjadi. Sehari
sebelumnya klien masih sempat makan sesuatu yang terdapat
citarasa yang sangat menyengat seperti pedas.

Page 35
4) Keluhan yang menyertai
(Allo Anamnesa)
Keluaerga klien mengatakan bahwa klien tampak lemas dan mulai
tak sadarkan diri.
b. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
1) Riwayat Alergi
Keluarga klien mengatakan bahwa Tn.S tidak memiliki riwayat
alergi terhadap cuaca, makanan, obat-obatan.
2) Riwayat penyakit sebelumnya
Keluarga klien mengatakan bahwa Tn.s sudah memiliki riwayat
sakit lambung kronik, DM dan Hipertensi.
3) Riwayat Operasi
Keluarga klien mengatakan Tn.s belum pernah menjalani tindakan
operasi sebelumnya
4) Riwayat Transfusi
Keluarga klien mengatakan bahwa Tn.s belum pernah memiliki
riwayat transfusi darah sebelumnya
5) Riwayat Pengobatan
Tidak dikaji
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Keluarga klien mengatakan Tn.s memiliki riwayat penyakit keluarga
yaitu hipertensi dan DM
d. Keadaan kesehatan lingkungan rumah
Klien mengatakan tinggal di dareah perumahan,lingkungan bersih dan
nyaman, dekat dengan jalan raya dan jauh dari lingkungan pabrik
maupun industri.

Page 36
3. Data Biologis
a. Penampilan umum:
Klien tampak sakit berat, kesadaran menurun cenderung somnolen dan
klien muntah bercampur darah yang kehitaman sudah memenuhi mulut
dan menghalangi jalan napas. Ekstremitas superior maupun inferior
dextra dan sinistra klien tanpa pucat dan CRT > 2 detik.

b. Tanda-tanda vital:
Tekanan darah : 110/50 mmHg
Suhu : 39.5 ˚C di axilla kanan
Nadi : 100 kali/ menit, di arteri radialis kanan, denyutan
teratur dan kuat
Pernapasan : 24 kali/ menit,
Saturasi O2 : 84% SPO2
Gula darah : 160 mg/dl
Nyeri : skala nyeri tidak terkaji.

c. Tinggi badan : tidak terkaji


Berat badan : tidak terkaji
IMT : tidak terkaji

d. Anamnesa dan Pemeriksaan Fisik Per Sistem


 Survey Primer :
A: Airway : klien muntah darah dan berwarna kehitaman,tidak
ada sputum, tidak ada polip , pangkal lidah tidak
menutupi,
B: Breathing : tidak ada bunyi ronchi, tidak ada bunyi stridor,
tidak ada bunyi wheezing, tidak ada bunyi cracles
C: Circulasi : akral dingin, Capilary Refil Time > 2 detik,
ekstremitas superior maupun inferior dextra dan
sinistra tampak pucat,sianosis tidak ditemukan pada

Page 37
area ekstremitas maupun pada sekitar bibir klien.
D. Disability : Neurologi : GCS= 8
Kualitas: Somnolen
Kuantitas : E= 2, M= 4, V=2
E. Enviroment: suhu Axilla dextra 39.5◦C

 Second Survey
1) Sistem Pernafasan
a) Anamnesa
Keluarga klien mengatakan klien tidak memiliki keluhan
dengan pernapasannya dan tidka memliki riwayat asma
b) Pemeriksaan Fisik
- Inspeksi
Tidak ada pernapasan cuping hidung, tidak ada deviasi
septum dan septum terletak ditengah, mukosa hidung lembab,
terdapat muntah bercampur darah yang berwarna kehitaman
yang terus mengalir, tidak ada secret-lender, polip tidak ada,
bentuk dada simetris, pergerakan dada teratur. Tidak ada
deviasi trakea, dan pola irama pernafasan teratur dengan
frekuensi bernafas 24 kali per menit, tidak terdengar suara
dsypnea.
- Palpasi
Klien tidak dapat dikaji.
- Perkusi
Terdengar : Suara sonor
Batas Paru : ICS 1-6, jelas pada batas paru kiri dan kanan
- Auskultasi
Vesicular : Inspirasi > Ekspirasi, terdengar di semua lapang
paru
Bronchial : Inspirasi < Ekspirasi, terdengar di daerah trakea
dan suprasternal

Page 38
Bronchovesicular : Inspirasi = Ekspirasi, terdengar di daerah
bronchus dan trakea sekitar sternum dan region
interscapular
Suara nafas tambahan : Tidak terdengar suara Wheezing
dan Crackles
Vocal resonans : klien mengatakan “77” suara jelas dan
getaran di lapang paru kiri dan kanan sama
c) Masalah Keperawatan
Bersihan jalan napas tidak efektif b.d adanya muntah darah yang
menutupi jalan napas

2) Sistem Kardiovaskuler
a) Anamnesa
Kelurga klien mengatakan Tn.s memiliki riwayat penyakit
Hipertensi tetapi tidak pernah mengeluhnyeri dada khusus bagian
sinistra.Keluarga mengatakan dahulu TD sistolik 160 mmHg
namun akhir akhir ini sistolik 130 mmHg.
b) Pemeriksaan Fisik
Inspeksi
Ichtus cordis terlihat, tidak ada edema, kuku tidak terlihat
clubbing finger, tidak ada epistaksis, tidak terlihat adanya
cyanosis di seluruh ekstremitas, ada seleuruh ekstremitas
terlihat pucat.
Palpasi
Ichtus Cordis : teraba
Capillary Refill Time: tidak dapat kembali dalam waktu 2detik
Edema : Tidak di temukan edema piting maupun
non piting pada tubuh klien
Akral teraba dingin
Tekanan darah : 110/50 mmHg

Page 39
Perkusi
Terdengar : Pekak
Batas-batas jantung: Atas : ICS 2
Bawah : ICS 4 – ICS 5
Kiri : ICS 5 midclavicula
Kanan : ICS 4
Auskultasi
- Bunyi jantung I :
Terdengar sebelum bunyi jantung II (Lub, pekak) terjadi
karena penutupan katup mitral dan katup trikuspidalis
Heart Rate 100 kali per menit
- Bunyi jantung II :
Terdengar Dub, terjadi karena penutupan katup aorta dan
pulmonal
- Bunyi jantung tambahan :
Tidak ada terdengar suara murmur dan irama gallop
c) Masalah Keperawatan
Risiko ketidak efektifan perfusi gastointestinal berhubungan
denagn hipovolemia

3) Sistem Pencernaan
a) Anamnesa
Keluarga klien mengatakan Tn.s memeliki riwayat sakit lambung
kronik dan sudah dua hari ini klien mengalami BAB bercampur
darah dan dari tadi pagi muntah dua kali bercampur darah dan
berwarna kehitaman.
b) Pemeriksaan Fisik:
Inspeksi
- Mulut
Terdapat muntahan bercampur darah yang terus mengalir
keluar dari mulut Tn.S, Bibir terlihat pucat, tidak terdapat

Page 40
stomatitis, lidah berwarna berwarna merah pucat, kotor, tidak
ada pembengkakan, tidak ada gingivitis, tidak ada gusi
berdarah, tonsil T1
- Gigi
Terdapat caries dan gigi tanggal
- Abdomen
Bentuk abdomen datar, bayangan/gambaran bendungan
pembuluh darah vena tidak terlihat, spider naevi tidak ada,
distensi abdomen tidak ada.
- Anus
Tidak ada Haemorrhoid, tidak ada fissure, tidak ada fistula,
tidak ada tanda-tanda keganasan
Auskultasi
Bising usus tidak dikaji
Palpasi
Tidak dapat dikaji Nyeri tekan maupun nyeri lepas klien
Hepar: tidak terdapat pembesaran (hepatomegaly), nyeri tekan
tidak ada
Limpa: tidak terdapat pembesaran (splenomegaly), nyeri
tekan tidak ada
PerkusiTerdengar : Timpani
c) Masalah Keperawatan
Gangguan keseimbangan cairan

4) Sistem Perkemihan
a) Anamnesa
Keluarga klien mengatakan klien tidak memiliki masalah dengan
BAK.
b) Pemeriksaan Fisik
Inspeksi
Tidak ada distensi pada regio hipogastrika di kandung kemih

Page 41
Terpasang kateter urine, warna urine kuning, jumlah urine
tidak dapat dikaji karena klien mengunakan diapres.
Palpasi
nyeri tekan di region hipogastrika klien tidak dapat dikaji
Perkusi
Regio hipogastrika terdengar suara timpani
Tidak ada nyeri ketuk daerah costo vertebral angle kanan
tidak ada dan kiri juga
c) Masalah Keperawatan
Tidak ada masalah keperawatan yang ditemukan

5) Sistem Endokrin
a) Anamnesa
Kelurga klien mengatakan Tn.s memiliki riwayat penyakit DM
dan GDS terakhir sebelum diperiksa kembali 400 mg/dl dan 200
mg/dl
b) Pemeriksaan Fisik
Inspeksi
- Bentuk tubuh: Tidak gigantisme dan tidak kretinisme
- Pembesaran kelenjar tiroid: Tidak ada
- Pembesaran pada ujung-ujung ekstremitas bawah atau atas:
Tidak ada
- Lesi: Tidak ada
Palpasi
Kelenjar tiroid: Tidak mengalami pembesaran
Dilakukan pemeriksaan GDS: 160 mg/dl
c) Masalah Keperawatan
Tidak ada masalah keperawatan yang ditemukan

Page 42
6) Sistem Persarafan
a) Anamnesa
Keluarga klien mengatakan bahwa klien tidak memiliki riwayat
sakit stroke, keluarga mengatakan klien mulai tidak sadarkan diri
sejak tadi pagi.
b) Pemeriksaan Fisik
Inspeksi
Bentuk muka simetris, mulut simetris, spastic tidak ada, parese
tidak ada,
Sensibilitas ekstremitas atas: dapat merasakan sentuhan
tumpul, tajam dan tekanan kecil di lengan sebelah kiri dan
kanan
Sensibilitas ekstremitas bawah: dapat merasakan sentuhan
tumpul, tajam dan tekanan kecil di kaki kanan dan kiri
Pergerakan tidak terkoordinir tidak ada
Tingkat kesadaran: Kualitatif : Somnolen
Kuantitatif: GCS 10 (E = 2, M = 6, V =2)
Uji Saraf Kranial:
- Nervus I (Olfactorius)
Klien tidak dapat dikaji.
- Nervus II (Opticus)
Klien tidak dapat dikaji.
- Nervus III (Occulomotor)
Reaksi Pupil isokor 2 mm saat diberikan rangsangan pada
mata klien.
- Nervus IV (Trochlear)
Klien tidak dapat dikaji
- Nervus V (Trigeminus)
Klien tidak dapat dikaji.
- Nervus VI (Abducens)
Klien tidak dapat dikaji..

Page 43
- Nervus VII (Facial)
Klien tidak dapat dikaji.
- Nervus VIII (Vestibulocochlearis)
Klein tidak dapat dikaji.
- Nervus IX (Glossofaringeus)
Klien tidak dapat dikaji
- Nervus X (Vagus)
Klien tidak dapat dikaji.
- Nervus XI (Accesorius)
Klien tidak dapat dikaji.
- Nervus XII (Hipoglosus)
Klien tidak dapat dikaji.
Perkusi
- Reflek fisiologis: Tendon Biceps tidak terkaji
Tendon Triceps tidak terkaji
Tendon Achilles tidak terkaji
Tendon Patella tidak terkaji
- Reflek Patologis: Reflek Babinski (-) Ibu jari dorsofleksi
dan 4 jari kaki lainnya abduksi
c) Masalah Keperawatan
Penurunan kesadaran

7) Sistem Persepsi Sensori ( penglihatan dan pendengaran)


a) Anamnesa
Tidak dapat dikaji
b) Pemeriksaan Fisik
Inspeksi
- Penglihatan : conjungtiva anemis, sclera tidak ikterik,
palpabrae tidak oedema, pupil isokor 2 mm, reaksi cahaya(+),
diameter 2 mm

Page 44
- Pendengaran : pinna kotor, canalis auditorius externa kotor,
reflekcahaya politzer (+), membrane timpani utuh, battle sign
tidak ada, tidak ada pengeluaran cairan/darah dari telinga
dan tidak ada lesi.
Palpasi
- Penglihatan : TIO, tidak terdapat nyeri tekan pada kedua
mata saat pemeriksa menekan bagian mata. Kedua bola mata
simetris antara kanan dan kiri.
- Pendengaran : Simetris antara kiri dan kanan serta tidak
ditemukan benjolan/massa
c) Masalah Keperawatan
Tidak ada masalah keperawatan yang ditemukan

8) Sistem Muskuloskeletal
a) Anamnesa
Tidak dapat dikaji
b) Pemeriksaan Fisik
Inspeksi
Ka: 1 Ki: 1 (Tangan)

Ka: 1 Ki: 1 (Kaki)

- Ekstremitas atas : Terpasang infus di tangan sebelah kiri,


tidak ada lesi dan pembengkakan
- Ekstremitas bawah : Tidak ada masalah dan tidak ada lesi
- Atrofi : Tidak ada atrofi di bagian ekstremitas
atas ataupun ekstremitas bawah
- Rentang gerak/Range of Motion: tidak dapat dikaji
- Nilai kekuatan otot: 5 keterangan: penuh.
Klien tidak dapat menahan ataupun melawan tekanan yang
diberikan pada otot lengan maupun otot kaki Tn.s

Page 45
- Bentuk collumna vertebralis: Tidak ada Skoliosis, Lordosis
maupun Kifosis
- Penggunaan alat/bantuan: Tidak ada
Palpasi
Nyeri tekan pada processus spinosus tidak ada
c) Masalah Keperawatan
Tidak ada masalah keperawatan yang ditemukan

9) Sistem Integumen
a) Anamnesa
Keluarga mengatakan tidak ada lesi maupun luka pada seluruh
tubuh klien.
b) Pemeriksaan Fisik
Inspeksi
- Rambut
Rambut tipis dan berwana keputihan, distribusi
tidakmeratadan sebagianbagian kepala mulai membotak
- Bentuk kuku
Terlihat pucat dan CRT > 2 detik, Tidak ada clubbing finger,
tidak adasplinter haemorrhage, tidak ada beau’s lines, tidak
ada koilonychias, dan tidak ada paranychia
- Kulit
Kulit terlihat berwarna sawo matang, tidak ada Lesi
- Tidak ada Ptekie dan tidak ada Ekimosis
Palpasi
Tekstur kulit : Lembut
Kelembaban : Lembab
Turgor kulit : Baik, dapat kembali dengan waktu 2 detik
Nyeri tekan : Tidak ada
c) Masalah Keperawatan
Tidak ada masalah keperawatan yang ditemukan

Page 46
4. Data penunjang
a. Laboratorium
NILAI
PEMERIKSAAN HASIL SATUAN
RUJUKAN
HEMATOLOGI Tanggal 19 Desember 2016
Hemoglobin (L) 2,1 g/dL 13.2-17.3
Hematokrit (L) 8,7 % 40-52
Eritrosit (L) 1,46 106 µL 4,4-5,9
MCV (L) 59,6 mmol/L 80-100
MCH (L) 14,4 Pg 26-34
MCHC (L) 24,1 g/dL 32,0-36,0

b. Radiologi
Thoraks foto (Hasil pemeriksaan radiologi tidak dapat dikaji karena
sudah masuk ke dalam ruangan yasinta)
Dilakukan pemeriksaan EKG pada jam 11.08 WIB dengan hasil
pemerikasaan ditemukan: ST depresi pada V5 dan V6 , T inversi pada
lead II, III, AVF

c. Terapi (oral dan parenteral/injeksi)


1) Nama obat : Paracetamol 100 ml
Golongan : analgetik (pereda nyeri) dan antipiretik
(penurun panas/ demam)
Dosis untuk pasien : 100 ml
Indikasi untuk pasien : untuk menururnkan demam pada segala
usia, dan digunakan secara luas untuk meredakan sakit kepala,
sakit gigi, dan nyeri lainnya..
Kontra indikasi obat : hipersensifitas terhadap sefalosporin
atau memiliki alergen terhadap penisilin (anafilaksis, angineurotic
edema, urtikaria).
Efek samping : kerusakan hati, mual dan muntah.

Page 47
2) Nama obat : Omeprazole
Golongan : antisekresi (bekerja dengan
menghambat aktivitas enzim H+/K+ - Atpase yang terdapat pada
permukaan kelenjar sel parietal)
Dosis untuk pasien : 40 mg IV
Indikasi untuk pasien : pengobatan janka pendek pada penderita
tukak duodenal, tukak lambung dan pengobatan refluks esofagitis
erosif/ ulceratif.
Kontra indikasi obat : hipersensifitas terhadap komponen
omeprazole
Efek samping :diare, konstipasi, kulit kemerahan, sakit
kepala, mual, kembung, gatal pada kulit.

d. Acara infus : Ns 500 ml


e. Mobilisasi : Bedrest

Page 48
2. Pengumpulan Data

Data Subyektif Data Obyektif


Tanggal 19 Desember 2016 - Klien tampak sakit berat dengan kesadaran yang
- Keluraga klien menurun, GCS 10 (somnolen)
mengatakan mulai tak - Klien tampak muntah bercampur darah yang
sadarkan diri sejak tadi berwarna kehitaman dan menghalangi jalan napas
pagi - Akral teraba dingin
- klien sudah dua kali - Klien tampak anemis dan pucat pada seluruh
muntah darah sejak tadi ekstremitas, CRT > 2 detik
pagi - Klien BAB bercampur darah
- klien mengalami BAB - Hasil pemeriksaan TTV
bercampur daraj sudah Tekanan darah : 110/50 mmHg
dari dua hari yang lalu Nadi : 100 kali per menit
- keluarga mengatakan Respirasi Rate : 24 kali per menit
klien Tn.S sudah tampak Suhu : 39,5 ˚C di axilla kiri
lemas dan aktivitas Saturasi O2: 84% SPO2
tergantung pada orang GDS: 160 mg/dl
lain. Klien masih terpasang infus ditangan kiri dengan
cairan infus NS 0,9%
- Terapi yang diberikan Oksingen 3 liter per menit
- Dilakukan pemeriksaan EKG dengan hasil
pemeriksaan ST depresi pada V5 dan V6 , T
inversi pada lead II, III, AVF
- Terapi parenteral : paracetamol infus 100 ml
diberikan melalui infus piggy bag dan omprazol
40 mg IV bolus.
- Kemudian klien terpasang NGT drain dengan
CMS kecoklatan 50 cc
- Terpasang Dower kateter dengan jumlah urine
output 200 cc kuning, jernih.

Page 49
3. Analisa Data

Data Etiologi Masalah


DO: Infeksi Hepatitis type A/B Bersihan jalan napas
- Klien tampak sakit esofagitis, tukak lambung, tidak efektif b.d adanya
berat dengan nekrosis parenkim hepar, obat- muntah darah yang
kesadaran yang obatn yang mengandung menutupi jalan napas
menurun, GCS 10 ulsergenik
(somnolen) ↓
- Klien tampak muntah Peradangan hati dan nekrosis sel
bercampur darah yang sel hati
berwarna kehitaman ↓
dan menghalangi jalan Meluasnya jaringan
napas ↓
- Akral teraba dingin Hipertensi portal
- Klien tampak anemis ↓
dan pucat pada seluruh Terbentuknya varises esophagus
ekstremitas, CRT > 2 ↓
detik Pembesaran limpe dan asites
- Klien BAB bercampur ↓
darah Pembuluh darah rupture
- Hasil pemeriksaan ↓
TTV Perdarahan dilambung
Tekanan darah : ↓
110/50 mmHg Muntah darah dan BAB darah
Nadi : 100 kali per ↓
menit Bersihan jalan napas tidak efektif

Page 50
Respirasi Rate : 24 kali Muntah darah dan BAB berdarah Risiko ketidakefektifan
per menit ↓ perfusi gastrointestinal
Suhu : 39,5 ˚C di axilla HB menurun dan anemis b.d hipovolemia
kiri ↓
Saturasi O2: 84% Plasma darah menurun
SPO2 ↓
GDS: 160 mg/dl Resiko shock hipovolemia
- Klien masih terpasang
infus ditangan kiri esofagitis, tukak lambung, Kekurangan volume
dengan cairan infus nekrosis parenkim hepar, obat- cairan b.d perdarahan
NS 0,9% obatn yang mengandung (hematemesis melena)
- Terapi yang diberikan ulsergenik
Oksingen 3 liter per ↓
menit Peradangan hati dan nekrosis sel
- Dilakukan sel hati
pemeriksaan EKG ↓
dengan hasil Meluasnya jaringan
pemeriksaan ST ↓
depresi pada V5 dan Hipertensi portal
V6 , T inversi pada ↓
lead II, III, AVF Terbentuknya varises esophagus
- Terapi parenteral : ↓
paracetamol infus 100 Pembesaran limpe dan asites
ml diberikan melalui ↓
infus piggy bag dan Pembuluh darah rupture
omprazol 40 mg IV ↓
bolus. Perdarahan dilambung
- Kemudian klien ↓
terpasang NGT drain Muntah darah dan BAB darah
dengan CMS ↓
kecoklatan 50 cc Gangguan keseimbangan cairan

Page 51
- Terpasang Dower Pada gagal hepar sirosis kronis, Gangguan perfusi
kateter dengan jumlah tulak lambung kronis, ataupun jaringan perifer b.d
urine output 200 cc nekrosis sel hapar adanya penuranan
kuning, jernih ↓ kesadaran
Meningkatkan tekanan vena porta
DS: ↓
- Keluraga klien Dilatasi vena porta (varises)
mengatakan mulai ↓
tak sadarkan diri Varises pecah
sejak tadi pagi ↓
- klien sudah dua Perdarahan gastrointestinal masif
kali muntah darah ↓
sejak tadi pagi Kehilangn darah tiba-tiba dan
- klien mengalami berlebihan
BAB bercampur ↓
daraj sudah dari Penurunan arus balik vena ke
dua hari yang lalu jantung dan penurunan curah
- keluarga jantung
mengatakan klien ↓
Tn.S sudah tampak Fase kompensasi (tubuh
lemas dan aktivitas mempertahankan perfusi)
tergantung pada ↓
orang lain. Penurunan perfusi jaringan
mengakibatkan disfungsiu seluler

Sel sel akan berubah menjadi
metaboliseme anaerob dan
terbentuk asam laktat

Gangguan perfusi jaringan perifer

Page 52
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d adanya muntah darah yang
menutupi jalan napas
2) Risiko ketidakefektifan perfusi gastrointestinal b.d hipovolemia
3) Kekurangan volume cairan b.d perdarahan (hematemesis melena)
4) Gangguan perfusi jaringan perifer b.d adanya penurunan kesadaran

Page 53
3. INTERVENSI KEPERAWATAN
Tanggal No. DK Tujuan Intervensi Rasional
19 1 Membebaskan jalan napas Independent Untuk mengetahui tingklat skala sesak
Desember dari sekret ataupun muntahan Observasi TTV klien terutama respirasi
2016 yang menyumbat jalan napas rate
Kriteria hasil: Auskultasi bunyi napas Mengetahui ada tidaknya bunyi napas
- Jalan napas paten tambahan
- Frekuensi pernafasan Bebaskan jalan napas dan lakukan suction Untuk membebaskan kepatenan jalan
normal 16-20 kali permenit napas
- Tidak ada bunyi napas
Berikan terapi oksigen dan kaji tanda Membantu meningkatkan konsentrasi
tambahan
tanda cianosis, hipoksia dan sesak oksingen dalam tubuh klien dan
- Tidak hipoksia dan tidak
mencegah hipoksia
ada cianosis

Tidak terjadi syok Observasi tanda tanda vital dan tanda - Deteksi dini terhadap perubahan
hipovolemia syok hipovolemia tiap 30 menit kondisi klien hingga menentukan
2 Kriteria hasil: tindakan yang lebih tepat
- Perdarahan berkurang/
berhenti Bila ada tanda tanda syok hipovolemia - Mencegah terjadi hipoksia

Page 54
- Nadi teratur dan kuat beri posisi kepala lebih rendah dari kaki
dengan nilai normal (60- Observasi intake outpu cairan - Menjaga kebutuhan keseimbangan
80 kali per menit) cairan tetap adekuat
- Tekanan darah dalam Observasi adnaya perdarahan - Deteksi dini terhadap perubahan
nilai normal 120/80 kondisi klien
mmHg
- Akral hangat

Page 55
- Keseimbangan cairan - Pencengahan perdarahan Memberikan pedoman untuk
teratasi. Tanda tanda gastrointestinal penggantian cairan dan mengkaji
dehidrasi tidak ada, - Manajemen hipovolemia respon kardiovaskuler.
mukosa mulut dan bibir - Pencegahan syok
lembab. - Observasi tanda tanda vital. Hipovolemia adaalah risiko utama yang
- Observasi tanda tanda dehidrasi segera terdapat sesduah perdarahan
3 - Hitung input dan output cairan masif
(balance cairan)
- Kolaborasi dengan dokter dalam Haluaran urin memberikan informasin
pemberian terapi pemeriksaan tentang perfusi renal, kecukupan
laboratorium elektrolit. pengganti cairan, dan kebutuhan serta
- Kolaborasi dengan tim gizi dalam status cairan.
pemberian cairan garam
- Warna tidak pucat, tidak Manajemen asam basa, pemantauan asam Hipovolemia adaalah risiko utama yang
ada sianosis, capillary basa, regulasi hemodinamik, manajemen segera terdapat sesduah perdarahan
4 frefill time kurang dari 2 hipovolemia, manajemen hipovolemia, masif
detik. manajemen sensasi perifer, manajemen
shock

Page 56
4. IMPLEMENTASI
Tanggal Jam No. DK Implementasi Nama & Tanda Tangan
19 Desember 11.05 1 Melakukan pembebasan jalan napas dengan suction dan pemasangan mayotube. Eldoni
2016 Dan memberikan terapi oksigen 2 llter pr menit melalui binasal canule.
11.15 2 Melakukan pemeriksaan EKG Juliwanti dan lilis
Hasil pemeriksaan EKG: ditemukan ST depresi pada V5 dan V6, T inversi pada
lead II, III, avF
11.25 3 Melakukan tindakan invasif pemasangan NGT 18 kepada klien. NGT Eldoni
disambungkan dengan drain untuk bilas lambung. CMS berwarna kecoklatan
11.35 3 Melakukan tindakan invasif pemasangan Dower Kateter 18. Urine jernih dengan Juliwanti Br Ginting
jumlah 200 cc
12.00 2,4 Melakukan tindakan invasif pengambilan spesimen darah untuk cek CBC, dan Juliwanti Br, ginting
golongan darah
12.15 Memberikan terapi obat parenteral paracetamol 100 ml melalui piggy bag Lilis Susilawati
12.30 Memberikan terapi obat parenteral omperazaol 40 mg melalui IV bolus Eldoni
12.50 Mendampingi klien Tn.S untuk pemeriksaan thorax foto Eldoni dan Lilis

Page 57
5. EVALUASI

No.
Tanggal SOAP Nama & TTD
DK
Senin 1 S: klien tidak dapat dikaji, tetapi keluarga klien mengatakan Juliwanti br ginting
19/12/2016 Setelah dilakukan suction klien tampak tenang dan tidak
ada Sesak
O: setelah dilakukan pembebasan jalan napas, suara
pernapasan normal kembali dan pernapasan teratur.
A: Ketidakefektifan bersihan jalan napas, intervensi tercapai
P: terapi dilanjutkan dan pertahankan kepatenan jalan napas
2 S: klien tidak dapat dikaji, keluarga mengatakan demam
klien berkurang dan klien masih tidak sadarkan diri
O: setelah dilakukan pemberian terapi obat paracetamol 100,
klien masih belum sadarkan diri
A: intervensi belum tercapai sebagian
P: terapi dilanjutkan dan pantau TTV tiap 15 menit sekali

2 S: klien tidak dapat dikaji,


O: setelah diberikan terapi obat parenteral omeprazol 40 mg
via infus bolus, klien masih mengeluarkan secret melalui
NGT disambung ke drain.
A: Intervensi belum tercapai sebagian
P: terapi dilanjutkan dan kolaborasi dengan dokter untuk
pemberian terapi obat parenteral

Page 58
BAB IV

PENUTUP

A. Simpulan
Hematemesis adalah muntah darah dan melena adalah penegeluaran
tinja yang berwarna hitam seperti teh yang mengandung darah dari
pencernaan. Warna hematemesis tergantung pada lamanya hubungan atau
kontak antar darah dengan asam lambung dan besar kecilnya perdarahan,
sehingga dapat berwarna seperti kopi atau kemerah-merahan dan bergumpal-
gumpalan.
Perdarahan saluran cerna bagian atas adalah perdarahan saluran
makanan proksimal dari ligamentum Treitz. Untuk keperluan klinik dibedakan
perdarahan varises esofagus dan non-varises, karena antara keduanya terdapat
ketidaksamaan dalam pengelolaan dan prognosis. Manifestasi perdarahan
saluran makanan bagian atas bisa beragam tergantung lama, kecepatan,
banyak sedikitnya darah yang hilang, dan apakah perdarahan berlangsung
terus-menerus atau tidak. Kemungkinan pasien datang dengan : 1). anemia
defisiensi besi akibat perdarahan tersembunyi yang berlangsung lama, 2).
Hematemesis dan atau melena disertai atau tanpa anemia, dengan atau tanpa
gangguan hemodinamik; derajat hipovolemi menentukan tingkat kegawatan
pasien.
Penyebab perdarahan saluran makanan bagian atas yang sering
dilaporkan adalah pecahnya varises esofagus, gastritis erosif, tukak peptik,
gastropati kongestif, sindroma Mallory-Weiss, dan keganasan. Perbedaan
laporan-laporan penyebab perdarahan saluran makanan bagian atas terletak
pada urutan penyebab tersebut.
Pengelolaan dasar pasien perdarahan saluran cerna sama seperti
perdarahan pada umumnya, yakni meliputi pemeriksaan awal, resusitasi,
diagnosa, dan terapi. Tujuan pokoknya adalah mempertahankan stabilitas
hemodinamik, menghentikan perdarahan, dan mencegah perdarahan ulang.
Konsensus nasional PGI-PEGI-PPHI menetapkan bahwa pemeriksaan awal

Page 59
dan resusitasi pada kasus perdarahan wajib dan harus bisa dikerjakan pada
setiap pelayanan kesehatan masyarakat sebelum dirujuk ke pusat layanan yang
lebih tinggi. Adapun langkah-langkah praktis pengelolaan perdarahan saluran
makanan bagian atas adalah sebagai berikut:
1. Pemeriksaan awal, penekanan pada status awal hemodinamik.
2. Resusitasi, terutama untuk stabilitas hemodinamik.
3. Melanjutkan anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan lain yang
diperlukan.
4. Memastikan perdarahan saluran makanan bagian atas atau bawah.
5. Menegakkan diagnosa pasti penyebab perdarahan.
6. Terapi untuk menghentikan perdarahan, penyembuhan penyebab
perdarahan, mencegah perdarahan ulang. Tegaknya diagnosa penyebab
perdarahan sangat menentukan langkah terapi yang diambil.

B. Saran
Setelah di lakukan dan seminar ini kami berharap mahasiswa dapat :
1. Menjelaskan konsep dasar teori tentang penyakit hematomesisi melena
2. Memaparkankan tentang asuhan keperawatan gawat darurat pada pasien
hematomesisi melena terkait gangguan sistem pencernaan
3. Memberi asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit hematomesis
melena

Page 60
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & suddarth 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah edisi 8 volume 2
Jakarta = EGC

Davey, Pactrik (2005), At a Glance Medicine (36-37),Jakarta: Erlangga

Jhoxer (2010), Asuhan Keperawatan Hematemesisi Melena. Diambil pada 20


Desember 2016 dari
http://kumpulanasuhankeperwatan/2010/01/asuhankeperawatan-
hematemesis-melena.html

Lynda Juall Carpenito, Diagnosa Keperawatan, Edisi 8, EGC, Jakarta, 1999.

Arif Mansjoer. Dkk, Kapita Selekta Kedokteran Jilid I, Fakultas Kedokteran


Universitas Indonesia, Jakarta, 2000.

NANDA internasional (2012). Panduan Diagnosa Keperawatan 2012-2014. Budi


Santosa (Penerjemah). Philadelphia: Prima Medika

Mudjiastuti, Diktat Asuhan Keperawatan Pasien Dengan Masalah Pencernaan


Makanan, Tidak Dipublikasikan, Surabaya, 2000,

Sylvia, A Price. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Keperawatan


Edisi 6. Jakarta: EGC

Page 61

Anda mungkin juga menyukai