Tipoid Abdominalis
Disusun oleh :
Bandung
2021
1. Definisi
Demam tifoid adalah suatu sindrom sistemik yang disebabkan oleh salmonella thypi.
Demam typoid merupakan jenis terbanyak salmonellosis. (Widagdo, 2011)
Demam tifoid disebarkan melalui jalur fekal-oral dan hanya menginfeksi manusia
yang mengkonsumsi makanan atau minuman yang terkontaminasi oleh bakteri
Salmonella typhi. Ada dua sumber penularan Salmonella typhi, yaitu penderita demam
tifoid dan karier. Seseorang yang karier adalah orang yang pernah menderita demam
tifoid dan terus membawa penyakit ini untuk beberapa waktu atau selamanya (Nadyah,
2014)
Demam tifoid adalah penyakit infeksi bakteri, yang disebabkan oleh Salmonella
typhi. Penyakit ini ditularkan melalui konsumsi makanan atau minuman yang
terkontaminasi oleh bakteri tersebut (Inawati, 2019). Definisi lain dari demam tifoid atau
Typhus Abdominalis ialah penyakit infeksi akut yang biasaya mengenai saluran
pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan pada
pencernaan dan gangguan kesadaran (Ngastiyah, 2015).
2. Etiologi
Demam tifoid timbul akibat dari infeksi oleh bakteri golongan Salmonella yaitu
Salmonella thypi, S paratyphi A, S paratyphi B dan S paratyphi C. Bakteri tersebut
memasuki tubuh penderita melalui saluran pencernaan (Inawati, 2019). Sumber utama
yang terinfeksi adalah manusia yang selalu mengeluarkan mikroorganisme penyebab
penyakit tersebut, baik ketika ia sedang sakit atau sedang dalam masa penyembuhan.
Pada masa penyembuhan, penderita masih mengandung Salmonella spp di dalam
kandung empedu atau di dalam ginjal. Sebanyak 5 persen penderita demam tifoid kelak
akan menjadi karier sementara, sedangkan 2 persen yang lain akan menjadi karier yang
menahun. Sebagian besar dari karier tersebut merupakan karier intestinal (intestinal type)
sedang yang lain termasuk urinary type.
3. Anatomi Fisiologi
Sistem pencernaan atau sistem gastroinstestinal (mulai dari mulut sampai anus) adalah
sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk menerima makanan, mencernanya
menjadi zat-zat gizi dan energi, menyerap zat-zat gizi ke dalam aliran darah serta
membuang bagian makanan yang tidak dapat dicerna atau merupakan sisa proses
tersebut dari tubuh. Saluran pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan (faring),
kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar, rektum dan anus. Sistem pencernaan
juga meliputi organ-organ yang terletak diluar saluran pencernaan, yaitu pankreas, hati
dan kandung empedu.
a. Mulut
Merupakan suatu rongga terbuka tempat masuknya makanan dan air pada
hewan. Mulut biasanya terletak di kepala dan umumnya merupakan bagian awal
dari sistem pencernaan lengkap yang berakhir di anus. Mulut merupakan jalan
masuk untuk sistem pencernaan. Bagian dalam dari mulut dilapisi oleh selaput
lendir. Pengecapan dirasakan oleh organ perasa yang terdapat di permukaan
lidah. Pengecapan relatif sederhana, terdiri dari manis, asam, asin dan pahit.
Penciuman dirasakan oleh saraf olfaktorius di hidung dan lebih rumit, terdiri dari
berbagai macam bau.
Makanan dipotong-potong oleh gigi depan (incisivus) dan di kunyah oleh gigi
belakang (molar, geraham), menjadi bagian-bagian kecil yang lebih mudah
dicerna. Ludah dari kelenjar ludah akan membungkus bagian-bagian dari
makanan tersebut dengan enzim-enzim pencernaan dan mulai mencernanya.
Ludah juga mengandung antibodi dan enzim (misalnya lisozim), yang memecah
protein dan menyerang bakteri secara langsung. Proses menelan dimulai secara
sadar dan berlanjut secara otomatis.
b. Tenggorokan (Faring)
Merupakan penghubung antara rongga mulut dan kerongkongan. Berasal dari
bahasa yunani yaitu Pharynk. Skema melintang mulut, hidung, faring, dan laring
Didalam lengkung faring terdapat tonsil ( amandel ) yaitu kelenjar limfe yang
banyak mengandung kelenjar limfosit dan merupakan pertahanan terhadap
infeksi, disini terletak bersimpangan antara jalan nafas dan jalan makanan,
letaknya dibelakang rongga mulut dan rongga hidung, didepan ruas tulang
belakang
Esofagus bertemu dengan faring pada ruas ke-6 tulang belakang. Menurut
histologi. Esofagus dibagi menjadi tiga bagian:
1) Bagian superior (sebagian besar adalah otot rangka)
2) Bagian tengah (campuran otot rangka dan otot halus)
3) Serta bagian inferior (terutama terdiri dari otot halus).
d. Lambung
Merupakan organ otot berongga yang besar dan berbentuk seperti kandang
keledai.Terdiri dari 3 bagian yaitu
1) Kardia.
2) Fundus.
3) Antrum.
Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang terletak
di antara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh darah yang
mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui vena porta. Dinding usus
melepaskan lendir (yang melumasi isi usus) dan air (yang membantu melarutkan
pecahan-pecahan makanan yang dicerna). Dinding usus juga melepaskan
sejumlah kecil enzim yang mencerna protein, gula dan lemak. Lapisan usus
halus ; lapisan mukosa (sebelah dalam), lapisan otot melingkar (M sirkuler),
lapisan otot memanjang ( M Longitidinal ) dan lapisan serosa (Sebelah Luar).
Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari (duodenum), usus
kosong (jejunum), dan usus penyerapan (ileum).
Umbai cacing atau apendiks adalah organ tambahan pada usus buntu. Infeksi
pada organ ini disebut apendisitis atau radang umbai cacing. Apendisitis yang
parah dapat menyebabkan apendiks pecah dan membentuk nanah di dalam
rongga abdomen atau peritonitis (infeksi rongga abdomen).
Dalam anatomi manusia, umbai cacing atau dalam bahasa Inggris, vermiform
appendix (atau hanya appendix) adalah hujung buntu tabung yang menyambung
dengan caecum. Umbai cacing terbentuk dari caecum pada tahap embrio. Dalam
orang dewasa, Umbai cacing berukuran sekitar 10 cm tetapi bisa bervariasi dari 2
sampai 20 cm. Walaupun lokasi apendiks selalu tetap, lokasi ujung umbai cacing
bisa berbeda – bisa di retrocaecal atau di pinggang (pelvis) yang jelas tetap
terletak di peritoneum.
Banyak orang percaya umbai cacing tidak berguna dan organ vestigial (sisihan),
sebagian yang lain percaya bahwa apendiks mempunyai fungsi dalam sistem
limfatik. Operasi membuang umbai cacing dikenal sebagai appendektomi.
i. Rektum dan Anus
j. Pankreas
Pankreas adalah organ pada sistem pencernaan yang memiliki dua fungsi utama
yaitu menghasilkan enzim pencernaan serta beberapa hormon penting seperti
insulin. Pankreas terletak pada bagian posterior perut dan berhubungan erat
dengan duodenum (usus dua belas jari).
Pankraes terdiri dari 2 jaringan dasar yaitu :
1) Asini, menghasilkan enzim-enzim pencernaan
2) Pulau pankreas, menghasilkan hormone
k. Hati
Hati merupakan sebuah organ yang terbesar di dalam badan manusia dan
memiliki berbagai fungsi, beberapa diantaranya berhubungan dengan pencernaan.
Organ ini memainkan peran penting dalam metabolisme dan memiliki beberapa
fungsi dalam tubuh termasuk penyimpanan glikogen, sintesis protein plasma, dan
penetralan obat. Dia juga memproduksi bile, yang penting dalam pencernaan.
Istilah medis yang bersangkutan dengan hati biasanya dimulai dalam hepat- atau
hepatik dari kata Yunani untuk hati, hepar.
Zat-zat gizi dari makanan diserap ke dalam dinding usus yang kaya akan
pembuluh darah yang kecil-kecil (kapiler). Kapiler ini mengalirkan darah ke
dalam vena yang bergabung dengan vena yang lebih besar dan pada akhirnya
masuk ke dalam hati sebagai vena porta. Vena porta terbagi menjadi pembuluh-
pembuluh kecil di dalam hati, dimana darah yang masuk diolah. Hati melakukan
proses tersebut dengan kecepatan tinggi, setelah darah diperkaya dengan zat-zat
gizi, darah dialirkan ke dalam sirkulasi umum.
l. Kandung Empedu
Kandung empedu (Bahasa Inggris: gallbladder) adalah organ berbentuk buah pir
yang dapat menyimpan sekitar 50 ml empedu yang dibutuhkan tubuh untuk
proses pencernaan. Pada manusia, panjang kandung empedu adalah sekitar 7-10
cm dan berwarna hijau gelap – bukan karena warna jaringannya, melainkan
karena warna cairan empedu yang dikandungnya. Organ ini terhubungkan dengan
hati dan usus dua belas jari melalui saluran empedu.
Empedu memiliki 2 fungsi penting yaitu:
1) Membantu pencernaan dan penyerapan lemak
2) Berperan dalam pembuangan limbah tertentu dari tubuh, terutama
haemoglobin (Hb) yang berasal dari penghancuran sel darah merah dan
kelebihan kolesterol.
4. Patofisiologi
Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal dengan
5F yaitu Food(makanan), Fingers (jari tangan/kuku), Fomitus (muntah), Fly (lalat), dan
melalui Feses (tinja). Feses dan muntah pada penderita demam tifoid dapat menularkan
salmonella thypi kepada orang lain. Bakteri yang masuk ke dalam lambung, sebagian
akan dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus bagian
distal dan mencapai jaringan limpoid. Di dalam jaringan limpoid ini kuman berkembang
biak, lalu masuk ke aliran darah dan mencapai sel-sel retikuloendotelial. Sel-sel
retikuloendotelial ini kemudian melepaskan kuman ke dalam sirkulasi darah dan
menimbulkan bakterimia, kuman selanjutnya masuk limpa, usus halus dan kandung
empedu.
Mulut
Saluran pencernaan
Typhus Abdominalis
6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien dengan typus abdominalis dibagi menjadi 3 bagian : (andra
saferi & yefie mariza, 2013)
a. Istirahat dan perawatan
Tirah baring dan perawatan professional bertujuan untuk mencegah komplikasi
dengan perawatan sepenuhnya di tempat yang akan membantu mempercepat
penyembuhan
b. Diet dan terapi penunjang
Diet merupakan hal yang cukup penting dalam proses penyembuhan demam tifoid
karena makanan yang kurang akan menurunkan keadaan umum dan gizi penderita
akan semakin turun dan proses penyembuhannya akan semakin lama.
c. Pemberian antibiotic
Pemberian obat-obatan kloramfenikol, tiampenikol, kotrimoksazol, ampicillin, dan
amoxillin.
2) Mata
Kaji sclera ikterik/ tidak, konjungtiva anemis/tidak, palpebral oedema/tidak,
fungsi penglihatan baik/tidak, menggunakan alat bantu penglihatan/tidak, pada
umumnya klien dengan demam tifoid terdapat konjungtiva anemis, dan mata
yang cekung.
3) Telinga
Kaji Simetris telinga kiri dan kanan, terdapat serumen/tidak, menggunakan
alat bantu pendengaran/tidak.
4) Hidung
Kaji terdapat pernafasan cuping hidung/tidak, fungsi penciuman baik /tidak
5) Mulut dan gigi
Kaji mukosa bibir lembab/kering, keadaan gigi dan gusi ada peradanganatau
pendarahan/tidak, terdapat kariesa gigi/tidak, lidah klien bersih/tidak. Pada
umumnya pada klien dengan demam tifoid terdapat bibir pucat dan kering
serta lidah yang kering.
6) Leher
Kaji terdapat pembengkakan kelenjar tiroid/tidak.
7) Paru-paru
Kaji inspeksi :warna kulit,pengenbangan dada simetris/tidak,hitung frekuensi
pernafasan, terdapat luka lesi/tidak.
Palpasi : teraba massa/tidak, teraba adanya pembengkakan/tidak, getaran
dinding dada simetris/tidak
Perkusi : bunyi paru normal/tidak
Auskultasi :kaji suara paru klien.
8) Jantung
Kaji Inspeksi : warnakulit, terdapat luka atau lesi/tidak, terlihat ictus
kordis/tidak
Palpasi : apakah teraba iktus kordis
Perkusi : kaji bunyi jantung
Auskultasi :ada suara tambahan pada jantung/tidak.
9) Abdomen
Kaji keadaan perut, warnanya, terdapat luka atau lesi/tidak, terdapat nyeri
tekan / tidak, kaji bising usus. Umumnya pada demam tifoid terdapat nyeri
tekan di uluhati.
10) Ekstremitas
Kaji apakah ada gangguan pada ekstremitas atas dan bawah.
11) Integument
Kaji warna kuli, keadaan kulit, turgot kulit baik/tidak. Umumnya pada klien
dengan demam tifoid ditemukan turgor kulit menurun.
c. Pemeriksaan diagnostic
1) Pemeriksaan darah perifer lengkap
Dapat ditemukab leukopeni, dapat pula leukositosis, atau kadar leukosit
normal. Leukositosis dapat terjadi walaupun tandap di sertai infeksi sekunder.
Dapat pula ditemukan anemia ringan dan trombositopeni. Pemeriksaan hitung
jenis leukosit dapat terjadi aneosinofilia maupun limfopeni. Laju endap darah
meningkap.
2) Pemeriksaan SGOT dan SGPT
SGOT dan SGPT sering mneingkat, tetapi akan kembali normal setelah
sembuh. Peningkatan SGOT dan SGPT ini tidak memerlukan penanganan
khusus.
3) Pemeriksaan uji widal
Uji widal dilakukan untuk mendeteksi adanya antibody terhadap bakteri
salmonella thypi. Pada ujia widal terjadi suatu reaksi aglutinasi antara antigen
bakteri salmonella thypi dengan antibody yang di sebut aglutin. Uji wial
dimaksudkan unutk menentukan adanya aglutin dalam serum penderita
tersangka demam tifoid. Akibat adanya infeksi oleh kuman salmonella thypi
maka penderita membuat antiboi (aglutin) yaitu : Aglutin O, Aglutin H,
Aglutin Vi. Dari ketiga aglutin tersebut hanyan Aglutin O dan H yang di
gunakan untuk diagnosis demam tifoid. Semakin tinggi titernya semakin besar
kemungkinan menderita demam tifoid. ( Wardana, 2014)
8. Analisa data
Do : Thypus Abdominalis
-turgor kulit > 3 detik
- klien tampak lemas Peningkatan asam lambung
dan pucat
Perasaan tidak enak pada perut,
mual, muntah (Anoreksia)
Kekurangan volume cairan
3 Ds : Minuman dan makanan yang Diare
Ibu Klien mengatakan terkontaminasi
sudah BAB >2kali
Mulut
Do :
Bising usus klien Saluran pencernaan
meningkat
Thypus Abdominalis
Usus
Proses infeksi
Merangsang peningkatan
peristaltic usus
Diare
4 Ds : Minuman dan makanan yang Hipertermi
Ibu Klien mengatakan terkontaminasi
badan klien terasa
panas Mulut
Do : Saluran pencernaan
0
Suhu tubuh klien 38
C Thypus Abdominalis
Usus
Peradangan
hipertermi
5 Ds : Minuman dan makanan yang Nyeri Akut
Ibu Klien mengatakan terkontaminasi
Klien merasakan nyeri
pada ulu hati Mulut
Do : Saluran pencernaan
Skala nyeri klien 4
Klien tampak Thypus Abdominalis
memegang bagian
nyeri Usus
Hipertrofi (hepatosplenomegali)
Nyeri akut
Daftar Pustaka
Inawati. (2019). Demam Tifoid. Jurnal Ilmiah Kedokteran Wijaya Kusuma. Edisi Khusus.
Hal 31-36.
Nadyah. (2014). Hubungan faktor-faktor yang mempengaruhi insidens penyakit demam tifoid
di Kelurahan Samata Kecamatan Somba Opu Kabupaten Gowa 2013. Jurnal
Kesehatan, Vol VII, No 1, 305-321.
Ngastiyah. (2015). Perawatan anak sakit. Jakarta: EGC
Pearce, Evelyn C.(2019). Anatomi Fisiologi Paramedis. Penerbit Gramedia : Jakarta.
Wardana, I. M. T. L., et al. (2014). Diagnosis demam thypoid dengan pemeriksaan widal.
Bali: Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/Rumah Sakit Umum
Pusat Sanglah
Widagdo. (2011). Masalah dan Tatalaksana Penyakit Infeksi Pada Anak, Jakarta : CV Sagung
Seto
Laporan Pendahuluan (LP)
Gastroenteritis
Disusun oleh :
Bandung
2021
A. Definisi
Gastroenteritis akut adalah suatu peradangan permukaan mukosa lambung yang akut
dengan kerusakan erosi pada bagian superficial (muttaqin& Kumala, 2011).
Diare akut adalah buang air besar pada bayi atau anal lebih dari 3 kali perhari, disertai
perbuhan konsistensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa lendir dan darah yang
berlangsuung kurang dari satu minggu. Pada bayi yang minum ASI sering frekuensi
buang air besarnya lebih dari 3-4 kali per hari, keadaan ini tidak dapat disebut diare,
tetapi masih bersifat fisiologis atau normal. Selama berat badan bayi meningkat
normal, hal tersebut tidak tergolong diare, tetapi merupakan intoleransi laktosa
sementara akibat belum sempurnanya perkembngan saluran cerna.
Diare yaitu penyakit yang terajdi ketika terdapat perubahan konsistensi feses.
Seseorang dikatakan menderita biila feses berair dari biasanya, dan bila buang air
besar lebih dari tiga kali, atau buang air besar yang berair tetapi tidak berdarah dalam
waktu 24 jam (Dinkes, 2016).
B. Etiologi
Menurut Ngastiyah (2014), mengatakan diare dapat disebabkan oleh berbagai infeksi,
selain penyebab lain seperti malabsorbsi. Diare sebenarnya merupakan salah satu
gejala dari penyakit pada sistem gastrointestinal atau penyakit lain diluar saluran
pencernaan. Tetapi sekarang lebih dikenal dengan “penyakit diare”, karena dengan
sebutan penyakit diare akan mempercepat tindakan penanggulangannya. Penyakit
diare terutama pada bayi perlu mendapakan tindakan secepatnya karena dapat
membawa bencana bila terlambat.
Faktor penyebab diare, antara lain :
1. Faktor infeksi
a. Infeksi enteral : infeksiii saluran pencenaan makanan yang campyloobacter,
yersinia, Aeromonas, dan sebagainya.
1) Infeksi bakteri : Vibrio, E. Coli, salmonella, shigella, Campylobacter,
Yersinia, Aeromonas, dan sebagainya.
2) Infeksi virus : enterovirus (virus ECHO, coxsackie, Polomyelitis) Adeno-
virus, Rotavirus, Astovirus, dan lain-lain.
3) Infeksi parasite : cacing (Ascaris, Trichuris, Oxyuris, Strongyloides),
protozoa (Entamoeba histalytica, Giardia lamblia, Trichomonas homini),
jamur (Candida albicans).
b. Infeksi parental : ialah infeksi diluar alat pencernaan makanan seperti : otitis
media akut (OMA), tonsilitis/tonsilofaringitis, bronkopneumonia, ensefalitis,
dan sebagainya. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak berumur
dibawah 2 tahun.
2. Faktor malabsorbsi
a. Malabsorbsi karbohidrat : disakarida (intoleraksi laktosa, maltose, dan
sukrosa); monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa, dan galaktosa). Pada
bayi dan anak terpenting dan tersering (intoleransi laktosa).
b. Malabsorbsi lemak
c. Malabsorbsi protein
3. Faktor makanan, makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan
4. Faktor psikologis, rasa takut dan cemas, (jarang, tetapi dapat terjadi pada anak
yang lebih besar). Selain kuman, ada beberapa perilaku yang dapat meningkatkan
resiko terjadinya diare, yaitu :
a. Tidak memberikan ASI secara penuh untuk 4-6 bulan pertama dari kehidupan
b. Menggunakan botol susu
c. Menyimpan makanan masak pada suhu kamar
d. Air minum tercemar dengan bakteri tinja
e. Tidak mencuci tangan sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja, atau
sebelum menjamaah makanan.
C. Anatomi fisiologi
Pencernaan makanan adalah proses mengubah makanan, dari ukuran besar menjadi
ukuran yang kecil dan halus. Proses tersebut juga meliputi pemecahan molekul
makanan yang kompleks menjadi molekul yang lebih sederhana dengan bantuan
enzim dan organ-organ pencernaan.
Zat makanan yang sudah dicerna akan diserap oleh tubuh. Proses pencernaan
makanan pada tubuh manusia dapat dibedakan atas 2 macam, yaitu :
1. Proses pencernaan mekanik
Proses mengubah makanan dari bentuk besar atau kasar menjadi bentuk kecil dan
halus
2. Proses pencernaan kimiawi
Proses mengubah makanan dari zat yang kompleks menjadi zat-zat yang lebih
sederhana dengan bantuan enzim.
c. Lambung
Lambung (ventrikulus) merupakan kantung besar yang terletak disebelah kiri
rongga perut. Ini adalah tempat sejumlah proses pencernaan berlangsung.
Lambung terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian atas (kardiak), letaknya
berdekatan dengan hati dan berhubungan dengan kerongkongan, bagian
tengah (fundus), yang berbentuk membulat, serta baian bawah (pylorus), yang
berhubungan langsung dengan usus dua belas jari.
Ujung kardiak dan pylorus terdapat klep atau sfingter yang mengatur masuk
dan keluarnya makanan ke dan dari lambung.
d. Usus halus
Usus halus (intestinium) merupakan tempat penyerapan sari makanan dan
tempat terjadinya proses pencernaan yang paling panjang. Usus halus terdiri
dari, usus duabelas jari (duodenum), usus kosong, usus penyerap (jejenum),
dan usus penyerap (ileum).
e. Usus besar
Makanan yang tidak dicerna di usus halus, misalnya selulosa, bersama dengan
lender akan menuju ke usus besar menjadi feses, didalam usus besar terdapat
bakteri escherichia coli. Bakteri ini membantu dalam proses pembusukan sisa
makanan menjadi feses.
f. Anus
Anus merupakan lubang tempat pembuangan feses dari tubuh. Sebelum
dibuang lewat anus, feses ditampung terlebih dahulu pada bagian rectum.
Apabila feses sudah siap dibuang, maka otot spinker rectum mengatur
pembukaam dan penutupan anus.
2. Saluran pengeluaran limbah
a. Hati
Hati adalah organ serta kelenjar terbesar dari tubuh manusia. Hati terletak di
rongga perut, yaitu ruang yang berada diantara dada dan daerah panggul.
Dengan kata lain hati terletak tepat dibawah diafragma, di kuadran kanan atas
perut. Fungsi hati adalah membantu dalam sintesis berbagai zat penting
seperti sintesis glukosa dan gliserol. Organ ini juga membantu metabolisme
lemak dan protein tertentu.
b. Ginjal
Ginjal merupakan organ penting dalam tubuh yang berfungsi menyaring
racun dan menjaga keseimbangan cairan tubuh. Selain fungsi tersebut, ginjal
juga bekerja menghilangkan limbah yang dihasilkan melalui proses
metabolisme. Ginjal juga membantu dalam mengontrol produksi sel darah
merah dengan mengeluarkan hormone yang disebut dengan eritropietin.
Selain dengan mendukung produksi sel darah merah, ginjal juga membantu
dalam merangsang vitamin D. Ginjal memainkan peran penting dalam
menjaga tekanan datah dan volume darah
c. Pancreas
Pancreas terletak dibelakang lambung dan dibagian belakang perut. Panjang
organ ini 155 cm dan berbentuk seperti ikan atau tabung. Ada kelompok sel
yang berbeda, disebut sebagai pulau langerhans, yang menyusun pancreas.
Kelompol sel tersebut termasuk sel-sel beta, sel gamma, sel-sel alfa dan sel-
sel delta. Masing masing ini memiliki fungsi tertentu dalam tubuh. Sel alfa
bertanggung jawab dalam memproduksi glucagon sedangkan sel beta penting
dalam produksi insulin, glukagon mempertahankan jumlah glukosa diantara
waktu makan. Insulin memungkinkan glukosa yang diambil sel-sel yang
berbeda du dalam tubuh untuk digunakan. Somatostatin, protein atau hormon
yang membantu mengatur sistem saraf dan sistem endokrin, dilepaskan oleh
sel-sel delta pancreas , serta oleh beberapa sel-sel dari otak dan anus. Sel
gamma berfungsi untuk membantu dalam pengurangan nafsu makan.
d. Kandung empedu
Kandung empedu atau gallbladder adalah tempat cairan empedu dikumpulkan
sebelum di sekresikan ke dalam usus halus. Cairan empedu adalah cairan
pencernaan berwarna kuning kehijauan yang dihasilkan oleh hati. Kandung
empedu merupakan kantong otot kecil yang memiliki bentuk seperti buah pir
dengan panjang 7-10 cm dan merupakan membrane berotot. Terletak didalam
fossa dari permukaan visceral hati (Kirnanoro dan Maryana, 2014).
D. Patofisiologi
Secara patofisiologi, ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan kerusakan mukosa
lambung, meliputi :
1. Kerusakan mukosa barrier yang menyebabkan difusi balik ion H+ meningkat
2. Perfusi mukosa lambung yang terganggu
3. Jumlah asam lambung yang tinggi (Wehbi, 2009 dalam Muttaqin dan Kumala
2011).
Faktor-faktor tersebut biasanya tidak berdiri sendiri, contohnya, stress fisik akan
menyebabkan perfusi mukosa lambung terganggu sehingga timbul daerah-daerah
infark kecil; selain itu sekresi asam lambung juga terpacu. Mucosal barrier pada
pasien stress fisik biasanya tidak terganggu (Muttaqin & Kumala, 2011).
Widagdo (2011) menjelaskan bahwa virus tersebar dengan cara fekal oral bersama
makanan dan minuman, dari beberapa ditularkan secara airborne yaitu norovirus,
virus penyebab diare secara selektif menginfeksi dan merusak sel-sel di ujung jonjot
yang rata disertai adanya sebukan sel radang mononuclear pada lamina propania
sedang pada mukosa lambung tidak terdapat perubahan walaupun penyakit dikenal
sebagai gastroenteristis. Gambaran patologi tidak berkorelasi dengan gejala klinik,
dan terlihat perbaikan proses sebelum gejala klinik hilang.
Kerusakan akibat virus tersebut mengakibatkan adanya absorpsi air dan garam
berkurang dan terjadi perubahan keseimbangan rasio sekresi dan absorpsi dari cairan
usus, serta aktivitas disakaridase menjadi berkurang dan terjadilah malabsorpsi
karbohidrat terutama laktosa. Faktor penyebab gastroenteristis virus lebih banyak
mengenai bayi dibandungkan dengan anak besar adalah fungsi usus berkurang,
imunitas spesifik kurang, serta menurunnya mekanisme pertahana spesifik seperti
asam lambung dan mukus. Enteritis virus juga meningkatkan permiabiligas terhadap
meningkatnya resiko terjadinya alergi makanan.
Kejadian diare secara umum terjadi dari satu atau beberapa mekanisme yang saling
tumpang tindih. Menurut mekanismee diare maka dikenal : diare akibat gangguan
absorpsi yaitu volume cairan yang berada di kolon lebih besar dari pada kapasitas
absorpso. Disini diare dapat terjadi akibat kelainan di usus halus, mengakibatkan
absorpso menurun atau sekresi yang bertambah. Apabila fungsi usus halus normal,
diare dapat terjadi akibat absorpsi di kolon menurun atau sekresi di kolon meningkat.
2. Gangguan sekresi
Akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan terjadi
peningkatan sekresi air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan selanjutnya
timbul diare karena terdapat peningkatan isi rongga usus.
3. Gangguan motilitas usus
Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk
menyerap makanan sehingga timbul diare. Sebaliknya bila peristaltik usus
menurun akan mengakibatkan bakteri kambuh berlebihan, selanjutnya timbul
diare pula. Dari ketiga mekanisme diatas menyebabkan :
a. Kehilangan air dan elektrolit (terjadi dehidrasi) yang mengakibatkan
gangguan keseimbangan asam basa (asidosis metaboli hipokalemia)
b. Gangguan gizi akibat kelaparan (masukan kurang, pengeluaran bertambah)
c. Hipoglikemia
d. Gangguan sirkulasi darah
Patway
Ansietas
Isi usus Penyerapan makanan Meningkatkan
tekanan osmotik
Diare
Mual, muntah
Ketidakseimbangan
Gangguan keseimbangan cairan Asidosis metabolik dan elektrolit nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
Sesak
Dehidrasi
Resiko Syok
(hiporvolemik)
Kekurangan volume
cairan
E. Tanda dan gejala
1. Mula-mula anak/bayi cengeng gelisah, suhu tubuh mungkin meningkat, nafsu
makan berkurang
2. Sering buang air besar dengan konsistensi tinja cair atau encer, kadang disertai wial
dan wiata
3. Warna tinja berubah menjadi kehijau-hijauan karena bercampur empedu
4. Anus dan sekitarnya lecet karena sering difekasi dan tinja menjadi lebih asam
akibat banyaknya asam laktat
5. Terdapat tanda dan gejala dehidrasi, tugor kulit jelas (elastisitas kulit menurun),
ubun ubun dan mata cekung membran mukosa kering dan disertai penurunan berat
badan
6. Perubahan tanda-tanda vital, nadi dan respirasi cepat tekanan darah turun, denyut
jantung cepat, pasien sangat lemas, kesadaran menurun (apatis), samnolen, sopora
komatus sebagai akibat hipovokanik.
7. Diuresis berkurang (oliguria samapi anuria)
8. Bila terjadi asidosis metabolik klien akan tampak pucat dan pernafasan cepat dan
dalam
F. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan medis
a. Dehidrasi sebagai prioritas utama pengobatan. Empat hal penting yang perlu
diperhatikan
1) Jenis cairan
a) Oral : pedialyte atau oralit, ricelyte
b) Parenteral : NaCl, isotonic, infuse
2) Jumlah cairan
Jumlah cairan yang diberikan sesuai dengan caian dikeluarkan
3) Jalan masuk atau cairan pemberian
a) Cairan per oral, pada pasien dehidrasi ringan dan sedang cairan
diberikan per oral berupa cairan yang berisikan NaCl dan naHCO 3,
KCL, dan glukosa
b) Cairan parenteral, pada umumnya cairan ringer laktat (RL) selalu
tersedia di fasilitas kesehatan dimana saja. Mengenai beberapa banyak
cairan yang diberikan tergantung dari berat ringan dehidrasi, yang
diperhitungkan dengan kehilangan cairan sesuai dengan umur dan berat
badannya.
4) Jadwal pemberian cairan
Diberikan 2 jam pertama, selanjutnya dilakukan penilaian kembali status
hidrasi untuk menghitung kebutuhan cairan
a) Identifikasi penyebab diare
b) Terapi sistemik seperti pemberian obat anti diare, obat anti mortilitas
dan sekresi usus, antimetik.
b. Pengobatan dietetic
Untuk anak dibawah 1 tahun dan anak di atas 1 tahun dengan berat badan
kurang dari 7kg jenis makanan :
1) Susu (ASI atau susu formula yang mengandung laktosa rendah dan asam
lemak tidak jenuh, misalnya LLM. Almiron atau sejenis lainnya)
2) Makan setengah padatt (bubur) atau makan padat (nasi tim), bila anak tidak
mau minum susu karena dirumah tidak biasa
3) Susu khusus yang disesuaikan dengan kelainan yang ditemukan misalnya
susu yang tidak mengandung laktosa atau asam lemak yang berantai sedang
atau tidak jenuh (Ngastiyah, 2014).
2. Penatalaksanaan keperawatan
a. Bila dehidrasi masih ringan
Berikan minum sebanyak-banyaknya, 1 gelas setiap kali setelah pasien defekasi.
Cairan mengandung elektrolit, seperti oralit. Bila tidak ada oralit dapat
diberikan larutan garam dan 1 gelas air matang yang agak dingin dilarutkan
dalam satu sendok teh gula pasir dan 1 sendok garam dapur.
Jika anak terus muntah tidak mau minum sama sekali perlu diberikan melalui
sonde. Bila cairan per oral tidak dapat dilakukan, dipasang infuse dengan cairan
laktat (RL) atau cairan lain (atas persetujuan dokter). Yang penting diperhatikan
adalah apakah tetesan berjalan lancar terutama pada jam-jam pertama karena
diperlukan untuk mengatasi dehidrasi.
b. Pada dehidrasi berat
Selama 4 jam pertama tetesan lebihcepat untuk mengetahui kebutuhan sesuai
dengan yang diperhitungkan, jumlah cairan yang masuk tubuh dapat di hitung
dengan cara :
1) Jumlah tetesan per menit di kali 60, dibagi 155/20 (sesuai set infus yang
dipakai). Berikan tanda batas cairan pada botol infus waktu memantaunya
2) Perhatikan tanda vital : denyut nadi, penafasan, dan suhu
3) Perhatikan frekuensi buang air besar anak apakah masih sering, encer atau
sudah berubah konsistensinya
4) Berikan minum teh atau oralit 1-2 sendok jam untuk mencegah bibir dan
selaputt lendir mulut kering
5) Jika dehidrasi telah terjadi, infus dihentikan, pasien diberikan makan lunak
atau secara realimentasi.
Penanganan diare lainnya yaitu dengan rencana terapi A, B dan C sebagai berikut:
1. Rencana terapi A
Penanganan diare dirumah, dengan menjelaskan kepada ibu tentang 4 aturan
perawatan di rumah:
a. Beri cairan tambahan
1) Jelaskan pada ibu, untuk:
a) Beri ASI lebih sering dan lebih lama pada setiap kali pemberian.
b) Jika anak memperoleh ASI Ekslusif, berikan oralit atau air matang
tambahan.
c) Jika anak tidak memperoleh ASI eklusif, berikan 1 atau lebih cairan
berikut ini: oralit, cairan makanan (kuah sayur, air tajin) atau air matang.
Umur < 4 bulan 4-<12 bulan 1-2 < tahun 2-<5 tahun
Berat < 6 kg 6-<10 kg 10-<12 kg 12-19 kg
Jumlah 200-400 400-700 700-900 900-1400
Sumber: MTBS (2015).
a. Tentukan jumlah oralit untuk 3 jam pertama
1) Jika anak menginginkan, boleh diberikan lebih banyak dari pedoman diatas.
2) Untuk anak berumur kurang dari 6 bulan yang tidak menyusu, berikan juga
100-200 ml air matang selama periode ini.
b. Tunjukkan cara memberikan larutan oralit
1) Minumkan sedikit-sedikit tapi sering dari cangkir/gelas
2) Jika anak muntah, tunggu 10 menit. Kemudian berikan lagi lebih lambat.
3) Lanjutkan ASI selama anak mau.
c. Berikan tablet Zinc selama 10 hari berturut-turut
1) Umur < 6 bulan: 10 mg/hari
2) Umur > 6 bulan: 20 mg/hari.
d. Setelah 3 jam
1) Ulangi penilaian dan klasifikasikan kembali derajat dehidrasinya.
2) Pilih rencana terapi yang sesuai untuk melanjutkan pengobatan.
3) Mulailah memberi makan anak.
e. Jika ibu memaksa pulang sebelum pengobatan selesai
1) Tunjukkan cara menyiapkan cairan oralit di rumah
2) Tunjukkan berapa banyak oralit yang harus diberikan dirumah untuk
menyelesaikan 3 jam pengobatan.
3) Beri oralit yang cukup untuk rehidrasi dengan menambahkan 6 bungkus lagi
4) Jelaskan 4 aturan perawatan diare dirumah (lihat rencana terapi A).
3. Rencana terapi C
Penanganan dehidrasi berat dengan cepat, yaiu dengan:
a. Memberikan cairan intravena secepatnya. Jika anak bisa minum, beri oralit
melalui mulut sementara infus dipersiapkan. Beri 100 ml/kg cairan Ringer Laktat
(atau jika tak tersedia, gunakan cairan Nacl yang dibagi sebagai berikut:
d. Riwayat nutrisi
Riwayat pemberian makanan sebelum mengalami diare meliputi :
1) Pemberian ASI penuh pada anak umur 4-6 bulan sangat mengurangi resiko
diare dan infeksi yang serius
2) Pemberian susu formula. Apakah dibuat menggunakan air masak dan
diberikan dengan botol atau dot, karena botol yang tidak bersih akan mudah
menimbulkan pencemaran
3) Perasaan haus. Anak yang diare tanpa dehidrasi tidak merasa haus (minum
biasa). Pada dehidrasi ringan atau sedang anak merasa haus ingin minum
banyak. Sedangkan pada dehidrasi berat, anak malah minum atau tidak bisa
minum (Nursalam, 2008).
3. Pemeriksaan diagnostik
a. Pemeriksaan laboratorium
1) Pemeriksaan AGD, elektrolit, kalium, kadar natrium serum
Biasanya penderita diare natrium plasma >150 mmol/L, kalium >5 mEq/L
2) Pemeriksaan urin
Diperiksa beraat jenis dan albumin.
3) Pemeriksaan tinja
Biasanya tinja pasien diare ini mengandung sejumlah ion natrium, klorida
dan bikarbonat
4) Pemeriksaan PH, leukosit, glukosa
Biasanya pada pemeriksaan ini terjadi peningkatan kadar protein leukosit
dalam feses atau darah makrpskopik. PH menurun disebabkan akumulasi
asam atau kehilangan basa
5) Pemeriksaan biakan empedu bila demam tinggi dan dicurigai infeksi
sistemik.
b. Pemeriksaan penunjang
1) Endoskopi
a) Endoskopi gasntrointestinal bagian atas dan biopsi D2, jika dicurigai
mengalami penyakit seliak atau giardia . dilakukan jika pasien
mengalami mual muntah
b) Sugmoidoskopi lentur, jika diare berhubungan dengan perdarahan
segar melalui rektum
c) Kolonoskopi atau ileoskopi dengan biopsi, untuk semua pasien jika ada
pemeriksaan feses dan darah hasilnya normal, yang bertujuan untuk
menyingkirkan kanker.
2) Radiologi
a) CT kolonografi, jika pasien tidak bisa atau tidak cocok mengalami
kolonoskopi
b) Ultrasonografi abdomen atau CT scan, jika dicurigai mengalami
penyakit bilier atau prankeas.
3) Pemeriksaan lanjutan
a) Osmolalitas dan volume feses setelah 48 jam berpuasa akan
mengidentifikasi penyebab sekretorik dan osmotik dari diare
b) Pemeriksaan laksatif pada pasien-pasien yang dicurigai membutuhkan
sampel feses dan serologi (Emmanuel, 2014).
H. Analisa data
meningkat
- Nadi perifer teraba Diare
lemah
Frekuensi BAB
- Tekanan darah
meningkat
menurun
- Membran mukosa
Hilang cairan dan
kering
elektolit berlebihan
- Volume urin menurun
- Status mental berubah
Resiko syok
- Suhu tubuh
Hipovolemik
meningkat
- Berat badan turun
tiba-tiba
2. Data Subjektif Diare Pola Napas
Tidak
- Dispnea Frekuensi BAB ↑ Efektif
Mual, muntah
Data Objektif
- Mual
Nafsu makan ↓
- Muntah
- Bising usus Defisit Nutrisi
hiperaktif
- Diare
4. Data Subjektif Infeksi, makanan, Diare
- psikologi, malabsorbsi
kh, lemak, protein
Diar
Data Objektif
e
- Defekasi lebih dari
tiga kali dalam 24
jam
- Feses lembek atau
cair
- Frekuensi peristaltik
meningkat
5. Data Subjektif Diare Gangguan
- Integritas
Frekuensi BAB ↑ Jaringan
Data Objektif
Gangguan Integritas
- Kerusakan jaringan
Kulit perianal
perianal
- Nyeri perianal
Kemerahan perianal
I. Diagnosa Keperawatan
1. Hipovolemia b.d Kehilangan Cairan Aktif
2. Pola Napas Tidak Efektif b.d Hambatan Upaya Napas
3. Defisit Nutrisi b.d Ketidakmampuan Mengabsorbsi Nutrient
4. Diare b.d Proses Infeksi
5. Gangguan Integritas Jaringan b.d Kekurangan Volume Cairan
J. Rencana Asuhan Keperawatan
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2015). Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS).
Jakarta.
Emmanuel, anton. & Inns, stephen. (2014). Gastroenterologi dan Hepatologi. Jakarta: Erlangga
Hidayat, Aziz Alimul A. (2015). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta: Salemba Medika.
Juffrie, M.; Soenarto, S.S.Y.; Oswari, H.; Arief, S.; Rosalina, I.; & Mulyani, N.S. (2010). Buku
Ajar Gastroenterologi-Hepatologi. Jakarta: Badan Penerbit IDAI.
Nursalam, Susilaningrum, R.; & Utami, R. (2008). Asuhan keperawatan bayi dan anak. Jakarta :
Salemba Medika