Anda di halaman 1dari 65

Laporan Pendahuluan (LP)

Tipoid Abdominalis

Disusun oleh :

Raras Winarti 1490120072

Renta Pradinata Sinurat 1490120093

Rhidayanti Fitria Budiman 1490120071

Santi Listiyanti Nur Dakiyah 1490120058

Sendy Firda Juliana Putri 1490120082

Shintiana Olgareta Kristiani 1490120081

Tania Lorenza 1490120085

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Immanuel

Bandung

2021

1. Definisi
Demam tifoid adalah suatu sindrom sistemik yang disebabkan oleh salmonella thypi.
Demam typoid merupakan jenis terbanyak salmonellosis. (Widagdo, 2011)
Demam tifoid disebarkan melalui jalur fekal-oral dan hanya menginfeksi manusia
yang mengkonsumsi makanan atau minuman yang terkontaminasi oleh bakteri
Salmonella typhi. Ada dua sumber penularan Salmonella typhi, yaitu penderita demam
tifoid dan karier. Seseorang yang karier adalah orang yang pernah menderita demam
tifoid dan terus membawa penyakit ini untuk beberapa waktu atau selamanya (Nadyah,
2014)
Demam tifoid adalah penyakit infeksi bakteri, yang disebabkan oleh Salmonella
typhi. Penyakit ini ditularkan melalui konsumsi makanan atau minuman yang
terkontaminasi oleh bakteri tersebut (Inawati, 2019). Definisi lain dari demam tifoid atau
Typhus Abdominalis ialah penyakit infeksi akut yang biasaya mengenai saluran
pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan pada
pencernaan dan gangguan kesadaran (Ngastiyah, 2015).

2. Etiologi
Demam tifoid timbul akibat dari infeksi oleh bakteri golongan Salmonella yaitu
Salmonella thypi, S paratyphi A, S paratyphi B dan S paratyphi C. Bakteri tersebut
memasuki tubuh penderita melalui saluran pencernaan (Inawati, 2019). Sumber utama
yang terinfeksi adalah manusia yang selalu mengeluarkan mikroorganisme penyebab
penyakit tersebut, baik ketika ia sedang sakit atau sedang dalam masa penyembuhan.
Pada masa penyembuhan, penderita masih mengandung Salmonella spp di dalam
kandung empedu atau di dalam ginjal. Sebanyak 5 persen penderita demam tifoid kelak
akan menjadi karier sementara, sedangkan 2 persen yang lain akan menjadi karier yang
menahun. Sebagian besar dari karier tersebut merupakan karier intestinal (intestinal type)
sedang yang lain termasuk urinary type.

3. Anatomi Fisiologi
Sistem pencernaan atau sistem gastroinstestinal (mulai dari mulut sampai anus) adalah
sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk menerima makanan, mencernanya
menjadi zat-zat gizi dan energi, menyerap zat-zat gizi ke dalam aliran darah serta
membuang bagian makanan yang tidak dapat dicerna atau merupakan sisa proses
tersebut dari tubuh. Saluran pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan (faring),
kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar, rektum dan anus. Sistem pencernaan
juga meliputi organ-organ yang terletak diluar saluran pencernaan, yaitu pankreas, hati
dan kandung empedu.
a. Mulut
Merupakan suatu rongga terbuka tempat masuknya makanan dan air pada
hewan. Mulut biasanya terletak di kepala dan umumnya merupakan bagian awal
dari sistem pencernaan lengkap yang berakhir di anus. Mulut merupakan jalan
masuk untuk sistem pencernaan. Bagian dalam dari mulut dilapisi oleh selaput
lendir. Pengecapan dirasakan oleh organ perasa yang terdapat di permukaan
lidah. Pengecapan relatif sederhana, terdiri dari manis, asam, asin dan pahit.
Penciuman dirasakan oleh saraf olfaktorius di hidung dan lebih rumit, terdiri dari
berbagai macam bau.

Makanan dipotong-potong oleh gigi depan (incisivus) dan di kunyah oleh gigi
belakang (molar, geraham), menjadi bagian-bagian kecil yang lebih mudah
dicerna. Ludah dari kelenjar ludah akan membungkus bagian-bagian dari
makanan tersebut dengan enzim-enzim pencernaan dan mulai mencernanya.
Ludah juga mengandung antibodi dan enzim (misalnya lisozim), yang memecah
protein dan menyerang bakteri secara langsung.  Proses menelan dimulai secara
sadar dan berlanjut secara otomatis.
b. Tenggorokan (Faring)
Merupakan penghubung antara rongga mulut dan kerongkongan. Berasal dari
bahasa yunani yaitu Pharynk. Skema melintang mulut, hidung, faring, dan laring
Didalam lengkung faring terdapat tonsil ( amandel ) yaitu kelenjar limfe yang
banyak mengandung kelenjar limfosit dan merupakan pertahanan terhadap
infeksi, disini terletak bersimpangan antara jalan nafas dan jalan makanan,
letaknya dibelakang rongga mulut dan rongga hidung, didepan ruas tulang
belakang

Keatas bagian depan berhubungan dengan rongga hidung, dengan perantaraan


lubang bernama koana, keadaan tekak berhubungan dengan rongga mulut
dengan perantaraan lubang yang disebut ismus fausium Tekak terdiri dari:
1) Bagian superior
Bagian yang sangat tinggi dengan hidung. Bagian superior disebut
nasofaring, pada nasofaring bermuara tuba yang menghubungkan tekak
dengan ruang gendang telinga
2) Bagian media
Bagian yang sama tinggi dengan mulut. Bagian media disebut
orofaring,bagian ini berbatas kedepan sampai diakar lidah
3) Bagian inferior
4) Bagian yang sama tinggi dengan laring. bagian inferior disebut laring
gofaring yang menghubungkan orofaring dengan laring.
c. Kerongkongan (Esofagus)
Kerongkongan adalah tabung (tube) berotot pada vertebrata yang dilalui sewaktu
makanan mengalir dari bagian mulut ke dalam lambung. Makanan berjalan
melalui kerongkongan dengan menggunakan proses peristaltik. Sering juga
disebut esofagus(dari bahasa Yunani: οiσω, oeso – “membawa”, dan έφαγον,
phagus – “memakan”).

Esofagus bertemu dengan faring pada ruas ke-6 tulang belakang. Menurut
histologi. Esofagus dibagi menjadi tiga bagian:
1) Bagian superior (sebagian besar adalah otot rangka)
2) Bagian tengah (campuran otot rangka dan otot halus)
3) Serta bagian inferior (terutama terdiri dari otot halus).
d. Lambung
Merupakan organ otot berongga yang besar dan berbentuk seperti kandang
keledai.Terdiri dari 3 bagian yaitu
1) Kardia.
2) Fundus.
3) Antrum.

Makanan masuk ke dalam lambung dari kerongkongan melalui otot berbentuk


cincin (sfinter), yang bisa membuka dan menutup. Dalam keadaan normal, sfinter
menghalangi masuknya kembali isi lambung ke dalam kerongkongan. Lambung
berfungsi sebagai gudang makanan, yang berkontraksi secara ritmik untuk
mencampur makanan dengan enzim-enzim. Sel-sel yang melapisi lambung
menghasilkan 3 zat penting :
1) Lendir
Lendir melindungi sel-sel lambung dari kerusakan oleh asam lambung.
Setiap kelainan pada lapisan lendir ini, bisa menyebabkan kerusakan yang
mengarah kepada terbentuknya tukak lambung.
2) Asam klorida (HCl)
Asam klorida menciptakan suasana yang sangat asam, yang diperlukan
oleh pepsin guna memecah protein. Keasaman lambung yang tinggi juga
berperan sebagai penghalang terhadap infeksi dengan cara membunuh
berbagai bakteri.
3) Prekursor pepsin (enzim yang memecahkan protein)

e. Usus halus (usus kecil)

Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang terletak
di antara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh darah yang
mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui vena porta. Dinding usus
melepaskan lendir (yang melumasi isi usus) dan air (yang membantu melarutkan
pecahan-pecahan makanan yang dicerna). Dinding usus juga melepaskan
sejumlah kecil enzim yang mencerna protein, gula dan lemak. Lapisan usus
halus ; lapisan mukosa (sebelah dalam), lapisan otot melingkar (M sirkuler),
lapisan otot memanjang ( M Longitidinal ) dan lapisan serosa (Sebelah Luar).
Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari (duodenum), usus
kosong (jejunum), dan usus penyerapan (ileum).

1) Usus dua belas jari (Duodenum)


Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari usus halus yang
terletak setelah lambung dan menghubungkannya ke usus kosong
(jejunum). Bagian usus dua belas jari merupakan bagian terpendek dari
usus halus, dimulai dari bulbo duodenale dan berakhir di ligamentum
Treitz.

Usus dua belas jari merupakan organ retroperitoneal, yang tidak


terbungkus seluruhnya oleh selaput peritoneum. pH usus dua belas jari
yang normal berkisar pada derajat sembilan. Pada usus dua belas jari
terdapat dua muara saluran yaitu dari pankreas dan kantung empedu.
Nama duodenum berasal dari bahasa Latin duodenum digitorum, yang
berarti dua belas jari.

Lambung melepaskan makanan ke dalam usus dua belas jari (duodenum),


yang merupakan bagian pertama dari usus halus. Makanan masuk ke
dalam duodenum melalui sfingter pilorus dalam jumlah yang bisa di cerna
oleh usus halus. Jika penuh, duodenum akan megirimkan sinyal kepada
lambung untuk berhenti mengalirkan makanan.
2) Usus Kosong (jejenum)
Usus kosong atau jejunum (terkadang sering ditulis yeyunum) adalah
bagian kedua dari usus halus, di antara usus dua belas jari (duodenum)
dan usus penyerapan (ileum). Pada manusia dewasa, panjang seluruh usus
halus antara 2-8 meter, 1-2 meter adalah bagian usus kosong. Usus
kosong dan usus penyerapan digantungkan dalam tubuh dengan
mesenterium.

Permukaan dalam usus kosong berupa membran mukus dan terdapat


jonjot usus (vili), yang memperluas permukaan dari usus. Secara
histologis dapat dibedakan dengan usus dua belas jari, yakni
berkurangnya kelenjar Brunner. Secara hitologis pula dapat dibedakan
dengan usus penyerapan, yakni sedikitnya sel goblet dan plak Peyeri.
Sedikit sulit untuk membedakan usus kosong dan usus penyerapan secara
makroskopis. Jejunum diturunkan dari kata sifat jejune yang berarti
“lapar” dalam bahasa Inggris modern. Arti aslinya berasal dari bahasa
Laton, jejunus, yang berarti “kosong”.

3) Usus Penyerapan (illeum)


Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus. Pada
sistem pencernaan manusia, ) ini memiliki panjang sekitar 2-4 m dan
terletak setelah duodenum dan jejunum, dan dilanjutkan oleh usus buntu.
Ileum memiliki pH antara 7 dan 8 (netral atau sedikit basa) dan berfungsi
menyerap vitamin B12 dan garam-garam empedu.
f. Usus Besar (Kolon)
Usus besar atau kolon dalam anatomi adalah bagian usus antara usus buntu dan
rektum. Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dari feses.
Usus besar terdiri dari :
1) Kolon asendens (kanan)
2) Kolon transversum
3) Kolon desendens (kiri)
4) Kolon sigmoid (berhubungan dengan rektum)
5)
Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam usus besar berfungsi mencerna
beberapa bahan dan membantu penyerapan zat-zat gizi. Bakteri di dalam usus
besar juga berfungsi membuat zat-zat penting, seperti vitamin K. Bakteri ini
penting untuk fungsi normal dari usus. Beberapa penyakit serta antibiotik bisa
menyebabkan gangguan pada bakteri-bakteri didalam usus besar. Akibatnya
terjadi iritasi yang bisa menyebabkan dikeluarkannya lendir dan air, dan
terjadilah diare.

g. Usus Buntu (Sekum)


Usus buntu atau sekum (Bahasa Latin: caecus, “buta”) dalam istilah anatomi
adalah suatu kantung yang terhubung pada usus penyerapan serta bagian kolon
menanjak dari usus besar. Organ ini ditemukan pada mamalia, burung, dan
beberapa jenis reptil. Sebagian besar herbivora memiliki sekum yang besar,
sedangkan karnivora eksklusif memiliki sekum yang kecil, yang sebagian atau
seluruhnya digantikan oleh umbai cacing.

h. Umbai Cacing (Appendix)

Umbai cacing atau apendiks adalah organ tambahan pada usus buntu. Infeksi
pada organ ini disebut apendisitis atau radang umbai cacing. Apendisitis yang
parah dapat menyebabkan apendiks pecah dan membentuk nanah di dalam
rongga abdomen atau peritonitis (infeksi rongga abdomen).
Dalam anatomi manusia, umbai cacing atau dalam bahasa Inggris, vermiform
appendix (atau hanya appendix) adalah hujung buntu tabung yang menyambung
dengan caecum. Umbai cacing terbentuk dari caecum pada tahap embrio. Dalam
orang dewasa, Umbai cacing berukuran sekitar 10 cm tetapi bisa bervariasi dari 2
sampai 20 cm. Walaupun lokasi apendiks selalu tetap, lokasi ujung umbai cacing
bisa berbeda – bisa di retrocaecal atau di pinggang (pelvis) yang jelas tetap
terletak di peritoneum.
Banyak orang percaya umbai cacing tidak berguna dan organ vestigial (sisihan),
sebagian yang lain percaya bahwa apendiks mempunyai fungsi dalam sistem
limfatik. Operasi membuang umbai cacing dikenal sebagai appendektomi.
i. Rektum dan Anus

Rektum (Bahasa Latin: regere, “meluruskan, mengatur”) adalah sebuah ruangan


yang berawal dari ujung usus besar (setelah kolon sigmoid) dan berakhir di anus.
Organ ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara feses. Biasanya
rektum ini kosong karena tinja disimpan di tempat yang lebih tinggi, yaitu pada
kolon desendens. Jika kolon desendens penuh dan tinja masuk ke dalam rektum,
maka timbul keinginan untuk buang air besar (BAB). Mengembangnya dinding
rektum karena penumpukan material di dalam rektum akan memicu sistem saraf
yang menimbulkan keinginan untuk melakukan defekasi. Jika defekasi tidak
terjadi, sering kali material akan dikembalikan ke usus besar, di mana penyerapan
air akan kembali dilakukan. Jika defekasi tidak terjadi untuk periode yang lama,
konstipasi dan pengerasan feses akan terjadi.
Orang dewasa dan anak yang lebih tua bisa menahan keinginan ini, tetapi bayi
dan anak yang lebih muda mengalami kekurangan dalam pengendalian otot yang
penting untuk menunda BAB. Anus merupakan lubang di ujung saluran
pencernaan, dimana bahan limbah keluar dari tubuh. Sebagian anus terbentuk dari
permukaan tubuh (kulit) dan sebagian lannya dari usus. Pembukaan dan
penutupan anus diatur oleh otot sphinkter. Feses dibuang dari tubuh melalui
proses defekasi (buang air besar – BAB), yang merupakan fungsi utama anus.

j. Pankreas
Pankreas adalah organ pada sistem pencernaan yang memiliki dua fungsi utama
yaitu menghasilkan enzim pencernaan serta beberapa hormon penting seperti
insulin. Pankreas terletak pada bagian posterior perut dan berhubungan erat
dengan duodenum (usus dua belas jari).
Pankraes terdiri dari 2 jaringan dasar yaitu :
1) Asini, menghasilkan enzim-enzim pencernaan
2) Pulau pankreas, menghasilkan hormone

Pankreas melepaskan enzim pencernaan ke dalam duodenum dan melepaskan


hormon ke dalam darah. Enzim yang dilepaskan oleh pankreas akan mencerna
protein, karbohidrat dan lemak. Enzim proteolitik memecah protein ke dalam
bentuk yang dapat digunakan oleh tubuh dan dilepaskan dalam bentuk inaktif.
Enzim ini hanya akan aktif jika telah mencapai saluran pencernaan. Pankreas juga
melepaskan sejumlah besar sodium bikarbonat, yang berfungsi melindungi
duodenum dengan cara menetralkan asam lambung.

k. Hati
Hati merupakan sebuah organ yang terbesar di dalam badan manusia dan
memiliki berbagai fungsi, beberapa diantaranya berhubungan dengan pencernaan.
Organ ini memainkan peran penting dalam metabolisme dan memiliki beberapa
fungsi dalam tubuh termasuk penyimpanan glikogen, sintesis protein plasma, dan
penetralan obat. Dia juga memproduksi bile, yang penting dalam pencernaan.
Istilah medis yang bersangkutan dengan hati biasanya dimulai dalam hepat- atau
hepatik dari kata Yunani untuk hati, hepar.
Zat-zat gizi dari makanan diserap ke dalam dinding usus yang kaya akan
pembuluh darah yang kecil-kecil (kapiler). Kapiler ini mengalirkan darah ke
dalam vena yang bergabung dengan vena yang lebih besar dan pada akhirnya
masuk ke dalam hati sebagai vena porta. Vena porta terbagi menjadi pembuluh-
pembuluh kecil di dalam hati, dimana darah yang masuk diolah. Hati melakukan
proses tersebut dengan kecepatan tinggi, setelah darah diperkaya dengan zat-zat
gizi, darah dialirkan ke dalam sirkulasi umum.

l. Kandung Empedu
Kandung empedu (Bahasa Inggris: gallbladder) adalah organ berbentuk buah pir
yang dapat menyimpan sekitar 50 ml empedu yang dibutuhkan tubuh untuk
proses pencernaan. Pada manusia, panjang kandung empedu adalah sekitar 7-10
cm dan berwarna hijau gelap – bukan karena warna jaringannya, melainkan
karena warna cairan empedu yang dikandungnya. Organ ini terhubungkan dengan
hati dan usus dua belas jari melalui saluran empedu.
Empedu memiliki 2 fungsi penting yaitu:
1) Membantu pencernaan dan penyerapan lemak
2) Berperan dalam pembuangan limbah tertentu dari tubuh, terutama
haemoglobin (Hb) yang berasal dari penghancuran sel darah merah dan
kelebihan kolesterol.

4. Patofisiologi

Penyakit typhoid disebabkan oleh kuman salmonella typhi, salmonella paratyphi A,


Salmonella paratyphi B, Salmonella paratyphi C, yang masuk ke dalam tubuh manusia
melalui mulut dengan makanan dan air yang tercemar. Selanjutnya akan ke dinding usus
halus melalui aliran limfe ke kelenjar mesentrium menggandakan/multiplikasi
(bacterium). Biasanya pasien belum tampak adanya gejala klinik (asimptomatik) seperti
mual, muntah, tidak enak badan, pusing karena segera diserbu sel sistem retikulo
endosetual. Tetapi kuman masih hidup, selanjutnya melalui duktus toraksikus masuk ke
dalam peredaran darah mengalami bakterimia sehingga tubuh merangsang untuk
mengeluarkan sel piogon akibatnya terjadi lekositopenia. Dari sel piogon inilah yang
mempengaruhi pusat termogulator di hipotalamus sehingga timbul gejala demam dan
apabila demam tinggi tidak segera diatasi maka dapat terjadi gangguan kesadaran dalam
berbagai tingkat. Setelah dari peredaran darah, kuman menuju ke organ-oragan tubuh
(hati, limfa, empedu) sehingga timbul peradangan yang menyebabkan membesarnya
organ tersebut dan nyeri tekan, terutama pada folikel limfosid berangsur-angsur
mengalami perbaikan dan apabila tidak dihancurkan akan menyebar ke seluruh organ
sehingga timbul komplikasi dan dapat memperburuk kondisi pasien (Juwono,2019).

Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal dengan
5F yaitu Food(makanan), Fingers (jari tangan/kuku), Fomitus (muntah), Fly (lalat), dan
melalui Feses (tinja). Feses dan muntah pada penderita demam tifoid dapat menularkan
salmonella thypi kepada orang lain. Bakteri yang masuk ke dalam lambung, sebagian
akan dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus bagian
distal dan mencapai jaringan limpoid. Di dalam jaringan limpoid ini kuman berkembang
biak, lalu masuk ke aliran darah dan mencapai sel-sel retikuloendotelial. Sel-sel
retikuloendotelial ini kemudian melepaskan kuman ke dalam sirkulasi darah dan
menimbulkan bakterimia, kuman selanjutnya masuk limpa, usus halus dan kandung
empedu.

Minuman dan makanan


yang terkontaminasi

Mulut

Saluran pencernaan

Typhus Abdominalis

Peningkatan asam lambung Usus

Proses infeksi Limfoid plaque penyeri di


Perasaan tidak enak pada
perut, mual, muntah ileum terminalis
(anorexia) Merangsang peningkatan
peristaltic usus Perdarahan dan
perforasi intestinal
Diare
Kuman masuk aliran
Ketidakseimbangan limfe mesentrial
nutrisi: Kurang dari
kebutuhan tubuh Menuju hati dan limfa

Kuman berkembang biak


Kekurangan
volume cairan Jaringan tubuh (limfa) Hipertrofi
(hepatosplenomegali)

Peradangan Penekanan pada saraf di hati


Kurang intake cairan

Pelepasan zat pyrogen Nyeri ulu hati Nyeri Akut

Pusat termogulasi tubuh

5. Tanda dan Gejal Hipertermia


a. Masa Inkubasi
Masa inkubasi dapat berlangsung 7-21 hari, walaupun pada umumnya adalah 10-12
hari. Pada awal penyakit keluhan dan gejala penyakit tidaklah khas, berupa :
- anoreksia
- rasa malas
- sakit kepala bagian depan
- nyeri otot
- lidah kotor
- gangguan perut (perut kembung dan sakit)
b. Gejala khas
1) Minggu pertama
Setelah melewati masa inkubasi 10-14 hari, gejala penyakit itu pada awalnya
sama dengan penyakit infeksi akut yang lain, seperti demam tinggi yang
berpanjangan yaitu setinggi 39ºc hingga 40ºc, sakit kepala, pusing, pegal-
pegal, anoreksia, mual, muntah, batuk, dengan nadi antara 80-100 kali
permenit, denyut lemah, pernapasan semakin cepat dengan gambaran bronkitis
kataral, perut kembung dan merasa tak enak,sedangkan diare dan sembelit
silih berganti. Pada akhir minggu pertama, diare lebih sering terjadi. Khas
lidah pada penderita adalah kotor di tengah, tepi dan ujung merah serta
bergetar atau tremor.
2) Minggu kedua
Jika pada minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur meningkat setiap
hari, yang biasanya menurun pada pagi hari kemudian meningkat pada sore
atau malam hari. Karena itu, pada minggu kedua suhu tubuh penderita terus
menerus dalam keadaan tinggi (demam). Suhu badan yang tinggi, dengan
penurunan sedikit pada pagi hari berlangsung. Terjadi perlambatan relatif nadi
penderita. Yang semestinya nadi meningkat bersama dengan peningkatan
suhu, saat ini relatif nadi lebih lambat dibandingkan peningkatan suhu tubuh.
Gejala toksemia semakin berat yang ditandai dengan keadaan penderita yang
mengalami delirium. Gangguan pendengaran umumnya terjadi. Lidah tampak
kering,merah mengkilat. Nadi semakin cepat sedangkan tekanan darah
menurun, sedangkan diare menjadi lebih sering yang kadang-kadang berwarna
gelap akibat terjadi perdarahan.
3) Minggu ketiga
Suhu tubuh berangsung-angsur turun dan normal kembali di akhir minggu.
Hal itu jika terjadi tanpa komplikasi atau berhasil diobati. Bila keadaan
membaik, gejala-gejala akan berkurang dan temperatur mulai turun. Meskipun
demikian justru pada saat ini komplikasi perdarahan dan perforasi cenderung
untuk terjadi, akibat lepasnya kerak dari ulkus. Sebaliknya jika keadaan makin
memburuk, dimana toksemia memberat dengan terjadinya tanda-tanda khas
berupa delirium atau stupor,otot-otot bergerak terus, inkontinensia alvi dan
inkontinensia urin.
4) Minggu keempat
Minggu keempat merupakan stadium penyembuhan untuk demam tifoid.

6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien dengan typus abdominalis dibagi menjadi 3 bagian : (andra
saferi & yefie mariza, 2013)
a. Istirahat dan perawatan
Tirah baring dan perawatan professional bertujuan untuk mencegah komplikasi
dengan perawatan sepenuhnya di tempat yang akan membantu mempercepat
penyembuhan
b. Diet dan terapi penunjang
Diet merupakan hal yang cukup penting dalam proses penyembuhan demam tifoid
karena makanan yang kurang akan menurunkan keadaan umum dan gizi penderita
akan semakin turun dan proses penyembuhannya akan semakin lama.
c. Pemberian antibiotic
Pemberian obat-obatan kloramfenikol, tiampenikol, kotrimoksazol, ampicillin, dan
amoxillin.

7. Kemungkinan data focus


a. Wawancara
1) Biodata
Berisi tentang : Nama, umur, pendidikan, pekerjaan, suku, agama, alamat,
nama penanggung jawab.
2) Keluhan utama
Pasien dengan demam tifoid biasanya mengeluh tidak enak badan, lesu, nyeri
kepala, pusing, nafsu makan berkurang, demam, umumnya juga pasien
mengalami penurunan kesadaran seperti apatis ampai somnolen.
3) Riwayat penyakit dahulu
Penyakit yang pernah diderita pada masa lalu.
4) Riwayat kesehatan keluarga
Adakah anggota keluarga yang menderita penyakit yang diturunkan secara
genetic.
5) Kebiasaan sehari-hari
a) Pola nutrisi
Pada umumnya klien dengan demam Tifoid mengalami penurunan
nafsu makan, frekuensi minum klien juga mengalami penurunan.
b) Pola istirahat tidur
Kaji apakah pola istirahat tidur klien tergnggu.
c) Pola eliminasi
Kaji gangguan pada pola eliminasi klien
d) Pola personal hygiene
Kaji pola mandi, kebersihan mulut dan gigi, dll.
e) Pola aktifitas
Kemampuan mobilisasi klien.
b. Pemeriksaan fisik (head to toe)
1) Rambut
Kaji warna rambut, jenis rambut, baunya, apakah ada luka lesi atau lecet.

2) Mata
Kaji sclera ikterik/ tidak, konjungtiva anemis/tidak, palpebral oedema/tidak,
fungsi penglihatan baik/tidak, menggunakan alat bantu penglihatan/tidak, pada
umumnya klien dengan demam tifoid terdapat konjungtiva anemis, dan mata
yang cekung.
3) Telinga
Kaji Simetris telinga kiri dan kanan, terdapat serumen/tidak, menggunakan
alat bantu pendengaran/tidak.
4) Hidung
Kaji terdapat pernafasan cuping hidung/tidak, fungsi penciuman baik /tidak
5) Mulut dan gigi
Kaji mukosa bibir lembab/kering, keadaan gigi dan gusi ada peradanganatau
pendarahan/tidak, terdapat kariesa gigi/tidak, lidah klien bersih/tidak. Pada
umumnya pada klien dengan demam tifoid terdapat bibir pucat dan kering
serta lidah yang kering.
6) Leher
Kaji terdapat pembengkakan kelenjar tiroid/tidak.
7) Paru-paru
Kaji inspeksi :warna kulit,pengenbangan dada simetris/tidak,hitung frekuensi
pernafasan, terdapat luka lesi/tidak.
Palpasi : teraba massa/tidak, teraba adanya pembengkakan/tidak, getaran
dinding dada simetris/tidak
Perkusi : bunyi paru normal/tidak
Auskultasi :kaji suara paru klien.
8) Jantung
Kaji Inspeksi : warnakulit, terdapat luka atau lesi/tidak, terlihat ictus
kordis/tidak
Palpasi : apakah teraba iktus kordis
Perkusi : kaji bunyi jantung
Auskultasi :ada suara tambahan pada jantung/tidak.

9) Abdomen
Kaji keadaan perut, warnanya, terdapat luka atau lesi/tidak, terdapat nyeri
tekan / tidak, kaji bising usus. Umumnya pada demam tifoid terdapat nyeri
tekan di uluhati.
10) Ekstremitas
Kaji apakah ada gangguan pada ekstremitas atas dan bawah.
11) Integument
Kaji warna kuli, keadaan kulit, turgot kulit baik/tidak. Umumnya pada klien
dengan demam tifoid ditemukan turgor kulit menurun.

c. Pemeriksaan diagnostic
1) Pemeriksaan darah perifer lengkap
Dapat ditemukab leukopeni, dapat pula leukositosis, atau kadar leukosit
normal. Leukositosis dapat terjadi walaupun tandap di sertai infeksi sekunder.
Dapat pula ditemukan anemia ringan dan trombositopeni. Pemeriksaan hitung
jenis leukosit dapat terjadi aneosinofilia maupun limfopeni. Laju endap darah
meningkap.
2) Pemeriksaan SGOT dan SGPT
SGOT dan SGPT sering mneingkat, tetapi akan kembali normal setelah
sembuh. Peningkatan SGOT dan SGPT ini tidak memerlukan penanganan
khusus.
3) Pemeriksaan uji widal
Uji widal dilakukan untuk mendeteksi adanya antibody terhadap bakteri
salmonella thypi. Pada ujia widal terjadi suatu reaksi aglutinasi antara antigen
bakteri salmonella thypi dengan antibody yang di sebut aglutin. Uji wial
dimaksudkan unutk menentukan adanya aglutin dalam serum penderita
tersangka demam tifoid. Akibat adanya infeksi oleh kuman salmonella thypi
maka penderita membuat antiboi (aglutin) yaitu : Aglutin O, Aglutin H,
Aglutin Vi. Dari ketiga aglutin tersebut hanyan Aglutin O dan H yang di
gunakan untuk diagnosis demam tifoid. Semakin tinggi titernya semakin besar
kemungkinan menderita demam tifoid. ( Wardana, 2014)
8. Analisa data

No Data Etiologi Masalah


1 Ds : Minuman dan makanan yang Ketidak seimbangan
-Ibu Klien mengatakan terkontaminasi nutrisi kurang dari
klien sudah mual dan kebutuhan tubuh
muntah >2 kali Mulut
-Ibu klien mengatakan
klien tidak nafsu Saluran pencernaan
makan
Do : Thypus Abdominalis
Klien tampak lemas
Peningkatan asam lambung

Perasaan tidak enak pada perut,


mual, muntah (Anoreksia)

Ketidak seimbangan nutrisi


kurang dari kebutuhan tubuh
2 Ds : Minuman dan makanan yang Kekurangan volume
-Ibu Klien mengatakan terkontaminasi cairan
Klien merasakan mual
- Ibu klien mengatakan Mulut
kliensudah muntah
>2kali Saluran pencernaan

Do : Thypus Abdominalis
-turgor kulit > 3 detik
- klien tampak lemas Peningkatan asam lambung
dan pucat
Perasaan tidak enak pada perut,
mual, muntah (Anoreksia)
Kekurangan volume cairan
3 Ds : Minuman dan makanan yang Diare
Ibu Klien mengatakan terkontaminasi
sudah BAB >2kali
Mulut
Do :
Bising usus klien Saluran pencernaan
meningkat
Thypus Abdominalis

Usus

Proses infeksi

Merangsang peningkatan
peristaltic usus

Diare
4 Ds : Minuman dan makanan yang Hipertermi
Ibu Klien mengatakan terkontaminasi
badan klien terasa
panas Mulut

Do : Saluran pencernaan
0
Suhu tubuh klien 38
C Thypus Abdominalis

Usus

Limfoid plaque penyeri di ileum


terminalis

Perdarahan dan perforasi


intestinal

Kuman masuk aliran linfe


mesentrial

Manuju hati dan limfa

Kuman berkembang biak

Jaringan tubuh (limfa)

Peradangan

Pelepasan zat pyrogen

Pusat termogulasi tubuh

hipertermi
5 Ds : Minuman dan makanan yang Nyeri Akut
Ibu Klien mengatakan terkontaminasi
Klien merasakan nyeri
pada ulu hati Mulut

Do : Saluran pencernaan
Skala nyeri klien 4
Klien tampak Thypus Abdominalis
memegang bagian
nyeri Usus

Limfoid plaque penyeri di ileum


terminalis

Perdarahan dan perforasi


intestinal
Kuman masuk aliran linfe
mesentrial

Manuju hati dan limfa

Kuman berkembang biak

Hipertrofi (hepatosplenomegali)

Penekanan pada saraf di hati

Nyeri ulu hati

Nyeri akut

9. Daftar Diagnosa Keperawatan


a. Hipertermia b.d. Penyakit/Peningkatan metabolism tubuh
b. Diare b.d. Inflamasi gastrointestinal
c. Ketidakseimbangan nutrisi: Kurang dari kebutuhan
d. Kekurangan volume cairan b.d. kehilangan cairan aktif
e. Nyeri akut b.d. Agen cidera biologis

10. Rencana Asuhan Keperawatan

Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional


Hipertermia b.d. Tupan : a. Observasi a. Mengetahui
Penyakit/Peningkatan Setelah dilakukan Tanda-tanda suhu tubuh
metabolism tubuh tindakan vital klien klien
keperawatan b. Berikan b. Kompres
selama 3x24 jam kompres hangat dapat
klien tidak hangat menyebabkan
mengalami fase dilatasi
peningkatan suhu sehingga
tubuh mneurunkan
suhu tubuh
Tupen : c. Memberikan
Setelah dilakukan c. Anjurkan rasa nyaman,
tindakan kepada keluarga dan tidak
keperawatan untuk merangsang
selama 1x24 jam memakaikan terjadinya
peningkatan suhu pakaian yang peningkatan
tubuh klien mudah menyerap suhu tubuh
berkurang, keringat pada d. Antipiretik
dengan. klien dapat
d. Kolaborasi menurunkan
Kriteria hasil : pemberian panas tubuh
Suhu tubuh klien antipiretik
dalam batas
normal 36,5 – 37
0
C

Ketidakseimbangan Tupen : a. Kaji pemenuhan a. Mengetahui


nutrisi: Kurang dari Setelah dilakukan kebutuhan kekurangan
kebutuhan tindakan nutrisi klien nutrisi klien
keperawatan b. Kaji penurunan b. Agar dapat
selama 1 x 24 nafsu makan dilakukan
jam klien tidak klien intervensi
mengalami mual dalam
muntah pemberian
makanan pada
Tupan : klien
Setelah dilakukan c. Jelaskan c. Dengan
tindakan pentingnya pengetahuan
keperawatan makanan bagi yang baik
selama 3x24 jam proses tentang nutrisi
nutrisi klien penyembuhan akan
terpemuhi dengan memotivasi
untuk
Kriteria Hasil : meningkatkan
-adanya d. Ukur tinggi dan pemenuhan
peningkatan berat berat badan nutrisi
badan pada klien klien d. Membentu
-klien mengalami mengidentifiksi
peningkatan malnutrisi,
nafsu makan khususnya bila
BB kurang dari
e. Berikan normal
makanan dengan e. Untuk
nutrisi seimbang memenuhi
kebutuhan
nutrisi klien

Diare b.d. Inflamasi Tupen : a. Kaji dan a. Mengetahui


gastrointestinal Setelah dilakukan observasi pola frekuensi BAB
tindakan BAB klien
keperawatan ( frekuensi,
selama 1x24 jam warna,
frekuensi diare konsistensi,
klien berkurang jumlah feses)
b. Berikan diet b. Menghindari
Tupan : cair untuk iritas
Setelah dilakukan mengistirahatka
tindakan n usus
keperawatan c. Anjurkan
selama 3 x 24 kepada c. Menghindari
jam klien tidak keluarga untuk diare berlanjut
mengalami diare menghindari
dengan susu, kopi dan
makanan yang
Kriteria Hasil : dapat
-feses klien mengiritasi
berbentuk saluran cerna d. Menurunkan
-turgor kulit klien d. Kolaborasi peristaltic usus
normal pemberian obat
sesuai indikasi

Kekurangan volume Tupen : a. Pantau status a. Untuk


cairan b.d. kehilangan Setelah dilakukan hidrasi mengetahui
cairan aktif tindakan adanya tanda-
keperawatan tanda dehidrasi
selama 1x24 jam b. Monitor intake b. Untuk
klien tidak dan output mengatahui
mengalami kekurangan
muntah cairan yang
dialami klien
Tupan : c. Berikan terapi c. Untuk
Setelah dilakukan IV, Sesuai memberikan
tindakan program hidrasi cairan
keperawatan tubuh
selama 3x 24 jam
klien tidak d. Anjurkan d. Untuk
mengalami keluarga klien mempertahanka
kekurangan untuk n cairan klien
cairan dengan meningkatkan
asupan oral
Kriteria Hasil : klien
-mukosa bibir
lembab
-turgor kulit
elastis
-intake dan
output seimbang

Nyeri akut b.d. Agen Tujuan pendek : a. Melakukan a. Untuk


cidera biologis Setelah dilakukan pengkajian nyeri mengetahui
tindakan secara tingkat nyeri
keperawatan komprehensif yang dirasakan
selama 1 x 24 termasuk lokasi, klien
jam nyeri yang karakteristik,
dirasakan klien kapan dimulain
berkurang atau durasi,
frekuensi,
Tujuan panjang : kualitas,
Setelah dilakukan intensitas dan
tindakan faktor pencetus
keperawatan b. Ajarkan klien b. Untuk
selama 7 x 24 teknik relaksasi mengurangi rasa
jam diharapkan nyeri yang
klien tidak dirasakan klien
mengeluh nyeri, c. Berikan klien c. Istirahat dapat
dengan kesempatan mengurangi
untuk beristirahat nyeri klien
kriteria hasil : d. Kolaborasi d. Untuk
-nyeri dapat pemberian memberikan
berkurang hingga analgesik terapi pereda
hilang nyeri
-klien merasa
nyaman

Daftar Pustaka

Inawati. (2019). Demam Tifoid. Jurnal Ilmiah Kedokteran Wijaya Kusuma. Edisi Khusus.
Hal 31-36.
Nadyah. (2014). Hubungan faktor-faktor yang mempengaruhi insidens penyakit demam tifoid
di Kelurahan Samata Kecamatan Somba Opu Kabupaten Gowa 2013. Jurnal
Kesehatan, Vol VII, No 1, 305-321.
Ngastiyah. (2015). Perawatan anak sakit. Jakarta: EGC
Pearce, Evelyn C.(2019). Anatomi Fisiologi Paramedis. Penerbit Gramedia : Jakarta.
Wardana, I. M. T. L., et al. (2014). Diagnosis demam thypoid dengan pemeriksaan widal.
Bali: Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/Rumah Sakit Umum
Pusat Sanglah
Widagdo. (2011). Masalah dan Tatalaksana Penyakit Infeksi Pada Anak, Jakarta : CV Sagung
Seto
Laporan Pendahuluan (LP)

Gastroenteritis
Disusun oleh :

Raras Winarti 1490120072

Renta Pradinata Sinurat 1490120093

Rhidayanti Fitria Budiman 1490120071

Santi Listiyanti Nur Dakiyah 1490120058

Sendy Firda Juliana Putri 1490120082

Shintiana Olgareta Kristiani 1490120081

Tania Lorenza 1490120085

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Immanuel

Bandung

2021

A. Definisi
Gastroenteritis akut adalah suatu peradangan permukaan mukosa lambung yang akut
dengan kerusakan erosi pada bagian superficial (muttaqin& Kumala, 2011).
Diare akut adalah buang air besar pada bayi atau anal lebih dari 3 kali perhari, disertai
perbuhan konsistensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa lendir dan darah yang
berlangsuung kurang dari satu minggu. Pada bayi yang minum ASI sering frekuensi
buang air besarnya lebih dari 3-4 kali per hari, keadaan ini tidak dapat disebut diare,
tetapi masih bersifat fisiologis atau normal. Selama berat badan bayi meningkat
normal, hal tersebut tidak tergolong diare, tetapi merupakan intoleransi laktosa
sementara akibat belum sempurnanya perkembngan saluran cerna.

Diare yaitu penyakit yang terajdi ketika terdapat perubahan konsistensi feses.
Seseorang dikatakan menderita biila feses berair dari biasanya, dan bila buang air
besar lebih dari tiga kali, atau buang air besar yang berair tetapi tidak berdarah dalam
waktu 24 jam (Dinkes, 2016).

B. Etiologi
Menurut Ngastiyah (2014), mengatakan diare dapat disebabkan oleh berbagai infeksi,
selain penyebab lain seperti malabsorbsi. Diare sebenarnya merupakan salah satu
gejala dari penyakit pada sistem gastrointestinal atau penyakit lain diluar saluran
pencernaan. Tetapi sekarang lebih dikenal dengan “penyakit diare”, karena dengan
sebutan penyakit diare akan mempercepat tindakan penanggulangannya. Penyakit
diare terutama pada bayi perlu mendapakan tindakan secepatnya karena dapat
membawa bencana bila terlambat.
Faktor penyebab diare, antara lain :
1. Faktor infeksi
a. Infeksi enteral : infeksiii saluran pencenaan makanan yang campyloobacter,
yersinia, Aeromonas, dan sebagainya.
1) Infeksi bakteri : Vibrio, E. Coli, salmonella, shigella, Campylobacter,
Yersinia, Aeromonas, dan sebagainya.
2) Infeksi virus : enterovirus (virus ECHO, coxsackie, Polomyelitis) Adeno-
virus, Rotavirus, Astovirus, dan lain-lain.
3) Infeksi parasite : cacing (Ascaris, Trichuris, Oxyuris, Strongyloides),
protozoa (Entamoeba histalytica, Giardia lamblia, Trichomonas homini),
jamur (Candida albicans).
b. Infeksi parental : ialah infeksi diluar alat pencernaan makanan seperti : otitis
media akut (OMA), tonsilitis/tonsilofaringitis, bronkopneumonia, ensefalitis,
dan sebagainya. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak berumur
dibawah 2 tahun.
2. Faktor malabsorbsi
a. Malabsorbsi karbohidrat : disakarida (intoleraksi laktosa, maltose, dan
sukrosa); monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa, dan galaktosa). Pada
bayi dan anak terpenting dan tersering (intoleransi laktosa).
b. Malabsorbsi lemak
c. Malabsorbsi protein
3. Faktor makanan, makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan
4. Faktor psikologis, rasa takut dan cemas, (jarang, tetapi dapat terjadi pada anak
yang lebih besar). Selain kuman, ada beberapa perilaku yang dapat meningkatkan
resiko terjadinya diare, yaitu :
a. Tidak memberikan ASI secara penuh untuk 4-6 bulan pertama dari kehidupan
b. Menggunakan botol susu
c. Menyimpan makanan masak pada suhu kamar
d. Air minum tercemar dengan bakteri tinja
e. Tidak mencuci tangan sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja, atau
sebelum menjamaah makanan.

Menurut Wong (2008), penyebab infeksius dari diare akut yaitu :


1. Agens virus
a. Rotavirus, masa inkubasi 1-3 hari. Anak akan mengalami demam (380C atau
lebih tinggi), nausea atau vomitus, disertai infeksi saluran pernafasan atas dan
diare dapat berlangsung lebih dari 1 minggu. Biasanya terjadi pada bayi usia
6-12 bulan, sedangkan pada anak terjadi di usia lebih dari 3 tahun.
b. Mikroorganisme, masa inkubasi 1-3 hari. Anak akan demam, nafsu makan
akan terganggu, malaise. Sumber infeksi bisa didapa dari air minum, air
ditempat rekreasi (air kolam renang, dll), makanan. Dapat menjangkit segala
usia dan dapat sembuh sendiri dalam waktu 2-3 hari.
2. Agens bakteri
a. Escherichia coli, masa inkubasinya bervariasi tergantung pada strainnya.
Biasanya anak akan mengalami distensi abdomen, demam, vomitus, BAB
berupa cairan berwarna hijau dengan darah atau mucus bersifat menyembur.
Dapat ditularkan antar individu, disebabkan karena daging yang kurang
matang, pemberian ASI tidak eekslusif.
b. Kelompok salmonella (nontifoid), masa inkubasi 6-72 jam untuk
ganstroenteritis. Gejalanya bervariasi, anak bisa mengalami nause atau
vomitus, nyeri abdomen, demam, BAB kadang berdarah dan ada lendir,
peristaltic hiperaktif, nyeri tekan ringan pada abdomen, sakit kepala, kejang.
Dapat disebabkan oleh makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi
oleh binatang seperti kucing, burung dan lainnya.
3. Keracunan makanan
a. Staphylococcus, masa inkubasi 4-6 jam. Dapat menyebabkan kram yang
hebat pada abdomen, syok. Disebabkan oleh makanan yang kurang matang
atau makanan yang disimpan dilemari es seperti puding, mayones, makanan
yang berlapis krim.
b. Clostridium perfringens, masa inkubasi 8-24 jam. Dimana anak akan
mengalami nyeri epigastrium yang bersifat kram dengan intensitas yang
sedang dan berat. Penularan bisa lewat produk makanan komersial yang
paling sering adalah daging dan unggal.
c. Clostridium botulinum, masa inkubasi 12-26 jam. Anak akan mengalami
nausea, vomitus, mulut kering, dan disfagia. Ditularkan lewat makanan yang
terkontaminasi. Intensitasnya bervariasi mulai dari gejala ringan hingga yang
dapat menimbulkan kematian dengan cepat dalam waktu beberapa jam.

C. Anatomi fisiologi
Pencernaan makanan adalah proses mengubah makanan, dari ukuran besar menjadi
ukuran yang kecil dan halus. Proses tersebut juga meliputi pemecahan molekul
makanan yang kompleks menjadi molekul yang lebih sederhana dengan bantuan
enzim dan organ-organ pencernaan.

Zat makanan yang sudah dicerna akan diserap oleh tubuh. Proses pencernaan
makanan pada tubuh manusia dapat dibedakan atas 2 macam, yaitu :
1. Proses pencernaan mekanik
Proses mengubah makanan dari bentuk besar atau kasar menjadi bentuk kecil dan
halus
2. Proses pencernaan kimiawi
Proses mengubah makanan dari zat yang kompleks menjadi zat-zat yang lebih
sederhana dengan bantuan enzim.

Proses pencernaan makanan pada manusia melibatkan alat-alat pencernaan makanan.


Alat-alat pencernaan dapat dibedakan menjadi saluran pencernaan dan kelenjar
pencernaan.
1. Saluran pencernaan
Saluran pencernaan makanan merupakan saluran yang menerima makanan dari
luar dan mempersiapkannya untuk diserap tubuh. Proses pencernaan meliputi
proses mengunyah, menelan, dan mencampur dengan enzim-enzim yang
diproduksi, mulai dari mulut sampai anus.
a. Mulut
Proses pencernaan dimulai sejak makanan masuk ke dalam mulut. Rongga
mulut merupakan bagian pertama dari tabung pencernaan. Fungsi utamanya
adalah untuk melayani sebagai pintu masuk dari saluran pencernaan dan
untuk memulai proses pencernaan dengan air liur dan tenaga penggerak dari
pencernaan bolus ke faring. Bagian-bagian mulut meliputi : bibir, rongga
mulut, palatum, faring, gigi, lidah dan kelenjar ludah
b. Kerongkongan
Kerongkongan (esophagus) merupakan saluran penghubung antara rongga
mulut dengan lambung. Kerongkongan berfungsi sebagai jalan bagi makanan
yang telah dikunyah dari mulut menuju lambung. Otot kerongkongan dapat
berkontraksi secara bergelombang, sehingga mendorng makanan masuk
kedalam lambung, gerakan kerongkongan ini disebut gerak peristalsis. Gerak
ini terjadi karena otot-otot yang memanjang dan melingkari dinding
kerongkongan mengerut secara bergantian.

c. Lambung
Lambung (ventrikulus) merupakan kantung besar yang terletak disebelah kiri
rongga perut. Ini adalah tempat sejumlah proses pencernaan berlangsung.
Lambung terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian atas (kardiak), letaknya
berdekatan dengan hati dan berhubungan dengan kerongkongan, bagian
tengah (fundus), yang berbentuk membulat, serta baian bawah (pylorus), yang
berhubungan langsung dengan usus dua belas jari.

Ujung kardiak dan pylorus terdapat klep atau sfingter yang mengatur masuk
dan keluarnya makanan ke dan dari lambung.
d. Usus halus
Usus halus (intestinium) merupakan tempat penyerapan sari makanan dan
tempat terjadinya proses pencernaan yang paling panjang. Usus halus terdiri
dari, usus duabelas jari (duodenum), usus kosong, usus penyerap (jejenum),
dan usus penyerap (ileum).
e. Usus besar
Makanan yang tidak dicerna di usus halus, misalnya selulosa, bersama dengan
lender akan menuju ke usus besar menjadi feses, didalam usus besar terdapat
bakteri escherichia coli. Bakteri ini membantu dalam proses pembusukan sisa
makanan menjadi feses.
f. Anus
Anus merupakan lubang tempat pembuangan feses dari tubuh. Sebelum
dibuang lewat anus, feses ditampung terlebih dahulu pada bagian rectum.
Apabila feses sudah siap dibuang, maka otot spinker rectum mengatur
pembukaam dan penutupan anus.
2. Saluran pengeluaran limbah
a. Hati
Hati adalah organ serta kelenjar terbesar dari tubuh manusia. Hati terletak di
rongga perut, yaitu ruang yang berada diantara dada dan daerah panggul.
Dengan kata lain hati terletak tepat dibawah diafragma, di kuadran kanan atas
perut. Fungsi hati adalah membantu dalam sintesis berbagai zat penting
seperti sintesis glukosa dan gliserol. Organ ini juga membantu metabolisme
lemak dan protein tertentu.

b. Ginjal
Ginjal merupakan organ penting dalam tubuh yang berfungsi menyaring
racun dan menjaga keseimbangan cairan tubuh. Selain fungsi tersebut, ginjal
juga bekerja menghilangkan limbah yang dihasilkan melalui proses
metabolisme. Ginjal juga membantu dalam mengontrol produksi sel darah
merah dengan mengeluarkan hormone yang disebut dengan eritropietin.
Selain dengan mendukung produksi sel darah merah, ginjal juga membantu
dalam merangsang vitamin D. Ginjal memainkan peran penting dalam
menjaga tekanan datah dan volume darah
c. Pancreas
Pancreas terletak dibelakang lambung dan dibagian belakang perut. Panjang
organ ini 155 cm dan berbentuk seperti ikan atau tabung. Ada kelompok sel
yang berbeda, disebut sebagai pulau langerhans, yang menyusun pancreas.
Kelompol sel tersebut termasuk sel-sel beta, sel gamma, sel-sel alfa dan sel-
sel delta. Masing masing ini memiliki fungsi tertentu dalam tubuh. Sel alfa
bertanggung jawab dalam memproduksi glucagon sedangkan sel beta penting
dalam produksi insulin, glukagon mempertahankan jumlah glukosa diantara
waktu makan. Insulin memungkinkan glukosa yang diambil sel-sel yang
berbeda du dalam tubuh untuk digunakan. Somatostatin, protein atau hormon
yang membantu mengatur sistem saraf dan sistem endokrin, dilepaskan oleh
sel-sel delta pancreas , serta oleh beberapa sel-sel dari otak dan anus. Sel
gamma berfungsi untuk membantu dalam pengurangan nafsu makan.
d. Kandung empedu
Kandung empedu atau gallbladder adalah tempat cairan empedu dikumpulkan
sebelum di sekresikan ke dalam usus halus. Cairan empedu adalah cairan
pencernaan berwarna kuning kehijauan yang dihasilkan oleh hati. Kandung
empedu merupakan kantong otot kecil yang memiliki bentuk seperti buah pir
dengan panjang 7-10 cm dan merupakan membrane berotot. Terletak didalam
fossa dari permukaan visceral hati (Kirnanoro dan Maryana, 2014).

D. Patofisiologi
Secara patofisiologi, ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan kerusakan mukosa
lambung, meliputi :
1. Kerusakan mukosa barrier yang menyebabkan difusi balik ion H+ meningkat
2. Perfusi mukosa lambung yang terganggu
3. Jumlah asam lambung yang tinggi (Wehbi, 2009 dalam Muttaqin dan Kumala
2011).

Faktor-faktor tersebut biasanya tidak berdiri sendiri, contohnya, stress fisik akan
menyebabkan perfusi mukosa lambung terganggu sehingga timbul daerah-daerah
infark kecil; selain itu sekresi asam lambung juga terpacu. Mucosal barrier pada
pasien stress fisik biasanya tidak terganggu (Muttaqin & Kumala, 2011).

Gastroenteritis akut berakibat infeksi H.pylori biasanya bersifat asumtomatik. Bakteri


yang masuk akan memproteksi dirinya dengan lapisan mukus. Proteksi lapisan ini
akan menutupi mukosa lambung dan melindungi dari asam lambung. Penetrasi atau
daya tembus bakteri ke lapisan mukosa yang menyebabkan terjadinya kontak dengan
sel-sel epithelial lambung dan terjadi adhesi (pelengketan) sehingga menghasilkan
respons peradangan melalui pengaktifan enzim untuk mengaktifkan IL-8. Hal tersebut
menyebabkan fungsi barier lambung terganggu dan terjadilah gastroenteristis akut
(Santacroce, 2008 dalam Muttaqin & Kumala, 2011).

Widagdo (2011) menjelaskan bahwa virus tersebar dengan cara fekal oral bersama
makanan dan minuman, dari beberapa ditularkan secara airborne yaitu norovirus,
virus penyebab diare secara selektif menginfeksi dan merusak sel-sel di ujung jonjot
yang rata disertai adanya sebukan sel radang mononuclear pada lamina propania
sedang pada mukosa lambung tidak terdapat perubahan walaupun penyakit dikenal
sebagai gastroenteristis. Gambaran patologi tidak berkorelasi dengan gejala klinik,
dan terlihat perbaikan proses sebelum gejala klinik hilang.

Kerusakan akibat virus tersebut mengakibatkan adanya absorpsi air dan garam
berkurang dan terjadi perubahan keseimbangan rasio sekresi dan absorpsi dari cairan
usus, serta aktivitas disakaridase menjadi berkurang dan terjadilah malabsorpsi
karbohidrat terutama laktosa. Faktor penyebab gastroenteristis virus lebih banyak
mengenai bayi dibandungkan dengan anak besar adalah fungsi usus berkurang,
imunitas spesifik kurang, serta menurunnya mekanisme pertahana spesifik seperti
asam lambung dan mukus. Enteritis virus juga meningkatkan permiabiligas terhadap
meningkatnya resiko terjadinya alergi makanan.
Kejadian diare secara umum terjadi dari satu atau beberapa mekanisme yang saling
tumpang tindih. Menurut mekanismee diare maka dikenal : diare akibat gangguan
absorpsi yaitu volume cairan yang berada di kolon lebih besar dari pada kapasitas
absorpso. Disini diare dapat terjadi akibat kelainan di usus halus, mengakibatkan
absorpso menurun atau sekresi yang bertambah. Apabila fungsi usus halus normal,
diare dapat terjadi akibat absorpsi di kolon menurun atau sekresi di kolon meningkat.

Gangguan atau kegagalan ekskresi pankreas menyebabkan kegagalan pemecahan


kompleks protein, karbohidrat, trigliserid, selanjutnya menyebabkan maldigesti,
malabsorpsi dan akhirnya menyebakan diare osmotik. Steatorrhe berbeda dengan
malabsorpsi protein dan karbohidrat dengan asam lemak rantai panjang intraluminal,
tidak hanya menyebabkan diare osmotik, tetapi juga menyebabkan pacuan sekresi CI-
sehingga diare tersebut dapat disebabkan malabsorpsi karbohidrat oleh karena
kerusakan difus mukosa usus, defiensi sukrosa, isomaltosa dan defisiensi congenital
laktase, pemberian obat pencahar; laktulose, pemberian Mg hydroxide (misalnya susu
Mg), malabsorpsi karbohidrat yang berlebihan pada hipermotilitas pada kolon iritabel.
Mendapat cairan hipertonis dalam jumlah besar dan cepat, menyebabkan kekambuhan
diare. Pemberian makan/minum yang tinggi KH, setalah mengalami diare,
menyebabkan kekambuhan diare. Infeksi virus yang menyebabkan kerusakan mukosa
sehingga menyebabkan gangguan sekresi enzim laktase, menyebabkan gangguan
absorpsi nutrisi lactose.

Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare ada 3 macam yaitu :


1. Gangguan osmotik
Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan
menyebabkan takanan dalam rongga yang tidak dapat diserap akan
menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus. Isi rongga usus yang
berlebihan akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare.

2. Gangguan sekresi
Akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan terjadi
peningkatan sekresi air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan selanjutnya
timbul diare karena terdapat peningkatan isi rongga usus.
3. Gangguan motilitas usus
Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk
menyerap makanan sehingga timbul diare. Sebaliknya bila peristaltik usus
menurun akan mengakibatkan bakteri kambuh berlebihan, selanjutnya timbul
diare pula. Dari ketiga mekanisme diatas menyebabkan :
a. Kehilangan air dan elektrolit (terjadi dehidrasi) yang mengakibatkan
gangguan keseimbangan asam basa (asidosis metaboli hipokalemia)
b. Gangguan gizi akibat kelaparan (masukan kurang, pengeluaran bertambah)
c. Hipoglikemia
d. Gangguan sirkulasi darah
Patway

Infeksi Makanan Psikologis

Berkembang diusus Toksistas tidak dapat diserap

Hipersekresi air dan

Elektrolit Hiperperistatik Malabsrobsi KH,


lemak Protein

Ansietas
Isi usus Penyerapan makanan Meningkatkan
tekanan osmotik

Pergeseran air dan


elektrolit ke usus

Diare

Frekwensi BAB meningkat Distensi abdomen

Mual, muntah

Hilang cairan dan elektrolit


Kerusakan integritas
Berlebihan
kulit perianl Napsu makan
Menurun

Ketidakseimbangan
Gangguan keseimbangan cairan Asidosis metabolik dan elektrolit nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
Sesak
Dehidrasi

Ganggauan pertukaran gas

Resiko Syok
(hiporvolemik)
Kekurangan volume
cairan
E. Tanda dan gejala
1. Mula-mula anak/bayi cengeng gelisah, suhu tubuh mungkin meningkat, nafsu
makan berkurang
2. Sering buang air besar dengan konsistensi tinja cair atau encer, kadang disertai wial
dan wiata
3. Warna tinja berubah menjadi kehijau-hijauan karena bercampur empedu
4. Anus dan sekitarnya lecet karena sering difekasi dan tinja menjadi lebih asam
akibat banyaknya asam laktat
5. Terdapat tanda dan gejala dehidrasi, tugor kulit jelas (elastisitas kulit menurun),
ubun ubun dan mata cekung membran mukosa kering dan disertai penurunan berat
badan
6. Perubahan tanda-tanda vital, nadi dan respirasi cepat tekanan darah turun, denyut
jantung cepat, pasien sangat lemas, kesadaran menurun (apatis), samnolen, sopora
komatus sebagai akibat hipovokanik.
7. Diuresis berkurang (oliguria samapi anuria)
8. Bila terjadi asidosis metabolik klien akan tampak pucat dan pernafasan cepat dan
dalam

F. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan medis
a. Dehidrasi sebagai prioritas utama pengobatan. Empat hal penting yang perlu
diperhatikan
1) Jenis cairan
a) Oral : pedialyte atau oralit, ricelyte
b) Parenteral : NaCl, isotonic, infuse
2) Jumlah cairan
Jumlah cairan yang diberikan sesuai dengan caian dikeluarkan
3) Jalan masuk atau cairan pemberian
a) Cairan per oral, pada pasien dehidrasi ringan dan sedang cairan
diberikan per oral berupa cairan yang berisikan NaCl dan naHCO 3,
KCL, dan glukosa
b) Cairan parenteral, pada umumnya cairan ringer laktat (RL) selalu
tersedia di fasilitas kesehatan dimana saja. Mengenai beberapa banyak
cairan yang diberikan tergantung dari berat ringan dehidrasi, yang
diperhitungkan dengan kehilangan cairan sesuai dengan umur dan berat
badannya.
4) Jadwal pemberian cairan
Diberikan 2 jam pertama, selanjutnya dilakukan penilaian kembali status
hidrasi untuk menghitung kebutuhan cairan
a) Identifikasi penyebab diare
b) Terapi sistemik seperti pemberian obat anti diare, obat anti mortilitas
dan sekresi usus, antimetik.
b. Pengobatan dietetic
Untuk anak dibawah 1 tahun dan anak di atas 1 tahun dengan berat badan
kurang dari 7kg jenis makanan :
1) Susu (ASI atau susu formula yang mengandung laktosa rendah dan asam
lemak tidak jenuh, misalnya LLM. Almiron atau sejenis lainnya)
2) Makan setengah padatt (bubur) atau makan padat (nasi tim), bila anak tidak
mau minum susu karena dirumah tidak biasa
3) Susu khusus yang disesuaikan dengan kelainan yang ditemukan misalnya
susu yang tidak mengandung laktosa atau asam lemak yang berantai sedang
atau tidak jenuh (Ngastiyah, 2014).
2. Penatalaksanaan keperawatan
a. Bila dehidrasi masih ringan
Berikan minum sebanyak-banyaknya, 1 gelas setiap kali setelah pasien defekasi.
Cairan mengandung elektrolit, seperti oralit. Bila tidak ada oralit dapat
diberikan larutan garam dan 1 gelas air matang yang agak dingin dilarutkan
dalam satu sendok teh gula pasir dan 1 sendok garam dapur.
Jika anak terus muntah tidak mau minum sama sekali perlu diberikan melalui
sonde. Bila cairan per oral tidak dapat dilakukan, dipasang infuse dengan cairan
laktat (RL) atau cairan lain (atas persetujuan dokter). Yang penting diperhatikan
adalah apakah tetesan berjalan lancar terutama pada jam-jam pertama karena
diperlukan untuk mengatasi dehidrasi.
b. Pada dehidrasi berat
Selama 4 jam pertama tetesan lebihcepat untuk mengetahui kebutuhan sesuai
dengan yang diperhitungkan, jumlah cairan yang masuk tubuh dapat di hitung
dengan cara :
1) Jumlah tetesan per menit di kali 60, dibagi 155/20 (sesuai set infus yang
dipakai). Berikan tanda batas cairan pada botol infus waktu memantaunya
2) Perhatikan tanda vital : denyut nadi, penafasan, dan suhu
3) Perhatikan frekuensi buang air besar anak apakah masih sering, encer atau
sudah berubah konsistensinya
4) Berikan minum teh atau oralit 1-2 sendok jam untuk mencegah bibir dan
selaputt lendir mulut kering
5) Jika dehidrasi telah terjadi, infus dihentikan, pasien diberikan makan lunak
atau secara realimentasi.

Penanganan diare lainnya yaitu dengan rencana terapi A, B dan C sebagai berikut:

1. Rencana terapi A
Penanganan diare dirumah, dengan menjelaskan kepada ibu tentang 4 aturan
perawatan di rumah:
a. Beri cairan tambahan
1) Jelaskan pada ibu, untuk:
a) Beri ASI lebih sering dan lebih lama pada setiap kali pemberian.
b) Jika anak memperoleh ASI Ekslusif, berikan oralit atau air matang
tambahan.
c) Jika anak tidak memperoleh ASI eklusif, berikan 1 atau lebih cairan
berikut ini: oralit, cairan makanan (kuah sayur, air tajin) atau air matang.

Anak harus diberi larutan oralit dirumah jika:

a) Anak telah diobati dengan Rencana Terapi B atau C dalam kunjungan


ini.
b) Anak tidak dapat kembali ke klinik jika diarenya bertambah parah.
2) Ajari ibu cara mencampur dan memberikan oralit. Beri ibu 6 bungkus oralit
(200 ml) untuk digunakan dirumah. Tunjukkan kepada ibu berapa banyak
oralit dan cairan lain yang harus diberikan setiap kali anak berak:
a) Sampai umur 1 tahun: 50 sampai 100 ml seiap kali berak.
b) Umur 1 sampai 5 tahun: 100 sampai 200 ml setiap kali berak.

Katakana kepada ibu:

a) Agar meminumkan sedikit-sedikit tapi sering dari


mangkuk/cangkir/gelas.
b) Jika anak muntah, tunggu 10 menit. Kemudian lanjutkan lagi dengan
lebih lambat.
c) Lanjutkan pemberian cairan tambahan sampai diare berhenti.
b. Beri tablet Zinc selama 10 hari
c. Lanjutkan pemberian makan
d. Kapan harus kembali untuk konseling bagi ibu.
2. Rencana terapi B
Penanganan dehidrasi ringan/ sedang dengan oralit. Berikan oralit di klinik sesuai
yang dianjurkan selama periode 3 jam.

Umur < 4 bulan 4-<12 bulan 1-2 < tahun 2-<5 tahun
Berat < 6 kg 6-<10 kg 10-<12 kg 12-19 kg
Jumlah 200-400 400-700 700-900 900-1400
Sumber: MTBS (2015).
a. Tentukan jumlah oralit untuk 3 jam pertama
1) Jika anak menginginkan, boleh diberikan lebih banyak dari pedoman diatas.
2) Untuk anak berumur kurang dari 6 bulan yang tidak menyusu, berikan juga
100-200 ml air matang selama periode ini.
b. Tunjukkan cara memberikan larutan oralit
1) Minumkan sedikit-sedikit tapi sering dari cangkir/gelas
2) Jika anak muntah, tunggu 10 menit. Kemudian berikan lagi lebih lambat.
3) Lanjutkan ASI selama anak mau.
c. Berikan tablet Zinc selama 10 hari berturut-turut
1) Umur < 6 bulan: 10 mg/hari
2) Umur > 6 bulan: 20 mg/hari.
d. Setelah 3 jam
1) Ulangi penilaian dan klasifikasikan kembali derajat dehidrasinya.
2) Pilih rencana terapi yang sesuai untuk melanjutkan pengobatan.
3) Mulailah memberi makan anak.
e. Jika ibu memaksa pulang sebelum pengobatan selesai
1) Tunjukkan cara menyiapkan cairan oralit di rumah
2) Tunjukkan berapa banyak oralit yang harus diberikan dirumah untuk
menyelesaikan 3 jam pengobatan.
3) Beri oralit yang cukup untuk rehidrasi dengan menambahkan 6 bungkus lagi
4) Jelaskan 4 aturan perawatan diare dirumah (lihat rencana terapi A).
3. Rencana terapi C
Penanganan dehidrasi berat dengan cepat, yaiu dengan:
a. Memberikan cairan intravena secepatnya. Jika anak bisa minum, beri oralit
melalui mulut sementara infus dipersiapkan. Beri 100 ml/kg cairan Ringer Laktat
(atau jika tak tersedia, gunakan cairan Nacl yang dibagi sebagai berikut:

Umur Pemberian Pertama 30 Pemberian berikutnya


ml/kg selama 70 ml/kg selama
Bayi 1 jam* 5 jam
(<12 bulan)
Anak 30 menit* 1
2 jam
2
(12 bulan sampai 5
tahun)
*ulangi sekali lagi jika denyut nadi sangat lemah atau tak teraba
Sumber: MTBS, 2011.
b. Periksa kembali anak setiap 15-30 menit. Jika nadi belum teraba, beri tetesan
lebih cepat.
c. Beri oralit (kira-kira 5 ml/kg/jam) segera setelah anak mau minum: biasanya
sesudah 3-4 jam (bayi) atau 1-2 jam (anak) dan beri juga tablet Zinc.
d. Periksa kembali bayi sesudah 6 jam atau anak sesudah 3 jam. Klasifikasikan
dehidrasi dan pilih rencana terapi yang sesuai untuk melanjutkan pengobatan.
e. Rujuk segera untuk pengobatan intravena, jika tidak ada fasilitas untuk
pemberian cairan intravena terdekat (dalam 30 menit).
f. Jika anak bisa minum, bekali ibu larutan oralit dan tunjukkan cara meminumkan
pada anaknya sedikit demi sedikit selama dalam perjalan menuju klinik.
g. Jika perawat sudah terlatih menggunakan pipa orogastrik untuk rehidrasi,
mulailah melakukan rehidrasi dengan oralit melalui pipa nasogastrik atau mulut:
beri 20 ml/kg/jam selama 6 jam (total 120 ml/kg).
h. Periksa kembali anak setiap 1-2 jam:
1) Jika anak muntah terus atau perut makin kembung, beri cairan lebih lambat.
2) Jika setelah 3 jam keadaan hidrasi tidak membaik, rujuk anak untuk
pengobatan intravena.
i. Sesudah 6 jam, periksa kembali anak. Klasifikasikan dehidrasi. Kemudian
tentukan rencana terapi yang sesuai (A, B, atau C) untuk melanjutkan
pengobatan.
4. Pemberian tablet Zinc untuk semua penderita diare
a. Pastikan semua anak yang menderita diare mendapatkan tablet Zinc sesuai dosis
dan waktu yang telah ditentukan.
b. Dosis tablet Zinc (1 tablet = 20 mg). Berikan dosis tunggal selama 10 hari:
1) Umur < 6 bulan : ½ tablet
2) Umur ≥ 6 bulan : 1 tablet
c. Cara pemberian tablet Zinc
1) Larutkan tablet dengan sedikit air atau ASI dalam sendok teh (tablet akan
larut ± 30 detik), segera berikan kepada anak.
2) Apabila anak muntah sekitar setenagh jam setelah pemberian tablet Zinc,
ulangi pemberian dengan cara memberikan potongan lebih kecil dilarutkan
beberapa kali hingga satu dosis penuh.
3) Ingatkan ibu untuk memberikan tablet Zinc setiap hari selama 10 hari penuh,
meskipun diare sudah berhent, karena Zinc selain memberi pengobatan juga
dapat memberikan perlindungan terhadap diare selama 2-3 bulan ke depan.
4) Bila anak menderita dehidrasi berat dan memerlukan cairan infus, tetap
berikan tablet Zinc segera setelah anak bisa minum atau makan.

G. Kemungkinan data fokus


1. Wawancara
a. Pengkajian
Anamesis : pengkajian mengenai nama lengkap, jenis kelamin, tanggal lahir,
umur, tempat lahir, asal suku bangsa, nama orang tua, pekerjaan orang tua,
alamat.
b. Keluhan utama
Biasanya pasien mengalami buang air besar (BAB) lebih dari 3 kali sehari, BAB
<4 kali dan cair (diare tanpa dehidrasi), BAB 4-10 kali dan cair (dehidrasi
ringan/sedang), atau BAB > 10 kali (dehidrasi berat). Apabila diare berlangsung
<14 hari maka diare tersebut adalah diare akut, sementara apabila berlangsung
selama 14 hari atau lebih adalah diare persisten (Nursalam, 2008).
c. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang :
Biasanya pasien mengalami :
a) Bayi atau anak menjadi cengeng, gelisah, suhu badan mungkin
meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada, dan kemungkinan
timbul diare.
b) Tinja makin cair, mungkin disertai lendir atau lendir dan darah. Warna
tinja berubah menjadi kehijauan karena bercampur empedu.
c) Anus dan daerah sekitarnya timbul lecet karena sering defekasi dan
sifatny makin lama makin asam
d) Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare
e) Apabila pasien telah banyak keehilangan cairan dan elektrolit, maka
gejala dehidra mulai tampak
f) Diuresis : terjadi oliguri (kurang 1 ml/kg/BB/jam) bila terjadi dehidrasi.
Urine normal pada diare tanpa dehidrasi. Urrine sedikit gelap pada
dehidrasi ringan atau sedang. Tidak ada urine dalam waktu 6 jam
(dehidrasi berat) (Nursalam, 2008)
2) Riwayat kesehatan dahulu
a) Kemungkinan anak tidak dapat di imunisasi campak diare lebih sering
terjadi pada anak-anak dengan campak atau yang baru menderita campak
dalam 4 minggu terakhir, sebagai akibat dari penurunan kekebalan tubuh
pada pasien. Selain imunisasi campak, anak juga harus mendapat
imunisasi dasar lainnya seperti BCG, imunisasi DPT, serta imunisasi
polio.
b) Adanya riwayat alergi terhadap makanan atau obat-obatan (antibiotik),
makan makanan basi, karena faktor ini merupakan salah satu
kemungkinan penyebab diare.
c) Riwayat air minum yang tercemar dengan bakteri tinja, menggunakan
botol susu, tidak mencuci tangan setelah buang air besar, dan tidak
mencuci tangan saat menjamah makanan.
d) Riwayat penyakit yang sering terjadi pada anak berusia di bawah 2 tahun
biasanya adalah batuk, pilek, dan kejang yang terjadi sebelumnya,
selama atau setelah diare. Informasi ini diperlukan untuk melihat tanda
dan gejala infeksi lain yang menyebabkan diare seperti OMA, tonsilitis,
faringitis, bronkopneumonia, dan ensefalitis (Nursalam, 2008).

3) Riwayat kesehatan keluarga


Adanya anggota keluarga yang menderita diare sebelumnya, yang dapat
menular ke anggota keluarga lainnya. Dan juga makanan yang tidak dijamin
kebersihannya yang disajikan kepada anak. Riwayat keluarga melakukan
perjalanan ke daerah tropis (Nursalam, 2008; Wong, 2008).

d. Riwayat nutrisi
Riwayat pemberian makanan sebelum mengalami diare meliputi :
1) Pemberian ASI penuh pada anak umur 4-6 bulan sangat mengurangi resiko
diare dan infeksi yang serius
2) Pemberian susu formula. Apakah dibuat menggunakan air masak dan
diberikan dengan botol atau dot, karena botol yang tidak bersih akan mudah
menimbulkan pencemaran
3) Perasaan haus. Anak yang diare tanpa dehidrasi tidak merasa haus (minum
biasa). Pada dehidrasi ringan atau sedang anak merasa haus ingin minum
banyak. Sedangkan pada dehidrasi berat, anak malah minum atau tidak bisa
minum (Nursalam, 2008).

2. Pemeriksaan fisik (head To toe)


a. Keadaan umum
1) Diare tanpa dehidrasi : baik, sadar
2) Diare dehidrasi ringan atau sedang : gelisah dan rewel
3) Diare dehidrasi berat : lesu, lunglai, atau tidak sadar
b. Berat badan
c. Pemeriksaan fisik
1) Kepala
Anaka berusia di bawah 2 tahun yang mengalami dehidrasi, ubun-ubunnya
biasanya cekung
2) Mata
Anak yang mengalami diare tanpa dehidrasi, bentuk kelopak matanya
normal. Apabila mengalami dehidrasi ringan atau sedang kelopak
matakanya cekung, sedangkan apabila mengalami dehidrasi berat, kelopak
matanya sangat cekung
3) Hidung
Biasanya tidak ada kelainan dan gangguan pada hidung, tidak sianosis,
tidak ada pernafasan cuping hidung
4) Telinga
Biasanya tidak ada kelainan pada telinga
5) Mulut dan lidah
a) Diare tanpa dehidrasi : mulut dan lidah basah
b) Diare dehidrasi ringan : mulut dan lidah kering
c) Diare dehidrasi berat : mulut dan lidah sangat kering
6) Leher
Tidak ada pembengkakan pada kelenjar getah bening, tidak ada kelainan
pada kelenjar tyroid
7) Thorak
a) Jantung
Inspeksi : pada anak biasanya iktus kordis tampak terlihat
Auskultasi : pada diare tanpa dehidrasi denyut jantung normal, diare
dehidrasi ringan atau sedang denyut jantung pasien normal hingga
meningkat, diare dengan dehidrasi berat biasanya pasien mengalami
takikardi dan bradikardi
b) Paru-paru
Inspeksi : diare tanpa dehidrasi biasanya pernapasan normal, diare
dehidrasi ringan pernapasan normal hingga melemah, diare dengan
dehidrasi berat pernapasannya dalam
8) Abdomen
Inspeksi : anak akan mengalami distensi abdomen dan kram
Palpasi : tugor kulit pada pasien diare tanpa dehidrasi baik, pada pasien
diare dehidrasi ringan kembali < 2 detik, pada pasien dehidrasi berat
kembali > 2 detik
Auskultasi : Biasanya anak yang mengalami diare bising ususnya
meningkat
9) Ekstremitas
anak dengan diare tanpa dehidrasi Capillary refill (CRT) normal, akral
teraba hangat, anak dengan diare dehidrasi ringan CRT kembali <2 detik,
akral dingin. Pada anak dehidrasi berat CRT kembali > 2detik, akral teraba
dingin dan sianosis.
10) Genetalia
Anak dengan diare akan sering BAB maka hal yang perlu dilakukan
pemeriksaan yaitu apakah ada iritasi pada anus.

3. Pemeriksaan diagnostik
a. Pemeriksaan laboratorium
1) Pemeriksaan AGD, elektrolit, kalium, kadar natrium serum
Biasanya penderita diare natrium plasma >150 mmol/L, kalium >5 mEq/L
2) Pemeriksaan urin
Diperiksa beraat jenis dan albumin.
3) Pemeriksaan tinja
Biasanya tinja pasien diare ini mengandung sejumlah ion natrium, klorida
dan bikarbonat
4) Pemeriksaan PH, leukosit, glukosa
Biasanya pada pemeriksaan ini terjadi peningkatan kadar protein leukosit
dalam feses atau darah makrpskopik. PH menurun disebabkan akumulasi
asam atau kehilangan basa
5) Pemeriksaan biakan empedu bila demam tinggi dan dicurigai infeksi
sistemik.
b. Pemeriksaan penunjang
1) Endoskopi
a) Endoskopi gasntrointestinal bagian atas dan biopsi D2, jika dicurigai
mengalami penyakit seliak atau giardia . dilakukan jika pasien
mengalami mual muntah
b) Sugmoidoskopi lentur, jika diare berhubungan dengan perdarahan
segar melalui rektum
c) Kolonoskopi atau ileoskopi dengan biopsi, untuk semua pasien jika ada
pemeriksaan feses dan darah hasilnya normal, yang bertujuan untuk
menyingkirkan kanker.
2) Radiologi
a) CT kolonografi, jika pasien tidak bisa atau tidak cocok mengalami
kolonoskopi
b) Ultrasonografi abdomen atau CT scan, jika dicurigai mengalami
penyakit bilier atau prankeas.
3) Pemeriksaan lanjutan
a) Osmolalitas dan volume feses setelah 48 jam berpuasa akan
mengidentifikasi penyebab sekretorik dan osmotik dari diare
b) Pemeriksaan laksatif pada pasien-pasien yang dicurigai membutuhkan
sampel feses dan serologi (Emmanuel, 2014).

H. Analisa data

No. Data Etiologi Masalah


1. Data Subjektif Infeksi Hipovolemia
- Merasa
lemah Berkembang diusus
- Mengeluh
haus Hipersekresi air dan
elektrolit
Data Objektif
- Frekuensi nadi Isi usus tertekan

meningkat
- Nadi perifer teraba Diare

lemah
Frekuensi BAB
- Tekanan darah
meningkat
menurun
- Membran mukosa
Hilang cairan dan
kering
elektolit berlebihan
- Volume urin menurun
- Status mental berubah
Resiko syok
- Suhu tubuh
Hipovolemik
meningkat
- Berat badan turun
tiba-tiba
2. Data Subjektif Diare Pola Napas
Tidak
- Dispnea Frekuensi BAB ↑ Efektif

Hilang cairan dan


Data Objektif
elektrolit berlebihan
- Penggunaan otot
bantu pernapasan
Asidosis metabolik
- Pola napas
abnormal(kussmaul)
Sesak
- Frekuensi nafas
meningkat

Pola Napas Tidak


Efektif
3. Data Subjektif Diare Defisit
- Nafsu makan menurun Nutrisi
Distensi Abdomen

Mual, muntah
Data Objektif
- Mual
Nafsu makan ↓
- Muntah
- Bising usus Defisit Nutrisi
hiperaktif
- Diare
4. Data Subjektif Infeksi, makanan, Diare
- psikologi, malabsorbsi
kh, lemak, protein
Diar
Data Objektif
e
- Defekasi lebih dari
tiga kali dalam 24
jam
- Feses lembek atau
cair
- Frekuensi peristaltik
meningkat
5. Data Subjektif Diare Gangguan
- Integritas
Frekuensi BAB ↑ Jaringan

Data Objektif
Gangguan Integritas
- Kerusakan jaringan
Kulit perianal
perianal
- Nyeri perianal
Kemerahan perianal
I. Diagnosa Keperawatan
1. Hipovolemia b.d Kehilangan Cairan Aktif
2. Pola Napas Tidak Efektif b.d Hambatan Upaya Napas
3. Defisit Nutrisi b.d Ketidakmampuan Mengabsorbsi Nutrient
4. Diare b.d Proses Infeksi
5. Gangguan Integritas Jaringan b.d Kekurangan Volume Cairan
J. Rencana Asuhan Keperawatan

Diagnosa Rencana Keperawatan


No. Keperawatan
Tujuan Intervensi Rasional
1. Hipovolemia b.d Tupen: setelah dilakukan 1. Periksa tanda dan gejala 1. Pemantauan perbaikan/
Kehilangan Cairan intervensi keperawatan hipovolemia (frekuensi perbukuran hipovolemia
Aktif selama 1x24 jam, maka nadi meningkat, nadi 2. Menentukan
hipovolemia dapat teratasi teraba lemah, tekanan keseimbangan cairan
sebagian darah menurun, tekanan 3. Menyesuaikan kebutuhan
Tupan: setelah dilakukan nadi menyempit, turgor cairan
intervensi keperawatan kulit menurun, membran 4. Memenuhi kebutuhan
selama 3x24 jam, maka mukosa kering, volume cairan, mencegah dehidrasi
status cairan membaik urin menurun, hematokrit 5. Memenuhi kebutuhan
Dengan Kriteria Hasil meningkat, haus, lemah) cairan, mencegah dehidrasi
1. Perasaan lemah menurun 2. Monitor intake dan output 6. Memenuhi kebutuhan
2. Keluhan haus menurun cairan cairan, mencegah dehidrasi
3. Frekuensi nadi membaik 3. Hitung kebutuhan cairan 7. Menggantikan kehilangan
4. Kekuatan nadi 4. Berikan asupan cairan oral darah
meningkat 5. Anjurkan untuk
5. Membran mukosa memperbanyak asupan
membaik cairan
6. Oliguria membaik 6. Penatalaksanaan
7. Status metal membaik pemberian cairan iv, jika
8. Suhu tubuh membaik perlu
7. Penatalaksanaan
pemberian produk darah,
jika perlu
2. Pola Napas Tidak Tupen: setelah dilakukan 1. Identifikasi adanya 1. Identifikasi otot bantu
Efektif b.d intervensi keperawatan kelelahan otot bantu napas napas
Hambatan Upaya selama 1x24 jam, makapola 2. Identifikasi efek 2. Identifikasi keberhasilan
Napas napas tidak efektif dapat perubahan posisi terhadap posisi
teratasi sebagian status pernapasan 3. Pemantauan respirasi dan
Tupan: setelah dilakukan 3. Monitor status respirasi oksigenasi
intervensi keperawatan dan oksigenasi (mis., 4. Memperbaiki respirasi
selama 3x24 jam, maka frekuensi dan kedalaman 5. Meningkatkan ekspansi
pola napas membaik napas, penggunaan otot paru dan memudahkan
Dengan Kriteria Hasil bantu napas, bunyi napas pernapasan
1. Dispnea menurun tambahan, saturasi 6. Mengurangi sesak
2. Penggunaan otot bantu oksigen) 7. Membuat rileks,
napas menurun 4. Pertahankan kepatenan mengurangi sesak
3. Frekuensi napas jalan nafas 8. Mempertahankan saturasi
membaik 5. Posisikan semi-fowler oksigen >94%
atau fowler
6. Fasilitasi mengubah posisi
senyaman mungkin
7. Edukasi melakukan teknik
relaksasi napas dalam
8. Penatalaksanaan
pemberian oksigen sesuai
kebutuhan (mis., nasal
kanul, masker wajah,
masker rebreathing atau
non rebreathing
3. Defisit Nutrisi b.d Tupen: setelah dilakukan 1. Identifikasi status nutrisi 1. Mengenali status nutrisi
Ketidakmampuan intervensi keperawatan 2. Identifikasi makanan yang pasien
Mengabsorbsi selama 1x24 jam, maka disukai 2. Meningkatkan nafsu
Nutrient defisit nutrisi dapat teratasi 3. Identifikasi alergi/ makan
sebagian intoleransi makanan 3. Menghindari alergi
Tupan: setelah dilakukan 4. Identifikasi perlunya 4. Penggunaan NGT apabila
intervensi keperawatan selang NGT asupan oral tidak
selama 3x24 jam, maka 5. Monitor asupan makanan ditoleransi
fungsi gastrointestinal 6. Lakukan oral hygiene 5. Pemantauan asupan nutrisi
membaik 6. Meningkatkan nafsu
7. Menganjurkan posisi
Dengan Kriteria Hasil makan
duduk
1. Toleransi terhadap 8. Penatalaksanaan dengan 7. Mengurangi mual
makanan meningkat ahli gizi untuk 8. Menentukan ketepatan diit
2. Nafsu makan meningkat menentukan jumlah kalori 9. Meningkatkan
3. Mual menurun dan jenis nutrient yang kenyamanan.
4. Muntah menurun dibutuhkan

5. Frekuensi BAB 9. Penatalaksanaan

membaik pemberian medikasi


6. Konsistensi feses sebelum makan (mis.,
membaik pereda nyeri, antiemetik)
7. Peristaltik usus membaik
4. Diare b.d Proses Tupen: setelah dilakukan 1. Identifikasi penyebab 1. Mengatasi penyebab diare
Infeksi intervensi keperawatan diare 2. Pemantauan komplikasi
selama 1x24 jam, maka 2. Monitor iritasi dan diare
diare dapat teratasi sebagian ulserasi kulit di daerah 3. Pemantauan kehilangan
Tupan: setelah dilakukan perianal cairan
intervensi keperawatan 3. Monitor jumlah 4. Mencegah dehidrasi,
selama 3x24 jam, maka pengeluaran diare keseimbangan cairan
eliminasi fekal membaik 4. Berikan asupan oral (mis., 5. Mencegah dehidrasi,
Dengan Kriteria Hasil larutan garam gula, oralit, keseimbangan cairan
1. Frekuensi defekasi pedialyte, renalyte) 6. Mencegah dehidrasi,
membaik 5. Penatalaksanaan keseimbangan cairan
2. Konsistensi feses pemasangan jalur 7. Meningkatkan asupan oral,
membaik intravena memperbaiki konsistensi
3. Peristaltik usus membaik 6. Penatalaksanaan feses
pemberian cairan 8. Mencegah distensi
intravena abdomen/kembung/iritasi
7. Anjurkan makan porsi abdomen
kecil dan sering bertahap 9. Antimotilitas adalah obat
8. Edukasi menghindari yang dapat menghambat
makanan pembentuk gas, pergerakan usus
pedas, dan laktosa
9. Penatalaksanaan 10. Antispasmodik/spasmolitik
pemberian obat adalah obat yang memiliki
antimotilitas (mis., sifat sebagai relaksan otot
loperamide, difenoksilat) polos
10. Penatalaksanaan 11. Obat pengeras feses
pemberian obat memperbaiki konsistensi
antispasmodic/spasmolitik feses
(mis., papaverin, ekstrak
belladona, mebeverine)
11. Penatalaksanaan
pemberian obat pengeras
feses (mis., attapulgite,
smeklit, kaolin-pektin)
5. Gangguan Tupen: setelah dilakukan 1. Identifikasi penyebab 1. Mengatasi penyebab
Integritas Jaringan intervensi keperawatan gangguan integritas kerusakan intergritas kulit
b.d Kekurangan selama 1x24 jam, maka jaringan 2. Air hangat dapat
Volume Cairan gangguan integritas 2. Bersihkan perineal dengan mengurangi nyeri
jaringan dapat teratasi air hangat, terutama 3. Meningkatkan kelembaban,
sebagian selama periode diare mempecepat penyembuhan
Tupan: setelah dilakukan 3. Gunakan produk berbahan jaringan
intervensi keperawatan petroleum atau minyak 4. Meningkatkan kelembaban,
selama 3x24 jam, maka pada kulit kering mempecepat penyembuhan
integritas jaringan 4. edukasi menggunakan jaringan
meningkat pelembab (mis., lotion)
Dengan Kriteria Hasil 5. Anjurkan minum air yang 5. Menjaga kelembaban kulit,
1. Kerusakan jaringan cukup mempecepat penyembuhan
perianal menurun 6. Anjurkan meningkatkan jaringan
2. Nyeri perianal menurun asupan nutrisi 6. Mempercepat

3. Kemerahan perianal 7. Anjurkan meningkatkan penyembuhan luka

menurun asupan buah dan sayur 7. Meningkatkan konsistensi


feses, mencegah iritasi pada
perianal
Daftar Pustaka

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2015). Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS).
Jakarta.

Emmanuel, anton. & Inns, stephen. (2014). Gastroenterologi dan Hepatologi. Jakarta: Erlangga

Herdman, T, Heather. NANDA Internasional Inc. Diagnosa Keperawatan: Defenisi &


Klasifikasi 2015-2017 edisi 10. Jakarta: EGC.

Hidayat, Aziz Alimul A. (2015). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta: Salemba Medika.

Juffrie, M.; Soenarto, S.S.Y.; Oswari, H.; Arief, S.; Rosalina, I.; & Mulyani, N.S. (2010). Buku
Ajar Gastroenterologi-Hepatologi. Jakarta: Badan Penerbit IDAI.

Ngastiyah. (2014). Perawatan anak sakit edisi 2. Jakarta : EGC.

Nursalam, Susilaningrum, R.; & Utami, R. (2008). Asuhan keperawatan bayi dan anak. Jakarta :
Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai