LP Kraniotomi Ayu
LP Kraniotomi Ayu
Disusun Oleh :
Sri Wahyu Sawitri
2214901024
A. DEFINISI
Trepanasi/kraniotomi adalah suatu tindakan membuka tulang kepala yang bertujuan
mencapai otak untuk tindakan pembedahan definitif. Kraniotomi adalah operasi membuka
tulang tengkorak untuk mengangkat tumor, mengurangi TIK, mengeluarkan bekuan darah
atau menghentikan perdarahan. (Hinchliff Sue, 1999).
Kraniotomi mencakup pembukaan tengkorak melalui pembedahan untuk
meningkatkan akses pada struktur intrakranial. (Brunner & Suddarth, 2002).
Kraniotomi adalah insisi pada tulang tengkorak dan membersihkan tulang dengan
memperluas satu atau lebih lubang,. Pembedahan craniektomy dilakukan untuk
mengangkat tumor, hematom, luka, atau mencegah infeksi pada daerah tualang
tengkorak. Jadi post kraniotomi adalah setelah dilakukannya operasi pembukaan tulang
tengkorak untuk, untuk mengangkat tumor, mengurangi TIK, mengeluarkan bekuan darah
atau menghentikan perdarahan
Gambar 1. Cranium
Gambar 2 Craniotomy
B. RUANG LINGKUP
Epiduran hematoma terletak di luar duramater tetapi di dalam rongga tengkorak
dan cirinya berbentuk bikonveks atau menyerupai lensa cembung. Sering terletak di
daerah temporal atau temporoparietal yang disebabkan oleh robeknya arteri meningea
media akibat retaknya tulang tengkorak. Gumpalan darah yang terjadi dapat berasal dari
pembuluh arteri, namun pada sepertiga kasus dapat terjadi akibat perdarahan vena, karena
tidak jarang EDH terjadi akibat robeknya sinus venosus terutama pada regio parieto-
oksipital dan fora posterior. Walaupun secara relatif perdarahan epidural jarang terjadi
(0,5% dari seluruh penderita trauma kepala dan 9 % dari penderita yang dalam keadaan
koma), namun harus dipertimbangkan karena memerlukan tindakan diagnostik maupun
operatif yang cepat.
Perdarahan epidural bila ditolong segera pada tahap dini, prognosisnya sangat
baik karena kerusakan langsung akibat penekanan gumpalan darah pada jaringan otak
tidak berlangsung lama. Pada pasien trauma, adanya trias klinis yaitu penurunan
kesadaran, pupil anisokor dengan refleks cahaya menurun dan kontralateral hemiparesis
merupakan tanda adanya penekanan brainstem oleh herniasi uncal dimana sebagian besar
disebabkan oleh adanya massa extra aksial.
C. INDIKASI OPERASI
Indikasi tindakan kraniotomi atau pembedahan intrakranial adalah sebagai berikut :
a. Penurunan kesadaran tiba-tiba di depan mata
b. Adanya tanda herniasi/lateralisasi
c. Adanya cedera sistemik yang memerlukan operasi emergensi, dimana CT Scan
Kepala tidak bisa dilakukan.
d. Pengangkatan jaringan abnormal baik tumor maupun kanker.
e. Mengurangi tekanan intrakranial.
f. Mengevakuasi bekuan darah .
g. Mengontrol bekuan darah,
h. Pembenahan organ-organ intrakranial,
i. Tumor otak,
j. Perdarahan (hemorrage),
k. Kelemahan dalam pembuluh darah (cerebral aneurysms)
l. Peradangan dalam otak
m. Trauma pada tengkorak.
D. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinik lokal (akibat kompresi tumor pada bagian yang spesifik dari
otak) :
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Prosedur diagnostik praoperasi dapat meliputi :
a. Tomografi komputer (pemindaian CT)
Untuk menunjukkan lesi dan memperlihatkan derajat edema otak sekitarnya,
ukuran ventrikel, dan perubahan posisinya/pergeseran jaringan otak, hemoragik.
Catatan : pemeriksaan berulang mungkin diperlukan karena pada iskemia/infark
mungkin tidak terdeteksi dalam 24-72 jam pasca trauma
c. Electroencephalogram (EEG)
Untuk memperlihatkan keberadaan atau berkembangnya gelombang patologis
d. Angiografy Serebral
Menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti pergeseran jaringan otak akibat
edema, perdarahan trauma
e. Sinar-X
Mendeteksi adanya perubahan struktur tulang (fraktur), pergeseran struktur dari
garis tengah (karena perdarahan,edema), adanya fragmen tulang
f. Brain Auditory Evoked Respon (BAER) : menentukan fungsi korteks dan
batang otak
g. Positron Emission Tomography (PET) : menunjukkan perubahan aktivitas
metabolisme pada otak
h. Fungsi lumbal, CSS : dapat menduga kemungkinan adanya perdarahan
subarakhnoid
i. Gas Darah Artery (GDA) : mengetahui adanya masalah ventilasi atau oksigenasi
yang akan dapat meningkatkan TIK
j. Kimia/elektrolit darah : mengetahui ketidakseimbangan yang berperan dalam
meningkatkan TIK/perubahan mental
k. Pemeriksaan toksikologi : mendeteksi obat yang mungkin bertanggung jawab
terhadap penurunan kesadaran
l. Kadar antikonvulsan darah : dapat dilakukan untuk mengetahui tingkat terapi
yang cukup efektif untuk mengatasi kejang.
(Doenges, Marilynn.E, 1999)
G. PENATALAKSANAAN
1) PRAOPERASI
Pada penatalaksaan bedah intrakranial praoperasi pasien diterapi dengan medikasi
antikonvulsan (fenitoin) untuk mengurangi resiko kejang pascaoperasi. Sebelum
pembedahan, steroid (deksametason) dapat diberikan untuk mengurangai edema serebral.
Cairan dapat dibatasi. Agens hiperosmotik (manitol) dan diuretik (furosemid) dapat
diberikan secara intravena segera sebelum dan kadang selama pembedahan bila pasien
cenderung menahan air, yang terjadi pada individu yang mengalami disfungsi
intrakranial. Kateter urinarius menetap di pasang sebelum pasien dibawa ke ruang
operasi untuk mengalirkan kandung kemih selama pemberian diuretik dan untuk
memungkinkan haluaran urinarius dipantau. Pasien dapat diberikan antibiotik bila
serebral sempat terkontaminasi atau deazepam pada praoperasi untuk menghilangkan
ansietas. Kulit kepala di cukur segera sebelum pembedahan (biasanya di ruang operasi)
sehingga adanya abrasi superfisial tidak semua mengalami infeksi.
2. PASCAOPERASI
a. Mengurangi Edema Serebral
Terapi medikasi untuk mengurangi edema serebral meliputi pemberian manitol,
yang meningkatkan osmolalitas serum dan menarik air bebas dari area otak (dengan
sawar darah-otak utuh). Cairan ini kemudian dieksresikan melalui diuresis osmotik.
Deksametason dapat diberikan melalui intravena setiap 6 jam selama 24 sampai 72 jam ;
selanjutnya dosisnya dikurangi secara bertahap.
b. Meredakan Nyeri dan Mencegah Kejang
Asetaminofen biasanya diberikan selama suhu di atas 37,50C dan untuk nyeri.
Sering kali pasien akan mengalami sakit kepala setelah kraniotomi, biasanya sebagai
akibat syaraf kulit kepala diregangkan dan diiritasi selama pembedahan. Kodein,
diberikan lewat parenteral, biasanya cukup untuk menghilangkan sakit kepala. Medikasi
antikonvulsan (fenitoin, deazepam) diresepkan untuk pasien yang telah menjalani
kraniotomi supratentorial, karena resiko tinggi epilepsi setelah prosedur bedah neuro
supratentorial. Kadar serum dipantau untuk mempertahankan medikasi dalam rentang
terapeutik.
c. Memantau Tekanan Intrakranial
Kateter ventrikel, atau beberapa tipe drainase, sering dipasang pada pasien yang
menjalani pembedahan untuk tumor fossa posterior. Kateter disambungkan ke sistem
drainase eksternal. Kepatenan kateter diperhatikan melalui pulsasi cairan dalam selang.
TIK dapat di kaji dengan menyusun sistem dengan sambungan stopkok ke selang
bertekanan dan tranduser. TIK dalam dipantau dengan memutar stopkok. Perawatan
diperlukan untuk menjamin bahwa sistem tersebut kencang pada semua sambungan dan
bahwa stopkok ada pada posisi yang tepat untuk menghindari drainase cairan
serebrospinal, yang dapat mengakibatkan kolaps ventrikel bila cairan terlalu banyak
dikeluarkan. Kateter diangkat ketika tekanan ventrikel normal dan stabil. Ahli bedah
neuro diberi tahu kapanpun kateter tanpak tersumbat. Pirau ventrikel kadang dilakuakan
sebelum prosedur bedah tertentu untuk mengontrol hipertensi intrakranial, terutama pada
pasien tumor fossa posterior
F. TEKNIK OPERASI
1. Positioning
Letakkan kepala pada tepi meja untuk
memudahkan operator. Head-up kurang lebih 15o
(pasang donat kecil dibawah kepala). Letakkan
kepala miring kontralateral lokasi lesi/ hematoma.
Ganjal bahu satu sisi saja (pada sisi lesi) misalnya
kepala miring ke
kanan maka ganjal bantal di bahu kiri dan sebaliknya.
2. Washing
Cuci lapangan operasi dengan savlon. Tujuan savlon: desinfektan,
menghilangkan lemak yang ada di kulit kepala sehingga pori-pori terbuka, penetrasi
betadine lebih baik. Keringkan dengan doek steril. Pasang doek steril di bawah kepala
untuk membatasi kontak dengan meja operasi
3. Markering
Setelah markering periksa kembali apakah lokasi hematomnya sudah benar
dengan melihat CT scan. Saat markering perhatikan: garis rambut – untuk kosmetik,
sinus – untuk menghindari perdarahan, sutura – untuk mengetahui lokasi, zygoma –
sebagai batas basis cranii, jalannya N VII (kurang lebih 1/3 depan antara tragus sampai
dengan canthus lateralis orbita).
4. Desinfeksi
Desinfeksi lapangan operasi dengan betadine. Suntikkan Adrenalin 1:200.000
yang mengandung lidocain 0,5%. Tutup lapangan operasi dengan doek steril.
5. Prosedur Operasi
a. Incisi lapis demi lapis sedalam galea (setiap 5cm) mulai dari ujung.
b. Pasang haak tajam 2 buah (oleh asisten), tarik ke atas sekitar 60 derajat.
c. Buka flap secara tajam pada loose
connective tissue. Kompres dengan
kasa basah. Di bawahnya diganjal
dengan kasa steril supaya pembuluh
darah tidak tertekuk (bahaya nekrosis
pada kulit kepala). Klem pada pangkal
flap dan fiksasi pada doek.
d. Buka pericranium dengan diatermi.
Kelupas secara hati-hati dengan rasparatorium pada daerah yang akan di burrhole
dan gergaji kemudian dan rawat perdarahan.
e. Penentuan lokasi burrhole idealnya pada
setiap tepi hematom sesuai gambar CT
scan.
f. Lakukan burrhole pertama dengan mata
bor tajam (Hudson’s Brace) kemudian
dengan mata bor yang melingkar
(Conical boor) bila sudah menembus
tabula interna.
H. MORTALITAS
Tergantung beratnya cedera otak
I. PERAWATAN PASCABEDAH
Monitor kondisi umum dan neurologis pasien dilakukan seperti biasanya. Jahitan
dibuka pada hari ke 5-7. Tindakan pemasangan fragmen tulang atau kranioplasti
dianjurkan dilakukan setelah 6-8 minggu kemudian.
J. FOLLOW-UP
CT scan kontrol diperlukan apabila post operasi kesadaran tidak membaik dan
untuk menilai apakah masih terjadi hematom lainnya yang timbul kemudian.
Primary Survey
a. Airway
- Periksa jalan nafas dari sumbatan benda asing (padat, cair) setelah
dilakukan pembedahan akibat pemberian anestesi.
- Potency jalan nafas, à meletakan tangan di atas mulut atau hidung.
- Auscultasi paru à keadekuatan expansi paru, kesimetrisan.
b. Breathing
- Kompresi pada batang otak akan mengakibatkan gangguan irama jantung,
sehingga terjadi perubahan pada pola napas, kedal aman, frekuensi maupun
iramanya, bisa berupa Cheyne Stokes atau Ataxia breathing. Napas berbunyi,
stridor, ronkhi, wheezing ( kemungkinana karena aspirasi), cenderung terjadi
peningkatan produksi sputum pada
jalan napas.
- Perubahan pernafasan (rata-rata, pola, dan kedalaman). RR < 10 X / menit à
depresi narcotic, respirasi cepat, dangkal à gangguan
cardiovasculair atau rata-rata metabolisme yang meningkat.
- Inspeksi: Pergerakan dinding dada, penggunaan otot bantu pernafasan
diafragma, retraksi sternal à efek anathesi yang berlebihan, obstruksi.
c. Circulating:
- Efek peningkatan tekanan intrakranial terhadap tekanan darah bervariasi.
Tekanan pada pusat vasomotor akan meningkatkan transmisi rangsangan
parasimpatik ke jantung yang akan mengakibatkan denyut nadi menjadi lambat,
merupakan tanda peningkatan tekanan intrakranial. Perubahan frekuensi jantung
(bradikardia, takikardia yang diselingi dengan
bradikardia, disritmia).
- Inspeksi membran mukosa : warna dan kelembaban, turgor kulit, balutan.
d. Disability : berfokus pada status neurologi
- Kaji tingkat kesadaran pasien, tanda-tanda respon mata, respon motorik
dan tanda-tanda vital.
- Inspeksi respon terhadap rangsang, masalah bicara, kesulitan menelan,
kelemahan atau paralisis ekstremitas, perubahan visual dan gelisah.
e. Exposure
Kaji balutan bedah pasien terhadap adanya perdarahan
a. Abdomen.
Inspeksi tidak ada asites, palpasi hati teraba 2 jari bawah iga,dan limpa
tidak membesar, perkusi bunyi redup, bising usus 14 X/menit.
Distensi abdominal dan peristaltic usus adalah pengkajian yang harus
dilakukan pada gastrointestinal.
b. Ekstremitas
Mampu mengangkat tangan dan kaki. Kekuatan otot ekstremitas atas 4-4
dan ekstremitas bawah 4-4., akral dingin dan pucat.
c. Integumen.
Kulit keriput, pucat. Turgor sedang
d. Pemeriksaan neurologis
e. Bila perdarahan hebat/luas dan mengenai batang otak akan terjadi
gangguan pada nervus cranialis, maka dapat terjadi :
Perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan, perhatian,
konsentrasi, pemecahan masalah, pengaruh emosi/tingkah laku dan memori).
Perubahan dalam penglihatan, seperti ketajamannya, diplopia,
kehilangan sebagian lapang pandang, foto fobia.
Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri), deviasi pada mata.
Terjadi penurunan daya pendengaran, keseimbangan tubuh.
Sering timbul hiccup/cegukan oleh karena kompresi pada nervus
vagus menyebabkan kompresi spasmodik diafragma.
Gangguan nervus hipoglosus. Gangguan yang tampak lidah jatuh kesalah
satu sisi, disfagia, disatria, sehingga kesulitan menelan.
Tersiery Survey
a. Kardiovaskuler
Klien nampak lemah, kulit dan kunjungtiva pucat dan akral hangat.
Tekanan darah 120/70 mmhg, nadi 120x/menit, kapiler refill 2 detik.
Pemeriksaan laboratorium: HB = 9,9 gr%, HCT= 32 dan PLT = 235.
b. Brain
Klien dalam keadaan sadar, GCS: 4-5-6 (total = 15), klien nampak lemah,
refleks dalam batas normal.
c. Blader
Klien terpasang doewer chateter urine meliputi jumlah dan warna
2. Diagnosa Keperawatan