Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN GAWAT DARURAT DI RUANG ICU


RSD GUNUNG JATI KOTA CIREBON

KLIEN DENGAN DYSPNEA

Disusun Oleh :

Warleni

JNR0210116

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUNINGAN
TAHUN 2021/2022
A. DEFINISI

Dyspnea atau sesak nafas adalah perasaan sulit bernapas yang terjadi

ketika melakukan aktivitas fisik. Sesak napas merupakan gejala dari beberapa

penyakit dan dapat bersifat akut atau kronis. Sesak napas dikenal juga dengan

istilah “Shortness Of Breath”.

Dyspnea atau sesak nafas di bedakan menjadi 2 yaitu :

1. Dyspnea akut dengan awal yang tiba-tiba merupakan penyebab umum

kunjungan ke ruang gawat darurat. Penyebab dyspnea akut diantaranya

penyakit pernapasan (paru-paru dan pernapasan), penyakit jantung atau

trauma dada.

2. Dyspnea kronis (menahun) dapat disebabkan oleh asma, Penyakit Paru

Obstruktif Kronis (PPOK), emfisema, inflamasi paru-paru, tumor,

kelainan pita suara.

A. ETIOLOGI
Dispnea atau sesak napas bisa terjadi dari berbagai mekanisme seperti
jika ruang fisiologi meningkat maka akan dapat menyebab kan gangguan
pada pertukaran gas antara O2 dan CO2 sehingga menyebabkan kebutuhan
ventilasi makin meningkat sehingga terjadi sesak napas. Pada orang normal
ruang mati ini hanya berjumlah sedikit dan tidak terlalu penting, namun pada
orang dalam keadaan patologis pada saluran pernapasn maka ruang mati akan
meningkat.
Begitu juga jika terjadi peningkatan tahanan jalan napas maka pertukaran gas
juga akan terganggu dan juga dapat menebab kan dispnea.
Dispnea juga dapat terjadi pada orang yang mengalami penurnan terhadap
compliance paru, semakin rendah kemampuan terhadap compliance paru
maka makinbesar gradien tekanan transmural yang harusdibentuk selama
inspirasi untuk menghasilkan pengembangan paru yang normal. Penyebab
menurunnya compliance paru bisa bermacam salah satu nya adalah
digantinya jaringan paru dengan jaringan ikat fibrosa akibat inhalasi asbston
atau iritan yang sama.

B. MANIFESTASI KLINIK

Dispnea atau sesak napas adalah perasaan sulit bernapas ditandai dengan

napas yang pendek dan penggunaan otot bantu pernapasan. Dispnea dapat

ditemukan pada penyakit kardiovaskular, emboli paru, penyakit paru

interstisial atau alveolar, gangguan dinding dada, penyakit obstruktif paru

(emfisema, bronkitis, asma), kecemasan (Price dan Wilson, 2006).

Parenkim paru tidak sensitif terhadap nyeri, dan sebagian besar penyakit paru

tidak menyebabkan nyeri. Pleura parietalis bersifat sensitif, dan penyakit

peradangan pada pleura parietalis menimbulkan nyeri dada.

Batuk adalah gejala umum penyakit pernapasan. Hal ini disebabkan oleh :

Stimulasi refleks batuk oleh benda asing yang masuk ke dalam larink,

Akumulasi sekret pada saluran pernapasan bawah. Bronkitis kronik, asma,

tuberkulosis, dan pneumonia merupakan penyakit dengan gejala batuk yang

mencolok (Chandrasoma, 2006).

Pemeriksaan sputum/ dahak sangat berguna untuk mengevaluasi penyakit

paru. Sediaan apusan gram dan biakan sputum berguna untuk menilai adanya

infeksi. Pemeriksaan sitologi untuk sel-sel ganas. Selain itu, dari warna,
volum, konsistensi, dan sumber sputum dapat diidentifikasi jenis

penyakitnya.

Hemoptisis adalah batuk darah atau sputum dengan sedikit darah.

Hemoptisis berulang biasanya terdapat pada bronkitis akut atau kronik,

pneumonia, karsinoma bronkogenik, tuberkulosis, bronkiektasis, dan emboli

paru.

Jari tabuh adalah perubahan bentuk normal falanx distal dan kuku tangan

dan kaki, ditandai dengan kehilangan sudut kuku, rasa halus berongga pada

dasar kuku, dan ujung jari menjadi besar. Tanda ini ditemukan pada

tuberkulosis, abses paru, kanker paru, penyakit kardiovaskuler, penyakit hati

kronik, atau saluran pencernaan. Sianosis adalah berubahnya warna kulit

menjadi kebiruan akibat meningkatnya jumlah Hb terreduksi dalam kapiler

(Price dan Wilson, 2006).

Ronki basah berupa suara napas diskontinu/ intermiten, nonmusikal, dan

pendek, yang merupakan petunjuk adanya peningkatan sekresi di saluran

napas besar. Terdapat pada pneumonia, fibrosis, gagal jantung, bronkitis,

bronkiektasis. Wheezing/ mengik berupa suara kontinu, musikal, nada tinggi,

durasi panjang. Wheezing dapat terjadi bila aliran udara secara cepat

melewati saluran napas yang mendatar/ menyempit. Ditemukan pada asma,

bronkitis kronik, CPOD, penyakit jantung. Stridor adalah wheezing yang

terdengar saat inspirasi dan menyeluruh. Terdengar lebih keras di leher

dibanding di dinding dada. Ini menandakan obstruksi parsial pada larink atau
trakea. Pleural rub adalah suara akibat pleura yang inflamasi. Suara mirip

ronki basah kasar dan banyak (Reviono, dkk, 2008).

C. PATOFISIOLOGI

Inflamasi yang menyebar pada hepar (hepatitis) dapat disebabkan


oleh infeksi virus dan oleh reaksi toksik terhadap obat-obatan dan bahan-
bahan kimia.Unit fungsional dasar dari hepar disebut lobul dan unit ini unik
karena memiliki suplai darah sendiri.Sering dengan berkembangnya
inflamasi pada hepar, pola normal pada hepar terganggu.Gangguan terhadap
suplai darah normal pada sel-sel hepar ini menyebabkan nekrosis dan
kerusakan sel-sel hepar.Setelah lewat masanya, sel-sel hepar yang menjadi
rusak dibuang dari tubuh oleh respon sistem imun dan digantikan oleh sel-sel
hepar baru yang sehat.Oleh karenanya, sebagian besar klien yang mengalami
hepatitis sembuh dengan fungsi hepar normal.
Inflamasi pada hepar karena invasi virus akan menyebabkan
peningkatan suhu badan dan peregangan kapsula hati yang memicu
timbulnya perasaan tidak nyaman pada perut kuadran kanan atas. Hal ini
dimanifestasikan dengan adanya rasa mual dan nyeri di ulu hati.
Timbulnya ikterus karena kerusakan sel parenkim hati.Walaupun
jumlah billirubin yang belum mengalami konjugasi masuk ke dalam hati
tetap normal, tetapi karena adanya kerusakan sel hati dan duktuli empedu
intrahepatik, maka terjadi kesukaran pengangkutan billirubin tersebut
didalam hati.Selain itu juga terjadi kesulitan dalam hal konjugasi.Akibatnya
billirubin tidak sempurna dikeluarkan melalui duktus hepatikus, karena
terjadi retensi (akibat kerusakan sel ekskresi) dan regurgitasi pada duktuli,
empedu belum mengalami konjugasi (bilirubin indirek), maupun bilirubin
yang sudah mengalami konjugasi (bilirubin direk).Jadi ikterus yang timbul
disini terutama disebabkan karena kesukaran dalam pengangkutan, konjugasi
dan eksresi bilirubin.
Tinja mengandung sedikit sterkobilin oleh karena itu tinja tampak
pucat (abolis).Karena bilirubin konjugasi larut dalam air, maka bilirubin
dapat dieksresi ke dalam kemih, sehingga menimbulkan bilirubin urine dan
kemih berwarna gelap. Peningkatan kadar bilirubin terkonjugasi dapat
disertai peningkatan garam-garam empedu dalam darah yang akan
menimbulkan gatal-gatal pada ikterus.
D. PENYIMPANGAN KDM

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan dengan memantau analisa gas darah


arteri dan pemeriksaan diagnostik foto thorak, EKG

F. TERAPI DAN PENGOBATAN

Oksigenasi
G. ASUHAN KEPERAWATAN
I. PENGKAJIAN

1. Identitas
Mendapatkan data identitas pasien meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan,
pekerjaan, alamat, nomor registrasi, dan diagnosa medis.
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama: klien mengeluh sesak nafas, nyeri dada.
b. Riwayat penyakit sekarang: asma, CHF, AMI, ISPA.
c. Riwayat penyakit dahulu: pernah menderita asma, CHF, AMI, ISPA,
batuk.
d. Riwayat penyakit keluarga: mendapatkan data riwayat kesehatan keluarga
pasien
3. Pola kesehatan fungsional
Hal-hal yang dapat dikaji pada gangguan oksigenasi adalah :
a. Pola manajemen kesehatan-persepsi kesehatan
Bagaimana perilaku individu tersebut mengatasi masalah kesehatan ,
adanya faktor risiko sehubungan dengan kesehatan yang berkaitan
dengan oksigen.
b. Pola metabolik-nutrisi
Kebiasaan diit buruk seperti obesitas akan mempengaruhi oksigenasi
karena ekspansi paru menjadi pendek. Klien yang kurang gizi,
mengalami kelemahan otot pernafasan.
c. Pola eliminasi
Perubahan pola defekasi (darah pada feses, nyeri saat devekasi),
perubahan berkemih (perubahan warna, jumlah, ferkuensi)
d. Aktivitas-latihan
Adanya kelemahan atau keletihan, aktivitas yang mempengaruhi
kebutuhan oksigenasi  seseorang. Aktivitas berlebih dibutuhkan
oksigen yang banyak. Orang yang biasa olahraga, memiliki
peningkatan aktivitas metabolisme tubuh dan kebutuhan oksigen.
e. Pola istirahat-tidur
Adanya gangguan oksigenasi menyebabkan perubahan pola istirahat.
f. Pola persepsi-kognitif
Rasa kecap lidah berfungsi atau tidak, gambaran indera pasien
terganggu atau tidak, penggunaaan alat bantu dalam penginderaan
pasien.
g. Pola konsep diri-persepsi diri
Keadaan social yang mempengaruhi oksigenasi seseorang (pekerjaan,
situasi keluarga, kelompok sosial), penilaian terhadap diri sendiri
(gemuk/ kurus).
h. Pola hubungan dan peran
Kebiasaan berkumpul dengan orang-orang terdekat yang memiliki
kebiasaan merokok sehingga mengganggu oksigenasi seseorang.
i. Pola reproduksi-seksual
Perilaku seksual setelah terjadi gangguan oksigenasi dikaji
j. Pola toleransi koping-stress
Adanya stress yang memengaruhi status oksigenasi pasien.
k. Keyakinan dan nilai
Status ekonomi dan budaya yang mempengaruhi oksigenasi, adanya
pantangan atau larangan minuman tertentu dalam agama pasien.
4. Pemeriksaan fisik
a. Kesadaran: kesadaran menurun
b. TTV: peningkatan frekuensi pernafasan, suhu tinggi
c. Head to toe
1) Mata: Konjungtiva pucat (karena anemia), konjungtiva sianosis
(karena hipoksemia), konjungtiva terdapat petechie ( karena emboli
atau endokarditis)
2) Mulut dan bibir: Membran mukosa sianosis, bernafas dengan
mengerutkan mulut
3) Hidung : Pernafasan dengan cuping hidung
4) Dada: Retraksi otot bantu nafas, pergerakan tidak simetris antara dada
kanan dan kiri, suara nafas tidak normal.
5) Pola pernafasan: pernafasan normal (apneu), pernafasan cepat
(tacypnea), pernafasan lambat (bradypnea)
II. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Diagnosa yang mungkin muncul pada klien dengan gangguan oksigenasi


adalah:
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan produksi mukus
banyak.
b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hipoventilasi atau
hiperventilasi
c. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan
perfusi ventilasi.
III. INTERVENSI KEPERAWATAN
NO
TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
DX
I Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 a. Manajemen Jalan Napas
jam, klien dapat mencapai bersihan jalan napas yang 1) Buka jalan napas pasien 1. Ventilasi maksimal membuka
efektif, dengan kriteria hasil: 2) Posisikan pasien untuk area atelectasis.
memaksimalkan ventilasi. 2. Posisi membantu
Respiratory Status: Airway patency 3) Identifikasi Pasien untuk memaksimalkan ekspansi paru
perlunya pemasangan alat dan menurunkan upaya
N Tujuan
Indikator Awal jalan napas buatan pernafasan.
o 1 2 3 4 5
4) Keluarkan secret dengan 3. Mencegah obstruksi/aspirasi.
1. Pengeluaran sputum 2 √
suction 4. Penurunan bunyi nafas dapat
pada jalan napas
5) Auskultasi suara napas, menunjukan atelektasis. Ronki
2. Irama napas sesuai 2 √
catat bila ada suara napas menunjukan akumulasi
yang diharapkan tambahan secret/ketidakmampuan untuk
3. Frekuensi 2 √ 6) Monitor rata-rata respirasi membersihkan jalan nafas yang
pernapasan sesuai setiap pergantian shift dan dapat menimbulkan penggunaan
yang diharapkan setelah dilakuakan otot aksesoris pernafasan dan
tidakan suction peningkatan kerja pernafasan.
Keterangan: b. Suksion Jalan Napas
1. Keluhan ekstrim 1) Auskultasi jalan napas 1. Mencegah obstruksi/aspirasi.
2. Keluhan berat sebelum dan sesudah Penghisapan dapat diperlukan
3. Keluhan sedang suction bila pasien tidak mampu
4. Keluhan ringan 2) Informasikan keluarga mengeluarkan secret.
5. Tidak ada keluhan tentang prosedur suction 2. Penurunan bunyi nafas dapat
3) Berikan O2 dengan menunjukan atelektasis.
menggunakan nasal untuk 3.Ventilasi maksimal membuka
memfasilitasi suksion area atelektasis dan
nasotrakheal meningkatkan gerakan secret
4) Hentikan suksion dan kedalam jalan nafas besar untuk
berikan oksigen bila dikeluarkan.
Pasien menunjukkan 4.Mencegah pengeringan mukosa,
bradikardi peningkatan membantu pengenceran sekret
saturasi oksigen
5) Atur intake untuk cairan 6. Pemasukan tinggi cairan
mengoptimalkan membantu untuk mengencerkan
keseimbangan. sekret, membuatnya mudah
6) Jelaskan pada pasien dan dikeluarkan.
keluarga tentang
penggunaan peralatan :
O2, Suction, Inhalasi.

II Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 a. Manajemen Jalan Napas Airway management
jam, klien dapat mencapai napas efektif, dengan 1) Buka jalan napas Pasien 1) Pengkajian merupakan
kriteria hasil: 2) Posisikan Pasien untuk dasar dan data dasar
memaksimalkan ventilasi. berkelanjutan untuk memantau
Respiratory Status: Ventilation 3) Identifikasi Pasien untuk perubahan dan mengevaluasi
perlunya pemasangan alat intervensi.
N Tujuan
Indikator Awal jalan napas buatan 2) Memposisikan pasien
o 1 2 3 4 5
4) Keluarkan secret dengan semi fowler supaya dapat
1. Auskultasi suara 2 √
suction bernafas optimal.
napas sesuai
5) Auskultasi suara napas, 3) Deteksi terhadap
2. Bernapas mudah 2 √
catat bila ada suara napas pertukaran gas dan bunyi
3. Tidak didapatkan 2 √ tambahan tambahan serta kesulitan bernafas
penggunaan otot 6) Monitor penggunaan otot (ada tidaknya dispneu) untuk
tambahan bantu pernapasan memonitor intervensi.
7) Monitor rata-rata respirasi 4) Dapat
Vital sign Status setiap pergantian shift dan memperbaiki/mencegah
N Tujuan setelah dilakuakan memburuknya hipoksia
Indikator Awal
o 1 2 3 4 5 tidakan suction 5) Memberikan rasa
1. Tanda Tanda vital 2 √ nyamandan mempermudah
dalam rentang pernapasan
normal (tekanan 6) Deteksi status respirasi
darah, nadi,
pernafasan) Vital sign monitoring
Keterangan: 1) Observasi adanya tanda Vital sign monitoring
1. Keluhan ekstrim tanda hipoventilasi 1) Manifestasi distres
2. Keluhan berat 2) Monitor adanya pernapasan tergantung
3. Keluhan sedang pada/indikasi derajat keterlibatan
kecemasan pasien
4. Keluhan ringan paru dan status kesehatan umum
terhadap oksigenasi 2) Takikardia biasanya ada
5. Tidak ada keluhan
3) Monitor vital sign sebagai akibat demam/dehidrasi
4) Informasikan pada pasien tetapi dapat sebagai respons
dan keluarga tentang terhadap hipoksemia
tehnik relaksasi untuk 3) Selama periode waktu ini,
memperbaiki pola nafas. potensial komplikasi fatal
(hipotensi/syok) dapat terjadi.
5) Ajarkan bagaimana batuk
4) Perubahan frekuensi
efektif jantung atau TD menunjukkan
6) Monitor pola nafas bahwa pasien mengalami pasien
mengalami nyeri, khusunya bila
alasan lain untuk perubahan tanda
vital telah terlihat.
III Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24
jam kerusakan pertukaran pasien teratasi dengan 1) Posisikan pasien untuk 1. Ventilasi maksimal membuka
kriteria hasil: memaksimalkan ventilasi
Respiratory Status : Gas exchange 2) Pasang mayo bila perlu area atelectasis.
Keseimbangan asam Basa, Elektrolit
3) Lakukan fisioterapi dada 2. Posisi membantu
Respiratory Status : ventilation
Vital Sign Status jika perlu memaksimalkan ekspansi paru
N Tujuan 4) Keluarkan sekret dengan
Indikator Awal dan menurunkan upaya
o 1 2 3 4 5 batuk atau suction
1. Mendemonstrasikan 2 √ 5) Auskultasi suara nafas, pernafasan.
peningkatan catat adanya suara 3.Mencegah obstruksi/aspirasi.
ventilasi dan tambahan
oksigenasi yang 4. Penurunan bunyi nafas dapat
6) Atur intake untuk cairan
adekuat menunjukan atelektasis. Ronki
mengoptimalkan
2. Memelihara 2 √ keseimbangan. menunjukan akumulasi
kebersihan paru paru 7) Monitor respirasi dan secret/ketidakmampuan untuk
dan bebas dari tanda status O2
tanda distress membersihkan jalan nafas yang
8) Catat pergerakan
pernafasan
dada,amati kesimetrisan, dapat menimbulkan penggunaan
3. Mendemonstrasikan 2 √
batuk efektif dan penggunaan otot otot aksesoris pernafasan dan
suara nafas yang tambahan, retraksi otot
peningkatan kerja pernafasan.
bersih, tidak ada supraclavicular dan
sianosis dan intercostal 5. Pemasukan cairan yang banyak
dyspneu (mampu 9) Monitor suara nafas, membantu mengencerkan sekret,
mengeluarkan seperti dengkur
sputum, mampu membuatnya mudah dikeluarkan.
10) Monitor pola nafas :
bernafas dengan
mudah, tidak ada bradipena, takipenia,
pursed lips) kussmaul, hiperventilasi,
4. AGD dalam batas 2 √ cheyne stokes, biot
normal 11) Auskultasi suara nafas,
5. Status neurologis 2 √ catat area penurunan /
dalam batas normal tidak adanya ventilasi dan
Keterangan: suara tambahan
1. Keluhan ekstrim
12) Monitor TTV, AGD,
2. Keluhan berat
3. Keluhan sedang elektrolit dan ststus
4. Keluhan ringan mental
5. Tidak ada keluhan 13) Observasi sianosis
khususnya membran
mukosa
III. EVALUASI

Pada tahap akhir dari proses keperawatan adalah mengevaluasi respon pasien
terhadap yang diberikan untuk memastikan bahwa hasil yang di berikan untuk
memastikan bahwa hasil yang diharapkan telah dicapai. Evaluasi yang merupakan
proses terus menerus, diperlukan untuk menentukan seberapa baik rencana
perawatan yang dilaksanakan.
Evaluasi merupakan proses yang interaktif dan kontinu, karena setiap
tindakan keperawatan dilakukan, respon pasien di catat dan evaluasi dalam
hubungannya dengan hasil yang di harapkan kemudian berdasarkan respon pasien,
revisi intervensi keperawatan/hasil pasien yang mungkin diperlukan. Pada tahap
evaluasi mengacu pada tujuanyang telah ditetapkan.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. (2002). Keperawatan medikal bedah.Jakarta: EGC.

Harahap. (2005). Oksigenasi dalam suatu asuhan keperawatan. Jurnal


Keperwatan Rufaidah Sumatera Utara Volume 1 hal 1-7. Medan: USU.

Johnson, Meridian Maas, & Sue Moorhead. (2000). Nursing outcome


classification (NOC). Philadelphia: Mosby.

McCloskey & Gloria M Bulechek. (1996). Nursing intervention classification


(NIC). USA:Mosby.

Muttaqin. (2005). Asuhan keperawatan klien dengan gangguan pernafasan.


Salemba Medika: Jakarta.

NANDA. (2012). NANDA Internasional: Diagnosis keperawatan definisi dan


klasifikasi. Jakarta: EGC.

Wartonah & Tarwoto. 2003. Kebutuhan dasar manusia & proses keperawatan.
Jakarta: Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai