M
DI RUANG PERAWATAN MANYAR
RS BHAYANGKARA MAKASSAR
Disusun oleh :
NIM : 7121441919
CI LAHAN CI INSTITUSI
( ) ( )
2023/2024
LAPORAN PENDAHULUAN
DISPNEA
2. ETIOLOGI
Penyebab dispnea menurut Djojodibroto (2019) yaitu :
a. Sistem Kardiovaskuler : Gagal jantung
b. Sistem pernafasan : hipertensi pulmonal, faktor mekanik diluar paru (asites, obesitas,
efusi pleura), PPOK
c. Psikologis (Kecemasan)
d. Hematologi ( anemia kronik)
e. Otot pernafasan yang abnormal (kelumpuhan otot dan penyakit otot)
Dispnea bisa terjadi dari mekanisme seperti ruang fisiologi meningkat menyebabkan
gangguan pertukaran gas antara O2 dan CO2 dapat menyebabkan kebutuhan ventilasi
meningkat terjadi sesak napas. Pada orang normal berjumlah sedikit namun pada orang dalam
keadaan patologis pada saluran pernapasan maka akan meningkat. Jika terjadi peningkatan
tahanan jalan napas pertukaran gas akan terganggu dan dapat menyebabkan dispnea.
(Ikawai,2011)
3. PATOFISIOLOGI
Gagal nafas dibedakan menjadi 2 yaitu gagal nafas akut dan gagal nafas kronik. Gagal nafas
akut yaitu gagal nafas yang timbul pada pasien yang parunya normal secara fungsional maupun
struktural sebelum penyakit timbul. Gagal nafas kronik adalah terjadi pada pasien penyakit
paru kronik seperti bronkitis kronik, emfisema dan penyakit paru hitam (penyakit penambang
batubara). Pasien mengalami hipoksia dan hiperkapnia yang memburuk secara bertahap.
Setelah gagal nafas akut paru-paru kembali ke asalnya. Pada gagal nafas kronik struktur paru
alami kerusakan yang ireversibel.
Indikator gagal nafas frekuensi pernafasan dan kapasitas vital, frekuensi penapasan normal 16-
20 x/menit. Jika lebih dari 20x/menit tindakan yang harus dilakukan memberi bantuan
ventilator “kerja pernafasan” menjadi tinggi sehingga timbul kelelahan. Kapasitas vital yaitu
ukuran ventilasi (normal 10-20 ml/kg).
Gagal nafas penyebab terpenting yaitu ventilasi yang tidak adekuat terjadi obstruksi jalan nafas
atas. Pusat pernafasan mengendalikan pernapasan terletak di bawah batang otak (pons dan
medulla). Pada pasien dengan gangguan anestesi, cidera kepala, stroke, tumor otak, ensefalitis,
meningitis, hipoksia dan hiperkapnia mempunyai kemampuan menekan pusat pernafasan.
Sehingga pernafasan menjadi lambat dan dangkal. Periode postoperatif anestesi terjadi
pernafasan tidak adekuat terdapat agen menekan pernafasan dengan efek yang dikeluarkan atau
dengan meningkatkan efek dari analgetik. Penemonia atau dengan penyakit paru-paru dapat
mengarah ke gagal nafas akut (Brunner & Sudarth, 2011).
Pathway :
4. MANIFESTASI KLINIS
a. Batuk dan produksi skutum
Batuk adalah udara secara paksa yang tiba – tiba tidak disadari dengan suara yang mudah
dikenali.
b. Dada berat
Nyeri pada dada diasosiasikan dengan serangan jantung. Terdapat berbagai alasan lain
untuk dada berat. Rata – rata orang juga mendeskripsikannya seperti ada seseorang yang
memegang jantungnya.
c. Mengi
Mengi merupakan sunyi pich yang tinggi saat bernapas. Bunyi ini muncul karena adanya
udara mengalir melewati saluran yang sempit. Mengi yaitu tanda seseorang mengalami
kesulitan bernapas. Bunyi mengi terdengar saat ekspirasi, bisa juga terdengar saat
inspirasi. Mengi muncul ketika saluran napas menyempit atau adanya hambatan pada
saluran napas besar atau pada seseorag yang mengalami gangguan pita suara.
d. Napas yang pendek atau penggunaan otot bantu pernapasan. (Francis, 2011)
5. PENATALAKSANAAN MEDIS
a. Oksigenasi
1) Penanganan Umum Dispnea
a) Memposisikan pasien setengah duduk atau berbaring dengan bantal yang tinggi
b) Diberikan oksigen sebanyak 2-4 liter per menit tergantung
derajat sesaknya
c) Pengobatan selanjutnya diberikan sesuai penyakit yang diderita oleh pasien
2) Terapi Farmakologi
a) Olahraga teratur
b) Terapi emosi
c) Menghindari alergen
3) Farmakologi
a) Quick relief medicine
b) Pengobatan digunakan untuk merelaksasi otot-otot saluran pernapasan pasien,
memudahkan bernapas dan digunakan saat serangan datang. Contoh :
bronkodilator
c) Long relief medicine
d) Pengobatan yang digunakan mengobati inflamasi pada sesak nafas, mengurangi
odem dan mukus berlebih, memberikan kontrol jangka waktu yang lama. Contoh
: Kortikosteroid bentuk inhalas
6. KOMPLIKASI
Dispnea ditemukan pada penyakit kardiovaskuler, gangguan dinding dada, penyakit
obstruktif paru (emfisema, bronkitis, asma), kecemasan, emboli paru dan penyakit paru
interstisial atau alveolar.
Sesak napas disebabkan oleh beberapa penyakit seperti asma, penggumpalan darah pada paru –
paru sampai pneumonia. Sesak napas dapat disebabkan karena kehamilan (Price dan Wilson,
2016). Dalam bentuk kronisnya, dispnea merupakan suatu gejala penyakit – penyakit seperti
asma, emfisema, berupa penyakit paru – paru lain.
7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan dengan cara memantau analisa gas darah arteri
pasien, pemeriksaan diagnostik foto thorak dan pemeriksaan EKG.
2. PEMERIKSAAN FISIK
a. Kesadaran: kesadaran menurun
b. TTV: peningkatan frekuensi pernafasan, suhu tinggi
c. Head to toe
1) Mata : Konjungtiva pucat (karena anemia), konjungtiva sianosis (karena hipoksemia),
konjungtiva terdapat petechie (karena emboli atau endokarditis)
2) Mulut dan bibir: Membran mukosa sianosis, bernafas dengan mengerutkan mulut
3) Hidung : Pernafasan dengan cuping hidung
4) Dada: Retraksi otot bantu nafas, pergerakan tidak simetris antara dada kanan dan kiri
dan suara nafas tidak normal.
5) Pola pernafasan: pernafasan normal (apneu), pernafasan cepat (tacypnea), dan
pernafasan lambat (bradypnea)
3. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas (D.0005)
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisiologis (D.0077)
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidak seimbangan ventilasi-perfusi
(D.0003)
4. INTERVENSI KEPERAWATAN
5. EVALUASI KEPERAWATAN
Evaluasi merupakan tahap akhir yang bertujuan untuk menilai apakah tindakan keperawatan
yang telah dilakukan tercapai atau tidak untuk mengatasi suatu masalah (Meirisa, 2013).
Evaluasi dilakukan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya dalam
perencanaan, membandingkan hasil tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan dengan
tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya dan menilai efektifitas proses keperawatan mulai dari
tahap pengkajian, perencanaan dan pelaksanaan (Mubarak, 2011).