Anda di halaman 1dari 21

Pembelajaran Paradigma Baru

Pembelajaran paradigma baru memastikan praktik pembelajaran untuk berpusat pada


peserta didik. Dengan paradigma baru ini, pembelajaran merupakan satu siklus yang
berawal dari pemetaan standar kompetensi, perencanaan proses pembelajaran, dan
pelaksanaan asesmen untuk memperbaiki pembelajaran sehingga peserta didik dapat
mencapai kompetensi yang diharapkan. Pembelajaran paradigma baru memberikan
keleluasaan bagi pendidik untuk merumuskan rancangan pembelajaran dan asesmen
sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan peserta didik (Teaching at The Right Level).

Pembelajaran paradigma baru mengacu pada lima prinsip pembelajaran.

1. Pembelajaran dirancang dengan mempertimbangkan tahap perkembangan dan


tingkat pencapaian peserta didik saat ini, sesuai kebutuhan belajar, serta
mencerminkan karakteristik dan perkembangan yang beragam sehingga
pembelajaran menjadi bermakna dan menyenangkan.
2. Pembelajaran dirancang dan dilaksanakan untuk membangun kapasitas untuk
menjadi pembelajar sepanjang hayat.
3. Proses pembelajaran mendukung perkembangan kompetensi dan karakter peserta
didik secara holistik.
4. Pembelajaran yang relevan, yaitu pembelajaran yang dirancang sesuai konteks,
lingkungan dan budaya peserta didik, serta melibatkan orang tua dan masyarakat
sebagai mitra.
5. Pembelajaran berorientasi pada masa depan yang berkelanjutan.

Perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran dan asesmen intrakurikuler pada


pembelajaran paradigma baru dengan pendekatan Teaching at the Right Level
setidaknya memiliki tujuh komponen yang perlu diperhatikan. Komponen tersebut
ditampilkan pada Gambar 1.
Gambar 1. Perencanaan pembelajaran dan asesmen intrakurikuler

1. Menganalisis Capaian Pembelajaran (CP) untuk Menyusun Tujuan


Pembelajaran dan Alur Tujuan Pembelajaran

Capaian Pembelajaran (CP) adalah kompetensi pembelajaran yang harus dicapai


peserta didik pada setiap tahap perkembangan untuk setiap mata pelajaran pada satuan
pendidikan usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Capaian
pembelajaran memuat sekumpulan kompetensi dan lingkup materi yang disusun secara
komprehensif dalam bentuk narasi. Menyesuaikan tahap perkembangan peserta didik
pemetaan capaian pembelajaran dibagi dalam fase usia.
Tujuan kegiatan analisis capaian pembelajaran untuk menyusun Tujuan Pembelajaran
dan Alur Tujuan Pembelajaran: mendapatkan peta kompetensi yang akan menjadi
rujukan untuk pelaksanaan pembelajaran. Pendidik dan satuan pendidikan dapat
menggunakan berbagai strategi untuk menyusun tujuan pembelajaran dan alur tujuan.
Harus dipastikan tujuan pembelajaran dan alur tujuan pembelajaran dan alur tujuan
pembelajaran yang dipetakan memenuhi kriteria: (1) kompetensi yaitu kemampuan yang
mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang dapat didemonstrasikan oleh
peserta didik yang menunjukkan peserta didik telah berhasil mencapai tujuan
pembelajaran; dan (2) konten yaitu ilmu pengetahuan inti atau konsep utama yang perlu
dipahami di akhir satu unit pembelajaran.

Kriteria Alur Tujuan Pembelajaran yaitu (1) menggambarkan urutan pengembangan


kompetensi yang harus dikuasai peserta didik, (2) alur tujuan pembelajaran dalam satu
fase menggambarkan cakupan dan tahapan pembelajaran yang linear dari awal hingga
akhir fase, dan (3) Alur tujuan pembelajaran pada keseluruhan fase menggambarkan
cakupan dan tahapan pembelajaran yang menggambarkan tahapan perkembangan
kompetensi antarfase dan jenjang. Contoh Alur Modul Pembelajaran disajikan pada
Gambar 2.
Gambar 2. Contoh hasil pemetaan Capaian Pembelajaran (CP) kedalam Alur Tujuan
Pembelajaran (ATP)
Prosedur penyusunan alur tujuan pembelajaran: (1) melakukan analisis CP mata
pelajaran pada fase yang akan dipetakan, (2) identifikasi kompetensi-kompetensi yang
harus dikuasai peserta didik pada fase tersebut, (3) rumuskan tujuan pembelajaran
dengan mempertimbangkan kompetensi yang akan dicapai, konten yang akan dipelajari
dan variasi keterampilan berpikir apa yang perlu dikuasai peserta didik untuk mencapai
tujuan pembelajaran, (4) identifikasi elemen dan/atau sub-elemen Profil Pelajar Pancasila
yang sesuai dengan tujuan pembelajaran yang dirumuskan, dan (5) setelah tujuan
pembelajaran dirumuskan, susun tujuan pembelajaran secara linear sebagaimana urutan
kegiatan pembelajaran yang dilakukan dari hari ke hari.

2. Perencanaan dan Pelaksanaan Asesmen Diagnostik

Asesmen diagnostik bertujuan untuk mengidentifikasi kompetensi, kekuatan, kelemahan


peserta didik. Hasilnya digunakan pendidik sebagai rujukan dalam merencanakan
pembelajaran sesuai dengan kebutuhan pembelajaran peserta didik. Dalam kondisi
tertentu, informasi terkait latar belakang keluarga, kesiapan belajar, motivasi belajar,
minat peserta didik, dan lain-lain, dapat dipakai sebagai bahan pertimbangan dalam
merencanakan pembelajaran.
Asesmen diagnostik merupakan tahapan yang paling mendasar dilakukan dalam sebuah
proses pembelajaran yang berdiferensiasi. Sayangnya tahapan asesmen diagnostik
seringkali absen dalam praktik pembelajaran di kelas selama ini. Asesmen terlalu menitik
beratkan pada asesmen terhadap capaian hasil belajar. Pembelajaran di kelas dilakukan
tanpa mempertimbangkan kondisi awal peserta didik, sehingga penerapannya sering kali
menggunakan pendekatan one-size-fits-all atau satu untuk semua.

Asesmen diagnostik sebagai asesmen di awal proses belajar digunakan untuk membantu
guru mengukur penguasaan dan kebutuhan peserta didik terkait capaian kurikulum. Hasil
asesmen diagnostik memberikan informasi yang dapat digunakan guru dan peserta didik
menentukan tujuan dan tahapan belajar. Untuk mengenali profil peserta didik secara
menyeluruh, asesmen yang dilakukan perlu meliputi aspek kognitif dan non kognitif.
Informasi mendasar yang diperoleh dari asesmen diagnostik kognitif antara lain adalah
tahapan penguasaan kompetensi literasi dan numerasi yang merupakan kompetensi
minimal peserta didik untuk mampu belajar, tingkat pengetahuan awal pada sebuah mata
pelajaran, serta cara belajar. Sementara itu, dari asesmen diagnostik non kognitif dapat
diperoleh informasi lain mengenai profil peserta didik, minat dan bakat, serta kesiapan
belajar secara psikologis. Asesmen diagnostik sendiri dapat dapat dilakukan dengan
menggunakan berbagai metode yang memungkinkan penguasaan dan kebutuhan
peserta didik menjadi terlihat. Misalnya; tes tertulis, survei, wawancara, observasi,
games, forum diskusi, tes psikologis dan minat bakat, dan sebagainya.
Gambar 3. Posisi Asesmen diagnostik pada siklus pembelajaran
(Sumber: Naskah Akademik, Prinsip Pengembangan Pembelajaran Berdiferensiasi)

3. Mengembangkan Modul Ajar

Modul ajar merupakan pengembangan dari rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP)


yang dilengkapi dengan panduan yang lebih terperinci, termasuk lembar kegiatan peserta
didik dan asesmen untuk mengukur ketercapaian tujuan pembelajaran. Disebut sebagai
modul karena perangkat ini dapat digunakan secara modular. Dengan adanya modul ajar
ini, guru dapat menggunakan perangkat yang lebih bervariasi, tidak hanya buku teks
pelajaran yang sama sepanjang tahun. Dengan kata lain, ini memberikan kesempatan
kepada guru untuk menggunakan sumber pengajaran yang lebih beragam, tidak terbatas
pada buku teks pelajaran saja. Modul ajar tidak hanya dikembangkan oleh pemerintah
namun juga dapat dikembangkan oleh guru serta komunitas pendidikan lainnya di
Indonesia melalui praktik baik yang telah dilakukan.

Pendidik dan satuan pendidikan dapat menggunakan berbagai strategi untuk


mengembangkan modul ajar selama modul ajar yang dihasilkan memenuhi kriteria yang
telah ditetapkan dan aktivitas pembelajaran dalam modul ajar sesuai dengan prinsip
pembelajaran dan asesmen.
Modul ajar yang dikembangkan diharapkan memenuhi empat kriteria.

a. Esensial: pemahaman konsep dari setiap mata pelajaran melalui pengalaman


belajar dan lintas disiplin.
b. Menarik, bermakna, dan menantang: menumbuhkan minat untuk belajar dan
melibatkan peserta didik secara aktif dalam proses belajar. Berhubungan dengan
pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki sebelumnya, sehingga tidak terlalu
kompleks, namun juga tidak terlalu mudah untuk tahap usianya.
c. Relevan dan kontekstual: berhubungan dengan pengetahuan dan pengalaman
yang dimiliki sebelumnya, dan sesuai dengan konteks di waktu dan tempat peserta
didik berada.
d. Berkesinambungan: Keterkaitan alur kegiatan pembelajaran sesuai dengan fase
belajar peserta didik.

Penulisan modul ajar bertujuan untuk memandu pendidik untuk melaksanakan proses
pembelajaran. Komponen dalam modul ajar ditentukan oleh pendidik berdasarkan
kebutuhannya. Secara umum modul ajar memiliki komponen seperti yang ditampilkan
pada Gambar 4.
Gambar 4. Komponen Modul Ajar

4. Penyesuaian Pembelajaran dengan Tahap Capaian dan Karakteristik Peserta


Didik

Pembelajaran paradigma baru berpusat pada peserta didik, Karena itu, pembelajaran ini
disesuaikan dengan tahapan pencapaian dan karakteristik peserta didik. Bagaimana cara
pendidik melakukan hal tersebut? Dalam melakukan penyesuaian pembelajaran terdapat
delapan peran pendidik secara umum.

a. Aktif mencari dan mendengarkan pendapat, pertanyaan, sudut pandang, aspirasi


dari peserta didiknya.
b. Membuka kesempatan untuk eksplorasi diri dan dunia dengan memberikan
pertanyaan dan tugas ‘terbuka’.
c. Memberikan pertolongan dan juga tantangan bagi peserta didik yang
membutuhkan.
d. Memberikan umpan balik dan kesempatan bagi peserta didik untuk memberikan
umpan balik kepada diri dan satu sama lain.
e. Melibatkan peserta didik untuk mengambil keputusan untuk apa, mengapa,
bagaimana mereka belajar. Peserta didik berlaku sebagai kolaborator dalam
komunitas belajarnya.
f. Mengkomunikasikan ekspektasi dengan jelas kepada peserta didik. Pemahaman
yang ingin dipelajari, keterampilan yang ingin dimiliki, dan profil pelajar yang dituju.
g. Membuat kesepakatan bersama dengan peserta didik agar saling menghormati
dan membangun rasa percaya dengan satu sama lain.
h. Membangun rutinitas keseharian dengan membiasakan budaya positif, dan
konsisten menjadi teladan bagi peserta didik.

Ketika melakukan pembelajaran sesuai tahap capaian dan karakteristik peserta didik,
tidak berarti pendidik harus menyusun beberapa modul ajar atau RPP untuk
mengakomodasi kebutuhan belajar yang berbeda, pendidik cukup menyusun satu modul
ajar atau RPP dengan kegiatan pembelajaran yang dilengkapi petunjuk penyesuaian
terhadap tahap capaian dan karakteristik peserta didik.

5. Perencanaan, Pelaksanaan, dan Pengolahan Asesmen Formatif dan Sumatif

Asesmen merupakan bagian terpadu dari proses pembelajaran, memfasilitasi


pembelajaran, dan menyediakan informasi yang holistik sebagai umpan balik untuk
pendidik, peserta didik, dan orang tua agar dapat memandu mereka dalam menentukan
strategi pembelajaran selanjutnya. Asesmen dirancang dan dilakukan sesuai dengan
fungsi asesmen tersebut, dengan keleluasaan untuk menentukan teknik dan waktu
pelaksanaan asesmen agar efektif mencapai tujuan pembelajaran. Asesmen dirancang
secara adil, proporsional, valid, dan dapat dipercaya (reliable) untuk menjelaskan
kemajuan belajar dan menentukan keputusan tentang langkah selanjutnya. Laporan
kemajuan belajar dan pencapaian peserta didik bersifat sederhana dan informatif,
memberikan informasi yang bermanfaat tentang karakter dan kompetensi yang dicapai
serta strategi tindak lanjutnya. Hasil asesmen digunakan oleh peserta didik, pendidik,
tenaga kependidikan, dan orang tua sebagai bahan refleksi untuk meningkatkan mutu
pembelajaran.

Asesmen perlu dilaksanakan melalui tiga pendekatan, yaitu asesmen atas pembelajaran
(assessment of learning), asesmen untuk pembelajaran (assessment for learning), dan
asesmen sebagai pembelajaran (assessment as learning). Asesmen atas pembelajaran
dilakukan untuk mengukur capaian peserta didik terhadap kompetensi yang telah
ditetapkan. Asesmen untuk pembelajaran memungkinkan guru menggunakan informasi
kondisi peserta didik untuk memperbaiki pembelajaran, sedangkan asesmen sebagai
pembelajaran memungkinkan peserta didik melihat capaian dan kemajuan belajarnya
untuk menentukan target belajar.

Selama ini pelaksanaan asesmen cenderung berfokus pada asesmen sumatif yang
dijadikan acuan untuk mengisi laporan hasil belajar. Hasil asesmen belum dimanfaatkan
sebagai umpan balik untuk perbaikan pembelajaran. Pada pembelajaran paradigma
baru, pendidik diharapkan lebih berfokus pada asesmen formatif dibandingkan sumatif
dan menggunakan hasil asesmen formatif untuk perbaikan proses pembelajaran yang
berkelanjutan. Salah satu contoh asesmen formatif adalah asesmen diri (self-
assessment) dan asesmen antarteman (peer assessment). Asesmen ini berfungsi
sebagai bahan refleksi diri, yang nantinya dapat digunakan oleh Pendidik sebagai
data/informasi untuk mengonfirmasi capaian hasil belajar peserta didik. Pada Gambar 5
disajikan perbandingan tipe asesmen.
Gambar 5. Perbandingan Tipe Asesmen

Pelaksanaan asesmen formatif dapat dilakukan dengan memperhatikan hal berikut: (1)
dilaksanakan bersamaan dalam proses pembelajaran, yang kemudian ditindaklanjuti
untuk memberi perlakuan berdasarkan kebutuhan peserta didik serta perbaikan proses
pembelajaran, (2) pendidik dapat menggunakan berbagai teknik seperti observasi,
performa (kinerja, produk, projek, portofolio), maupun tes, (3) tindak lanjut yang dilakukan
bisa dilakukan langsung dengan memberikan umpan balik atau melakukan intervensi,
dan (4) pendidik dapat mempersiapkan berbagai instrumen seperti rubrik, catatan
anekdotal, lembar ceklist untuk mencatat informasi yang terjadi selama pembelajaran
berlangsung.

Pelaksanaan asesmen sumatif dapat dilakukan dengan memperhatikan hal berikut: (1)
sumatif dilakukan pada akhir lingkup materi untuk mengukur kompetensi yang
dikehendaki dalam tujuan pembelajaran dan pada akhir semester, (2) pendidik dapat
menggunakan berbagai teknik seperti portofolio, performa (kinerja, produk, projek,
portofolio), maupun tes, dan (3) hasil sumatif dapat ditindak lanjuti dengan memberikan
umpan balik atau melakukan intervensi kepada peserta didik maupun proses
pembelajaran yang telah dilakukan.

Pada pelaksanaannya, baik asesmen formatif dan sumatif dapat menggunakan berbagai
bentuk tes. Menurut bentuk pertanyaannya pada umumnya tes dibedakan kedalam dua
kelompok, yaitu tes membangun-jawaban (constructed-response) dan tes memilih
jawaban (selected-response) (Budiyono, 2015: 69)

a. Tes membangun jawaban (constructed-response)

Termasuk kedalam tes membangun jawaban adalah tes uraian (essay test) dan
tes jawaban singkat (short-answer test). Pada tipe ini peserta tes diharapkan
merumuskan jawaban sendiri dengan kata-kata sendiri. Jawaban tipe tes uraian
dapat berupa jawaban pendek atau jawaban panjang, tergantung dari arah dan
cakupan yang dikehendaki oleh butir tes. Jenis ini biasanya memuat
permasalahan yang menuntut peserta tes untuk mengorganisir dan merumuskan
jawabannya dengan menggunakan kata-kata, ide dan pemikirannya sendiri
berdasarkan latar belakang pengetahuan yang dimilikinya. Keunggulan yang
dimiliki tes uraian antara lain: (1) menghendaki pengorganisasian jawaban,
sehingga pada tes uraian bisa dilihat jalan pikiran peserta tes, (2) jawaban
disampaikan dengan kata-kata dan tulisannya sendiri, sehingga dapat dilihat
kejernihan jalan pikiran peserta tes, (3) mudah menyusun soalnya, dan (4) dapat
membedakan secara jelas kemampuan peserta didik. Disisi lain kelemahan dari
tes uraian antara lain: (1) bahan yang diliput terbatas, (2) waktu yang diperlukan
untuk menjawab soal uraian lama, dan (3) penilaian yang cenderung subjektif, (4)
sukar dalam menentukan skor (Budiyono, 2015:69-71).

b. Tes memilih jawaban (selected-response)

Secara garis besar, tes memilih jawaban dapat dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu
tes benar salah, tes menjodohkan, dan tes pilihan ganda. Dari ketiga jenis ini, yang
paling banyak digunakan (terutama di tingkat SMA/SMK) adalah jenis pilihan
ganda.

Tes pilihan ganda dapat dibedakan menjadi sembilan bentuk, yaitu (1) melengkapi
lima pilihan, (2) asosiasi dengan lima pilihan, (3) hal kecuali, (4) analisis hubungan
antar hal, (5) analisis kasus, (6) perbandingan kualitatif, (7) hubungan dinamik, (8)
melengkapi berganda, dan (9) pemakaian gambar, diagram, atau grafik. Dari
berbagai bentuk itu yang paling sering digunakan adalah bentuk melengkapi lima
pilihan, bentuk analisis kasus, dan bentuk melengkapi berganda.

Tes bentuk pilihan ganda terdiri dari batang tubuh yang berupa suatu pernyataan
yang belum lengkap atau suatu pertanyaan yang diikuti oleh sejumlah
kemungkinan jawaban. Batang tubuh tadi sering disebut pokok soal (stem)
kemungkinan jawaban disebut option. Option yang merupakan jawaban yang
benar disebut kunci (key), dan option-option yang bukan kunci jawaban disebut
pengecoh (distractor).

Kelebihan dari soal bentuk pilihan ganda adalah lebih fleksibel dan lebih efektif
dari pada bentuk lain. Jika dikonstruksi dengan baik, soal bentuk pilihan ganda
amat efektif mengukur kemampuan menguraikan informasi, perbendaharaan kata,
aplikasi suatu konsep, atau kemampuan menginterpretasikan sesuatu. Jika
dikonstruksi dengan baik soal pilihan ganda juga dapat mendeskriminasikan,
menentukan pendapat, dan menarik kesimpulan. Satu-satunya kemampuan yang
tidak dapat diukur dengan tipe pilihan ganda adalah kemampuan mengorganisir
(proses) sesuatu. Selain itu kelemahan lainnya adalah mengonstruksi tes bentuk
pilihan ganda sangat sukar dan memerlukan waktu yang lama. Tidak jarang
pembuat soal hanya memasukan hal-hal yang mudah-mudah saja. Yaitu sekedar
mengukur hal-hal yang bersifat pengetahuan (hafalan) (Budiyono, 2015: 75-77).

c. Alternatif bentuk test

(1) Testlet

Pengertian testlet dalam buku yang ditulis oleh Tissen dan Wainer (2001: 173)
adalah suatu grup atau kelompok pertanyaan (item) yang berhubungan dengan
suatu topik tertentu yang dikembangkan menjadi satu kesatuan dan berisi
sejumlah langkah yang telah ditentukan sebelumnya dan yang dapat diikuti oleh
peserta. Testlet termasuk kedalam jenis tes yang menghasilkan lebih dari satu
respon. Testlet ini memiliki respons yang relatif bertingkat dalam kaitannya dengan
pengetahuan (construct) yang akan diukur.
Desain instrumen Testlet menurut Huang dan Wang (2012) adalah suatu set
pertanyaan yang memberikan stimulus. Hal ini telah banyak digunakan dalam
dunia pendidikan dan tes psikologi. Banyak pengembang tes yang menemukan
desain Testlet ini menarik karena efisien dalam penulisan itemnya. Beberapa topik
pada pembelajaran bersifat hirarkis, sebagai contoh struktur hirarki kemampuan
mental. Beberapa peneliti telah mengembangkan jenis “latent trait” untuk
mengukur berbagai macam keterampilan, seperti diagnosis kognitif yang
dilakukan oleh De La Torre dan Douglas (2004), model multidimensi dengan
struktur hirarkis yang dilakukan oleh Sheng dan Wikle (2008) dan IRT tingkat tinggi
yang dikembangkan oleh De la Torre dan Song (2009). Dalam literatur, Testlet
model respon dan model IRT tingkat tinggi di kembangkan secara terpisah. Tetapi
topik yang hirarkis dapat diukur dengan menggunakan item Testlet. hal ini memiliki
nilai yang baik untuk pengembangan dari model IRT yang menghubungkan Testlet
dengan struktur topik yang hirarkis.

Dua konsep umum yang biasa digunakan pada faktor model Testlet adalah
independensi tiap item dan multidimensional. Testlet yang digunakan biasanya
tidak terlepas dari dua bentuk tersebut. Testlet dengan independensi artinya setiap
item tes yang dikembangkan tidak berhubungan dengan item lainnya, sebaliknya
dengan menggunakan konsep multidimensi setiap item yang dikembangkan
mungkin berhubungan dengan item lainnya sebagai contoh ketika disajikan suatu
data grafik pertanyaan pertamanya adalah apa yang didapatkan dari grafik,
sedangkan pertanyaan tingkat selanjutnya adalah mengapa itu terjadi.
Multidimensi ini mungkin terlihat lebih beralasan ketika diterapkan pada multi item
yang berhubungan dengan konteks tetapi tidak dibuat secara langsung dari satu
sama lain (DeMars, 2012). Ciri soal Testlet adalah bahwa butir soal pendukung
satu menjadi tahap paling awal yang harus dikuasai peserta didik.
Contoh soal Testlet:

SOAL UTAMA:

Atmosfer berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua kata, atmos berarti uap,
gas, atau udara dan sphaira berarti lapisan atau bulatan. Jadi, atmosfer adalah
lapisan gas yang menyelubungi (bulatan) bumi. Atmosfer pendamping bumi terdiri dari
lima lapisan, yang masing-masing lapisan mempunyai fungsi yang berbeda-beda
terhadap bumi. Salah satu fungsi utama dari atmosfer bagi makhluk hidup adalah
untuk bernapas.
1. Lapisan atmosfer yang besar pengaruhnya terhadap kehidupan di muka bumi
karena pada lapisan ini terjadi semua peristiwa cuaca adalah lapisan ....
A. stratosfer
B. mesosfer
C. troposfer
D. eksosfer
E. thermosfer
2. Proses yang terjadi pada lapisan berdasarkan jawaban soal nomor 1 adalah
….
A. pembentukan awan
B. inversi suhu
C. pembentukan lapisan ozon
D. penyerapan radiasi sinar ultraviolet
E. pemantulan gelombang radio
3. Peristiwa yang terjadi berdasarkan jawaban soal nomor 2 dapat terjadi
karena….
A. proses ionisasi atom-atom di dalam lapisan tersebut
B. perubahan suhu yang ekstrim
C. reaksi pemecahan oksigen
D. kondensasi uap air
E. evaporasi air
Penskoran:

No Aspek Penilaian Skor

1 Peserta 0
didik tidak dapat menyelesaikan soal pendukung no 1 dengan be
nar
2 Peserta 1
didik dapat menyelesaikan soal pendukung no 1 dengan benar, te
tapi tidak dapat menyelesaikan soal pendukung no 2
3 Peserta didik 2
dapat menyelesaikan soal pendukung no 1 dan 2 dengan benar,
tetapi tidak dapat menyelesaikan soal pendukung no 3
4 Peserta 3
didik dapat menyelesaikan keseluruhan soal pendukung dengan b
enar

(2) Two-tier Multiple Choice (TTMC)

Menurut S.O. Adodo (2013) Two-Tier Multiple Choice (TTMC) adalah bentuk pertanyaan
yang lebih canggih dari pertanyaan pilihan ganda. Tingkat pertama menyerupai pilihan
ganda tradisional, yang biasanya berkaitan dengan pernyataan pengetahuan. Tingkat
kedua menyerupai format dari soal pilihan ganda tradisional tetapi bertujuan untuk
mendorong pemikiran dan penalaran keterampilan yang lebih tinggi. Pertanyaan juga
bertujuan untuk mengidentifikasi miskonsepsi yang dimiliki oleh peserta didik karena
banyak distractors didasarkan pada kesalahpahaman tersebut.
Mirip dengan soal pilihan ganda tradisional, soal two-tier multiple choice diklasifikasikan
ke dalam genre tes yang dikenal sebagai "objective test ". Soal jenis ini diyakini pertama
kali muncul dalam ujian 'A-Level' di Inggris selama tahun 1960-an, namun bukti
menunjukkan bahwa format ini digunakan lebih awal dari ini, dalam pemeriksaan medis
Amerika Serikat selama tahun 1950 (Moore Dalam Alison Cullinane, 2011).

TTMC serupa dalam format soal pilihan ganda tradisional tetapi seperti namanya, TTMC
mengandung dua tingkat pertanyaan yang saling terhubung. Tujuan dari lapis kedua ini
adalah untuk mendorong peserta didik untuk berpikir tingkat tinggi dan keterampilan
penalaran. Tingkat pertama dari pertanyaan biasanya berkaitan dengan pernyataan
pengetahuan sedangkan unsur kedua dari pertanyaan memfasilitasi pengujian peserta
didik belajar di tingkat berpikir yang lebih tinggi. Mirip dengan soal pilihan ganda
tradisional, ada kunci dan distraktor. Kuncinya adalah jawaban yang benar dan distraktor
menggambarkan daftar pilihan untuk "mengalihkan perhatian" dari kunci atau jawaban
yang benar. Desain TTMC menggunakan taksonomi Blooms (1956) sebagai kerangka
kerja untuk mempromosikan tingkat berpikir yang berbeda. Instrumen pertanyaan ini
membuat lebih mudah untuk menguji tingkat pemikiran peserta didik yang lebih tinggi
dibandingkan dengan soal pilihan ganda konvensional. Tujuan dari pertanyaan ini adalah
untuk membantu peserta didik dan guru untuk mengidentifikasi masalah peserta didik
sehingga mereka dapat berpikir ulang untuk memperbaiki kesalahan atau kesulitan dan
mengembangkan pemahaman yang lebih dalam tentang topik. (Cullinane, 2011).

Menurut Tan, Taber, Goh, dan Chia (2005) item dalam instrumen diagnostik two-tier
multiple choice secara khusus dirancang untuk mengidentifikasi konsepsi alternatif dan
kesalahpahaman di daerah konten yang terbatas dan jelas. Bagian pertama dari setiap
item terdiri dari pertanyaan pilihan ganda biasanya konten memiliki dua atau tiga pilihan.
Bagian kedua dari setiap item berisi empat atau lima kemungkinan alasan untuk jawaban
dari bagian pertama, hal ini membuat instrumen diagnostik yang lebih kuat dan efektif
karena memungkinkan untuk mendasari alasan dari jawaban peserta didik. Alasan yang
salah (distraktor) berasal dari alternatif konsepsi peserta didik yang dikumpulkan dari
literatur, wawancara, dan tes respon bebas.
Contoh soal two tier:

Indonesia adalah sebuah negara yang kaya akan sumber daya alam, bahkan pada
tahun 90-an, Indonesia sempat mendapatkan penghargaan swasembada pangan, di
mana Indonesia mampu memenuhi kebutuhan seluruh masyarakatnya tanpa harus
melakukan impor, namun saat ini, Indonesia harus melakukan impor untuk memenuhi
kebutuhan seluruh masyarakatnya yang semakin banyak. Dari ilustrasi di atas, maka
terjadinya kelangkaan disebabkan oleh faktor….
A. perbedaan letak geografis
B. pertumbuhan penduduk
C. kemampuan produksi
D. sumber daya alam yang terbatas
E. kurangnya sumber daya manusia
Alasan
A. terjadinya kelangkaan disebabkan semakin banyaknya masyarakat yang
meningkatkan kebutuhan pangan
B. terjadinya kelangkaan disebabkan proses produksi yang terhambat
C. terjadinya kelangkaan disebabkan berkurangnya sumber bahan baku
D. terjadinya kelangkaan disebabkan tidak lancarnya proses distrubusi pangan
E. terjadinya kelangkaan disebabkan menurunnya jumlah tenaga produktif

Penskoran:

Jawaban Siswa
Skor
First tier Second tier

Benar Benar 3

Benar Salah 2

Salah Benar 1

Salah/Tidak Menjawab Salah/Tidak Menjawab 0

6. Pelaporan Kemajuan Belajar


Pelaporan hasil adalah bagaimana sekolah mengkomunikasikan apa yang peserta
didik ketahui, pahami, dan bisa lakukan. Pelaporan menggambarkan
perkembangan dari proses pembelajaran peserta didik, mengidentifikasi area
yang perlu dikembangkan, dan berkontribusi pada efektivitas pembelajaran.
Asesmen tanpa umpan balik hanyalah nilai akhir semata, oleh karena itu umpan
balik mempunyai peran penting dalam menerjemahkan penilaian dan
memperbaiki kinerja. Laporan kemajuan belajar berupa rapor merupakan salah
satu bentuk pelaporan asesmen yang paling umum dilakukan sekolah, dan harus
diperhatikan untuk memberikan informasi yang jelas agar berguna bagi orang tua
peserta didik dan peserta didik.

Dalam bentuk pelaporan belajar, peserta didik lebih banyak berperan dalam
aktivitasnya. Pelaporan hasil belajar (rapor), dibuat oleh pendidik sebagai analisis
hasil belajar dalam bentuk tertulis dan langsung dilaporkan ke orang tua peserta
didik. Beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk pelaporan yang efektif adalah
(1) melibatkan orangtua peserta didik, peserta didik dan pendidik sebagai partner,
(2) merefleksikan nilai-nilai yang dianut oleh sekolah, (3) menyeluruh, jujur, adil,
dan dapat dipertanggungjawabkan, dan (4) jelas dan mudah dipahami oleh semua
pihak.

7. Evaluasi Pembelajaran dan Asesmen

Beberapa hal yang perlu diperhatikan ketika melakukan evaluasi pembelajaran


dan asesmen adalah:

a. Melakukan refleksi pembelajaran dan asesmen. Pada kegiatan ini pendidik


perlu melakukan refleksi terhadap pembelajaran dan asesmen yang telah
dilakukan pada masing-masing modul ajar, cermati bagian manakah yang
telah tercapai dan belum. Hasil asesmen formatif dapat digunakan sebagai
dasar untuk melakukan kegiatan refleksi.
b. Mengidentifikasi apa saja yang sudah berhasil dan apa saja yang perlu
diperbaiki. Identifikasi keberhasilan dapat dilakukan dengan memanfaatkan
berbagai sudut pandang, seperti kegiatan diskusi dengan teman sejawat,
menggunakan data asesmen, maupun penilaian dari peserta didik.
c. Menindak lanjuti dengan memodifikasi modul ajar selanjutnya. Modifikasi
modul ajar tentunya dilakukan setelah kegiatan evaluasi pembelajaran dan
asesmen, pendidik dapat bekerja sama dengan teman sejawat untuk
melakukan pengembangan berdasarkan kebutuhannya.

Anda mungkin juga menyukai