Anda di halaman 1dari 11

SMA Perguruan Sultan Agung Jl. Surabaya no.

19, Pematangsiantar Sumatera Utara Indonesia

Kata Pengantar,
Mengenal Budaya Batak
Page 1

Assalamualaikum Wr. Wb. Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan hidayah-Nya penulisan tugas ini dapat diselesaikan. Saya mengucapkan terima kasih kepada para pembagi informasi ini. Karena dari informasi tersebut saya dapat mempelajari tentang hal-hal yang belum pernah saya ketahui.. Akhir kata, saya menyadari TAK ADA GADING YANG TAK RETAK sehingga tugas ini juga tidak terlepas dengan kekurangan. Oleh karena itu, saya mengharapkan kritik dan saran dari guru pembimbing agar apabila dalam pembuatan tugas selanjutnya bisa berhasil dengan baik. Dan untuk yang kata penutupnya saya mohon maaf sebesar-besar nya. Wassalamualaikum Wr. Wb.

Pematang Siantar, 7 Februari 2011 Hormat saya,

Siti Nazrina

DAFTAR ISI
Mengenal Budaya Batak
Page 2

Cover ..........................................................................1 Kata pengantar .................................................... 2 Daftar isi .................................................................. 3 Sejarah ................................................................... 4-5 Budaya dan tradisi Batak ............................. 5-6 Rumah adat suku Batak ............................... 6 8 Pakaian adat Batak .......................................... 8-9 Bahasa Batak ....................................................... 9-10 Teknologi ................................................................. 10 Tarian dan Seni Batak ....................................... 10 Makanan Khas Suku Batak ........................... 10-11

Mengenal Budaya Batak

Page 3

Sejarah
Versi sejarah mengatakan Si Raja Batak dan rombongannya datang dari Thailand, terus ke Semenanjung Malaysia lalu menyeberang ke Sumatera dan menghuni Sianjur Mula Mula, lebih kurang 8 km arah Barat Pangururan, pinggiran Danau Toba sekarang. Versi lain mengatakan, dari India melalui Barus atau dari Alas Gayo berkelana ke Selatan hingga bermukim di pinggir Danau Toba. Diperkirakan Si Raja Batak hidup sekitar tahun 1200 (awal abad ke-13). Raja Sisingamangaraja XII salah satu keturunan Si Raja Batak yang merupakan generasi ke-19 (wafat 1907), maka anaknya bernama Si Raja Buntal adalah generasi ke-20. Batu bertulis (prasasti) di Portibi bertahun 1208 yang dibaca Prof. Nilakantisasri (Guru Besar Purbakala dari Madras, India) menjelaskan bahwa pada tahun 1024 kerajaan COLA dari India menyerang SRIWIJAYA yang menyebabkan bermukimnya 1.500 orang TAMIL di Barus. Pada tahun 1275 MOJOPAHIT menyerang Sriwijaya, hingga menguasai daerah Pane, Haru, Padang Lawas. Sekitar rahun 1.400 kerajaan NAKUR berkuasa di sebelah Timur Danau Toba, Tanah Karo dan sebagian Aceh. Dengan memperhatikan tahun tahun dan kejadian di atas diperkirakan: Si Raja Batak adalah seorang aktivis kerajaan dari Timur Danau Toba (Simalungun sekarang), dari Selatan Danau Toba (Portibi) atau dari Barat Danau Toba (Barus) yang mengungsi ke pedalaman, akibat terjadi konflik dengan orang-orang Tamil di Barus. Akibat serangan Mojopahit ke Sriwijaya, Si Raja Batak yang ketika itu pejabat Sriwijaya yang ditempatkan di Portibi, Padang Lawas dan sebelah Timur Danau Toba (Simalungun). Sebutan Raja kepada Si Raja Batak diberikan oleh keturunannya karena penghormatan, bukan karena rakyat menghamba kepadanya. Demikian halnya keturunan Si Raja Batak seperti Si Raja Lontung, Si Raja Borbor, Si Raja Oloan, dsb. Meskipun tidak memiliki wilayah kerajaan dan rakyat yang diperintah. Selanjutnya menurut buku TAROMBO BORBOR MARSADA anak Si Raja Batak ada 3 (tiga) orang yaitu : GURU TETEABULAN, RAJA ISUMBAON dan TOGA LAUT. Dari ketiga orang inilah dipercaya terbentuknya Marga-marga Batak Topografi dan alam Tapanuli yang subur, telah menarik orang-orang Melayu Tua (Proto Melayu) untuk bermigrasi ke wilayah Danau Toba sekitar 4.000 - 7.000 tahun lalu. Bahasa dan bukti-bukti arkeologi menunjukkan bahwa orang-orang Austronesia dari Taiwan telah berpindah ke Sumatera dan Filipina sekitar 2.500 tahun lalu, dan kemungkinan orang Batak termasuk ke dalam rombongan ini. Selama abad ke-13, orang Batak melakukan hubungan dengan kerajaan Pagaruyung di Minangkabau yang mana hal ini telah menginspirasikan pengembangan aksara Batak. Pada abad ke-6, pedagang-pedagang Tamil asal India mendirikan kota dagang Barus, di pesisir barat Sumatera Utara. Mereka berdagang kamper yang diusahakan oleh petani-petani Batak di pedalaman. Produksi kamper dari tanah Batak berkualitas cukup baik, sehingga kamper menjadi komoditi utama pertanian orang Batak, disamping kemenyan. Pada abad ke-10, Barus diserang oleh Sriwijaya. Hal ini menyebabkan terusirnya pedagang-pedagang Tamil dari pesisir Sumatera. Pada masa-masa berikutnya, perdagangan kamper banyak dikuasai oleh pedagang Minangkabau yang mendirikan koloni di pesisir barat dan timur Sumatera Utara. Koloni-koloni mereka terbentang dari Barus, Sorkam, hingga Natal.

Mengenal Budaya Batak

Page 4

R.W Liddle menyatakan, bahwa sebelum abad ke-20 di Sumatera bagian utara tidak terdapat kelompok etnis sebagai satuan sosial yang koheren. Menurutnya sampai abad ke-19, interaksi sosial di daerah itu hanya terbatas pada hubungan antar individu, antar kelompok kekerabatan, atau antar kampung. Dan hampir tidak ada kesadaran untuk menjadi bagian dari satuan-satuan sosial dan politik yang lebih besar. Pendapat lain mengemukakan, bahwa munculnya kesadaran mengenai sebuah keluarga besar Batak baru terjadi pada zaman kolonial. Dalam disertasinya J. Pardede mengemukakan bahwa istilah "Tanah Batak" dan "rakyat Batak" diciptakan oleh pihak asing. Sebaliknya, Siti Omas Manurung, seorang Toba istri dari putra pendeta Batak menyatakan, bahwa sebelum kedatangan Belanda, semua orang baik Karo maupun Simalungun mengakui dirinya sebagai Batak, dan Belandalah yang telah membuat terpisahnya kelompok-kelompok tersebut. Sebuah mitos yang memiliki berbagai macam versi menyatakan, bahwa Pusuk Bukit, salah satu puncak di barat Danau Toba, adalah tempat "kelahiran" bangsa Batak. Selain itu mitos-mitos tersebut juga menyatakan bahwa nenek moyang orang Batak berasal dari Samosir. Terbentuknya masyarakat Batak yang tersusun dari berbagai macam marga, sebagian disebabkan karena adanya migrasi keluarga-keluarga dari wilayah lain di Sumatra. Penelitian penting tentang tradisi Karo dilakukan oleh J.H Neumann, berdasarkan sastra lisan dan transkripsi dua naskah setempat, yaitu Pustaka Kembaren dan Pustaka Ginting. Menurut Pusatak Kembaren, daerah asal marga Kembaren dari Pagaruyung di Minangkabau. Orang Tamil diperkirakan juga menjadi unsur pembentuk masyarakat Karo. Hal ini terlihat dari banyaknya nama marga Karo yang diturunkan dari Bahasa Tamil. Orang-orang Tamil yang menjadi pedagang di pantai barat, lari ke pedalaman Sumatera akibat serangan pasukan Minangkabau yang datang pada abad ke-14 untuk menguasai Barus.

Budaya dan Tradisi Batak


Suku batak menyusun sistem kekerabatan tidak hanya berdasarkan hubungan darah saja, namun juga berdasar pada kasih sayang dan kerukunan unsur-unsur Dalihan Na Tolu, yaitu Hula-hua, Dongan, dan Boru. Unsur pisang raut, yaitu namboru dan anak dari boru. Segala sesuatu yang berhubungan dengan pernikahan maka itulah sistem kekerabatan. Selain itu masih banyak budaya yang dimiliki suku ini, yaitu : Budaya hagabon adalah ungkapan yang berarti banyak keturunan dan panjang umur. Ungkapan tradisional batak terkenal dan diucapkan pada pengantin dengan harapan mereka dikarunai banyak anak. Bahkan, mereka selalu berharap punya anak lebih dari 12 orang. Banyak anak merupakan hal penting bagi orang batak karena merupakan sumber daya manusia yang paling kuat. Konsep hagabon merupakan warisan zaman nenek moyang batak, di mana kekuatan sebuah suku dilihat dari banyak personil mereka dalam berperang maka mereka harus mempunyai keturunan untuk membangun kekuatan. Saur Matuabulung adalah istilah dalam budaya Hagabon agar mereka berumur panjang. Dengan berumur panjang mereka akan lebih banyak lagi menghasil keterunan. Selama masih produktif mereka tak pernah berhenti untuk membuat anak. Itu zaman purba. Di zaman sekarang pun masih berlaku, namun tidak sebanyak zaman dulu. Hasangapon adalah kemuliaan, karisma untuk meraih kejayaan. Budaya ini menjadi dorongan utama bagi masyarakat Batak untuk menjadi orang kaya. Mereka akan berlomba untuk meraih kemuliaan dan kehormatan juga jabatan dalam rangka mewujudkan budaya Hasangapon. Page 5

Mengenal Budaya Batak

Hamoran adalah istilah untuk menyebut kekayaan. Maka budaya ini membentuk mereka menjadi masyarakat yang pekerja keras karena kekayaan dapat membuat kita lebih terhormat. Hamajuon adalah istilah untuk kemajuan orang Batak. Mereka akan berlomba untuk menuntut ilmu bahkan sampai merantau. Nilai budaya ini membentuk mereka menjadi masyarakat yang kuat dan cerdas. Mereka sanggup bermigrasi ke seluruh pelosok tanah air demi menuntut ilmu. Patik Dohot Ukum adalah aturan hukum adat yang berlalu dalam masyarakat batak toba. Nilai budaya lokal ini adalah nilai yang kuat disosialisasikan oleh orang batak dalam menegakkan kebenaran yang berlaku dalam adat Batak itu sendiri. Terutama hukum yang mengatur hak hak asasi manusia. Oleh karena banyak batak yang menjadi pengacara karena Patik Dohot Ukum ditanamakan dalam jiwa mereka. Dalam kehidupan sosial budaya, mereka mengenal pengayoman. Bahwa dalam lingkungan masyarakat batak harus membentuk kelompok yang sifatnya mengayomi, melindingi, dan memberi kesejahteraan bagi anggotanya. Oleh karena itu, di mana pun orang batak berkumpul pasti membentuk sebuah persatuan. Sistem religi mereka akan mencakup kehidupan beragama, baik agama lokal atau tradisional maupun agama yang diamalkan oleh pendatang. Yang pasti, agama adalah sarana untuk beribadah kepada Tuhan yang mengatur setiap kejadian dan hubungan manusia dengan Tuhan, manusia, dan alam semesta.

Rumah Adat Suku Batak


Rumah adat suku batak bernama Ruma Batak. Berdiri kokoh dan megah dan masih banyak ditemui di s Samosir Rumah adat karo kelihatan besar dan lebih tinggi dibandingkan dengan rumah adat lainnya. atapnya terbuat dari ijuk dan biasanya ditambah dengan atap-atap yang lebih kecil berbentuk segitiga yang disebut "ayo-ayo rumah" dan "tersek". Dengan atap menjulang berlapis-lapis itu rumah Karo memiliki bentuk khas dibanding dengan rumah tradisional lainnya yang hanya memiliki satu lapis atap di Sumatera Utara. Bentuk rumah adat di daerah Simalungun cukup memikat. Kompleks rumah adat di desa Pematang Purba terdiri dari beberapa bangunan yaitu rumah bolon,balai bolon,jemur,pantangan balai butuh dan lesung. Bangunan khas Mandailing yang menonjol adalah yang disebut "Bagas Gadang" (rumah Namora Natoras) dan "Sopo Godang" (balai musyawarah adat). Rumah adat pesisir sibolga kelihatan lebih megah dan lebih indah dibandingkan dengan rumah adat lainnya. Rumah adat ini masih berdiri kokoh di halaman Gedung Nasional Sibolga. Suku Batak menganggap rumah adat mereka sebagai kerbau yang sedang berdiri dan dinamakan Rumah Balai Batak Toba. Bentuk rumah adat suku Batak berupa rumah panggung. Selain sangat menghargai binatang kerbau, warga masyarakat Sumatera Utara sangat mencintai gotong royong dan kebersamaan. Misalnya, pada saat membangun rumah adat suku Batak, mereka melakukannya dengan bersama-sama. Bagian-bagian Rumah Adat Suku Batak 1. Rumah adat suku Batak terdiri dari tiga bagian yang disebut tritunggal benua, yaitu:

atap rumah atau benua atas yang dipercaya sebagai tempat dewa. lantai dan dinding atau benua tengah yang ditempati manusia.

Mengenal Budaya Batak

Page 6

kolong rumah atau benua bawah yang dipercaya sebagai sebagai tempat kematian.

Pada zaman dulu, rumah bagian tengah itu tidak mempunyai kamar. Untuk masuk ke dalam rumah harus menaiki tangga dari kolong rumah. Anak tangganya berjumlah lima sampai tujuh buah. 2. Bagian rumah adat Batak berupa tiang biasanya dekat dengan pintu. Tiang ini memepunyai bentuk yang bulat panjang, yang dimaksudkan untuk menyangga bagian atas atau lantai dua. 3. Balok digunakan untuk menghubungkan semua tiang yang disebut juga dengan rassang. Balok bentuknya lebih tebal daripada papan Balok ini bisa menyatukan tiang-tiang depan, belakang, samping kanan dan kiri rumah, dan dipegang oleh solong-solong (pengganti paku). 4. Terdapat pintu di kolong rumah untuk jalan masuk kerbau supaya bisa masuk ke dalam kolong. 5. Rumah adat suku Batak mempunyai atap rumah yang terbuat dari ijuk. Ijuk ini terdiri atas 3 lapisan. Tuham-tuham merupakan lapisan pertama, sedangkan lapisan kedua disebut lalubak dan kemudian dilanjutkan dengan lapisan ketiga. 6. Tangga rumah adat suku Batak ada dua macam, yaitu:

Pertama adalah tangga jantan (balatuk tunggal). Tangan jantan terbuat dari beberapa potongan pohon. Jenis pohon yang bisa dijadikan tangga tidak sembarang. Pohon ini biasanya disebut sibagure, merupakan jenis pohon yang mempunyai batang kuat. Kedua disebut tangga betina (balatuk boru-boru). Jenis tangga ini merupakan paduan beberapa potong kayu yang keras dan biasanya terdiri atas anak tangga dengan hitungan yang ganjil.

Ciri Khas Rumah Adat Suku Batak Ada beberapa ciri khas yang dapat dijumpai pada rumah adat suku Batak. Diantaranya adalah

Bentuk bangunan merupakan perpaduan dari tiga macam hasil seni, yaitu seni pahat, seni ukir, serta hasil seni kerajinan. Bentuk rumah adat dari suku Batak pada umumnya melambangkan Kerbau berdiri tegak. Menghias bagian atap dengan tanduk kerbau. Bangunan dibuat berdasarkan musyawarah dan saran-saran dari para orang tua.

Mengenal Budaya Batak

Page 7

Pakaian Adat Batak


Sama seperti suku-suku lain di sekitarnya, pakaian adat suku Simalungun tidak terlepas dari penggunaan kain Ulos (disebut Uis di suku Karo). Kekhasan pada suku Simalungun adalah pada kain khas serupa Ulos yang disebut Hiou dengan berbagai ornamennya. Ulos pada mulanya identik dengan ajimat, dipercaya mengandung "kekuatan" yang bersifat religius magis dan dianggap keramat serta memiliki daya istimewa untuk memberikan perlindungan. Menurut beberapa penelitian penggunaan ulos oleh suku bangsa Batak, memperlihatkan kemiripan dengan bangsa Karen di perbatasan Myanmar, Muangthai dan Laos, khususnya pada ikat kepala, kain dan ulosnya.[12] Secara legenda ulos dianggap sebagai salah satu dari 3 sumber kehangatan bagi manusia (selain Api dan Matahari), namun dipandang sebagai sumber kehangatan yang paling nyaman karena bisa digunakan kapan saja (tidak seperti matahari, dan tidak dapat membakar (seperti api). Seperti suku lain di rumpun Batak, Simalungun memiliki kebiasaan "mambere hiou" (memberikan ulos) yang salah satunya melambangkan pemberian kehangatan dan kasih sayang kepada penerima Hiou. Hiou dapat dikenakan dalam berbagai bentuk, sebagai kain penutup kepala, penutup badan bagian bawah, penutup badan bagian atas, penutup punggung dan lain-lain. Hiou dalam berbagai bentuk dan corak/motif memiliki nama dan jenis yang berbedabeda, misalnya Hiou penutup kepala wanita disebut suri-suri, Hiou penutup badan bagian bawah bagi wanita misalnya ragipanei, atau yang digunakan sebagai pakaian sehari-hari yang disebut jabit. Hiou dalam pakaian penganti Simalungun juga melambangkan kekerabatan Simalungun yang disebut tolu sahundulan, yang terdiri dari tutup kepala (ikat kepala), tutup dada (pakaian) dan tutup bagian bawah (abit). Menurut Muhar Omtatok, Budayawan Simalungun, awalnya Gotong (Penutup Kepala Pria Simalungun) berbentuk destar dari bahan kain gelap ( Berwarna putih untuk upacara kemalangan, disebut Gotong Porsa), namun kemudian Tuan Bandaralam Purba Tambak dari Dolog Silou juga menggemari trend penutup kepala ala melayu berbentuk tengkuluk dari bahan batik, dari kegemaran pemegang Pustaha Bandar Hanopan inilah, kemudian Orang Simalungun dewasa ini suka memakai Gotong berbentuk Tengkuluk Batik. Secara harafiah, ulos berarti selimut, pemberi kehangatan badaniah dari terpaan udara dingin. Menurut pemikiran leluhur Batak, ada 3 (tiga) sumber kehangatan :

Mengenal Budaya Batak

Page 8

(1) matahari (2) api (3) ulos. Dari ketiga sumber kehangatan tersebut, ulos dianggap paling nyaman dan akrab dengan kehidupan sehari-hari. Matahari sebagai sumber utama kehangatan tidak kita peroleh malam hari, dan api dapat menjadi bencana jika lalai menggunakannya. Dalam pengertian adat Batak "mangulosi" (memberikan ulos) melambangkan pemberian kehangatan dan kasih sayang kepada penerima ulos. Biasanya pemberi ulos adalah orangtua kepada anak-anaknya, hula-hula kepada boru. Ulos terdiri dari berbagai jenis dan motif yang masing-masing memiliki makna tersendiri, kapan digunakan, disampaikan kepada siapa, dalam upacara adat yang bagaimana. Dalam perkembangannya, ulos juga diberikan kepada orang "non Batak" bisa diartikan penghormatan dan kasih sayang kepada penerima ulos. Misalnya pemberian ulos kepada Presiden atau Pejabat diiringi ucapan semoga dalam menjalankan tugas tugas ia selalu dalam kehangatan dan penuh kasih sayang kepada rakyat dan orang-orang yang dipimpinnya. Ulos juga digunakan sebagai busana, misalnya untuk busana pengantin yang menggambarkan kekerabatan Dalihan Natolu, terdiri dari tutup kepala (ikat kepala), tutup dada (pakaian) dan tutup bagian bawah (sarung)

Bahasa Batak
Dalam kehidupan dan pergaulan sehari-hari orang batak menggunakan beberapa logat, ialah : Logat karo ( biasa digunakan oleh orang karo) Logat pakpak (biasa digunakan oleh orang pakpak) Logat simalungun ( biasa dipakai oleh orang simalungun) Logat toba (biasa diapakai oleh orang toba, mandailing, dan angkola) Adalah salam khas orang Batak yang berarti selamat, salam sejahtera, yang kerap diucapkan dalam kehidupan sehari-hari bila 2 orang atau lebih bertemu. Padanan kata horas adalah Mejuah-juah (Batak Karo, Batak Pakpak), Yahobu dari daerah Nias. Sedangkan Ahoiii! adalah salam khas daerah pesisir Melayu di Sumatera Utara.

Mengenal Budaya Batak

Page 9

Horas bisa juga berarti selamat jalan/datang, selamat pagi/siang/malam dan lain lain yang maknanya baik. Karena populernya kata horas, orang-orang non Batak juga sering mengucapkan kata tersebut jika bertemu dengan orang Batak.

Teknologi
Masyarakat Batak telah mengenal dan mempergunakan alat-alat sederhana yang dipergunakan untuk bercocok tanam dalam kehidupannya. Seperti cangkul, bajak (tenggala dalam bahasa Karo), tongkat tunggal (engkol dalam bahasa Karo), sabit (sabi-sabi) atau aniani. Masyarakat Batak juga memiliki senjata tradisional yaitu, piso surit (sejenis belati), piso gajah dompak (sebilah keris yang panjang), hujur (sejenis tombak), podang (sejenis pedang panjang). Unsur teknologi lainnya yaitukain ulos yang merupakan kain tenunan yang mempunyai banyak fungsi dalam kehidupan adat Batak

Tarian dan Seni Batak


Tari Tor-Tor
Tor tor adalah tari tradisional Suku Batak. Gerakan tarian ini seirama dengan iringan musik (magondangi) yang dimainkan menggunakan alat-alat musik tradisional seperti gondang, suling, terompet batak, dan lain-lain. Menurut sejarah, tari tor tor digunakan dalam acara ritual yang berhubungan dengan roh. Roh tersebut dipanggil dan "masuk" ke patung-patung batu (merupakan simbol leluhur). Patung-patung tersebut tersebut kemudian bergerak seperti menari, tetapi dengan gerakan yang kaku. Gerakan tersebut berupa gerakan kaki (jinjit-jinjit) dan gerakan tangan. Jenis tari tor tor beragam. Ada yang dinamakan tor tor Pangurason (tari pembersihan). Tari ini biasanya digelar pada saat pesta besar. Sebelum pesta dimulai, tempat dan lokasi pesta terlebih dahulu dibersihkan dengan menggunakan jeruk purut agar jauh dari mara bahaya.

Saga-Saga
Alat musik yang di percaya mempunyai kekuatan tertentu bila di mainkan oleh orang orang tertentu. Saga saga biasanya di mainkan untuk mengiringi tarian Tor Tor dan lagu lagu batak.

Makanan Khas Batak


Batak adalah salah satu suku yang tertua di Indonesia yang diprediksikan telah ada sebelum adanya kerajaan-kerajaan di selatan, timur dan utara. Selain memiliki bahasa dan aksara, batak juga memiliki salah satu makanan khas, yaitu :

Mengenal Budaya Batak

Page 10

Sangsang Na Tinomburan Naniura Naniura adalah salah satu jenis masakan khas yang dapat dinikmati tanpa dimasak,dan dijamin makanan ini sangatlah sehat dikarenakan tidak dilengkapi dengan zat-zat kimia atau jenis bambu masakan yang modern yang banyak beredar di pasaran. Bahan utama masakan ini adalah ikan yang disebut ihan karena ikan yang satu ini sangat renyah dan tidak berbau.

Mengenal Budaya Batak

Page 11

Anda mungkin juga menyukai