Anda di halaman 1dari 23

BAB.

I
Sejarah
Orang Batak adalah penutur bahasa Austronesia, tetapi tidak diketahui
kapan nenek moyang orang Batak pertama kali bermukim di Tapanuli
dan Sumatra Timur. Bahasa dan bukti-bukti arkeologi menunjukkan
bahwa orang yang berbahasa Austronesia dari Taiwan telah berpindah
ke wilayah Filipina dan Indonesia sekitar 2.500 tahun lalu, yaitu pada
zaman batu muda (Neolitikum).[3] Karena hingga sekarang belum ada
artefak Neolitikum (Zaman Batu Muda) yang ditemukan di wilayah
Batak, maka dapat diduga bahwa nenek moyang Batak baru
bermigrasi ke Sumatra Utara pada zaman logam.

Pada abad ke-6, pedagang-pedagang Tamil asal India mendirikan kota


dagang bernama Barus, yang terletak di pesisir barat Sumatra Utara.
Mereka berdagang kapur Barus yang diusahakan oleh petani-petani di
pedalaman. Kapur Barus dari tanah Batak bermutu tinggi sehingga
menjadi salah satu komoditas ekspor di samping kemenyan. Pada
abad ke-10, Barus diserang oleh Sriwijaya. Hal ini menyebabkan
terusirnya pedagang-pedagang Tamil dari pesisir Sumatra[4]. Pada
masa-masa berikutnya, perdagangan kapur Barus mulai banyak
dikuasai oleh pedagang Minangkabau yang mendirikan koloni di
pesisir barat dan timur Sumatra Utara. Koloni-koloni mereka
terbentang dari Barus, Sorkam, hingga Natal[5].

Hingga saat ini, teori-teori masih diperdebatkan tentang asal usul dari
Bangsa Batak. Mulai dari Pulau Formosa (Taiwan), Indochina,
Mongolia, Mizoram dan yang paling kontroversial Sepuluh Suku
yang Hilang dari Israel.

Identitas Batak populer dalam sejarah Indonesia modern setelah di


dirikan dan tergabungnya para pemuda dari Angkola, Mandailing,
Karo, Toba, Simalungun, Pakpak di organisasi yang di namakan Jong
Batak tahun 1926, tanpa membedakan Agama dalam satu
kesepahaman: Bahasa Batak kita begitu kaya akan Puisi, Pepatah
dan Pribahasa yang mengandung satu dunia kebijaksanaan
tersendiri, Bahasanya sama dari Utara ke Selatan, tapi terbagi jelas
dalam berbagai dialek. Kita memiliki budaya sendiri, Aksara sendiri,
Seni Bangunan yang tinggi mutunya yang sepanjang masa tetap
membuktikan bahwa kita mempunyai nenek moyang yang perkasa,
Sistem marga yang berlaku bagi semua kelompok penduduk negeri
kita menunjukkan adanya tata negara yang bijak, kita berhak
mendirikan sebuah persatuan Batak yang khas, yang dapat membela
kepentingan kita dan melindungi budaya kuno itu [6]

R.W Liddle mengatakan, bahwa sebelum abad ke-20 di Sumatra


bagian utara tidak terdapat kelompok etnis sebagai satuan sosial yang
koheren. Menurutnya sampai abad ke-19, interaksi sosial di daerah itu
hanya terbatas pada hubungan antar individu, antar kelompok
kekerabatan, atau antar kampung. Dan hampir tidak ada kesadaran
untuk menjadi bagian dari satuan-satuan sosial dan politik yang lebih
besar.[7] Pendapat lain mengemukakan, bahwa munculnya kesadaran
mengenai sebuah keluarga besar Batak baru terjadi pada zaman
kolonial.[8] Dalam disertasinya J. Pardede mengemukakan bahwa
istilah "Tanah Batak" dan "rakyat Batak" diciptakan oleh pihak asing.
Sebaliknya, Siti Omas Manurung, seorang istri dari putra pendeta
Batak Toba menyatakan, bahwa sebelum kedatangan Belanda, semua
orang baik Karo maupun Simalungun mengakui dirinya sebagai
Batak, dan Belandalah yang telah membuat terpisahnya kelompok-
kelompok tersebut. Sebuah mitos yang memiliki berbagai macam
versi menyatakan, bahwa Pusuk Buhit, salah satu puncak di barat
Danau Toba, adalah tempat "kelahiran" bangsa Batak. Selain itu
mitos-mitos tersebut juga menyatakan bahwa nenek moyang orang
Batak berasal dari Samosir.

Terbentuknya masyarakat Batak yang tersusun dari berbagai macam


marga, sebagian disebabkan karena adanya migrasi keluarga-keluarga
dari wilayah lain di Sumatra. Penelitian penting tentang tradisi Karo
dilakukan oleh J.H Neumann, berdasarkan sastra lisan dan transkripsi
dua naskah setempat, yaitu Pustaka Kembaren dan Pustaka Ginting.
Menurut Pustaka Kembaren, daerah asal marga Kembaren dari
Pagaruyung di Minangkabau. Orang Tamil diperkirakan juga menjadi
unsur pembentuk masyarakat Karo. Hal ini terlihat dari banyaknya
nama marga Karo yang diturunkan dari Bahasa Tamil. Orang-orang
dari Suku Tamil yang menjadi pedagang di pantai barat, lari ke
pedalaman Sumatra akibat serangan pasukan Minangkabau yang
datang pada abad ke-14 untuk menguasai Barus.[9]

Sebelum suku Batak Toba menganut agama Kristen Protestan, mereka


mempunyai sistem kepercayaan dan religi tentang Mulajadi na Bolon
yang memiliki kekuasaan di atas langit dan pancaran kekuasaan-Nya
terwujud dalam Debata Natolu.

Menyangkut jiwa dan roh, suku Batak Toba mengenal tiga konsep,
yaitu:

 Tendi / Tondi: adalah jiwa atau roh seseorang yang merupakan


kekuatan, oleh karena itu tondi memberi nyawa kepada manusia.
Tondi di dapat sejak seseorang di dalam kandungan.Bila tondi
meninggalkan badan seseorang, maka orang tersebut akan sakit
atau meninggal, maka diadakan upacara mangalap (menjemput)
tondi dari sombaon yang menawannya.
 Sahala: adalah jiwa atau roh kekuatan yang dimiliki seseorang.
Semua orang memiliki tondi, tetapi tidak semua orang memiliki
sahala. Sahala sama dengan sumanta, tuah atau kesaktian yang
dimiliki para raja atau hula-hula.
 Begu: adalah tondi orang telah meninggal, yang tingkah lakunya
sama dengan tingkah laku manusia, hanya muncul pada waktu
malam.

Demikianlah religi dan kepercayaan suku Batak yang terdapat dalam


pustaha. Walaupun sudah menganut agama Kristen dan berpendidikan
tinggi, tetapi orang Batak belum mau meninggalkan religi dan
kepercayaan yang sudah tertanam di dalam hati sanubari mereka.[14]

Salam Khas Batak.


Tiap puak Batak memiliki salam khasnya masing masing. Meskipun
suku Batak terkenal dengan salam Horasnya, tetapi masih ada dua
salam lagi yang kurang populer di masyarakat yakni Mejuah juah dan
Njuah juah. Horas sendiri masih memiliki penyebutan masing masing
berdasarkan puak yang menggunakannya
1. Pakpak “Njuah-juah Mo Banta Karina!”

2. Karo “Mejuah-juah Kita Krina!”

3. Toba “Horas Jala Gabe Ma Di Hita Saluhutna!”

4. Simalungun “Horas banta Haganupan, Salam Habonaran Do


Bona!”

5. Mandailing dan Angkola “Horas Tondi Madingin Pir Ma Tondi


Matogu, Sayur Matua Bulung!”

Masyarakat Batak memiliki falsafah, asas sekaligus sebagai struktur


dan sistem dalam kemasyarakatannya yakni yang dalam Bahasa Batak
Toba disebut Dalihan na Tolu. Berikut penyebutan Dalihan Natolu
menurut keenam puak Batak

1. Dalihan Na Tolu (Toba) • Somba Marhula-hula • Manat


Mardongan Tubu • Elek Marboru

2. Dalian Na Tolu (Mandailing dan Angkola) • Hormat Marmora •


Manat Markahanggi • Elek Maranak Boru

3. Tolu Sahundulan (Simalungun) • Martondong Ningon Hormat,


Sombah • Marsanina Ningon Pakkei, Manat • Marboru Ningon Elek,
Pakkei

4. Rakut Sitelu (Karo) • Nembah Man Kalimbubu • Mehamat Man


Sembuyak • Nami-nami Man Anak Beru

5. Daliken Sitelu (Pakpak) • Sembah Merkula-kula • Manat


Merdengan Tubuh • Elek Marberru

 Hulahula/Mora adalah pihak keluarga dari isteri. Hula-hula ini


menempati posisi yang paling dihormati dalam pergaulan dan
adat-istiadat Batak (semua sub-suku Batak) sehingga kepada
semua orang Batak dipesankan harus hormat kepada Hulahula
(Somba marhula-hula).
 Dongan Tubu/Hahanggi disebut juga Dongan Sabutuha adalah
saudara laki-laki satu marga. Arti harfiahnya lahir dari perut
yang sama. Mereka ini seperti batang pohon yang saling
berdekatan, saling menopang, walaupun karena saking dekatnya
kadang-kadang saling gesek. Namun, pertikaian tidak membuat
hubungan satu marga bisa terpisah. Diumpamakan seperti air
yang dibelah dengan pisau, kendati dibelah tetapi tetap bersatu.
Namun kepada semua orang Batak (berbudaya Batak)
dipesankan harus bijaksana kepada saudara semarga.
Diistilahkan, manat mardongan tubu.
 Boru/Anak Boru adalah pihak keluarga yang mengambil isteri
dari suatu marga (keluarga lain). Boru ini menempati posisi
paling rendah sebagai 'parhobas' atau pelayan, baik dalam
pergaulan sehari-hari maupun (terutama) dalam setiap upacara
adat. Namun walaupun berfungsi sebagai pelayan bukan berarti
bisa diperlakukan dengan semena-mena. Melainkan pihak boru
harus diambil hatinya, dibujuk, diistilahkan: Elek marboru.

Namun bukan berarti ada kasta dalam sistem kekerabatan Batak.


Sistem kekerabatan Dalihan na Tolu adalah bersifat kontekstual.
Sesuai konteksnya, semua masyarakat Batak pasti pernah menjadi
Hulahula, juga sebagai Dongan Tubu, juga sebagai Boru. Jadi setiap
orang harus menempatkan posisinya secara kontekstual.

Sehingga dalam tata kekerabatan, semua orang Batak harus


berperilaku 'raja'. Raja dalam tata kekerabatan Batak bukan berarti
orang yang berkuasa, tetapi orang yang berperilaku baik sesuai
dengan tata krama dalam sistem kekerabatan Batak. Maka dalam
setiap pembicaraan adat selalu disebut Raja ni Hulahula, Raja ni
Dongan Tubu dan Raja ni Boru.

Ritual kanibalisme telah terdokumentasi dengan baik di kalangan


orang Batak, yang bertujuan untuk memperkuat tondi pemakan itu.
Secara khusus, darah, jantung, telapak tangan, dan telapak kaki
dianggap sebagai kaya tondi.

Dalam memoir Marco Polo yang sempat datang berekspedisi dipesisir


timur Sumatra dari bulan April sampai September 1292, ia
menyebutkan bahwa ia berjumpa dengan orang yang menceritakan
akan adanya masyarakyat pedalaman yang disebut sebagai "pemakan
manusia".[19] Dari sumber-sumber sekunder, Marco Polo mencatat
cerita tentang ritual kanibalisme di antara masyarakat "Battas". Walau
Marco Polo hanya tinggal di wilayah pesisir, dan tidak pernah pergi
langsung ke pedalaman untuk memverifikasi cerita tersebut, tetapi dia
bisa menceritakan ritual tersebut.

Niccolò Da Conti (1395-1469), seorang Venesia yang menghabiskan


sebagian besar tahun 1421 di Sumatra, dalam perjalanan panjangnya
untuk misi perdagangan di Asia Tenggara (1414-1439), mencatat
kehidupan masyarakat. Dia menulis sebuah deskripsi singkat tentang
penduduk Batak: "Dalam bagian pulau, disebut Batech kanibal hidup
berperang terus-menerus kepada tetangga mereka ".[20][21]

Thomas Stamford Raffles pada 1820 mempelajari Batak dan ritual


mereka, serta undang-undang mengenai konsumsi daging manusia,
menulis secara detail tentang pelanggaran yang dibenarkan.[22] Raffles
menyatakan bahwa: "Suatu hal yang biasa dimana orang-orang
memakan orang tua mereka ketika terlalu tua untuk bekerja, dan
untuk kejahatan tertentu penjahat akan dimakan hidup-hidup"..
"daging dimakan mentah atau dipanggang, dengan kapur, garam dan
sedikit nasi".[23]

Para dokter Jerman dan ahli geografi Franz Wilhelm Junghuhn,


mengunjungi tanah Batak pada tahun 1840-1841. Junghuhn
mengatakan tentang ritual kanibalisme di antara orang Batak (yang ia
sebut "Battaer"). Junghuhn menceritakan bagaimana setelah
penerbangan berbahaya dan lapar, ia tiba di sebuah desa yang ramah.
Makanan yang ditawarkan oleh tuan rumahnya adalah daging dari dua
tahanan yang telah disembelih sehari sebelumnya.[24] Namun hal ini
terkadang dibesar-besarkan dengan maksud menakut-nakuti
orang/pihak yang bermaksud menjajah dan/atau sesekali agar
mendapatkan pekerjaan yang dibayar baik sebagai tukang pundak
bagi pedagang maupun sebagai tentara bayaran bagi suku-suku pesisir
yang diganggu oleh bajak laut.[25]
Oscar von Kessel mengunjungi Silindung pada tahun 1840-an, dan
pada tahun 1844 mungkin orang Eropa pertama yang mengamati
ritual kanibalisme Batak di mana suatu pezina dihukum dan dimakan
hidup. Menariknya, terdapat deskripsi paralel dari Marsden untuk
beberapa hal penting, von Kessel menyatakan bahwa kanibalisme
dianggap oleh orang Batak sebagai perbuatan berdasarkan hukum dan
aplikasinya dibatasi untuk pelanggaran yang sangat sempit yakni
pencurian, perzinaan, mata-mata, atau pengkhianatan. Garam, cabe
merah, dan jeruk nipis harus diberikan oleh keluarga korban sebagai
tanda bahwa mereka menerima putusan masyarakat dan tidak
memikirkan balas dendam.[26]

Ida Pfeiffer mengunjungi Batak pada bulan Agustus 1852, dan


meskipun dia tidak mengamati kanibalisme apapun, dia diberitahu
bahwa: "Tahanan perang diikat pada sebuah pohon dan dipenggal
sekaligus, tetapi darah secara hati-hati diawetkan untuk minuman, dan
kadang-kadang dibuat menjadi semacam puding dengan nasi. Tubuh
kemudian didistribusikan; telinga, hidung, dan telapak kaki adalah
milik eksklusif raja, selain klaim atas sebagian lainnya. Telapak
tangan, telapak kaki, daging kepala, jantung, serta hati, dibuat
menjadi hidangan khas. Daging pada umumnya dipanggang serta
dimakan dengan garam. Para perempuan tidak diizinkan untuk
mengambil bagian dalam makan malam publik besar ".[27]

Pada 1890, pemerintah kolonial Belanda melarang kanibalisme di


wilayah kendali mereka.[28] Rumor kanibalisme Batak bertahan
hingga awal abad ke-20, dan tampaknya kemungkinan bahwa adat
tersebut telah jarang dilakukan sejak tahun 1816. Hal ini dikarenakan
besarnya pengaruh agama pendatang dalam masyarakat Batak.[29]

Menurut Franz Wilhelm Junghuhn, dalam bukunya yang berjudul Die


Battaländer auf Sumatra, kemungkinan ritual kanibalisme suku Batak
hanyalah kabar angin yang ingin menakuti Belanda agar tidak berani
memasuki Tanah Batak.
BAB.II

Alat musik traditional batak toba.


1. Sarune Bolon

Gambar Alat musik Batak Toba Sarune Bolon via wacana.co

Sarune Bolon merupakan alat musik tradisional suku Batak Karo


Sumatera Utara yang terbuat dari kayu, tanduk kerbau dan kayu arung
sebagai “ipit ipit” (Double Reed) sebagai sumber suara.

Alat musik ini dimainkan dengan cara ditiup. Cara meniup alat Sarune
Bolon dengan cara “marulak hosa” (circular breathing), yakni dimana
nafas ditarik tetapi tanpa menghentikan suara Sarune tersebut. Sarune
Bolon adalah pembawa melodi dan sebagai pembawa lagu dalam
Gondang Batak.
2. Pangora

Gambar alat
musik Batak Toba Panggora via Google

Pangora ialah alat musik sejenis gong Jawa dengan bentuk yang
relatif sama. Bedanya, alat musik pangora ini berbunyi “pok”. Apa
yang menyebabkan begitu? Hal ini disebabkan karena alat musik
Pangora ini dipukul dengan menggunakan stik dan bagian pinggiran
pangora diredam dengan pegangan tangan.

Ukuran alat musik Pangora yang paling besar dengan diameter sekitar
37 cm dan ketebalan sekitar 6 cm.

Bagaimana cara memainkannya?

Pangora ini dimainkan dengan cara dipukul seperti Gong. Cara teknis
detailnya akan dibahas dilain waktu :).
3. Garantung

Gambar alat musik


Batak Toba Garantung

Garantung (dibaca garattung) merupakan alat musik Batak Toba


pembawa melodi yang terbuat dari kayu dan memiliki lima bilah
nada. Klasifikasi instrument ini termasuk ke dalam kelompok
Xylophone. Selain berperan sebagai pembawa melodi, juga berperan
sebagai pembawa ritem variable pada lagu-lagu tertentu, dimainkan
dengan cara Mamalu (memukul 5 bilah nada).

Garantung terdiri dari 7 wilahan yang digantungkan di atas sebuah


kotak yang sekaligus sebagai Resonatornya. Alat musik yang
tergolong tradisional ini dimainkan dengan menggunakan dua buah
stik untuk tangan kiri dan tangan kanan. Sementara tangan kiri
berfungsi sebagai pembawa melodi dan pembawa ritme sementara
tangan kanan memukul bagian tangkai garantung dan wilahan
sekaligus dalam memainkan sebuah lagu.
4. Taganing

Gambar alat musik


Batak Toba Taganing via Tobanews

Merupakan salah satu alat musik Batak Toba yang dimainkan dengan
cara dipukul membrannya dengan memakai Palupalu (stik). Taganing
adalah drum set melodis (drum-chime), yaitu terdiri dari lima buah
gendang yang digantungkan dalam sebuah rak. Bentuknya sama
dengan gordang, hanya ukurannya bermacam-macam.

Taganing fungsinya sebagai pembawa melodi dan juga sebagai ritem


variable dalam beberapa lagu. Klasifikasi instrumen ini termasuk ke
dalam kelompok Membranophone. Taganing ini dimainkan oleh satu
atau dua orang dengan menggunakan dua buah stik. Dibanding
dengan Gordang yang relatif konstan, maka Taganing adalah melodis.

Seperangkat Taganing terdiri dari lima buah. Didalam sebuah


permainan, posisi Taganing sangat penting. Selain tabuhan Taganing
yang berpadu dengan melodi Serune, juga berfungsi sebagai dirigen
yang memberikan aba-aba dan memberikan pengaruh semangat pada
semua musisi yang terlibat.
5. Hapetan (Hasapi)

Gambar alat musik


Batak Toba Hasapi via Blogger

Berasalal dari Sumatera Utara, alat musik tradisional Hapetan mirip


dengan alat musik Kecapi, yaitu berdawai dan dimainkan dengan cara
dipetik. Hapetan juga disebut Hasapi atau Kucapi.

6. Gondang (Single Drum)

Gambar alat musik Batak


Toba Gondang via Blogger

Dimainkan dengan cara di pukul, Gondang (Gordang) adalah salah satu alat
musik Batak Toba, yaitu satu buah gendang yang lebih besar dari taganing yang
berperan sebagai pembawa ritem konstan mau pun ritem variable. Alat musik
Gordang ini dibuat dari kayu dan dimainkan dengan cara dipukul.

Gondang adalah alat musik tradisional dari daerah Sumatera Utara, tepatnya di
daerah Batak Toba.
7. Ihutan
Ihutan memiliki persamaan dengan alat musik tradisional Panggora.
Ihutan sejenis Gung berpencu yang digunakan dalam satu ensambel
dengan tiga gung lainnya. Yang membedakannya dengan gong
lainnya adalah ukurannya, bunyi, dan teknik atau cara permainannya.

Ihutan berukuran dengan garis menengah (diameter) lebih kecil


sedikit dari oloan, yaitu 31 cm, tinggi (tebal) 8 cm, dan diameter
pencu lebih kurang 11 cm. Ritemnya konstan dan bersahut-sahutan
dengan gong oloan (litany), sehingga bunyi sahut-sahutan antara dua
gong ini secara onomatope disebut polol-polol. Gong ini juga
dimainkan dengan menggunakan satu stick yang terbuat dari kayu
yang diobungkus dengan kain atau karet. Dimainkan oleh satu orang
pemain.
8. Odap

Odap adalah gendang dua sisi berbentuk konis. Odap


juga terbuat dari bahan kayu nangka dan kulit lembu
serta tali pengencang/pengikat terbuat dari rotan.
Ukuran tingginya lebih kurang 34 –37 cm, diameter
membran sisi satu 26 cm, dan diametermembran sisi 2
lebih kurang 12 –14 cm.
Cara memainkannya adalah, bagian gendang dijepit
dengan kaki, lalu dipukul dengan alat pemukul,
sehingga bunyinya menghasilkan suara dap…, dap…,
dap…, dan seterusnya. Alat musik ini juga dipakai
dalam ensambel Gondang Sabangunan.
Bab.iii

Tarian traditional

1. Tor Tor Pangurason (pembersihan)


Tor Tor Pangurason merupakan tarian yang digunakan pada
saat ada pesta besar. Sebelum pesta di mulai, tempat dan
lokasi pesta harus dibersihkan menggunakan jeruk purut
terlebih dahulu. Pasalnya, hal ini bertujuan agar terhindar dari
bahaya.

2. Tor Tor Sipitu Cawan


Tor Tor Sipitu Cawan yaitu tarian yang digunakan pada saat
pengukuhan raja. Tarian ini berasal dari 7 putri kayangan
yang mandi di sebuah telaga puncak gunung pusuk buhit. Hal
tersebut Bertepatan sekali ketika piso sapitu sasarung atau
pisau tujuh sarung datang ke telaga.
3. Tor Tor Panasulan

Tor Tor Panasulan yaitu tarian yang digunakan untuk desa


yang sedang dilanda musibah. Dalam tarian ini dilakukan oleh
dukun untuk mendapatkan petunjuk dalam mengatasi masalah
tersebut.

Perlengkapan tari

1.ikat pinggang 3.cawan 5.daun

2.sortali 4.asap 6.air


Bab.iv

Masakan traditional

1.arsik

Bahan utama

 Ikan mas 1 kg.


 Satu ikat Bawang Batak
 Dali ni Horbo (Susu Kerbau)

Bahan bumbu

 6 siung bawang Merah


 2 biji asam gelugur
 3 siung bawang putih
 7 biji cabai merah
 3cm jahe
 2cm kunyit
 2 serai (Sangge-sangge)
 Andaliman
 Batang Kincung (Batang kecombrang)
 Patikala/Asam Cikala
 7 biji kemiri
naniura

Bahan-bahan
4 porsi

1. 1 kg Ikan mas segar


2. 3 bh Asam jungga atau 10 bh jeruk nipis (ambil sarinya)
3. 1 sdm Andaliman (bisa beli di kios bahan masakan batak)
4. 100 gr Kemiri, sangrai
5. 5 cm Lengkuas, parut, ambil airnya
6. 10 cm Kunyit
7. 2 bunga Rias (kecombrang/honje), kukus sampai empuk
8. 10 siung Bawang merah
9. 6 siung Bawang putih
10. 100 gr Cabe merah keriting
11. secukupnya Garam
12. secukupnya Minyak goreng

Langkah
360 menit

1. Bersihkan ikan mas dari sisiknya. Filet ikan mas untuk mengambil dagingnya. Untuk
kepala ikan mas sesuai selera. Jika suka bisa dibelah dua dan pastikan bersih dari isi
kepala.
Tiriskan sampai benar-benar kering. Sisihkan.
2. Goreng kunyit, bawang merah dan bawang putih hinga matang. Sisihkan.
3. Blender seluruh bumbu (andaliman, kemiri, bahan digoreng, cabe merah) dengan sedikit
air hingga halus.
4. Bila sudah halus, campur dengan air jeruk nipis dan sari lengkuas. Tambahkan garam
secukupnya.
5. Balurkan seluruh ikan dengan bumbu. Bila masih tersisa lebih bagus lagi kalo ikan
sampai terendam oleh bumbu.
6. Diamkan dan tutup selama minimal 5 jam, untuk mematangkan daging ikan dan bumbu
meresap.
7. Sajikan bersama nasi panas ya.
8. Inilah penampakan andaliman yang masih segar dan bunga honje.

saksang

Bahan-bahan :

 1 kg daging babi
 cabe merah 10 biji
 bawang merah 7 siung
 bawang putih 3 siung
 merica 1/2 sdt
 ketumbar 1 sdt
 lengkuas sebesar 3 ibu jari
 serai 4 batang digeprek
 daun jeruk 7 lembar
 andaliman sekitar 2 sendok makan
 garam secukupnya
 darah babi yang sudah dicampur dengan jeruk

Cara memasak:

1. Potong daging babi berbentuk dadu


2. Ulek atau blender cabe merah, bawang merah, bawang putih, ketumbar, serai, lengkuas,
andaliman
3. Tumis bumbu yang sudah diblender, masukkan merica, daun jeruk tunggu sampai wangi.

Tumis bumbu Saksang

4. Masukkan daging babi campur dengan bumbu. Jika sudah tercampur rata, tunggu sebentar
kemudian tambahkan air. Tunggu sampai daging matang dengan air yang hampir meresap
sempurna.

Cara memasak saksang khas Batak

5. Jika tidak ingin mencampurkan dengan darah atau saksang tanpa gota tunggu sampai daging
matang dan air tinggal sedikit. Jangan lupa menambahkan garam.
Saksang B2 tanpa darah (gota)

6. Jika ingin menggunakan darah, tambahkan dengan gota yang sudah dicampur dengan asam.
Oh iya, biasanya jika beli di Pasar Senen gota b2 sudah dicampur dengan garam. Jadi rasanya
sudah asin. Maka dari itu sebelum menambahkan garam ke dalam masakan, lakukan setelah
dicampur dengan darah supaya tidak terlalu asin nantinya. Ini khusus yang ingin dicampur
gota yah. Kalo tanpa gota harus tetap ditambah garam.

BAB.V

Lagu traditional batak toba

1.KETABO KETABO
KETABO KETABO

CHARLES SIMBOLON & JULI MANURUNG

Cipt Nahum Situmorang

Ketabo ketabo
Ketabo dongan tu Sidempuan an
Musim ni salak sao nari disi dongan tonggi tonggi sapot tai
tabo
Musim ni salak sao nari disi dongan tonggi tonggi sapot tai
tabo

Tusi do tusi do
Rodo bujing-bujing i tu pokkenan
Jeges-jeges sude, jekkar jekar dongan
Jogi jogi sude lago lago
Jeges-jeges sude, jekkar jekar dongan
Jogijofi sude lago lago

I lebaya di dia muda manya pai ho


I lebaya tabo bege on da bo

Ketabo ketabo ketabo dongan tu sidempuan an


Asa marhusip hita naro on dongan ketabo ketabo ketabo
Asa marhusip hita naro on dongan ketabo ketabo ketabo

2.Butet

Hermann Delago, Sianipar

Butet, dipangungsian do amangmu ale butet.


Da margurilla da mardarurat ale butet.
Da margurilla da mardarurat ale butet.

Butet, sotung ngolngolan ro hamuna ale butet.


Paima tona manang surat ale butet.
Paima tona manang surat ale butet.

I doge doge doge i dogei doge doge.


I doge doge doge i dogei doge doge.

Butet, sotung sumolsol roha muna ale butet.


Musunta i ikkon saut do talu ale butet.
Musunta i ikkon saut do talu ale butet.

Butet, haru patibu ma magodang ale butet.


Asa adong da palang merah ale butet.
Da palang…
3.Lirik Lagu Sinanggar Tullo - Tapanuli
Sinanggar tullo tullo a tullo
Sinanggar tullo tullo a tullo
Sinanggar tullo tullo a tullo
Sinanggar tullo tullo a tullo
Sinanggar tullo tullo a tullo
Sinanggar tullo tullo a tullo
Tu di a ma lu lu an
Da goreng goreng ba hen so ban sa
I tu di a ma lu lu an
Da boru to bing ba hen do ngan
Sinanggar tullo tullo a tullo

Sinanggar tullo tullo a tullo


Sinanggar tullo tullo a tullo
Sinanggar tullo tullo a tullo
Sinanggar tullo tullo a tullo
Sinanggar tullo tullo a tullo
Sinanggar tullo tullo a tullo
Bidang bulung nirimbang
Da bidangan balung ni du lang sa
I pandokonni da i nang
Da ikkondo mar bo ru tu lang
Sinanggar tullo tullo a tullo
Budaya/traditional daerah batak toba

Oleh:

Nama:noel pamungkas l tobing

Kelas:x mia i

Sma raksana

Medan

2019/2020

Anda mungkin juga menyukai