Anda di halaman 1dari 3

Nama : ALFREDO SIBORO

NIM : 210510005
Kelas : II-A
Mata Kuliah : Filsafat Kebudayaan
Dosen : Dr. Laurentius Tinambunan
SILSILAH MARGA (TAROMBO)
SEBAGAI LANDASAN KEKERABATAN DAN PATRILINEAL
DALAM BUDAYA BATAK

1. Pengantar

Suku batak adalah suku yang berasal dari Sumatera Utara. Suku batak adalah suku
yang sangat menjunjung tinggi marga yang merupakan martabat dan kekerabatan mereka,
baik itu laki-laki maupun perempuan. Maka, hal yang pertama ketika terjadi perjumpaan atau
pertemuan pertama antarmereka adalah menanyakan marga. Untuk membedakan laki-laki
atau perempuan dari marga yang sama, misalnya marga Limbong, lelaki dipanggil Limbong
dan perempuan disebut boru Limbong.1 Bagi suku batak, marga memiliki peran penting
dalam kehidupannya karena marga menandakan keturunannya dan silsilah ini penting sebagai
identitas orang Batak dalam pergaulan.

2. Silsilah Marga (Tarombo) dalam Budaya Batak

2.1. Asal-Usul Singkat

Penciptaan Allah Bapa Surgawi atas umat manusia memiliki kaitan dengan penulisan
Silsilah (Tarombo) Raja Sitempang sebagai keturunan Si Raja Batak. 2 Suku Batak
meyakini bahwa mereka adalah keturunan dari Si Raja Batak. Si Raja Batak diyakini
diturunkan dari surga oleh Sang Pencipta, yakni Mulajadi Na Bolon.

Menurut legenda atau mitos yang beredar, Si Raja Batak lahir dari Sang Dewata.
Ibunya, si Boru Deang Parujar, diperintah oleh Debata Mulajadi Na Bolon untuk
menciptakan bumi. Setelah perintah tersebut dilaksanakan, ia pergi ke Sianjur Mulamula
dan tinggal di sana. Kampung tersebut terbentang di lereng Gunung Pusuk Buhit.
Masyarakat Batak memandangnya sebagai asal mula seluruh bangsa batak, termasuk
silsilah marga (tarombo) batak.

2.2. Landasan Kekerabatan


1
P. H. J. A. Promes dan Leo Joosten, Silsilah Batak (Medan: Bina Media Perintis, 2017), hlm. Iv.

2
Bachtiar Sitanggang dan Antonius Sitanggang, Tarombo Raja Sitempang Anak Ni Raja Nai Ambaton
(Bogor: Mitra Wacana Media, 2020), hlm. 1.
Berkaitan dengan hubungan kekerabatan, suku batak memiliki sistim kekerabatan
yang sangat kuat dan kental yang tampak jelas dalam silsilah (tarombo) marga mereka.
Hubungan kekerabatan ini berkaitan erat dengan kisah Si Raja Batak, yang berketurunan,
dan yang diterapkan dalam adat Dalihan Na Tolu. Adat ini merupakan “penyangga” hidup
dan kehidupan yang dianut masyarakat Batak dengan pedoman “jumolo tinittip sanggar
baen huru-huruan, jolo sinukkun marga asa binoto partuturan,” yang artinya: terlebih
dahulu ditanya marga agar tahu struktur dan kedudukan dalam adat.3

Adat Dalihan Na Tolu mewajibkan setiap orang Batak: “Somba Marhula-


hula, Elek Marboru dan Manat Mardongan tubu,” artinya: “Hormat terhadap
kerabat istri, saying terhadap kerabat menantu laki-laki dan cermat dan bijaksana
terhadap saudara semarga.” Hal ini penting karena dalam kehidupan Orang Batak
selalu tertopang oleh tiga marga, yaitu Hula-hula: pihak marga Ibu (Ibu dari anak-
anka, Ibu kita, Ibu ayah, Ibu Kakek dan seterusnya) dan wajib menyayangi Marga
dari suami dari anak perempuan kita, anak perempuan ayah kita, anak perempuan
kakek dan seterusnya sepanjang dibutuhkan sesuai dengan keperluannya, serta
manat mardongan tubu, yang artinya hati-hati, cermat dan bijaksana terhadap
saudara seibu, yaitu satu Marga yang satu rumpun.4
2.3. Landasan Patrilineal

Bagi suku batak, marga memiliki peran penting dalam kehidupannya karena marga
menandakan keturunannya dan silsilah ini penting sebagai identitas orang Batak dalam
pergaulan. Walaupun telah menikah, pihak perempuan tetap menyandang marganya (tidak
terlebur dengan marga suaminya). Sebab, yang mewariskan marga tersebut pada
keturunannya adalah pihak laki-laki (patrilineal).

Pada awalnya suku batak hidup dalam “perkauman” yang terdiri dari kelompok-
kelompok kekerabatan yang mengusut garis keturunan dari ayah, dan mendiami satu
kesatuan wilayah permukiman yang dikenal dengan huta atau lumban. Biasanya kesatuan
kerabat itu berpangkal dari seorang kakek yang menjadi cikal bakal dan pendiri
pemukiman, karenanya juga disebut saompu. Kelompok-kelompok kerabat luas terbatas
saompu yang mempunyai hubungan seketurunan dengan nenek moyang yang nyata
maupun yang fiktif membentuk kesatuan kerabat yang dikenal dengan nama marga.

2.4. Aplikasi Silsilah Marga (Tarombo) Suku Batak

3
Bachtiar Sitanggang dan Antonius Sitanggang, Tarombo Raja Sitempang…, hlm. 2.

4
Bachtiar Sitanggang dan Antonius Sitanggang, Tarombo Raja Sitempang…, hlm. 2.
Masyarakat Batak meyakini bahwa kerukunan dan damai sejahtera akan terwujud jika
fungsi, tugas, kewajiban, dan tanggung jawab dalam Dalihan Na Tolu dijalankan dengan
baik. Bagi masyarakat Batak prinsip ini sangat diperlukan dalam melakukan proses
interaksi sosial. Sebab dengan demikian setiap orang Batak dengan mudah menempatkan
diri dalam kerangka Dalihan Na Tolu tersebut sehingga dengan mudah pula diketahui hak
dan kewajiban masing-masing dengan segala variabelnya.5 Sehingga, masyarakat Batak
juga meyakini bahwa orang-orang yang tidak memiliki marga Batak bukanlah manusia
(dang jolma). Oleh karena itu, silsilah marga (tarombo) sangat diperlukan dan menentukan
posisi seseorang dalam keseharian, khususnya dalam upacara adat.

3. Kritik dan Kesimpulan

Secara keseluruhan silsilah Batak (Tarombo) adalah sebuah kebudayaan yang sangat
baik, uni, khas, dan sungguh menjadi sarana humanisasi. Hal ini tampak jelas dalam
hubungan kekerabatan marga-marga tersebut yang dipersatukan dalam prinsip Dalihan Na
Tolu. Hal demikianlah yang diberlakukan dalam upacara-upacara adat, misalnya upacara
pernikahan, pemakaman, dan lain-lain Silsilah marga Batak menjadi titik tolak bagi orang-
orang Batak untuk menjadikannya manusia yang berbudaya dimana dia dapat memposisikan
dirinya dalam budaya Batak.

Satu hal yang dapat dikritisi dalam hal ini mengenai keyakinan masyarakat Batak
yang menganggap bahwa orang-orang yang tidak memiliki marga Batak bukanlah manusia
(dang jolma). Sejatinya, manusia adalah makhluk ciptaan yang sempurna dalam dirinya yang
tampak jelas melalui akal budi yang dimilikinya. Maka, sesungguhnya tidak menjadi
persoalan, jika manysua tidak memiliki marga seperti yang dimiliki masyarakat Batak.
Kendati demikian, anggapan ini tidak dapat dipertentangkan juga. Sebab, anggapan tersebut
merupakan sintesis pemikiran logis suku Batak mengenai silsilah marga (tarombo) mereka
dimana mereka ingin tetap mempertahankan identitas mereka sebagai suku Batak, yang unik.

BIBLIOGRAFI

Promes, P. H. J. A. dan Leo Joosten. Silsilah Batak. Medan: Bina Media Perintis, 2017.

Sitanggang, Bachtiar dan Antonius Sitanggang. Tarombo Raja Sitempang Anak Ni Raja Nai
Ambaton. Bogor: Mitra Wacana Media, 2020.

5
Bachtiar Sitanggang dan Antonius Sitanggang, Tarombo Raja Sitempang…, hlm. 2.

Anda mungkin juga menyukai