Anda di halaman 1dari 8

Suku Batak

Sejarah dari kebudayaan suku batak yaitu sebagai berikut ini, Kerajaan batak telah didirikan oleh
seseorang raja yang berasal dari dalam negeri Toba Sila-silahi (Silalahi) lau’ Baligi (Luat Balige), yang
berada di kampung Parsoluhan, suku Pohan. Raja tersebut yang langsung bersangkutan adalah
RajaKesaktian. Raja kesaktian ini bernama Alang Pardoksi atau yang sering di panggil sebagai Pardosi.

Pada masa kejayaan maka kerajaan batak telah di pimpin oleh raja juga. Raja yang memimpin bernama
Sultan Mahara Bongsu, beliau memimpin pada tahun 1054 Hujriyah dan beliau juga yang sudah membuat
makmur negerinya dan beliau adalah seseorang yang memiliki kebijakan dalam politik nya.

Lokasi
Kebudayaan suku batak berasal dari Pulau Sumatra Utara. Daerah ini merupakan daerah yang berasal dari
kediaman orang batak yang sudah di kenal dengan :

 Daratan Tinggi Karo
 Kangkat Hulu

 Deli Hulu

 Serdang Hulu

 Simalungun

 Toba

 Mandailinh

 Tapanuli Tengah

Sehingga daerah suku batak ini bisa di lalui dengan rangkaian Bukit Barisan yang berada di daerah
Sumatra Utara. Di sini juga terdapat suatu danau yang memiliki ukuran yang besar dan danau ini sering di
sebut dengan sebutan danau Toba. Jika di lihat dari wilayah administrative nya maka mereka akan
mendiami wilayah yang beberapa kabupaten sebagian dari wilayah Sumatra Utara. Wilayah nya yaitu
sebagai berikut ini :

 Kabupaten Karo
 Simalungun

 Dairi

 Tapanuli Utara

 Asahan

Filosofis Hidup
Suku Batak memiliki beberapa nilai-nilai adat budaya yang mencerminkan kepribadian hidup. Selain
sebagai nilai yang menjadi sebuah keyakinan pribadi, nilai budaya ini juga tercermin dalam kehidupan
sosial masyarakat Batak, diantaranya adalah sebagai berikut :

 Hagabeon : Nilai budaya yang mencerminkan keinginan untuk kebaikan hidup sepertu untuk
panjang umur, beranak, bercucu banyak, dan segala hal lain yang baik-baik.

 Hamoraan : Nilai budaya kehormataan bagi suku Batak yang mencerminkan keseimbangan pada
aspek spiritual dan material.

 Uhum dan Ugari : Uhum adalah sebuah nilai budaya yang mencerminkan kesungguhan orang
Batak untuk menegakkan keadilan. Sedangkan ugari, mencerminkan kesetiaan dan kesungguhan orang
Batak terhadap sebuah komitmen janji.

 Pengayoman : Pengayoman merupakan sebuah nilai adat untuk mengayomi masyarakat. Dalam
strata sosial suku Batak, pengayoman menjadi tugas yang harus diemban oleh tiga unsur Dalihan Na
Tolu.

 Marsisarian : Sebuah nilai budaya antar orang suku Batak untuk saling mengerti, menghargai,
dan juga saling membantu terhadap sesama.

 Perlambangan cicak : Cicak merupakan lambang bagi orang Batak. Maknanya adalah bahwa
kehidupan orang Batak itu seperti kehidupan cicak. Cicak bisa hidup dimana-mana dan memiliki
kemampuan hidup yang baik. Sebagai suku Batak harus mampu beradaptasi dengan berbagai kehidupan
dan harus bisa bertahan dalam berbagai masalah hidup.

Sub Suku Batak


Meskipun terlihat sama, suku Batak sebenarnya terdiri dari beberapa etnis atau sub suku. Masing-masing
etnis memiliki ciri yang khas yang berbeda, khususnya pada dialek bahasa yang digunakan. Beberapa
etnis Batak yang dikategorikan sebagai suku Batak, diantaranya :

 Batak Toba

Etnis suku Batak Toba merupakan etnis Batak yang mendiami wilayah kabupaten Toba Samosir. Salah
satu ciri khas Batak Toba bisa dikenali dari marga yang senantiasa melekat pada nama orang suku Batak.
Marga-marga yang merupakan etnis Batak Toba adalah Hutabarat, Panggabean, Simorangkir,
Hutagalung, Hutapea, dan Lumbantobing. Keenam marga tersebut merupakan keturunan dari Guru
Mangaloksa yang merupakan salah satu anak dari Raja Hasibuan yang mendiami wilayah Toba.

Selain itu, ada juga marga Nasution dan Siahaan yang berada di wilayah Padang Sidempuan yang masih
merupakan saudara karena berasal dari leluhur yang sama. Kedua marga tersebut meskipun tidak merujuk
kepada keturunan Guru Mangaloksa namun masuk ke dalam etnis Batak Toba.

 Batak Simalungun

Etnis Simalungun mendiami wilayah kabupaten Simalungun. Marga asli etnis Simalungun adalah
Damanik, Purba, Saragih, dan Sinaga. Keempat marga tersebut merujuk kepada keturunan raja penguasa
Simalungun pada jaman dahulu. Meskipun demikian, terdapat juga masyarakat Batak Simalungun yang
tidak berketurunan langsung dengan 4 marga tersebut namun karena sudah lama mendiami wilayah
Simalungun, mereka masuk menjadi bagian dari 4 sub marga tersebut.

Batak simalungun berada di wilayah perbatasan antara Batak Karo dengan Batak Toba. Oleh sebab itu,
bahasa yang digunakan oleh etnis simalungun merupakan perpaduan dari Batak Toba dengan Batak Karo.

 Batak Karo

Etnis Batak Karo merupakan masyarakat suku Batak yang mendiami wilayah dataran tinggi Karo. Batak
karo memiliki bahasa tersendiri yang disebut Cakap Karo. Orang Batak Karo memiliki kepercayaan
bahwa mereka sebenarnya bukan kesatuan kekerabatan dengan Suku Batak. Melainkan etnis Karo adalah
suku tersendiri.

Penyebutan suku Batak dinisbatkan kepada keturunan Raja Batak yang kerajaannya menguasai wilayah
sekitar Batak-Toba. Pada dasarnya etnis Karo tidak mau disebut Batak karena masyarakat Karo sudah ada
jauh sebelum Raja Batak ada.  Namun bila disandarkan pada wilayah atau geografis orang karo bisa
dikategorisasikan sebagai bagian dari Batak.

 Batak Pakpak

Suku Batak pakpak banyak mendiami wilayah sumatera utara yang berbatasan lanngsung dengan Aceh,
dan sebagian juga berada dalam wilayah Aceh (baca juga : kebudayaan suku Aceh yang menarik).
Sebagaimana masyarakat Karo, Batak pakpak juga memiliki dialek bahasanya tersendiri. Bahasa Batak
Pakpak disebut sebagai bahasa Dairi.

Suku Batak pakpak kaya akan jenis marga. Beberapa diantaranya seperti Anak Ampun, Angkat, Bako,
Bancin, Banurea, Berampu, Berasa, Berutu, Bintang, Boang Manalu, Capah Cehun, Cibro, Cibero
Penarik, Gajah, Gajah Manik, Goci, Kaloko, Kabeaken, Kesogihen, Kombih, Kudadiri, Kulelo, Lembeng,
Lingga, Maha, Maharaja, Manik, Manik Sikettaang, Manjerang, Matanari, Meka, Mucut, Mungkur,
Munte, Padang, Padang Batanghari, Pasi, Pinayungen, Simbacang, Simbello, Simeratah, Sinamo, Sirimo
Keling, Solin, Sitakar, Sagala, Sambo, Saraan, Sidabang, Sikettang, Simaibang, Tendang, Tinambunan,
Tinendung, Tinjoan, Tumangger, Turuten, Ujung.

 Suku Batak Mandailing/Angkola

Etnis Batak Mandailing mendiami wilayah Mandailing-Natal. Namun persebarannya sendiri juga meliputi
beberapa wilayah seperti di kabupaten Padang Lawas, kabupaten Padang Lawas Utara, dan sebagian
kabupaten Tapanuli Selatan yang berada di provinsi Sumatera Utara. Beberapa budaya Batak Mandailing
merupakan serapan dari budaya Minangkabau.

Oleh sebab itu, seringkali etnis Batak Mandailing ini sempat diklaim merupakan bagian dari suku
Minangkabau. Namun dilihat dari sebagian besar adat kebudayaannya, etnis Batak Mandailing masih
lebih dekat dengan kebudayaan suku Batak dibandingkan dengan kebudayaan suku Minangkabau.

Sedangkan dari nama marga, beberapa dari Batak Mandailing menganut sistem marga matrilineal.
Beberapa marga Batak Mandailing seperti, Lubis, Nasution, Harahap, Pulungan, Batubara, Parinduri,
Lintang, Hasibuan, Rambe, Dalimunthe, Rangkuti, Tanjung, Mardia, Daulay, Matondang dan Hutasuhut.
Adat Menikah
Dalam melaksanakan pernikahan, orang suku Batak menganut sistem sosial kemargaan. Marga
merupakan hal penting bagi suku Batak yang menjadi acuan dasar di dalam menetapkan calon pasangan
yang ingin dinikahi. Beberapa aturan dasar dalam konsep pernikahan kebudayaan suku Batak adalah :

 Larangan Satu Marga

Suku Batak memiliki tradisi pernikahan bahwa seseorang yang akan menikah maka pasangan calonnya
harus berasal dari marga yang berbeda. Bila seorang suku Batak ingin menikahi orang dari luar suku
Batak, maka pasangan yang berasal dari luar suku Batak tersebut harus diadopsi terlebih dahulu oleh
salah satu marga Batak yang berbeda. Larangan ini berkaitan dengan kekerabatan marga, setiap suku
Batak yang berada dalam satu marga masih menganggap satu bagian keluarga Besar, sehingga tidak boleh
untuk melangsungkan pernikahan dengan saudara.

 Pariban

Suku Batak memiliki konsep perjodohan yang disebut pariban. Pariban maknanya adalah sepupu. Orang
suku Batak dibolehkan untuk menikahi paribannya bila mereka sama-sama mau. Sepupu disini,
maknanya bukanlah sembarang sepupu. Sepupu yang dimaksud adalah, misalkan untuk perempuan, maka
bisa menikah dengan anak laki-laki dari adik perempuan ayah. Sedangkan kalau laki-laki,maka bisa
menikah dengan anak perempuan dari adik laki-laki ibu.

 Tuhor

Tuhor artinya adalah uang untuk membeli perempuan ketika ada laki-laki yang ingin melamar. Konsep
Tuhor hampir sama dengan konsep Panaik pada adat Makassar. Uang Tuhor yang diberikan oleh laki-laki
untuk membeli pasangan perempuan dari keluarganya ini, nantinya akan digunakan sebagai biaya
pernikahan. Penggunaan uang Tuhor adalah sesuai dengan kesepakatan antara keluarga laki-laki dan
keluarga perempuan.

Biasanya, besaran Tuhor ini tergantung dari tingkat pendidikan si perempuan. Bila tingkat pendidikannya
tinggi, biasanya pihak keluarga perempuan akan meminta harga Tuhor yang juga tinggi. Adat ini masih
berlaku bagi sebagian orang Batak. Namun, bagi orang Batak yang memiliki cara berpikir yang sudah
moderat, biasanya tidak terlalu mempermasalahkan tuhor ini.

Baca juga adat pernikahan suku lain : Kebudayaan suku Banjar, Kebudayaan suku Dayak

Martarombo
Orang suku batak, sangat menjunjung tinggi kekerabatan yang berasal dari marga. Oleh sebab itu, dalam
salah satu tradisi suku Batak terdapat yang namanya “Martarombo”. Martarombo adalah mencari-cari
hubungan saudara satu dengan yang lainnya. Bila dua orang Batak dengan marga yang sama saling
bertemu, mereka biasanya akan saling mencari titik kekerabatan yang menghubungkan persaudaraan
mereka. Bagi orang Batak yang tidak mengenali silsilah kemargaannya sendiri maka akan disebut sebagai
“Nalilu’, yang artinya orang Batak kesasar.
Oleh sebab itu, orang Batak diwajibkan untuk mengetahui silsilah minimal nenek moyang yang
menurunkan marganya atau ‘dongan tubu’ (teman semarganya). Hal ini diperlukan agar seseorang tidak
kehilangan kekerabatan (partuturanna) dalam suatu marga. Ketidaktahuan ini akan bisa mengakibatkan ia
bisa jauh dari orang lain yang semarga.

Ucapan Salam
Orang suku Batak senantiasa dikenal dengan sapaan salam “Horas” nya. Namun sebenarnya, sapaan
salam pada masing-masing etnis Batak ternyata tidak sama satu sama lain.

1. Etnis Pakpak : “Njuah-juah Mo Banta Karina!”


2. Etnis Karo : “Mejuah-juah Kita Krina!”

3. Etnis Toba : “Horas Jala Gabe Ma Di Hita Saluhutna!”

4. Etnis Simalungun : “Horas banta Haganupan, Salam Habonaran Do Bona!”

5. Etnis Mandailing dan Angkola : “Horas Tondi Madingin Pir Ma Tondi Matogu, Sayur Matua
Bulung!”

Meskipun terlihat berbeda, namun pada dasarnya secara makna hampir sama. Secara arti kurang lebih
adalah saling mendo’akan untuk sehat selalu atau kurang lebih  artinya “kiranya kita semua dalam
keadaan selamat dan sejahtera”. Ucapan salam ini biasa diucapkan dengan lantang dan keras, tujuannya
untuk menunjukkan kesungguhan sekaligus rasa senang dan mempererat rasa kekeluargaan.

Bagi suku Batak, mengungkapkan salam merupakan suatu keharusan karena menunjukkan rasa saling
menghormati satu sama lain. Dengan ucapan salam, maka setiap perjumpaan akan menjadi perjumpaan
kekerabatan yang cair dan nyaman untuk saling mengungkapkan maksud pertemuan satu sama lain.

Adat Mangulosi
Mangulosi adalah adat tradisi memberikan kain ulos (kain tenun khas Batak) kepada seseorang. Tradisi
ini lazimnya selalu dilaksanakan pada upacara pernikahan. Tidak sembarang orang bisa melaksanakan
adat mangulosi. Hanya mereka yang disebut sebagai hula-hula yakni orang-orang yang dituakan dalam
suku Batak yang bisa memberikan ulos pada tradisi mangulosi. Baik yang memberikan kain ulos maupun
yang menerimanya haruslah sama-sama mengerti makna pemberian kain ulos tersebut.

Bagi orang suku Batak, kain ulos sendiri memiliki makna yaitu memberikan perlindungan dari segala
keadaan yang dipercayai oleh orang Suku Batak. Sehingga, makna mangulosi adalah simbol pemberian
berkat dan perlindungan. Oleh sebab itu mangulosi hanya bisa diberikan oleh mereka yang tua kepada
mereka yang muda.

Selain itu, warna dasar pada kain ulos sendiri memiliki arti yang berbeda-beda. Kain ulos memiliki tiga
warna dasar yakni merah, putih, dan hitam. Ketiga warna ini menunjukkan status sosial pemakainya,
yakni :

1. Warna merah, digunakan hanya oleh keluarga dengan marga yang sama.
2. Warna putih, hanya digunakan oleh pihak boru, pihak keluarga suami.
3. Warna hitam, hanya digunakan oleh pihak keluarga wanita.

UNSUR BUDAYA

A. Bahasa
Dalam kehidupan dan pergaulan sehari-hari, orang Batak menggunakan beberapa logat, ialah:
(1)Logat Karo yang dipakai oleh orang Karo; (2) Logat Pakpak yang dipakai oleh Pakpak; (3)
Logat Simalungun yang dipakai oleh Simalungun; (4) Logat Toba yang dipakai oleh orang Toba,
Angkola dan Mandailing.
B. Pengetahuan
Orang Batak juga mengenal sistem gotong-royong kuno dalam hal bercocok tanam. Dalam
bahasa Karo aktivitas itu disebut Raron, sedangkan dalam bahasa Toba hal itu disebut
Marsiurupan. Sekelompok orang tetangga atau kerabat dekat bersama-sama mengerjakan tanah
dan masing-masing anggota secara bergiliran. Raron itu merupakan satu pranata yang
keanggotaannya sangat sukarela dan lamanya berdiri tergantung kepada persetujuan pesertanya.

C. Teknologi
Masyarakat Batak telah mengenal dan mempergunakan alat-alat sederhana yang dipergunakan
untuk bercocok tanam dalam kehidupannya. Seperti cangkul, bajak (tenggala dalam bahasa
Karo), tongkat tunggal (engkol dalam bahasa Karo), sabit (sabi-sabi) atau ani-ani. Masyarakat
Batak juga memiliki senjata tradisional yaitu, piso surit (sejenis belati), piso gajah dompak
(sebilah keris yang panjang), hujur (sejenis tombak), podang (sejenis pedang panjang). Unsur
teknologi lainnya yaitukain ulos yang merupakan kain tenunan yang mempunyai banyak fungsi
dalam kehidupan adat Batak.

D. Organisasi Sosial
a. Perkawinan
Pada tradisi suku Batak seseorang hanya bisa menikah dengan orang Batak yang berbeda klan
sehingga jika ada yang menikah dia harus mencari pasangan hidup dari marga lain selain
marganya. Apabila yang menikah adalah seseorang yang bukan dari suku Batak maka dia harus
diadopsi oleh salah satu marga Batak (berbeda klan). Acara tersebut dilanjutkan dengan prosesi
perkawinan yang dilakukan di gereja karena mayoritas penduduk Batak beragama Kristen.
Untuk mahar perkawinan-saudara mempelai wanita yang sudah menikah.

b. Kekerabatan
Kelompok kekerabatan suku bangsa Batak berdiam di daerah pedesaan yang disebut Huta atau
Kuta menurut istilah Karo. Biasanya satu Huta didiami oleh keluarga dari satu marga.Ada pula
kelompok kerabat yang disebut marga taneh yaitu kelompok pariteral keturunan pendiri dari
Kuta. Marga tersebut terikat oleh simbol-simbol tertentu misalnya nama marga. Klen kecil tadi
merupakan kerabat patrilineal yang masih berdiam dalam satu kawasan. Sebaliknya klen besar
yang anggotanya sdah banyak hidup tersebar sehingga tidak saling kenal tetapi mereka dapat
mengenali anggotanya melalui nama marga yang selalu disertakan dibelakang nama kecilnya,
Stratifikasi sosial orang Batak didasarkan pada empat prinsip yaitu : (a) perbedaan tigkat umur,
(b) perbedaan pangkat dan jabatan, (c) perbedaan sifat keaslian dan (d) status kawin.

E. Mata Pencaharian
Pada umumnya masyarakat batak bercocok tanam padi di sawah dan ladang. Lahan didapat dari
pembagian yang didasarkan marga. Setiap kelurga mandapat tanah tadi tetapi tidak boleh
menjualnya. Selain tanah ulayat adapun tanah yang dimiliki perseorangan .
Perternakan juga salah satu mata pencaharian suku batak antara lain perternakan kerbau, sapi,
babi, kambing, ayam, dan bebek. Penangkapan ikan dilakukan sebagian penduduk disekitar
danau Toba.
Sektor kerajinan juga berkembang. Misalnya tenun, anyaman rotan, ukiran kayu, temmbikar,
yang ada kaitanya dengan pariwisata.

F. Religi
Pada abad 19 agama islam masuk daerah penyebaranya meliputi batak selatan . Agama kristen
masuk sekitar tahun 1863 dan penyebaranya meliputi batak utara. Walaupun d emikian banyak
sekali masyarakat batak didaerah pedesaan yang masih mmpertahankan konsep asli religi
pendduk batak. Orang batak mempunyai konsepsi bahwa alam semesta beserta isinya diciptakan
oleh Debeta Mula Jadi Na Balon dan bertempat tinggal diatas langit dan mempunyai nama-nama
sesuai dengan tugasnya dan kedudukanya . Debeta Mula Jadi Na Balon : bertempat tinggal
dilangit dan merupakan maha pencipta; Siloan Na Balom: berkedudukan sebagai penguasa dunia
mahluk halus. Dalam hubungannya dengan roh dan jiwa orang batak mengenal tiga konsep
yaitu : Tondi: jiwa atau roh; Sahala : jiwa atau roh kekuatan yang dimiliki seseorang; Begu :
Tondinya orang yang sudah mati. Orang batak juga percaya akan kekuatan sakti dari jimat yang
disebut Tongkal.

G. Kesenian
Seni Tari yaitu Tari Tor-tor (bersifat magis); Tari serampang dua belas (bersifat hiburan). Alat
Musik tradisional : Gong; Saga-saga. Hasil kerajinan tenun dari suku batak adalah kain ulos.
Kain ini selalu ditampilkan dalam upacara perkawinan, mendirikan rumah, upacara kematian,
penyerahan harta warisan, menyambut tamu yang dihormati dan upacara menari Tor-tor. Kain
adat sesuai dengan sistem keyakinan yang diwariskan nenek moyang .

NILAI BUDAYA

1. Kekerabatan
Nilai kekerabatan masyarakat Batak utamanya terwujud dalam pelaksanaan adat Dalian Na Talu,
dimana seseorang harus mencari jodoh diluar kelompoknya, orang-orang dalam satu kelompok
saling menyebut Sabutuha (bersaudara), untuk kelompok yang menerima gadis untuk diperistri
disebut Hula-hula. Kelompok yang memberikan gadis disebut Boru.
2. Hagabeon
Nilai budaya yang bermakna harapan panjang umur, beranak, bercucu banyak, dan yang baik-
baik.
3. Hamoraan
Nilai kehormatan suku Batak yang terletak pada keseimbangan aspek spiritual dan meterial.
4. Uhum dan ugari
Nilai uhum orang Batak tercermin pada kesungguhan dalam menegakkan keadilan sedangkan
ugari terlihat dalam kesetiaan akan sebuah janji.
5. Pengayoman
Pengayoman wajib diberikan terhadap lingkungan masyarakat, tugas tersebut di emban oleh tiga
unsur Dalihan Na Tolu.
6. Marsisarian
Suatu nilai yang berarti saling mengerti, menghargai, dan saling membantu.

ASPEK PEMBANGUNAN

Aspek pembangunan dari suku Batak yaitu masuknya sistem sekolah dan timbulnya kesempatan
untuk memperoleh prestise social. Terjadinya jaringan hubungan kekerabatan yang berdasarkan
adat dapat berjalan dengan baik. Adat itu sendiri bagi orang Batak adalah suci. Melupakan adat
dianggap sangat berbahaya.

Pengakuan hubungan darah dan perkawinan memperkuat tali hubungan dalam kehidupan sehari-
hari. Saling tolong menolong antara kerabat dalam dunia dagang dan dalam lapangan ditengah
kehidupan kota modern umum terlihat dikalangan orang Batak. Keketatan jaringan kekerabatan
yang mengelilingi mereka itulah yang memberi mereka keuletan yang luar biasa dalam
menjawab berbagai tantangan dalam abad ini.

Daftar Pustaka

https://de-kill.blogspot.com/2009/04/budaya-suku-batak.html
http://ilmuseni.com/seni-budaya/kebudayaan-suku-batak

Annisa Nur Saffanah 1125165304


Hana Pratiwi Imran 1125162923

Anda mungkin juga menyukai