Anda di halaman 1dari 5

Nama Mahasiswa : Afdhani Rasyid & Nur Alfiah Damas

NIM : 1125165284 & 1125161714

Kelas : G 2016

Suku Aceh
Sosial Budaya Suku Aceh
Suku Aceh dalam bahasa Aceh disebut Ureuëng Acèh. Suku ini merupakan suku penduduk
asli yang mendiami wilayah pesisir dan sebagian pedalaman Aceh, Sumatra, Indonesia.
Mayoritas suku Aceh beragama Islam. Bahasa yang digunakan adalah bahasa Aceh, yang
merupakan bagian dari rumpun bahasa Melayu-Polinesia Barat dan berkerabat dekat dengan
bahasa Cham yang dipertuturkan di Vietnam dan Kamboja.
Suku Aceh sebenarnya merupakan keturunan berbagai suku, kaum, dan bangsa yang menetap
di tanah Aceh yang terikat dengan kesatuan budaya suku Aceh terutama ialah dalam bahasa,
agama, dan adat khas Aceh.
Zaman dahulu kaum suku Aceh hidup secara matrilokal dan komunal. Mereka tinggal di
pemukiman yang disebut gampong. Persekutuan dari gampong-gampong membentuk mukim.
Masa keemasan budaya Aceh dimulai pada abad ke-16, ketika kejayaan kerajaan Islam Aceh
Darussalam yang mencapai puncaknya pada abad ke-17. Orang Aceh sangat taat pada ajaran
agama Islam, dan juga sebagai pejuang militan dalam melawan penaklukan colonial Portugis
dan Belanda.
Asal keturunan
Menurut bukti-bukti arkeologis, awalnya penghuni Aceh adalah dari masa pasca Plestosen, di
mana mereka tinggal di pantai timur Aceh (daerah Langsa dan Tamiang), dan menunjukkan
ciri-ciri Australomelanesid. Mereka terutama hidup dari hasil laut, terutama berbagai jenis
kerang, serta hewan-hewan darat seperti babi dan badak. Pada saat itu mereka sudah
menggunakan api dan menguburkan mayat dengan upacara tertentu.
Selanjutnya pembentukan suku-suku Aceh terjadi ketika perpindahan suku-suku asli Mantir
dan Lhan (proto Melayu), serta suku-suku Champa, Melayu, dan Minang (deutro Melayu)
yang datang dan membentuk penduduk pribumi Aceh. Selain itu bangsa asing, seperti bangsa
India selatan, serta sebagian kecil bangsa Arab, Persia, Turki, dan Portugis juga merupakan
bagian komponen pembentuk suku Aceh. Posisi strategis Aceh di bagian utara pulau
Sumatra, selama beribu tahun telah menjadi tempat persinggahan dan percampuran berbagai
suku bangsa, yaitu dalam jalur perdagangan laut dari Timur Tengah hingga ke Cina.
Sehingga rakyat aceh banyak merupakan campuran dari bangsa-bangsa lain.
Proto dan Deutero Melayu
Menurut legenda rakyat Aceh, penduduk Aceh terawal berasal dari suku-suku asli, yaitu;
1. SukuMante (Mantir)
2. Suku Lhan (Lanun).
Suku Mante diduga berkerabat dekat dengan suku Batak, suku Gayo, dan Alas. Sedangkan
suku Lhan diduga masih berkerabat dengan suku Semang yang bermigrasi dari Semenanjung
Malaya atau Hindia Belakang (Champa, Burma).
Suku Mante mulanya mendiami wilayah Aceh Besar dan kemudian menyebar ke tempat-
tempat lainnya. Ada pula dugaan secara etnologi tentang hubungan suku Mante dengan
bangsa Funisia di Babilonia atau Dravida di lembah sungai Indus dan Gangga, namun hal
tersebut belum dapat ditetapkan oleh para ahli kepastiannya.
Ketika Kerajaan Sriwijaya memasuki masa kemundurannya, diperkirakan sekelompok suku
Melayu mulai berpindah ke tanah Aceh. Di lembah sungai Tamiang yang subur mereka
kemudian menetap, dan selanjutnya dikenal dengan sebutan suku Tamiang. Setelah mereka
ditaklukkan oleh Kerajaan Samudera Pasai (1330), mulailah integrasi mereka ke dalam
masyarakat Aceh, walau secara adat dan dialek tetap terdapat kedekatan dengan budaya
Melayu.
Suku Minang yang bermigrasi ke Aceh banyak yang menetap di sekitar Meulaboh dan
lembah Krueng Seunagan. Umumnya daerah subur ini mereka kelola sebagai persawahan
basah dan kebun lada, serta sebagian lagi juga berdagang. Penduduk campuran Aceh-Minang
ini banyak pula terdapat di wilayah bagian selatan, yaitu di daerah sekitar Susoh, Tapaktuan,
dan Labuhan Haji. Mereka banyak yang sehari-harinya berbicara baik dalam bahasa Aceh
maupun bahasa Aneuk Jamee, yaitu dialek khusus mereka sendiri.
Akibat politik ekspansi dan hubungan diplomatik Kesultanan Aceh Darussalam ke wilayah
sekitarnya, maka suku Aceh juga bercampur dengan suku-suku Alas, Gayo, Karo, Nias, dan
Kluet. Pengikat kesatuan budaya suku Aceh yang berasal dari berbagai keturunan itu
terutama ialah dalam bahasa Aceh, agama Islam, dan adat-istiadat khas setempat,
sebagaimana yang dirumuskan oleh Sultan Iskandar Muda dalam undang-undang Adat
Makuta Alam.
Suku Aceh juga ada yang merupakan keturunan dari bangsa-bangsa lain di luar negeri.
Mereka datang dari luar dalam rangka perdagangan dan penyebaran agama. Berikut suku-
suku bangsa tersebut;
India
Keturunan bangsa India di Aceh berhubung erat dengan perdagangan dan penyebaran agama
Hindu-Buddha dan Islam di tanah Aceh. Bangsa India kebanyakan dari Tamil dan Gujarat.
Arab

Bangsa Arab yang datang ke Aceh banyak yang berasal dari Hadramaut, Yaman. Di antara
para pendatang tersebut terdapat antara lain marga-marga al-Aydrus, al-Habsyi, al-Attas, al-
Kathiri, Badjubier, Sungkar, Bawazier, dan lain-lain, yang semuanya merupakan marga-
marga bangsa Arab asal Yaman. Mereka datang sebagai ulama penyebar agama Islam dan
sebagai perdagang. Daerah Seunagan misalnya, hingga kini terkenal banyak memiliki ulama-
ulama keturunan sayyid, yang oleh masyarakat setempat dihormati dengan sebutan Teungku
Jet atau Habib. Demikian pula, sebagian Sultan Aceh adalah juga keturunan sayyid.
Keturunan mereka di masa kini banyak yang sudah kawin campur dengan penduduk asli suku
Aceh, dan menghilangkan nama marganya.
Persia
Bangsa Persia umumnya datang untuk menyebarkan agama dan berdagang di Aceh, namun
kemudian juga menetap disana.
Turki
Bangsa Turki umumnya diundang datang untuk menjadi ulama, pedagang senjata, pelatih
prajurit, dan serdadu perang kerajaan Aceh.
Saat ini dapat ditemukan keturunan bangsa Persia dan Turki di wilayah Aceh Besar. Nama-
nama warisan Persia dan Turki biasa digunakan orang Aceh untuk menamai anak-anak
mereka. Kata Banda dalam nama kota Banda Aceh juga adalah kata yang berasal dari bahasa
Persia (Bandar artinya “pelabuhan”).
Portugis
Keturunan bangsa Portugis banyak terdapat di wilayah Kuala Daya, Lam No (pesisir barat
Aceh). Mereka datang saat pelaut-pelaut Portugis di bawah pimpinan nakhoda Kapten Pinto,
yang berlayar hendak menuju Malaka, sempat singgah dan berdagang di wilayah Lam No, di
mana sebagian di antara mereka lalu tinggal menetap di sana.
Peristiwa tersebut tercata dalam sejarah antara tahun 1492-1511, pada saat itu Lam No di
bawah kekuasaan kerajaan kecil Lam No, pimpinan Raja Meureuhom Daya. Dan sampai saat
ini, masih dapat dilihat keturunan rakyat Aceh yang masih memiliki profil wajah Eropa.
Budaya
Bahasa
Bahasa yang digunakan adalah Bahasa Aceh, yang termasuk dalam kelompok bahasa Aceh-
Chamik, cabang dari rumpun bahasa Melayu-Polinesia dan bahasa Austronesia. Bahasa Aceh
memiliki kekerabatan terdekat dengan bahasa Cham, Roglai, Jarai, Rhade, Chru, Utset dan
bahasa-bahasa lainnya dalam rumpun bahasa Chamik, yang dipertuturkan di Kamboja,
Vietnam, dan Hainan. Adanya kata-kata pinjaman dari bahasa bahasa Mon-Khmer
menunjukkan kemungkinan nenek-moyang suku Aceh berdiam di Semenanjung Melayu atau
Thailand selatan yang berbatasan dengan para penutur Mon-Khmer, sebelum bermigrasi ke
Sumatera.
Kosakata bahasa Aceh juga banyak diperkaya oleh bahasa Sanskerta dan bahasa Arab.
Selama berabad-abad bahasa Aceh juga banyak menyerap dari bahasa Melayu. Bahasa
Melayu dan bahasa Minangkabau adalah kerabat bahasa Aceh-Chamik yang selanjutnya,
yaitu sama-sama tergolong dalam rumpun bahasa Melayu-Polinesia Barat.
Senjata Tradisional
Senjata tradisional rakya Aceh adalah Rencong.
Tarian
Tarian tradisional yang terdapat di Aceh menggambarkan warisan adat, agama, dan cerita
rakyat setempat. Umumnya tarian Aceh dibawakan secara berkelompok, di mana sekelompok
penari berasal dari jenis kelamin yang sama, dan posisi menarikannya ada yang berdiri
maupun duduk. Bila dilihat dari musik pengiringnya, tari-tarian tersebut dapat
dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu yang diiringi dengan vokal dan perkusi tubuh
penarinya sendiri, serta yang diiringi dengan ensambel alat musik.
Berikut jenis-jenis tari yang terdapat di Aceh:
1. Tari Seudati
2. Tari Rateb Meuseukat
3. Tari Likok Pulo
4. Tari Laweut
5. Tari Pho
6. Tari Ratoh Duek
7. Tari Tarek Pukat
8. Tari Rabbani Wahed
9. Tari Ranup lam Puan
10. Tari Rapa’i Geleng
Sosial Budaya Aceh
 
Suku Aneuk Jame
Suku Alas
Suku Aceh

Sumber: http://indonesia.go.id/?p=7517

Anda mungkin juga menyukai