Anda di halaman 1dari 2

Istilah bahasa Indonesia juga terkadang digunakan dalam bahasa Inggris dan bahasa

lain untuk menyebut bahasa nasional Indonesia. Bahasa Indonesia terkadang disingkat
menjadi Bahasa oleh orang asing yang menganggap bahwa itu adalah nama bahasanya.
Namun, kata "bahasa" hanya berarti bahasa (language). Misalnya, Korean language
diterjemahkan menjadi bahasa Korea. Orang Indonesia pada umumnya tidak menggunakan
kata Bahasa saja untuk menyebut bahasa nasionalnya.[41]

Sejarah
Zaman kerajaan Hindu-Buddha

Artikel ini mungkin terlalu panjang untuk dibaca dan dipahami secara nyaman.
Silakan pertimbangkan untuk membagi konten di dalam artikel ini menjadi beberapa
artikel lain jika layak.
Sejumlah prasasti berbahasa Melayu Kuno dari Sriwijaya ditemukan di pesisir
tenggara Pulau Sumatra. Hal ini menunjukkan bahwa bahasa Melayu menyebar ke
berbagai tempat di Nusantara dari wilayah yang strategis untuk pelayaran dan
perdagangan.

Bahasa Melayu Kuno yang digunakan pada saat itu menunjukkan penggunaan awalan ni-
dan mer-, bukan di- dan ber-. Contohnya merwuat "berbuat", "melakukan" dan nimakan
"dimakan". Ini menunjukkan kemiripan dan relasi dengan bahasa Proto-Melayu-
Polinesia dan Proto-Austronesia. Kedua awalan ini muncul di prasasti-prasasti
tersebut.

Huruf "h" di awal kata masih dijaga, mencerminkan asalnya utamanya dari bahasa
Proto-Austronesia *q. Contohnya pada kata hujung "ujung" dan mahu "mau",
"bermaksud". Di beberapa dialek dan bahasa Melayu modern, "h" di awal kata masih
dijaga, sementara pada yang lain hilang atau dianggap tidak baku. Misalnya, item
"hitam" dan hutang "utang". Namun, beberapa kata seperti hati tidak berubah menjadi
*ati dalam bahasa Indonesia. Hilangnya huruf "h" ini dapat didorong oleh pengucapan
"r" yang cenderung uvular ([ʀ], [ʁ]), lokasi yang hampir sama dengan "h".

Sementara itu, istilah Melayu adalah sebutan untuk Kerajaan Melayu, sebuah kerajaan
Hindu-Buddha yang bertempat di hulu sungai Batang Hari.

Pada awalnya, istilah tersebut merujuk pada wilayah kerajaan Melayu yang yang
merupakan bagian wilayah pulau Sumatra. Namun, seiring berkembangnya zaman, istilah
Melayu mencakup wilayah geografis tidak hanya merujuk pada Kerajaan Melayu,
melainkan negeri-negeri di pulau Sumatra.

Bahasa Melayu Kuno yang berkembang di Sumatra memiliki logat "o", yang digunakan
pada Melayu Jambi, Minangkabau, Kerinci, Palembang, dan Bengkulu.

Dalam perkembangannya, bangsa Melayu melakukan migrasi besar-besaran ke Semenanjung


Malaysia (Hujung Medini) dan kerajaan-kerajaan Islam yang pusat mandalanya adalah
Kesultanan Malaka pada masa perkembangannya. Istilah Melayu kemudian bergeser
kepada Semenanjung Malaka (Semenanjung Malaysia) yang akhirnya disebut Semenanjung
Melayu atau Semenanjung Tanah Melayu. Akan tetapi, kenyataannya adalah istilah
Melayu itu berasal dari Indonesia. Bahasa Melayu yang berkembang di sekitar daerah
Semenanjung Malaka berlogat "e".

Pada tahun 1512, Kesultanan Malaka dimusnahkan oleh Portugis sehingga penduduknya
diaspora sampai ke kawasan timur kepulauan Nusantara. Bahasa Melayu Purba sendiri
diduga berasal dari pulau Kalimantan, yang membuat kemungkinan bahwa pemakai bahasa
Melayu pertama bukanlah penduduk Sumatra, melainkan Kalimantan. Suku Dayak diduga
memiliki hubungan dengan suku Melayu Kuno di Sumatra, misalnya: Dayak Salako, Dayak
Kanayatn (Kendayan), dan Dayak Iban. Aksen Melayu pada saat itu berlogat "a"
seperti bahasa Melayu baku. Penduduk Sumatra menuturkan bahasa Melayu setelah
kedatangan leluhur suku Nias dan suku Mentawai.
Dalam perkembangannya, istilah Melayu kemudian mengalami perluasan makna, sehingga
muncul istilah Kepulauan Melayu untuk menamakan kepulauan Nusantara.

Secara sudut pandang historis, istilah Melayu juga dipakai sebagai nama bangsa yang
menjadi nenek moyang penduduk kepulauan Nusantara, terutama dalam konsep Proto
Melayu dan Deutero-Melayu, migrasi bangsa Melayu yang dibagi dalam dua gelombang.
Saat ini konsep dua gelombang migrasi tersebut sudah dianggap usang, karena
sekarang dipahami bahwa nenek moyang penduduk kepulauan Nusantara dikenal sebagai
rumpun Melayu-Polinesia, salah satu dari dua cabang utama suku bangsa Austronesia
(lainnya adalah Formosa).

Selanjutnya setelah sampai pada kedatangan dan perkembangan agama Islam, suku
Melayu sebagai etnik mengalami penyempitan makna menjadi etnoreligius (Muslim) yang
sebenarnya di dalamnya juga telah mengalami amalgamasi dari beberapa unsur etnik.

M. Muhar Omtatok, seorang seniman, budayawan, dan sejarawan menjelaskan sebagai


berikut: "Melayu secara puak (etnik, suku), bukan dilihat dari faktor genekologi
seperti kebanyakan puak-puak lain. Di Malaysia, tetap mengaku berpuak Melayu walau
moyang mereka berpuak Jawa, Mandailing, Bugis, Keling, dan lainnya". Beberapa
tempat di Sumatra Utara, ada beberapa komunitas berdarah Batak yang mengaku sebagai
Orang Kampong–Puak Melayu".

Diketahui, kerajaan Sriwijaya menuturkan bahasa Melayu (sebagai bahasa Melayu Kuno)
sebagai bahasa kenegaraan sejak abad ke-7 M. Lima prasasti kuno yang ditemukan di
Sumatra bagian selatan peninggalan kerajaan itu menggunakan bahasa Melayu yang
bertaburan kata-kata pinjaman dari bahasa Sanskerta, suatu bahasa Indo-Eropa dari
cabang Indo-Iran. Jangkauan penggunaan bahasa ini diketahui cukup luas, karena
ditemukan juga dokumen-dokumen dari abad berikutnya di Pulau Jawa[42] dan Pulau
Luzon.[43] Sejak itu, kata-kata seperti istri, raja, putra, kawin, dan lain-lain
masuk pada periode tersebut hingga abad ke-15 M.

Anda mungkin juga menyukai