Anda di halaman 1dari 12

RESUME BUKU

FILSAFAT KOMUNIKASI ORANG MELAYU


(BAB 1 DAN BAB 4)
OLEH
AKMAM ADI SAPUTRA
NIM : 1510248413

ASAL USUL KATA MELAYU


Istilah melayu itu baru dikenal sekitar tahun 644 Masehi, melalui
tulisan Cina yang menyebutnya dengan kata Mo-lo-yeu. Dalam tulisan itu
disebutkan bahwa Mo-lo-yeu mengirimkan utusan ke Cina, membawa
barang hasil bumi untuk dipersembahkan kepada kaisar Cina. Jadi, kata
melayu menjadi nama sebuah kerajaan dewasa itu. Banyak pertelingkahan,
dimana kerajaan yang bernama Melayu itu. Tapi banyak yang berpendapat,
kerajaan itu berada di Jambi sekarang ini. Hal ini diperkuat dengan
ditemukannya prasasti di daerah jambi seperti prasasti Talang Tuwo (684 M).
Mendefenisikan Orang Melayu
Dalam mendefenisikan orang melayu, ada beberapa literature yang
dapat digunakan. Salah satunya adalah berasal dari Malaysia. Kerajaan
Malaysia mendefinisikan Melayu sebagai penduduk pribumi yang bertutur
dalam bahasa Melayu, beragama Islam, dan yang menjalani tradisi dan adat-
istiadat Melayu. Tetapi dari segi definisi budaya (cultural definition), Melayu
itu merangkumi seluruh penduduk pribumi di Dunia
Melayu (Nusantara dalam pengertian di Malaysia), yaitu penduduk serumpun
tidak kira agama, bahasa, dan adat istiadat masing-masing yang diikuti oleh
masing-masing kelompok serumpun tersebut.
Di Indonesia sendiri, sebutan suku melayu bersifat sangat cair
sehingga sulit mengidentifikasi sebuah etnik melayu yang utuh dan
integrative. Suku melayu di Indonesia mengalami centang perenang dan
terpecah pecah ke dalam sebutan sebutan yang lebih merujuk pemisahan
geografis (provinsialisme) ketimbang kesatuan etnik. Jadi orang sering
menyebutnya sebagai suku Palembang, Jambi atau Bengkuklu dari pada
memberikan lebel melayu Palembang atau melayu Bengkulu.
Sejauh ini hanya orang Riau, Deli (Sumatra Utara), Jambi dan Bangka
Belitung serta beberapa daerah lainnya yang secara tegas memberikan label
melayu dalam menyertai sebutan geografis mereka. Padahal sebutan orang
melayu di Indonesia sangat luas mulai dari Aceh Tamiang, Palembang,
Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, hingga komunitas melayu di
Jembrana Bali. Meskipun orang Palembang atau Pontianak jarang memberi
label melayu pada identitas anam mereka, anggota angota komunitas ini
tetap menyebut diri mereka melayu. Dalam konteks ini hanya orang minang
yang secara tegas meneyebut diri mereka tanpa label melayu, meskipun
mereka menggunakan filsafat hidup adat bersandi syarak, syarak bersandi
kitabullah.
Bila melihat bukti sejarah, kita juga akan meneukan fakta bahwa raja
raja yang memerintah di wilayah Sumatra (Pagaruyung dan Siak) ternyata
bertali temali dan saling mewarisi dengan kesultanan Johor. Pada 1718 Sulta
Abdul Jalil Rahmat Syah (Raja Kecik) berhasil melengserkan Sultan Abdul Jalil
IV (yang merupakan kerabatnya) untuk kemudian menjadi Sultan Johor.
Sementara itu dari segi kepercayaan, Orang Melayu hampir seluruhnya
beragama Islam. Namun demikian, sisa-sisa unsur agama Hindu dan
animisme masih dapat dilihat dalam sistem kepercayaan mereka. Islam tidak
dapat menghapuskan seluruh unsur kepercayaan tersebut. Proses
sinkretisme terjadi di mana unsur kepercayaan sebelum Islam ada secara
laten atau disesuaikan dengan unsur Islam. Proses ini jelas dapat ditemukan
dalam ilmu pengobatan Melayu (pengobatan tradisional), dan dalam
beberapa upacara adat.

BAHASA DAN PRIBAHASA MELAYU


James T. Collins menyebut bahasa melayu sebagai bahasa dunia.
Tingkat persebaran bahasa ini ternyata sanagat luasbaik dalam bentuk lisan
maupun tulisan. Lebih lanjut, James T. Collins menyebutkan bahwa Dua ratus
juta penutur Bahasa Melayu mendapatkan kekuatannya dari sejarah Bahasa
Melayu selama 1300 tahun sebagai bahasa tulis sedangkan bahasa lisan
yang digunakan nenek moyang pengarung samudra berusia lebih tua.
Bahasa melayu telah menyebar keseluruh Asia Tenggara dengan komunitas
penutur Bahasa Melayu di Belanda, Australia, dan Srilangka.

perkembangan Bahasa Melayu dari tempat asalnya pada masa


prasejarah di Kalimantan Barat hingga menyebar dengan cepat ke Sumatera,
Semenanjung Malaysia, Jawa bagian utara, Kalimantan bagian utara dan
timur, Filipina barat serta Indonesia bagian timur. Dokumen yang ditemukan
berkaitan dengan budaya India, Persia, dan Arab serta berhubungan dengan
unsur Cina, Jawa, dan Khmer. Unsur-unsur ini telah menghasilkan sebuah
kekuatan dan kegunaan bahasa. Bahasa Melayu telah mampu bertahan
dengan bahasa kolonial dan menghadapi milenium baru dengan kesetiaan
terbaru dari banyak penutur bahasa ini.

Secara historis, seluruh ragam bahasa melayu yang digunakan


diberbagai negararumpun melayu, khususnya Indonesia, berakar pada tiga
pusat bahasa dan budaya melayu yakni kerajaan Sriwijaya, Malaka dan Riau
Johor. Menurut Hamidy (2003),. Sriwijaya sebagai kerajaan melayu terbesar
yang pernah muncul dimuka bumi telah menggunakan bahasa melayu
sebagai bahasa nasional maupun kenegaraan maupun pemerintahan.
Bukti bukti bahwa kerajaan Sriwijaya telah menggunakan bahasa
melayu (kuno) sebagai bahasa resmi kerajaan menurut Utomo dapat dilihat
dari beragam p[rasasti yang ditemukan di Sumatra, jawa atau wilayah
lainnya di Nusantara. Beberapa prasasti tersebut diantaranya prasasti
kedudukan bukit bertahun 683, Prasasti Talang Tuwo dari tahun 684, Prasasti
Kota Kapur dan Karang Brahibertarikh 686 yang keseluruhannya di temukan
di Sumatra.
Sedangkan prasasti lainnya ditemukan di berbagai tempat diantaranya
prasasti sojomerto ditemukan di Desa Sojomerto Kecamatan Reban
Kabupaten Batang Jawa Tengah. Prasasti ini beraksara Kawi dan berbahasa
Melayu kuno. Disamping itu ada juga prasasti ligor A dan B yang ditemukan
di wilayah semenanjung Malaysiadan prasasti kapingan tembaga laguna
yang bertahun 822 saka atau 900 masehiyang ditemukan di pulau Luzon
Filipina tahun 989.
Berbagai prasasti berbahasa melayu kuno tersebut berisi berbagai
pesan dari persembahan hingga persumpahan, misalnya prasasti Talang
Tuwo yang menggambarkan ritual budha untuk memberkati peristiwa penuh
berkah yaitu peresmian taman sriksetrayang merupakan anugrah maharaja
sriwijaya kepada rakyatnya. Prasasti telaga batu yang menggambarkan
kerumitan struktur dan tingkatan jabatan pejabat kerajaan serta prasasti
kota kapur yang menceritakan keperkasaan balatentara sriwijaya atas jawa.
Pada masa kerajaan sriwijaya ini, bahasa melayu mulai diperkaya
dengan unsusr unsur bahasa sanskerta yang tidak lain merepresentasikan
Hindu dan Budha yang kemudian dianaut oleh masyarakat melayu. Agama
Hindu dan Budha ini memperkenalkan system kerajaan, konsep seni dan
juga filsafat yang memungkinkan masyarakat melayu mengembangkan cara
berfikir kritis, reflektif dan logis. Penyerapan bahasa sanskerta ke dalam
bahasa melayu membuat bahasa ini meningkat drajat dan daya pakainya
dari sekedar bahasa pergaulan antar puak melayu menjadi bahasa resmi
kerajaan, bahasa pendidikan, bahasa teologi bahkan kemudian menjadi
bahasa diplomasi internasional khususnya di kawasan Asia Tenggara.

PERIBAHASA DAN FILSAFAT KOMUNIKASI ETNIK MELAYU


Selama ratusan tahun pribahasa dan ungkapan melayu mencerminkan
nilai nilai norma dan pengetahuan local masyarakat tentang tata cara
hidup bersama diantara mereka hanya diperbincangkan secara lisan dan
diwariskan secara turn menurun. Baru pada pertengahan abad ke 19 ada
upaya tokoh atau pegawai pemerintah colonial untuk menginvebtarisasi dan
membukukan perbendaharaan peribahasa tersebut secara tulisan.
Upaya pertama untuk mengumpulkan dan membukukan peribahasa
melayu dilakukan oleh M. Klinkert tahun 1863. Keingintahuan Klinkert
tentang nilai nilai tradisional orang melayu membuatnya melakukan
penelitian kecil dengan mewawancarai para tokoh tradisisonal melayu secara
serba sekilas. Meskipun hanya riset kecil upaya yang dilakukan Klinkert ini
berhasil membukukan 183 peribahasa melayu.
W.E. Maxwell kemudian melakukan penelitian yang lebih serius untuk
memahami adat istiadat dan cara hidup orang melayu yang menurutnya
tercermin dalam ungkapan ungkapan atau peribahasa yang berlaku di
lingkungan masyarakat tersebut. Dalam laporan riset tersebut Maxwell
menganalisis 301 peribahasa.
Upaya menelusuri kekayaan nialai nilai melayu lewat peribahasa
selanjutnya dilakukan oleh Dr. W.G Shellabear yang dicetak dalam huruf jawi
terbit 1906 yang berjudul kitab kiliran budi. Shellabear mengunakan kata
budi dengan alasan esensi dari buku tersebut berbicara tentang kebaikan
atau perilaku baik manusia yang menurutnya tercermin dalam kata budi.
Memasuki abad pertengahan 20 para cendikiawan dan penulis local di
Indonesia, Malaysia, Singapura juga mulai melakukan inventarisasi dan
penulisan bahasa melayu secara lebih eksploratif dan ekstensif. Hasil dari
usaha usaha tersebut adalah terbitnya buku yang berjudul peribahasa yang
terbit tahun 1943dan ditulis oleh tiga serangkai K Sutan Pamuntjak, Nur
Sutan Iskandar dan Aman Datuk Majaindo. Sebagai orang pribumi yang
mengetahui nilai nilai dan pengetahuan local melayu daya eksplorasi
mereka jauh lebih luas. Hasilnya terkumpul lebih dari 4000 peribahasa dan
ungkapan. Meskipun ditengarai terjadi beberapa duplikasi dari peribahasa
yang dituliskan.
Disamping para penghimpun peribahasa, jejak historis juga
menunjukkan hadirnya para peneliti yang berkhidmat untuk mengeksplorasi
peribahasa melayu dalam berbagai dimensi kehidupan mulai politik,
pembangunan, ekonomi hingga komunikasi. Beberapa riset yang menonjol
dalam mengeksplorasi peribahasa melayu sebagai sumber data penelitian
yang dilakukan diantaranya adalah riset Kim Lin Hui tentang Budi as The
Malay Mind sebagai disertasinya dibidang filsafat yang terbit tahun 2002.
Berbagai riset terbatas lainnya yang dilakukan penggiat peribahasa melayu
diantaranya Zaitun Asma Zainon Hamzah dan Ahmad Fuad Mat Hassan yang
meneliti tesis shapir dan Worhf tentang kaitan bahasa dan cara piker orang
melayu dengan menggunakan peribahasa sebagai sumber datanya.
Riset Kim Lin Hui yang berhasil mengeksplorasi budi sebagai nilai
utama orang melalyu dalam mengelola kehidupan bersama diantara mereka.
Dalam mengkaji pandangan orang melayu tentang komunikasi, konsep budi
ini menjadi nilai dasar yang menetukan bagaimana cara orang melayu
memandang, menafsirkan dan mengekspresikan diri dalam berkomunikasi
satu sama lain.

NILAI NILAI KOMUNIKASI DALAM HUBUNGAN ANTARMANUSIA


Memahami Konsep Nilai
Para filosuf dan ahli ilmu sosial mendefenisiskan nilai secara berbeda
beda. Akan tetapi bila disederhanakan, istilaj ini dapat diartikan sebagai
sesuatu yang dihargai (worhtwhileness), diingini (desirable), dan dianggap
penting dalam kehidupan manusia.

SEPULUH NILAI KOMUNIKASI ETNIK MELAYU


Nilai keterbukaan (openness) dan kebenaran (truthfulness)
Nilai keterbukaan dan kebenaran termasuk kejujuran termasuk sulit
untuk dipisahkan dalam pandangan hidup orang melayu. Ketiganya kerapkali
menyatu dalam ungkapan melayu. Ketika orang membicarakan kebenaran,
disitu masuk nilai keterbukaan dan kejujuran. Kata benar yang digunakan
dalam enam peribahasa melayu semuanya berkaitan dengan komunikasi.
Salah satu contohnya adalah bercakap menuju benar, yang artinya segala
tindakan komunikasi hendaknya diarahkan untuk mencapai kebenaran.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kebenaran diartikan
sebagai keadaan yang sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya. Secara
lebih luas, kebenaran juga diartikan sebagai suatu yang benar benar ada
dan juga sebagai kejujuran. Penggunaan kata jujur mengindikasikan adanya
aspek pengungkapan dalam membicarakan kebenaran. Aspek
pengungkapan tentu saja merupakan tindakan komunikasi.

Penghargaan (Respect)
Dalam konteks komunikasi, penghargaan berkaitan dengan cara kita
memperlakukan orang lain dengan menjaga harga dirinya dan
memperlakukan seseorang sebagaimana sepatutnya, sesuai karakteristik
orang tersebut. Penghargaan juga berarti menghormati berbagai pikiran,
perasaan, status sosialnya, keadaan dan latar belakang mitra komunikasi
kita.
Penghargaan dilingkunngan melayu diberikan kepada semua orang,
terlepas apaun keadaanya. Hal ini tertuang dalam sebuah ungkapan berikut :

Yang manusia banayak ragamnya


Orang hidup banyak gunanya
Yang buta peniup lesung
Yang lumpuh penunggu jemuran
Yang pekak pemasang bedil
Yang lemah penunggu rumah
Yang kuat pencari kayu
Yang bodoh disuruh suruh
Yang cantik menujuk ajar
Yang pemeberani pelapis dada
Yang cerdik penyambung lidah

Penghargaan dan penghormatan tidak hanya tidak hanya diberiukan


dalam konteks interaksi antarpribadi, tetapi juga dalam sistuasi kelompok
dan organisasi. Dalam konteks ini, orang menyatakan kata penghulu kata
mufakat, kata malaim kata hakikat yang artinya menghargai dan
menghormati semua anggota rapat yang jujur dan benar siapapun mereka.
Kerja Sama (Cooperation)
Bago orang melayu, kerjasama sudah menjadi adat. Keseluruhan
system nilai, norma dan aturan hidup orang melayu diatur berdasarkan
prinsip bekerja sama. Itu sebabnya tidak ada satupun nilai atau norma yang
tidak diatur oleh prinsip kerja sama.komunikasi dalam pandangan orang
melayu adalah kegiatan melibatkan dua pihak untuk membangun
kesepahaman. Kesepahaman antarorang yang terlibat dalam komunikasi
tersebuttidak akan terjadi apabila tidak ada kerja sama di antara kedua
belah pihak untuk saling bebagi pesan. Dalam konteks komunikasi misalnya
muncul dalam ungkapan kata terjawab, gayung bersambut ya ng artinya
ada aksi ada reaksi atau setiap perbuatan akan memperoleh tanggapan.

Kesepahaman (Mutual Understanding)


Nilai kesepahaman dalam masyarakat melayu didartikan sebagai
keadaan yang saling memahami secara mendalam diantara pihak pihak
yang terlibat tentang sesuatu yang diperbincangkan atau yang sedang
dilakukan. Dalam berkomunikasi, setiap orang melayu dituntut untuk
membangun kesepahaman. Tanpa kesepahaman antara kedua belah pihak,
pembicaraan akan tersesat, menimbulkan masalah, dan tidak bermanfaat.
Dalam pandangan orang melayu komunikasi yang bernilai adalah komunikasi
yang mampu menghasilkan keadaan saling mengerti.
Kesepahaman memiliki pijakan yang kuat dalam budaya melayu,
seperti yang diungkapkan dalam seloka berikut :

Bulat air karena pembentungan


Bulat manusia karena mufakat
Paham sesuai, benar seukur
Bulat segolek pipih selayang
Rundingan jangan selisih
Mufakat jangan bercanggahan
Tuah pada sekata
Berarti pada seiya

Ungkapan melayu tersebut menunjukkan betapa kesepahaman


menjadi kunci komunikasi yang baik. Keadaan sepaham memiliki kekeuatan
atau tuah sebagaimana yang dinyatakan dalam ungkapan tuah pada sekata
dan berarti pada seiya.
Penyesuaian diri (adaptability)
Masyarakat melayu memandang komunikasi sebagai proses
penyesuaian, baik antara pelaku komunikasi atau antara pelaku komunikasi
dengan lingkungan yang dihadapinya. Penyesuaian ini menjadi kunci
keberhasilan suatu komunikasi. Lewat penyesuaian, pesan dapat dirancang
sesuai dengan karakteristik mitra komunikasi. Lewat penyesuaian, pesan
komunikasi dapat mudah diterima atau seseorang memperoleh penerimaan
sosial.
Banyak ungkapan komunikasi yang berkaitan dengan penyesuaian diri,
baik dengan orang, kelompok atau budaya yang berbeda. Ungkapan
dimana bumi dipijak disitu langit dijunjung merupakan bentuk penyesuaian
berbasis budaya, sedangkan ungkapan bagaimana bunyi gendang begitulah
tariannya merupakan bentuk penyesuaian yang bersifat individual.
Bagi orang melayu, melakukan penyesuaian diri adalah cara hidup
yang sangat dianjurkan, termasuk dalam berkomunikasi. Konsep seiya
sekata yang sangat terkenal dilingkungan melayu pada prinsispnya adalah
mekanisme penyesuaian diri. Ungkapan seiya sekata sebagai prinsisp
penyesuaian individual banyak tertuang dalam ungkapan melayu rentak
sedegan, langkah sepijak yang artinya bersikap seiya sekata, susah senag
bersama sama, mudah sukar bersetuju.

Kesantunan (modesty)
Sopan santun atau kesantunan dalam konteks ini diartikan sebagai
tindakan komunikasi verbal dan nonverbal yang lemah lembut, beradap,
tidak menyalahkan, menggunakan kata kata yang baik dan halus, menepis
kata kata yang buruk, mau mendengar dan mampu menjaga perasaan
orang lain. Secara lengkap ungkapan kesantunan komunikasi tersebut
terangkum dalam 17 ungkapan kesantunan melayu sebagai berikut :

Santun berbicara, berkira kira


Santun bercakap, ingat mengucap
Santun berkata, berbudi bahasa
Santun berbincang, tahu menjaga perasaan orang
Santun bertutur, berlidah lembut dan teratur
Santun berbahasa, tersusun kata
Santun berujar, mau mendengar
Santun menyanggah, tidak menyalah
Santun menasehati, berhati hati
Santun menegur, menurut alur
Santun berseloroh, dengan senonoh
Santun bermusyawarah tahu menengo benar dan salah
Santun berunding, kedua pihak sama sebanding
Santum marah menjaga maruah
Santun memuji setulus hati
Santun berdebat, bercakap janagn bersecepat
Santun bermajelis, kata kata buruk harus ditepis

Pemaafan (forgiveness)
Orang melayu sepenuhnya sadar bahwa dalam berkomunikasi potensi
berbuat salah sangat terbuka. Ketika salah paham terjadi, tugas pelaku
komunikasi adalah meminta maaf sebagai tertuang dalam peribahasa
salah langkah kaki surut, salah kata minta maaf atau ungkapan yang
sejenis salah langkah berbalik, salah makan dimuntahkan, salah ucap
minta maaf. Meminta maaf adalah mekanisme untuk menormalisasi
hubungan yang cedera dan mengurangi rasa sakit yang ditimbulkan akibat
komunikasi yang buruk.
Kewajaran (fairness)
Sikap merasa setara membuat orang melayu lebih suka berkomunikasi
dengan cara yang wajar, tidak terlalu merendah dan tidak merasa lebih
tinggi, sikap seperti ini dalam istilah melayu disebut berpada pada yang
artinya ditengah tengah saja. Dalam konteks komunikasi, orang melayu
diminta bersikap wajar dan sepantasnya ketika berkomunikasi dengan orang
lain seperti yang tertulis dalam ungkapan

Kalau bercakap dibawah bawah


Tapi jangan kebawah sangat
Nan mati dipijak gajah

Kepercayaan (Trust)
Kepercayaan terhadap mitra komunikasi merupakan nilai yang sangat
penting dalam system keyakinan orang melayu. Sekali orang berselingkuh
dengan kebenaran, selamanya orang tidak akan percaya. Ungkapan melayu
mengatakan sekali lancing keujian, seumur hidup orang tak akan percaya.
Ungkapan ini memperlihatkan bahwa akibat dari kebohongan atau ketidak
jujuran adalah hilangnya kredibilitas seseorang.

Nilai Bertimbang Rasa (Empati, Toleransi dan Solidaritas)


Nilai bertimbang rasa termasuk nilai yang paling dekat kaitannya
dengan cara pandang orang melayu tentang komunikasi yang bertolak dari
hati. Nilai bertimbang rasa ini memiliki dimensi yang luas mencakup
tenggang rasa, toleransi dan solidaritas. Empatai atau tenggang rasa
diartikan sebagai kemampuan merasakan posisi dan situasi orang lain,
sedangkan toleransi adalah penghormatan pada cara pandang atau
kepercayaan orang lain dan membiarkan mereka menjalankan apa yang
mereka yakini. Sedangkan solidaritas diartikan sebagai sifat satu rasa atau
setia kawan.
Banyak ungkapan melayu yang meneguhkan nilai berimbang rasa
diantaranya :

Hidup sedesa rasa merasa


Hidup sebangsa bertimbang rasa
Menenggang perasaan orang, menjaga tali saudara
Dicubit paha kiri, sakitnya ke paha kanan

Dalam budaya melayu, prinsisp solidaritas muncul dalam konsep


reciprocity principle yang berakar pada nilai dasar kebudian. Nilai dasar
tersebut mengajarkan tindakan saling membalas budi seperti terungkap
dalam pernyataan ada ubi ada talas, ada budi ada balas. Peribahasa ini
sangat terkenal di Indonesia dan seolah hanya pernyatan biasa. Padahal, di
dalamnya terkandung nilai nilai filososfis yang mengajarkan prinsip timbal
balik menanam budi.

Anda mungkin juga menyukai