Anda di halaman 1dari 49

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang Masalah

Melayu adalah sebuah terminologi yang memiliki berbagai pengertian. Di

antaranya adalah ras yang terdapat di kawasan Asia Tenggara dan diasporanya di

berbagai wilayah dunia ini. Ras Melayu terdiri dari ras Melayu Tua dan ras Melayu

Muda. Ras Melayu juga lazim disebut dengan ras Mongoloid Tenggara. Wilayah

peradaban ras Melayu ini, dalam kajian ilmu-ilmu linguistik selalu disebut dengan

Melayu-Polinesia. Sementara menurut ilmu arkeologi lazim juga disebut dengan

Melayu-Austronesia (lihat Haziyah Husein 2008).

Pengertian Melayu biasa pula merujuk kepada kelompok etnik yang ada di

Asia Tenggara, yang mencakup wilayah Malaysia, Thailand, Singapura, Brunai

Darussalam, Filipina, Kamboja, dan lainnya. Etnik Melayu yang tersebar di beberapa

negara bangsa ini memiliki berbagai persamaan garis darah, bahasa, dan kebudayaan.

Hubungan kekerabatan juga selalu menjadi faktor pemersatu di antara etnik Melayu

ini. Misalnya sebahagian besar orang Patani di Thailand memiliki kerabat di bahagian

utara Malaysia. Orang Melayu di Riau memiliki hubungan kekerabatan dengan orang

Melayu di Semenanjung Malaysia. Atau sebaliknya beberapa orang Melayu dari

Semenanjung Malaya, migrasi dan kini menetap di wilayah Republik Indonesia.

Contohnya masyarakat Melayu keturunan Kedah, yang tinggal dan menetap di Pulau

Jaring Halus di Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Satu pulau ini mayoritas adalah

11

Universitas Sumatera Utara


keturunan Melayu Kedah, namun mereka adalah warga negara Indonesia (WNI).

Mereka sadar bahwa nenek moyangnya berasal dari Kedah.

Etnik Melayu adalah sebagai salah satu etnik natif yang mendiami kawasan

Sumatera Utara, bersama etnik-etnik natif lainnya seperti: Karo, Simalungun, Pakpak-

Dairi, Batak Toba, Mandailing-Angkola, Pesisir Barat, dan Nias. Selain itu, Sumatera

Utara juga memiliki etnik-etnik pendatang, baik dari Nusantara maupun kawasan

dunia lainnya. Di antara enik pendatang itu adalah: Aceh Raya, Pidie, Gayo,

Alas,Tamiang, Kluet, Minangkabau, Jawa, Sunda, Ambon, Makassar, Bugis, dan

lainnya. Pendatang dunia di antaranya: Hokkian, Kwong Fu, Hakka, Khek, Kanton,

Tamil, Benggali, Arab, Gujarat, beberapa etnik dari Eropa, dan lain-lain. Keberadaan

kebudayaan Sumatera Utara dengan posisi penduduk seperti itu, tentu saja beragam

dan multikultural. Dalam rangka demikian, setiap kebudayaan etnik perlu

dipertahankan jati dirinya, termasuk kebudayaan Melayu Sumatera Utara.

Masyarakat Melayu Sumatera Utara, secara wilayah budaya umumnya

mendiami bahagian timur provinsi ini. Mereka ada di Langkat, Deli, Serdang,

Batubara, Asahan, dan Labuhan Batu. Secara kebudayaan mereka juga memiliki

hubungan dengan suku Pesisir Tapanuli Tengah dan Sibolga. Masyarakat Melayu

Sumatera Utara ini, memiliki kebudayaan yang sama dengan kebudayaan masyarakat

Melayu di berbagai tempat di Asia Tenggara, namun ada juga yang khas setiap daerah.

Misalnya zapin1 dijumpai hampir di semua kawasan budaya Melayu. Namun dedeng

1
Untuk penulisan selanjutnya, baik di bab ini atau bab-bab berikutnya istilah zapin
akan ditulis dengan huruf biasa, tidak miring (italic), sebagaimana halnya menuliskan

12

Universitas Sumatera Utara


hanya dijumpai di kawasan Langkat saja, serta sinandong dijumpai di Asahan dan

Labuhan Batau saja. Artinya genre-genre kesenian Melayu di semua Dunia Melayu

ada yang menyebar secara luas, namun ada yang hanya berada dalam satu wilayah

budaya yang relatif kecil saja.

Etnik Melayu Sumatera Utara memiliki kesenian yang diwarisi dari masa-masa

animisme, Hindu, Budha, Islam, Eropa, dan era globalisasi. Contoh kesenian yang

mengandung unsur animisme adalah kesenian pada upacara jamu laut atau melepas

lancang. Contoh seni yang mengandung unsur kebudayaan Hindu dan Budha adalah

upacara tepung tawar, makyong, mendu, gerak-gerak tari India, dan lainnya. Contoh

unsur budaya Barat ada pada seni ronggeng (joget), wals, forxtrot, band di kesultanan,

dan lainnya. Contoh yang kuat mengekspresikan kebudayaan Islam adalah barodah,

nasyid, kasidah, marhaban, barzanji, dan zapin. Kesenian zapin ini menceminkan

musik dan tari Melayu secara umum, dan juga identitas musikal dan tarian khas

kawasan Sumatera Utara.

Musik Melayu, termasuk zapin, memiliki ciri-ciri khas. Menurut Takari dan

Heristina Dewi (1998) pada umumnya musik Melayu tergolong ke dalam tangga-

tangga nada pentatonik, heptatonik, dan diatonik. Sistem yang dipakai adalah

ekuadistan tujuh nada Asia Tenggara, atau juga pengaruh tangga nada heptatonik dari

raga India dan maqamat Timur Tengah. Ekspresi tangga nada ini dalam melodi,

memakai teknik cengkok (mengayunkan nada), patah lagu ( menyentak-nyentakkan

peristilahan dalam sistem penulisan ilmiah, untuk mengefesienkan teknik penulisan.


Tujuannya adalah karena skripsi ini akan membahas seni zapin yang pastinya banyak
menggunakan istilah zapin di semua bahagian bab atau sub babnya.

13

Universitas Sumatera Utara


nada), dan gerenek (membuat variasi nada dengan densitas rimik nada yang relatif

rapat). Musik Melayu juga memiliki berbagai pola ritme (rentak) yaitu senandung,

mak inang, lagu dua, patam-patam, ghazal, hadrah, zapin, dan lain-lain.

Kesenian Melayu, termasuk zapin adalah bahagian dari seni pertunjukan

Indonesia dan Dunia Melayu sekali gus. Pertumbuhan dan perkembangan seni

pertunjukan dalam kehidupan masyarakat di Indonesia, tidak lepas dari pertumbuhan

dan perkembangan kehidupan kesenian dan kebudayaan Indonesia, yang terdiri

berbagai suku bangsa, yang melahirkan kesenian yang sangat beragam dan bersumber

dari identitas etnik setempat.

Akar budaya seni pertunjukan Melayu, merupakan budaya yang diwarisi dari

masa sebelum datangnya pengaruh luar dan terus ditransformasikan saat datangnya

pengaruh dari luar. Akar budaya seni pertunjukan ini menjadi bagian dalam

memperkuat jati diri seni dan masyarakat Melayu itu sendiri. Kebudayaan Melayu

sendiri merupakan kebudayaan yang terbuka yang mau menerima kebudayaan luar

tanpa menghilangkan unsur budaya aslinya dalam konteks akulturasi. Sehingga

terciptalah kekhasan tersendiri dalam musik Melayu. Seperti salah satu contoh seni

pertunjukan Melayu yang cukup populer sekarang ini yaitu zapin.

Dalam genre seni ini, dapat dilihat pengaruh unsur budaya Arab yang sangat

kental sekali, baik dari struktur melodi, ritme, instrumen, lirik, tari, pertunjukan,

penonton, dan pendukung budayanya. Zapin-zapin yang masih hidup dan masih

bertahan di bumi Melayu, memberikan corak warna gubahannya yang spesifik

kedaerahan sebagai wujud prilaku komunitas Melayu itu sendiri dalam aktivitas

14

Universitas Sumatera Utara


sehari-hari. Dengan demikian, walau zapin ini berasal dari Arab, oleh orang-orang

Melayu zapin juga mengalami kreativitas disesuaikan dengan cita rasa seni dan

keperluan kebudayaan etnik Melayu. Bahkan di Alam Melayu dikenal dua jenis zapin

yaitu zapin Arab dan zapin Melayu.

Hamzah Ahmed (1984:71) mengatakan bahwa zapin lahir pada tahun keenam

masa ketika terjadi gencatan senjata dengan orang-orang kafir Mekah, pada waktu

anak puteri Saidina Hamzah ingin ikut Nabi Muhammad hijrah ke Madinah. Padahal

dalam perjanjian, orang-orang pelarian Mekah itu harus di kembalikan. Pihak Nabi

Muhammad tidak mau. Lalu siapa yang menjadi pengasuh anak itu? Nabi Muhammad

menunjuk Ja’far yang dengan girangnya menari-nari mengangkat kaki bersama

Saidina Ali. Inilah diperkirakan sejarah awal munculnya zapin dalam peradaban

(tamadun) Islam.

Zapin kemudian berkembang ke Persia (Farsi)2 dan ke Nusantara, yaitu zapin

ala Hijaz. Menurut Mohd Anis Md.Nor (1997:116-117) pertama kalinya kesenian

zapin mulai masuk ke istana-istana di Nusantara adalah di Sumatera dan Kalimantan.

Penari zapin yang terlatih mahir ujiannya adalah berzapin di tikar rotan yang licin

dilapisi dengan permadani. Permadani di atas tikar rotan itu tidak boleh bergeser

2
Pada masa Nabi Muhammad hidup, Persia ini dikenal dengan nama Farsi yang
wilayahnya mencakup beberapa kawasan di Timur Tengah. Mereka saat awal itu beragama
Majusi dan menyembah api. Pada saat itu terjadi peperangan antara Persia dan Romawi yang
agama resminya adalah agama Kristen. Umat Islam saat itu lebih cenderung membela Romawi
karena “kedekatan” tauhid dan kepercayaan kepada Tuhan. Ketika tentara Romawi dapat
ditaklukan oleg tentara Persia, maka gundah gulanalah umat Islam. Namun Tuhan berjanji
akan segera memenangkan tentara Romawi, dan kemudian janji Tuhan itu terbukti. Kini
wilayah Persia itu mencakup sebahagian besar Republik Islam Iran dan sebahagian Irak.
Mereka umumnya beragama Islam (mazhab Syiah).

15

Universitas Sumatera Utara


sedikit pun. Apabila hal itu terjadi, hukumannya selama tiga bulan kumpulan itu tidak

boleh lagi menghibur di istana. Begitulah halusnya langkah dan gerak tari zapin yang

menurut asalnya zapin itu ditarikan sebagai kesenian yang bernafaskan Islam.

Kesenian zapin masuk ke Nusantara sejalan dengan berkembangnya agama

Islam sejak abad ke 13 Masehi. Para pedagang dari Arab dan Gujarat yang datang

bersama para ulama dan senimannya, menyusuri pesisir Nusantara. Zapin tersebut

kemudian berkembang di kalangan masyarakat pemeluk Islam. Sekarang kita dapat

menemukan zapin hampir di seluruh pesisir Nusantara, seperti di: pesisir timur

Sumatera Utara, Semenanjung Malaysia, Serawak, kepulauan Riau, pesisir

Kalimantan, Jambi, Brunai Darussalam, dan lainnya. Hingga saat ini zapin tetap

menjadi khazanah budaya Melayu yang masih digemari oleh berbagai lapisan

masyarakat. Kesenian ini juga sangat populer. Zapin itu sendiri terdapat di kalangan

istana-istana Melayu dan di tengah-tengah masyarakat awam.

Secara etimologis, kata zapin berasal dari Bahasa Arab, yang memiliki berbagai

makna. Kata zapin sendiri berkaitan dengan kata-kata turunan seperti zafa, zaffa,

zafana, zaffan, dan lain-lainnya. Kalau ditelisik lebih jauh, memang kesemua kata itu

dalam bahasa Arab memiliki hubungan dengan kata tari dalam bahasa Melayu. Namun

sebelum dibedah maknanya, alangkah baik kita lihat dahulu apa arti zapin dalam

wikipedia Indonesia.

Zapin berasal dari bahasa Arab yaitu kata "zafn" yang mempunyai
arti pergerakan kaki cepat mengikut rentak pukulan. Zapin merupakan
khasanah tarian rumpun Melayu yang mendapat pengaruh dari Arab.
Tarian tradisional ini bersifat edukatif dan sekaligus menghibur, digunakan

16

Universitas Sumatera Utara


sebagai media dakwah Islamiyah melalui syair lagu-lagu zapin yang
didendangkan. Musik pengiringnya terdiri dari dua alat yang utama yaitu
alat musik petik gambus dan tiga buah alat musik tabuh gendang kecil
yang disebut marwas. Sebelum tahun 1960, zapin hanya ditarikan oleh
penari laki-laki namun kini sudah biasa ditarikan oleh penari perempuan
bahkan penari campuran laki-laki dengan perempuan. Tari Zapin sangat
banyak ragam gerak tarinya, walaupun pada dasarnya gerak dasar
zapinnya sama, ditarikan oleh rakyat di pesisir timur dan barat Sumatera,
Semenanjung Malaysia, Sarawak, Kepulauan Riau, pesisir Kalimantan dan
Brunei Darussalam (sumber: http//id.wikipedia.org/wiki/Zapin).

Berdasarkan kutipan seperti terurai di atas, maka dapat dikatakan bahwa istilah zapin

berasal dari bahasa Arab. Kemudian zapin adalah salah satu tari Melayu, yang

diadopsi dari Arab. Zapin adalah media enkulturasi dakwah Islam. Ensambel musik

terdiri dari dua peran yaitu yang membawa melodi adalah musik petik (gambus atau

‘ud) dan pembawa ritme yaitu tiga buah alat pukul kecil (maksudnya gendang

marwas). Awalnya ditarikan lelaki, akhirnya perempuan, atau campuran laki-laki dan

peremuan. Ragam tari berkembang dan tari ini muncul di Alam Melayu.

Kemudian seorang profesor tarian Melayu Mohd Anis Md Nor menguraikan

secara panjang lebar tentang arti kata zapin ini dan kata-kata turunannya sebagai

berikut.

In Malaysia, Singapore, the Riau Islands and Sumatera, Zapin


designates a performing arts genre which encompasses a repertoire of
dances and a body of music. But first and foremost, Zapin means dance, a
particular kind of dance usually performed by men. In his Unabridged
Malay-English Dictionary, Richard Winsted noted that the word Zapin is
of Arabic origin with its most frequent usage found in the state of Johor on
the southernmost part of the Malay Peninsula. Wilkinson explains that
Zapin is an Arabic derived word which denotes the term for an Arab dance
performed by two persons. Wilkinson, however, added further that the
word Zafin generally stands for the etymology of dancing. …
The word Zapin may have come from the Arabic root word Zaffa (
) which mean to lead the bridge to her groom in a wedding
procession. It is important to trace Zapin from the Arabic root word or

17

Universitas Sumatera Utara


masdar ( ) since the Arabic-derived word or Arabic-loaned word in
the Malay vocabulary may have undergone modification in sound and may
have taken a specific meaning other than the original Arabic word. This is
all the more important when a word like Zapin cannot be directly
associated with an Arabic performance genre. One can only speculate from
the manner in which the root word I conjugated and in due course try to
associate the conjugated Arabic with the word Zapin. The closest
association of Zapin with the most word Zaffa is in Zafah ( ) which
means wedding, while Zafana ( ) means to dance in a wedding.
Wehr interpreted Zafana as to dance or gambol, thus allowing the word be
associated with some form of prancing or frolic. Lane explained Zafanan
( ) as danced, played or sported, and that ( ) ia
a sentence implies that “ a person (she) used to the dance to El-Hasan”. A
dance is called Zaffan ( ). Dance is this context cannot be associated
with raqasa ( ), which implies dance as in a less respected and less
honoured gathering than a wedding. Raqasa are performed in places such
as entertainment clubs or an establishment which solicits money from
patrons. Zsfana implies an honored and respected dance tradition which is
associated with a wedding celebration (Mohd Anis Md Nor 1990:32-33).

Menurut kajian Mohd Anis Md Nor, bahwa di Dunia Melayu zapin adalah sebuah

genre seni pertunjukan yang di dalamnya menampilkan tarian dan musik sekali gus.

Biasanya tarian zapin dipersembahkan oleh penari lelaki. Seperti yang dikutipnya dari

Winsted, kata zapin berasal dari bahasa Arab, yang banyak digunakan oleh orang

Melayu Johor. Zapin dalam bahasa Arab ini menurut Wilkinson adalah tarian yang

dilakukan dua orang penari laki-laki. Kata turunan zapin yaitu zaffa maknanya adalah

sehelai kain yang dibawa oleh pengantin wanita kepada mempelai lelaki dalam prosesi

pernikahan. Kemungkinan besar pula istilah zapin ini disesuaikan dengan lidah

Melayu sehingga kemungkinan bisa memiliki arti lain. Namun arti-arti itu jika

ditelusuri dari bahasa Arab memiliki makna yang dekat, seperti maknanya adalah

upacara pernikahan atau menari untuk upacara pernikahan. Kata zapin ini pula tidak

dapat dihubungkan dengan kegiatan menari yang bertujuan memperoleh uang yang

disebut dengan kegiatan raqasa. Zapin berhubung erat dengan tari yang

18

Universitas Sumatera Utara


dipersembahkan pada upacara pernikahan. Dengan demikian, zapin memuat penuh

ajaran-ajaran Islam, yaitu memperbolehkan menari di majelis pernikahan (walimatul

ursy)

Menurut pendapat para ahli sejarah seni Melayu, Luckman Sinar (2010) dan

Mohd Anis Md Nor (1995) zapin adalah berasal dari Yaman Selatan (Hadramaut)

merupakan sejenis irama atau rentak dalam seni musik tradisional. Zapin juga adalah

sejenis tarian rakyat Arab. Perkataan zapin berasal dari kata al-zaffan, yaitu gerak

kaki. Sebutan zapin umumnya dijumpai di Sumatera Utara dan Riau, sedangkan di

Jambi, Sumatera Selatan, dan Bengkulu menyebutnya dana. Julukan bedana terdapat

di Lampung sedangkan di Jawa umumnya menyebut zafin. Masyarakat Kalimantan

cenderung memberi nama jepin, di Sulawesi disebut jippeng, dan di Maluku lebih

akrab mengenal dengan nama jepen. Sementara di Nusa Tenggara dikenal dengan

julukan dana-dani.

Di Nusantara, zapin dikenal dalam dua jenis, yaitu zapin Arab yang mengalami

perubahan secara lamban, dan masih dipertahankan oleh masyarakat keturunan Arab.

Jenis kedua adalah zapin Melayu yang ditumbuhkan oleh para ahli lokal, dan

disesuaikan dengan linkungan masyarakatnya. Kalau zapin Arab hanya dikenal satu

gaya saja, maka zapin Melayu sangat beragam dalam gayanya. Begitu pula sebutan

untuk tari tersebut tergantung dari bahasa atau dialek lokal di mana dia tumbuh dan

berkembang. Zapin juga merupakan sejenis rentak atau irama dalam seni musik

tradisional Melayu (yang di sampingnya ada senandung mak inang, lagu dua, patam-

patam, ghazal, hadrah, dan lain-lain).

19

Universitas Sumatera Utara


Zapin merupakan salah satu genre dalam seni pentas pertunjukan Melayu yang

di dalamnya mencakup musik (rentak/ritme), tari, serta lagu. Apabila rentak zapin itu

didendangkan, maka musik itu dinamakan dengan musik zapin. Seperti apa yang

dikatakan oleh Fadlin Dja’far (wawancara Januari 2011), bahwa struktur rentak atau

ritem zapin di Sumatera Utara khususnya di Medan, dapat diklasifikasikan ke dalam

dua kategori : (1) rentak induk atau dasar dan (2) rentak anak atau peningkah. Rentak

induk dibentuk oleh tanda birama 4/4, sedangkan rentak peningkah dikembangkan

berdasarkan rentak induk dengan struktur mengikut estetika para pemain musiknya.

Musik zapin biasa juga di sebut musik gambus, yang alat musik utamanya

adalah gambus, di samping alat musik marwas dan musik pengiring yang lain seperti

biola, accordion, harmonium, gendang ronggeng (frame drum) dan vokal. Sedangkan

dari struktur melodi, musik zapin mempergunakan unsur-unsur budaya Melayu, Arab,

India, dan Barat.

Zapin di samping memiliki meter 4, juga memiliki struktur musik yang cukup

jelas. Zapin mempunyai bahagian pembuka yang biasa jadi improvisasi solo gambus

yang freemeter (taksim), bagian tengah yang diulang-ulang untuk lagu dasar, dan

variasi gendang (takhtum).

Dari segi struktur tari, sesuai dengan namanya zapin (al-zaffan) berarti

pergerakan kaki cepat (rentakan kaki), yang mengikut rentak pukulan. Tari zapin

terikat dengan gerak-gerik yang telah baku, yang sudah mempunyai konsep dasar.

Salah seorang tokoh tari zapin dari Perbaungan, O.K. Hamidi, mengatakan ciri tari

zapin adalah angkat, patah, tekuk, dan seret. Kesemuanya itu merupakan gerakan

20

Universitas Sumatera Utara


kaki. Terdapat perbedaan antara tari zapin Arab dengan tari zapin Melayu. Zapin Arab

yang pola gerakannya berbentuk zig-zag yang biasanya ditarikan oleh masyarakat

keturunan Arab. Gerak tari zapin Arab adalah gagah dengan langkah dan lenggangan

yang lebih luas, ayunan tangan yang tinggi dan hinjutan kaki yang keras.

Zapin Melayu berbentuk huruf alif (lurus) umumnya ditarikan oleh orang-

orang Melayu yang diadaptasikan dari unsur-unsur zapin Arab. Sedangkan gerak tari

zapin Melayu lebih halus dan santun dengan ayunan tangan yang lebih kecil atau

sempit, langkah kaki yang tidak terlalu luas dan tinggi, serta henjutan kaki yang

lembut.

Zapin dipersembahkan dalam tiga peringkat: Pertama: pembuka tirai (dikenali

sebagai taksim) yaitu gambus dibunyikan secara solo secara free meter, dan penari

melakukan gerak sembah. Pada peringkat ini, semua penari akan melakukan tarian

pengenalan dengan beberapa pergerakan saja. Kedua tarian, pergerakan dan ayunan.

Pada peringkat kedua ini persembahan terdiri dari pecahan atau gerakan serta lenggang

tarian.. Ketiga penutup, tari di sini kemudian dikembangkan dengan berbagai ragam

gerak seperti alif, pecah, langkah, sut, anak ayam, dan tahto.

Gerakan tari zapin harus menampilkan gerak tari yang sopan dan menjunjung

tinggi adat resam Melayu. Tidak melompat, mengangkat kaki tinggi-tinggi, berguling-

berguling, dan tidak saling bersentuhan pada lawan jenis, seperti mengendong yang

tidak sesuai dengan kaedah sopan santun adat Melayu yang berpaksikan kepada ajaran

agama Islam. Sebab tari zapin itu sendiri bernafaskan Islam. Sekarang banyak kita

temukan zapin tradisi yang berkembang menjadi tari Zapin kreasi baru, yang telah

21

Universitas Sumatera Utara


mengalami pergeseran nilai-nilai budaya yang hampir kehilangan identitasnya.

Timbulnya pembaharuan-pemabaharuan dari zapin tradisi ke bentuk zapin kreasi baru

ini mulai dirasakan pada tahun 1960-an.

Demikian pula bila rentak zapin itu dinyanyikan maka lagu tersebut dinamakan

dengan lagu zapin, Lagu-lagu zapin ini lah yang ingin saya pilih menjadi judul skripsi

saya. Dari segi teks, nyanyian zapin ini di samping bersifat edukatif dan didaktik

sekaligus menghibur tetapi juga digunakan sebagai media dakwah Islam dengan syair

atau pantun-pantun Melayu yang didendangkan, bisa pula lebih ke arah etika

pergaulan secara umum, ataupun pesan-pesan jenis lain, baik dengan tema percintaan,

nasihat, pandangan hidup, dan lain sebagainya. Lagu-lagu tersebut akan penulis

analisis melalui teori semiotik. Penyajian musik zapin dapat saja hanya di iringin

musik instrumental, atau tanpa teks pantun Melayu yang dinyanyikan (vokal).

Dari uraian di atas tergambar dengan jelas bahwa seni zapin sangatlah penting

di dalam kebudayaan Melayu. Seni zapin ini mengekspresikan sejarah masuknya

peradaban Islam ke dalam kebudayaan Melayu. Dalam seni zapin juga terkandung

proses kreativitas seniman Melayu dalam mengolah zapin Arab menjadi zapin Melayu.

Sejauh ini, banyak kita jumpai tokoh-tokoh yang mengangkat tradisi zapin,

baik sebagai pengamat, penulis, penata tari, serta pencipta lagu zapin. Khususnya yang

berada di kawasan kota Medan dan sekitarnya. Mereka itu antara lain adalah: Singah

bin Zakaria (di Bengkel Perbaungan), Tuk Poncil (Nagur, Bedagai), O.K. Aris dan

O.K. Tera’i (Galang), Sauti dan O.K. Adram (di Serdang, di samping mereka penata

22

Universitas Sumatera Utara


tari serampang dua belas mereka juga penari zapin yang bersal dari Pantai Cermin)

dan Anjang Nurdin Paitan (Pantai Labu), dan lainnya.

Ada pula para pengamat zapin, seperti Tengku Luckman Sinar. Beliau aktif

membuat artikel mengenai zapin dalam seminar-seminar tentang kebudayaan Melayu,

ke berbagai kota besar di Indonesia bahkan ke luar negeri. Di samping itu ada juga

Muhammad Takari dan Fadlin (Medan). Dua tokoh di bidang kesenian Melayu yang

juga aktif sebagai pengamat zapin dan penulis, yang selalu menjadi pembicara dalam

seminar mengenai zapin, dan langsung ikut berperan serta dalam proses penggarapan

pembuatan lagu-lagu zapin.

Selain itu, terdapat juga tokoh penggarap tari khususnya tari zapin antara lain:

Yose Rizal Firdaus yang aktif juga menulis artikel tentang tari zapin, ada juga O.K.

Hamidi sebagai pengamat tari zapin, Tengku Sita Syaritsa (Medan), A. Rahim Noor,

dan terdapat juga tokoh muda penggarap tari zapin yang berada di Kota Medan,

khususnya di Taman Budaya Medan, seperti: Dilinar Adlin, Syafrizal, Sri Ning Ayu,

Ivan, dan ramai lagi. Di samping itu terdapat juga tokoh-tokoh pencipta lagu zapin

yang karya-karya beliau sangat termasyhur. Salah satunya adalah Rizaldi Siagian

seorang etnomusikolog, beliau menciptakan lagu-lagu zapin anatara lain: Zapin

Ceracap dan Zapin Tanda-tanda. Lagu ini lebih ke zapin kreasi karena dilihat dari

instrumen yang dipakai yaitu perkawinan alat musik dasar seperti marwas dan gambus

dengan instrumen modern, seperti bas, drum, gitar, dan keyboard. Lagu ini lebih

komersial karena lagu ini telah dirilis ke dalam album Grenek. Ada juga Zapin

Menjelang Maghrib yang lebih ke tradisi. Sebab dalam lagu ini dapat kita lihat dari

23

Universitas Sumatera Utara


segi instrumennya yang memakai alat musik dasar yaitu gendang marwas dan gambus

saja. Lagu-lagu Rizaldi tersebut masih sering dibawakan untuk persembahan tari oleh

sangar-sanggar tari di Kota Medan, baik untuk acara-acara resmi ataupun festival. Di

samping itu ada juga Tengku Safick Sinar, Tengku Rio, Hendrik Perangin-angin,

Sahrial, Zul Alinur, dan lain-lainnya.

Zul Alinur adalah seorang generasi muda yang berbakat membuat karya-karya

musik zapin. Lagu-lagu zapin beliau lah yang ingin penulis kaji lewat struktur teks

dan melodinya. Walaupun umurnya masih relatif muda namun karya-karya beliau

cukup membanggakan. Zul Alinur yang akrab dipanggil Al Coboy atau Mak Boy

adalah salah satu pelaku seni di kota Medan yang berdarah Melayu dan Minangkabau.

Dalam membuat lagu-lagu zapin beliau menuliskannya dalam notasi angka dan teknya

dalam huruf Latin. Puluhan lagu zapin telah diciptakannya. Yang paling menarik

adalah di antara lagu-lagu tersebut ada sebanyak lima lagu menurut pengamatan

penulis, menang dalam lomba atau festival lagu zapin di tingkat provinsi atau nasional.

Dia memiliki berbagai kelebihan, di samping sebagai pemusik, dia juga mahir

mengaransemen lagu-lagu khususnya lagu etnik yang terdapat Sumatera. Bahkan ia

juga sangat mahir menciptakan lagu-lagu Melayu khususnya bergenre zapin. Dalam

hal ini dia memiliki kelebihan, dengan langsung menciptakan lagu-lagu zapin dan

menciptakan musiknya. Sedangkan lagu-lagu di luar zapin dia hanya mampu

mengaransemen saja bukan sebagai pencipta. Lagu- lagu beliau lah yang penulis ingin

kaji. Lagu zapin ciptaan Zul Alinur tidak terlalu terikat dengan tradisi dan cenderung

ke kreasi baru. Namun demikian, konsep dasar atau pakem dari zapin itu sendiri

24

Universitas Sumatera Utara


masih tetap dipakai. Kenyataan ini dapat dapat dilihat melalui struktur musiknya,

yaitu melodi yang sederhana dan mudah diingat. Instrumen yang di pakai di luar alat

musik dasar seperti gambus dan marwas antara lain gendang ronggeng (frame drum),

dol, biola, accordion, dan gitar bas, Terjadinya peralihan musik pengiring tari zapin

dari bentuk zapin tradisi (alat musik dasar) ke bentuk musik zapin kreasi tidak

terlepas dari kebutuhan pertunjukan, dan kreativitas seniman-senimannya, yang

merupakan usaha yang dilakukan para pelaku seni untuk menjadikan kesenian itu

untuk tetap hidup dan berkembang di tengah masyarakat.

Perbedaan di antara garapan tradisional dengan garapan kreasi terdapat pada

varisasi gerak, gaya, pola lantai, pola dramatik, musik dan alat musik, jumlah penari,

peralatan tari, beserta pantun yang didendangkan. Sementara kesamaannya bahwa

zapin itu sendiri telah memakai konsep dasar atau pakem tersendiri baik taksim

maupun tahtum, dan meiliki struktur rentak dalam tanda birama 4/4, dan lain

sebagainya.

Zul Alinur memberi sentuhan baru pada zapin, namun tidak merusak pakem

pada zapin itu sendiri, Resam dari akar zapin masih tetap dipakai, sehingga

menghasilkan zapin pengembangan dalam karya-karya baru dalam suatu wujud

upaya pelestarian. Seperti apa yang dikatakan oleh Julianus P. Limbeng bahwa semua

kesenian tradisional itu memiliki pola atau pakem tersendiri yang membuat kesenian

itu menjadi khas, berbeda dengan yang lainnya. Akan tetapi pakem tersebut bukanlah

suatu aturan yang “mati,” melainkan suatu potensi yang dapat berkembang ,dan

mampu mengakomodasi perubahan-perubahan isi sesuai dengan kepentingan situasi

25

Universitas Sumatera Utara


demi situasi, waktu demi waktu. Jika kesenian kesenian tradisional memiliki pakem

yang kuat, maka ia pun memiliki ruang kebebasan yang luwes. Keduanya pakem dan

kebebasan kreatif terjalin secara integral, menjadi semacam grammar atau bahasa

ungkap yang organis dan cerdas sehingga pertumbuhannya pun dapat tumbuh secara

alamiah. Atas dasar itu, yang disebut dengan kesenian tradisi dan upaya pelestariannya

harus menyangkut kedua aspek antara lain: bentuk, pola, atau pakemnya serta daya

atau potensi untuk berubah. Dalam aspek itulah sesungguhnya terletak nilai, sehingga

kesenian di Nusantara ini biasa disebut sebagai “tradisi hidup” (living tradition)

bukan suatu tradisi yang mati atau beku (Julianus P. Limbeng 2009).

Selain itu, lagu-lagu ciptaan Zul Alinur selalu digunakan oleh sanggar-sanggar

tari yang ada di Kota Medan, khususnya di Taman Budaya, untuk mengiringi berbagai

acara atau festival yang ada di Medan dan di luar kota Medan. Di antaranya untuk

mengikuti festival tari zapin, yang diadakan oleh Dewan Kesenian Medan (DKM)

dalam event Medan Arts Festival, empat lagu yang diciptakan Zul Ainur termasuk ke

dalam kategori lima lagu yang terbaik yang penulis akan penulis gunakan sebagai

sampel lagu yang berjudul Zapin Puan, Zapin Perantau, Zapin di Hati, Zapin in My

heart dan Zapin Purnama. Selain itu, lagu-lagu ciptaan Zul Alinur juga digunakan

pada festival zapin dalam acara Gempar Sumut di lapangan Merdeka Medan, dan

karyanya mendapat juara pertama.

Selain untuk festival, lagu beliau juga dipakai untuk mengisi event-event

nasional bahkan internasional yaitu: Pesta Gendang Nusantara (Malaysia, acara

tahunan menyambut ulang tahun Kota Melaka), Pedati Nusantara (Bukit Tinggi, acara

26

Universitas Sumatera Utara


tahunan oleh Visit Indonesian Year), Semarak Zapin Serantau (yang diadakan selama

dua tahun sekali di Bengkalis), Temu Zapin Indonesia (Pekan Baru), Cross Culture

(Surabaya), dan Festival Seni Melayu Nusantara (Palembang). Dalam acara yang

terakhir ini karya lagu zapinnya mendapatkan penghargaan penata musik terbaik.

Judul lagu-lagu zapin yang beliau ciptakan adalah: Zapin Puan, Zapin Perantau, Zapin

Purnama, Zapin di Hati, Zapin Perindu, Arena Zapin, Zapin Bertuah, Zapin in My

Heart, Jadilah Seperti, Bunga, dan masih banyak lagi karya-karya lainnya.

Berdasarkan uraian sosiomusikal di atas, maka saya tertarik untuk

menganalisis lagu-lagu zapin Zul Alinur ini, baik dari aspek teks maupun melodinya.

Adapun ketertarikan ini karena saya sangat begitu dekat dengan karya-karya beliau,

karena akhir-akhir ini penulis sering di percayai untuk menyanyikan lagu-lagu

ciptaannya dalam mengiringin persembahan tari khususnya tari zapin. Sehingga saya

tertarik untuk mengangkatnya menjadi judul skripsi ini, dengan judul Lagu-lagu

Zapin Ciptaan Zul Alinur: Kajian Terhadap Struktur Teks dan Melodi.

1.2 Pokok Permasalahan

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka selanjutnya penulis

menarik dua pokok masalah utama yang akan dikaji dalam skripsi ini. Pokok-pokok

masalah tersebut adalah: pertama, bagaimana struktur teks (lirik atau syair) lagu-lagu

zapin ciptaan Zul Ainur. Yang kedua, bagaimana struktur melodi lagu-lagu zapin

ciptaan Zul Alinur. Sebagai dasar untuk menguatkan dua pokok masalah di atas, maka

akan dikaji pula bagaimana biografi ringkas Zul Alinur. Hal ini sesuai dengan alasan

27

Universitas Sumatera Utara


bahwa karya seni apa pun bentuknya tidak terlepas dari pengalaman hidup dan

lingkungan budaya di mana seorang pencipta seni itu hidup.

Pokok masalah struktur teks akan diperinci dalam skripsi ini mencakup unsur

rima, pantun, makna-makna sosiobudaya, tafsiran terhadap makna teks, makna

denotatif, makna konotatif, suku kata, interyeksi, pemakaian partikel, metafora, gaya

bahasa (plastik bahasa), nilai-nilai intrinsik dan ekstrinsik, reperiti, hubungan teks

dengan melodi, dan hal-hal sejenis. Sementara untuk pokok masalah kedua yaitu

bagaimana struktur melodi lagu-lagu zapin ciptaan Zul Alinur akan diperinci dengan

kajian yang mencakup: tangga nada (yang berakar dari tangga nada musik Melayu atau

maqam Arab), wilayah nada, nada dasar, formula melodi, distribusi interval, pola-pola

kadensa, ambitus suara, dan kontur. Untuk menguatkan aspek struktur melodi ini,

maka dalam skripsi ini penulis juga akan mengkaji aspek waktu yang mencakup meter

atau tanda birama, siklus rentak, fungtuasi ritmik, kecepatan lagu, rentak dasar dan

rentak peningkah, taksim yang berupa meter bebas, hubungan antara pemain musik

pembawa rentak dan pembawa melodi, dan lain-lainnya. Juga akan mengkaji sajian

lagu-lagu zapin dalam konteks pertunjukan seperti paduan suara, suara tunggal atau

solo, gaya litany, gaya responsorial, properti panggung, hubungan musik zapin dan

tarinya, dan lain-lainnya. Untuk melengkapi dua pokok masalah di atas, penulis juga

akan mengkaji secara umum saja bagaimana struktur tari zapin yang diiringi oleh lagu-

lagu ciptaan Zul Alinur ini, yang diciptakan oleh para penata tari di kawasan Medan

dan sekitarnya. Ini untuk melihat sejauh apa kreativitas tari yang diciptakan

berdasarkan musik zapin yang diciptakan sebelumnya, atau sebaliknya. Lebih jauh,

28

Universitas Sumatera Utara


adalah bagaimana penata tari berkomunikasi dengan lagu-lagu zapin ciptaan Zul

Alinur, dan kemudian membuat kreativitas tari berdasarkan apa yang didengar, atau

komunikasi verbal dengan Zul Alinur. Dengan membuat dua pokok masalah dan

unsur-unsur kajian yang mendukungnya, diharapkan melalui skripsi ini akan

didapatkan kajian yang mendalam dan saling mengisi, dalam konteks interdisiplin

dalam bidang etnomusikologi.

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan pokok permasalahan yang telah penulis kemukakan di atas,

maka tujuan penelitian ini juga merujuk kepada pokok permasalahan tersebut. Adapun

dua tujuan utama penelitian ini adalah: (a) untuk mengetahui bagaimana struktur teks

(syair atau pantun) yang terdapat dalam lagu-lagu zapin ciptaan Zul Alinur, (b) untuk

mengetahui bagaimana struktur melodi lagu-lagu zapin yang diciptakan oleg Zul

Alinur. Kedua tujuan utama ini akan diikuti secara langsung dengan berbagai tujuan

lain yaitu untuk Mencari ciri khas musik zapin atau lagu zapin ciptaan Zul Alinur yang

membuat dia berbeda dengan pencipta lagu zapin yang lain. Selain itu adalah untuk

mengetahui bagaimana pentingnya zapin dalam kebudayaan Melayu termasuk

masyarakat urban di Kota Medan, dan oleh karena pentingnya genre seni ini, maka

perlu selalu melakukan ciptaan baru berdasarkan ciptaan lama dalam ruang dan waktu

yang dilalui oleh kebudayaan. Tujuan lain adalah untuk mengungkap fenomena

29

Universitas Sumatera Utara


bagaimana zapin diciptakan oleh generasi muda Melayu dan mendapat sambutan

masyarakat pendukungnya.

1.3.2 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini, menurut penulis dapat dikategorikan dalam dua

hal, yaitu manfaat saintifik atau keilmuan, dan manfaat praktis bagi pengembangan

kesenian dalam konteks negara Indonesia (dalam hal ini kota Medan dan Provinsi

Sumatera Utara). Dari segi manfaat keilmuan maka skripsi ini akan memberikan

berbagai pengetahuan baru yaitu bagaimana seorang generasi muda menciptakan lagu-

lagu genre zapin. Apakah ia akan membuat pembaharuan, begitu juga apakah pakem

atau norma-norma lagu zapin akan terus dipertahankannya. Uraian ini akan

memberikan manfaat kepada disiplin etnomusikologi dalam melihat musik,

kebudayaan, kreativitas, dan pengembangan karya musik. Manfaat keilmuan lainnya

adalah untuk memperluas pengetahuan dan wawasan penulis dan para pembaca dalam

disiplin ilmu-ilmu humaniora dan sosial termasuk etnomusikologi. Selain itu, manfaat

keilmuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menjadi bahan kajian bagaimana

proses difusi seni zapin melalui penyebaran agama Islam. Kemudian terjadi

pembumian atau adaptasi di sana-sini menjadi zapin Melayu, sekali gus melihat

bagaimana kreativitas seniman lokal dalam menggarap seni yang diadopsi dari luar.

Dari kajian zapin ini juga akan menggambarkan bagaimana proses akulturasi dan

inovasi sekali gus. Manfaat saintik lainnya adalah memahami makna-makna teks yang

terdapat dalam lagu-lagu zapin yang diciptakan Zul Alinur. Sebagaimana diketahui

30

Universitas Sumatera Utara


bahwa dalam penelitian kualitatif pencarian makna dalam fenomena budaya adalah

sangat penting. Dari segi melodi pula, penelitian ini bermanfaat untuk mengetahui

bagaiman struktur melodi lagu-lagu zapin yang diciptakan Zul Alinur, apakah struktur

melodinya mengandung budaya tangga nada Melayu, maqam Arab, tangga nada

Eropa, atau ada kekhasan yang diciptakan Zul Alinur. Lebih jauh adalah sebagai

keturunan Minangkabau dan Melayu, apakah ada unsur musik Minangkabau dan

Melayu yang diterapkannya ke dalam lagu-lagu zapin ciptaannya. Sebagai seorang

muslim, nilai-nilai agama yang seperti apa yang diaplikasikannya ke dalam lagu-lagu

zapin ciptaan beliau. Ke depan mungkin akan ditemukan teori baru dari keberadaan

zapin di tengah masyarakat Nusantara termasuk Medan, terutama melalui karya-karya

generasi mudanya, termasuk Zul Alinur.

Selanjutnya manfaat praktis penelitian ini adalah untuk memberdayakan,

memungsikan zapin (termasuk ciptaan Zul Alinur) dalam kebudayaannya. Contohnya

adalah memungsikan seni zapin dalam konteks upacara perkawinan Melayu (atau

yang berdasar kepada agama Islam), untuk mengkhitankan anak, untuk menyambut

dan memeriahkan hari-hari besar keagamaan Islam, untuk acara tepung tawar, untuk

melepas dan menyambut haji, dan lain-lainnya.

Lebih jauh, sangat mungkin lagu-lagu zapin ciptaan beliau digunakan dalam

konteks seni wisata di Medan dan sekitarnya, dalam rangka mendukung program

pemerintah Indonesia, khususnya Kementerian Budaya dan Pariwisata, di bidang seni

dan kepariwisataan. Manfaat praktis lainnya adalah penelitian ini dapat dijadikan

sumber rujukan dalam rangka menciptakan zapin-zapin baru bagi generasi muda. Atau

31

Universitas Sumatera Utara


kalau mungkin menjadi inspirasi bagi dilaksanakannya lomba cipta lagu zapin, baik di

tingkat Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara, Indonesia, atau Dunia Melayu. Manfaat

praktis lainnya adalah lagu-lagu zapin ciptaan baru ini bisa diproduksi dalam bentuk

video compact disk (VCD) atau DVD, yang berkualitas, dan akan menyumbangkan

penghasilan bagi pencipta dan kelompok produksinya, kalau zapin itu laku di pasaran

dan diterima masyarakat. Begitu juga dengan manfaat-manfaat lainnya.

1.4 Konsep dan Teori yang Digunakan

Sebelum menjelaskan beberapa konsep dan teori yang penulis gunakan dalam

penelitian ini, maka supaya tidak terjadi tanda-tanya dan keragu-raguan, penulis

menggunakan pengertian konsep dan teori sebagai berikut. Konsep merupakan

rancangan ide atau pengertian yang diabstrakan dari peristiwa kongkret

(Poerwadarminta dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, 2005:588).

Selanjutnya yang dimaksud dengan teori adalah pendapat yang didasarkan pada

penelitian dan penemuan, didukung oleh data dan argumentasi (Poerwadarminta

dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, 2005:1177).

Dari dua pengertian di atas, maka ada perbedaan mendasar antara konsep dan

teori. Konsep baru sampai ke tahap pengertian yang diabstrakan peristiwa

sesungguhnya. Kalau penulis boleh memberi contoh dalam kebudayaan Melayu

terdapat konsep tentang alam (terdiri dari alam janin, alam sekitar, alam kubur, alam

akhirat, dan seterusnya). Begitu juga konsep tentang yang baik budi yang indah

bahasa, yang bermakna konsep manusia baik dinilai dari budinya, orang yang

32

Universitas Sumatera Utara


memiliki sopan santun dan estetika tinggi dapat dinilai dari bahasa yang

diucapkannya. Sementara teori adalah pendapat yang didasarkan pada penelitian dan

penemuan, didukung oleh data dan argumentasi. Jadi teori sifatnya lebih ke arah

telah terbukti secara saintifik dan pendapat keilmuan itu digunakan untuk

memecahkan permasalah atau fenomena alam maupun sosiobudaya. Contoh teori

dalam ilmu pengetahuan adalah teori difusi, akulturasi, evolusi, gravitasi,

relativisme, bobot tangga nada (weighted scale), kantometrik, dan lain-lain. Kedua

hal tersebut (konsep dan teori) akan diaplikasikan dalam penelitian terhadap struktur

teks dan melodi lagu-lagu zapin yang diciptakan oleh Zul Alinur.

1.4.1 Konsep

Ada beberapa konsep utama yang digunakan dalam konteks skripsi ini. Konsep

tersebut berkait erat dengan judul yang penulis gunakan. Adapun konsep itu adalah:

(a) lagu, (b) musik, (c) tari, (d) zapin, (e) kajian, (f) struktur, (g) teks, dan (h) melodi.

(a) Konsep mengenai lagu. Menurut Kamus Dewan Edisi Ketiga (2002),

lagu itu memiliki pengertian-pengertian seperti yang diuraikan berikut ini.

lagu 1. irama suara (dlm bacaan nyanyian, percakapan, dll): ~ bacaan


qari dan qariah pd malam itu merawankan hati pedengar, 2. gubahan
muzik biasanya dgn seni kata, nyanyian: memperdengarkan sebuah ~
yg dinyanyikan oleh seorang penyanyi terkenal; ~ suka ramai; 3.
langgam atau corak irama (muzik dll): ~ Melayu asli; ~ keroncong; 4.
cara, gaya, macam, kaedah, pakaian ~ ini saya tidak suka memakainya;
~ ini (itu) cara ini (itu); ~ kebangsaan lagu rasmi sesebuah negara
(diperdengarkan kpd umum dlm upacara atau peristiwa tertentu; ~ lama
perkara lama (yg sudah basi); ~ patriotik lagu yang seni katanya dsb
menunjukkan atau bertemakan kesetiaan atau cinta kpd negara; ~ rakyat
lagu yang irama dan seni katanya telah dinyanyikan turun-temurun.

33

Universitas Sumatera Utara


berlagu berirama: suaranya berlagu-lagu;
melagu bernyanyi, menyanyi: kedua-dua anak itu kemudiannya menari
dan ~;
melagui memberi berlagu (pantun, sajak, syair, dll);
melagukan menyampaikan lagu, menyanyikan, membaca dgn lagu
(Quran, sajak, dll): mereka bersalung dan bernyanyi ~ pantun dagang
dgn sedih;
laguan + nyanyian
pelagu + orang yang menyampaikan lagu (nyanyian dll), penyanyi.
(hal. 794).

Menurut kutipan di atas, lagu dalam bahasa Melayu memiliki empat makna

yaitu makna suara yang dikaitkan dengan melodi, juga musik yang menggunakan seni

kata (teks). Lagu juga mencakup genre musik vokal seperti lagu Melayu asli dan

keroncong. Dalam konteks Dunia Melayu lebih luas, genre lagu ini sangat banyak

contohnya, seperti dedeng, mulaka nukal, dodoi, sinandung, inang, zapin, ahoi, ketam

padi, lerai padi, dan seterusnya. Pengertian berikutnya lagu adalah gaya atau cara,

dengan contoh seperti lagu kebangsaan, lagu lama, lagu patriotik, lagu rakyat.

Sementara itu jika kata lagu dikembangkan menjadi kata kerja seperti berlagu maka

maknanya adalah suara yang berirama dan berlagu-lagu (menggunakan melodi).

Kemudian melagu artinya adalah bernyanyi atau menyanyi, dan selalu juga dikaitkan

dengan aktivitas menari. Kata kerja lainnya melagui artinya memberi berlagu kepada

karya sastra seperti pantun, sajak, syair, nazam, gurindam, seloka, dan seterusnya—

pengertiannya adalah memberi melodi pada karya sastra. Melodi itu sendiri artinya

adalah rangkaian nada-nada dengan ritme-ritme tertentu, membentuk bangunan

(arsitektonik) lagu. Kata laguan berarti juga nyanyian—sedangkan pelagu bermakna

orang yang mempersembahkan lagu. Dengan demikian, mengikut Kamus Dewan ini,

34

Universitas Sumatera Utara


lagu terdiri dari aspek tekstual atau seni kata dan melodi sebagai salah satu unsur

musik. Lagu mengandung aspek bahasa, sastra, dan seni musik sekali gus.

(b) Konsep tentang musik. Dalam Kamus Dewan (2002) musik

didefinisikan sebagai gubahan bunyi yang menghasilkan bentuk dan irama yang indah.

Seterusnya menurut Wikipedia Indonesia (2007) musik adalah bunyi yang diterima

oleh individu dan berbeda-beda berdasarkan sejarah, lokasi, budaya, dan selera

seseorang. Konsep tentang musik juga bermacam-macam, misalnya bunyi yang

dianggap enak oleh pendengarnya, segala bunyi yang dihasilkan secara sengaja oleh

seseorang atau kelompok dan disajikan sebagai musik .

Beberapa orang menganggap musik tidak berwujud visual. Musik menurut

Aristoteles mempunyai kemampuan menentramkan hati yang gundah, mempunyai

terapi rekreatif dan menumbuhkan jiwa patriotisme. Musik adalah bunyi yang diterima

oleh individu dan berbeda-beda berdasarkan sejarah, lokasi, budaya, dan selera

seseorang.

Dalam kebudayaan Melayu, musik (muzik di Malaysia) itu adalah unsur

serapan yang berasal dari kebudayaan Barat, yang merujuk kepada Dewa Ilmu

Pengetahuan masa Yunani-Romawi Kuno yaitu Dewa Mousikos. Namun kata ini

kemudian berkembang merujuk kepada semua jenis seni bunyi yang menggunakan

dimensi tangga nada dan ritme di seluruh dunia termasuk di dalam kebudayaan

Melayu. Dalam budaya Melayu seni musik sering juga disebut dengan seni bunyi-

bunyian, yang terdiri dari genre-genrenya seperti syair, gurindam, nazam, barodah,

hadrah, nasyid, kasidah, dondang sayang, joget, dan seterusnya. Musik Melayu adalah

35

Universitas Sumatera Utara


musik yang menjadi milik orang Melayu, yang diolah baik secara inovatif maupun

secara akulturasi.

(c) Konsep mengenai tari. Menurut Kamus Dewan Edisi Ketiga

(2002:1378), tari itu memiliki pengertian-pengertian seperti yang diuraikan berikut ini.

tari = tarian gerakan badan serta tagan dan kaki berirama mengikut
rentak muzik; ~ gambus sj tari yang diiringi oleh gambus dan rebana; ~
inai = ~ piring tari dgn menggunakan piring dan lilin (oleh gadis-gadis);
~ keris (sewar, sikin) tari dgn memainkan keris (sewar, sikin); ~ kipas
tari dgn memainkan kipas; ~ payung sj tari dgn menggunakan payung;
~ sapu tangan tari dgn melambai-lambaikan sapu tangan; ~ selendang
tari dgn memakai selendang; ~ serimpi sj tari yang dipertunjukkan oleh
perempuan (di istana Jogja, Solo);
menari, bertari + melakukan tari dgn mengikut muzik; kakak Ramlah
sedang ~, sedang berlatih ~; ~ di ladang orang perb bersuka-suka
memakai harta orang lain dgn tidak mengingat kerugian orang itu;
yang tak pandai, dikatakan lautan nan terjungkat = sebab tiada tahu ~
dikatakan tanah lembab perb sebab tidak tahu membuat sesuatu
pekerjan, dikatakan perkakas yg salah atau tidak cukup;
Menari-nari melompat-lompat (kegirangan dll), mendompak-dompak,
bergerak-gerak pantas dan lancar (spt gerakan penari);
menarikan 1. melakukan sesuatu tari, menari dgn sesuatu tari: maka
pendekar pun menghampiri lalu ~ inai serta memukul rebana lagu
ceracap ini; 2. menggerak-gerakkan (jari-jari) dgn patas dan lancar (spt
geraan menari): perbuatan ~ jari-jari di atas meja semasa berakap dll;
tari-tarian, tari-menari bermacam-macam tari: pd malam itu telah
diadakan suatu majlis ~; tertari-tari menari-nari: kijang dua ekor itu
datang ke hadapan rumahnya berlompat-lompat dan ~; penari orang
yang pandai menari, tukang tari (p. 1378)
anak tari: dia seorang ~ joget.

Menurut kutipan dari Kamus Dewan seperti terurai di atas, pengertian tari

dalam konteks bahasa dan budaya Melayu memiliki berbagai makna. Yang pertama

tari adalah gerakan badan serta tangan dan kaki berirama mengikuti rentak musik.

Dalam pengertian ini tari sangat berhubungan dengan irama (ritme dan melodi) musik.

36

Universitas Sumatera Utara


Biasanya jika ada aktivitas tari selalu menggunakan musik dalam budaya Melayu.

Jarang ditemukan tari yang berdiri sendiri tanpa diiringi musik. Seterusnya dalam

pengertain kedua, nama tari berhubungan erat dengan properti utama yang

digunakannya, misalnya tari lilin, tari inai, tari keris, tari sapu tangan, tari payung, dan

seterusunya. Pengertian lainnya adalah genre, seperti tari serimpi adalah satu genre tari

di kraton Yogyakarta dan Surakarta. Dalam budaya Melayu Semenanjung, terdapat

juga tari ashek, joget gamelan Terengganu, dan lainnya. Makna konotatif juga

dijumpai untuk kata tari ini, seperti kalimat: Menari di ladang orang—artinya adalah

bersuka-suka memakai harta orang lain dengan tidak mengingat kerugian orang itu.

Makna konotatif lainnya adalah tercermin dalam kalimat: Sebab tiada tahu tari

dikatakan tanah lembab. Artinya perbuatan sebab tidak tahu membuat sesuatu

pekerjaan, dikatakan perkakas yang salah atau tidak cukup, mencari-cari alasan karena

ketidakmampuannya. Pengertian berikutnya adalah tari sebagai ekspresi emosi,

gembira dengan melompat, mendompak, dan seterusnya. Makna lainnya adalah fungsi

tari seperti pada acara perhelatan pendekar dengan diiringi tari inai. Kemudian juga

orang yang menari disebut penari.

Jadi dari kutipan di atas dapat diketahui bahawa tari adalah seni gerak dalam

konteks budaya Melayu, yang memiliki norma-norma dan sistem nilainya sendiri.

Selain itu istilah tari dalam kebudayaan Melayu juga memiliki sinonim dengan istilah

tandak, liuk dan igal (lihat Takari dan Heristina Dewi 2008).

Salah satu motif tari yang paling dasar adalah mengekspresikan dan

mengkomunikasikan emosi. Manusia dan juga beberapa jenis hewan selalu menari

37

Universitas Sumatera Utara


dengan cara menyalurkan perasaan. Motif tari ini bukan saja diperkuat oleh gerakan

meloncat, menghentakkan kaki, dan melompat-lompat, namun juga didukung oleh

emosi yang intens. Tari juga ada yang menggunakan gerak-gerak yang formal, seperti

tarian perang pada masyarakat tribal atau tarian rakyat untuk festival. Di sini tari

membantu untuk menghasilkan emosi-emosi dan kemudian melepaskannya.

Masyarakat juga menari untuk menikmati pengalaman tubuh dan mengitari

alam persekitaran dalam cara yang khas. Tari juga melibatkan gerakan yang ekstrim,

seperti melenturkan atau meregangkan tangan, memalingkan wajah ke belakang dan

berbagai gerak lainnya. Tari juga melibatkan gerakan yang cenderung diorganisasikan

kepada pola-pola ritmik khusus, seperti melangkah membentuk garis, mengitari lantai,

mengikuti langkah-langkah tertentu, atau membentuk pola aksen reguler, atau

melakukan penekanan gerak.

Tari adalah satu cabang kesenian yang adakalanya berdiri sendiri namun tak

jarang pula digunakan dalam seni teater. Dalam budaya Melayu misalnya, berbagai

teater mempergunakan seni tari, seperti ada teater makyong, jikei, mek mulung,

mendu, menhora, dan lainnya. Tari-tarian dalam teater ini sering disebut sebagai

tarian teater, karena fungsi utamanya mendukung situasi dan perwatakan dalam

sesebuah teater.

Zapin maknanya sangat erat dengan tari. Begitu disebutkan istilah zapin, maka

yang terbayang dikalangan pencinta dan seniman Melayu adalah tari zapin, yang

berasal dari Yaman, kemudian diolah menjadi tarian Melayu. Seperti sudah diuraikan

pada bahagian latar belakng, bahwa zapin itu sendiri bermakna gerak, dan gerak itu

38

Universitas Sumatera Utara


adalah unsur utama dalam seni tari. Sebagaimana bunyi di dalam seni musik.

Sementara itu, masyarakat Melayu sendiri memiliki berbagai istilah yang merujuk

kepada tari seperti liuk, igal, dan tandak.

(d) Konsep tentang zapin. Seperti sudah disinggung pada bagian latar

belakang masalah Hamzah Ahmed (1984) mengatakan seni zapin dalam peradaban

Islam lahir pada tahun keenam masa ketika terjadi gencatan senjata dengan orang-

orang kafir Mekah, pada waktu anak puteri Saidina Hamzah ingin ikut Nabi

Muhammad hijrah ke Madinah. Padahal dalam perjanjian, orang-orang pelarian

Mekah itu harus dikembalikan. Pihak Nabi Muhammad tidak mau. Lalu siapa yang

menjadi pengasuh anak itu? Nabi Muhammad menunjuk Ja’far yang dengan

girangnya menari-nari mengangkat kaki bersama Saidina Ali. Inilah diperkirakan

sejarah awal munculnya zapin dalam peradaban (tamadun) Islam. Zapin kemudian

berkembang ke Persia danNusantara. Kesenian zapin masuk ke Nusantara sejalan

dengan berkembangnya agama Islam sejak abad ke 13 Masehi. Secara etimologis, kata

zapin berasal dari Bahasa Arab, yang memiliki berbagai makna. Kata zapin sendiri

berkaitan dengan kata-kata turunan seperti zafa, zaffa, zafana, zaffan, dan lain-lainnya

(lihat Mohd Anis Md Nor 1995).

(e) Konsep mengenai kajian. Istilah ini berasal dari kata analisa atau

analisis, yaitu penyelidikan dan penguraian terhadap satu masalah untuk mengetahui

keadaan yang sebenar-benarnya serta proses pemecahan masalah yang di mulai dengan

dugaan akan sebenarnya. Struktur adalah bangunan (teoretis) yang terdiri atas unsur-

39

Universitas Sumatera Utara


unsur yang berhubungan satu sama lain dalam satu kesatuan (Poerwadarminta dalam

Kamus Besar Bahasa Indonesia 2005).

(f) Struktur adalah unsur serapan dari bahasa Inggris yaitu structure. Kata

ini memiliki arti sebagai: susunan, bangunan, dan kerangka (Echols dan Shadily

1978:563). Struktur ini bisa dikaitkan dengan pengertian struktur sosial atau struktur

masyarakat. Begitu juga dengan struktur gedung atau bangunan. Struktur juga

bermakna sebagai bangunan bisa saja bangunan musik, bangunan swejarah, bangunan

tari, bangunan atom, dan lain-lain. Atau bisa juga sebagai kerangka yang mebentuk

bidang-bidang apa saja. Misalnya kerangka karangan, kerangka layang-layang, dan

seterusnya.

Dalam kaitannya dengan tulisan ini, struktur yang diamksud adalah merujuk

kepada dua aspek yaitu struktur melodi dan struktur teks atau lirik. Struktur melodi

lebih khusus merujuk kepada melodi lagu-lagu ciptaan Zul Alinur, yang terdiri dari

unsur-unsur: tangga nada, wilayah nada, nada dasar, formula melodi, interval yang

digunakan, nada yang digunakan, pola-pola kadensa, dan kontur melodi. Sementara

untuk teks atau lirik mencakup genre sastranya yaitu pantun atau puisi atau yang

lainnya. Kemudian kata-kata ini disusun oleh baris, bait, rima atau persajakan, makna-

makna (denoattif dan konoattif serta interpretasinya), juga interyeksi, struktur intrinsik

dan ekstrinsik, dan lain-lainnya.

(g) Teks adalah naskah yang berupa kata-kata asli dari pengarang, kutipan

dari Kitab Suci untuk pangkal ajaran atau alasan, serta bahan tertulis untuk dasar

memberikan pelajaran, berpidato, dan sebagainya (Poerwadarminta dalam Kamus

40

Universitas Sumatera Utara


Besar Bahasa Indonesia 2005). Dalam kaitannya dengan penelitian ini, maka yang

dimaksud dengan teks adalah lirik lagu-lagu zapin yang diciptakan oleh Zul Alinur.

Teks ini ada yang strukturnya berdasarkan pantun dan ada pula yang berupa puisi

bebas karangan beliau, yang disesuaikan dengan perjalanan atau progresi musiknya.

(h) Melodi adalah unsur serapan yang berasal dari bahasa Inggris melody.

Menurut Echols dan Shadily (1978:378) yang dimaksud dengan melodi adalah

nyanyian atau lagu, namun dalam konteks ini artinya adalah dalam kebudayaan Barat.

Lagu sendiri sudah diuraikan konsepnya pada bahagian (a) tulisan ini. Lebih jauh yang

dimaksud melodi secara musikal adalah penggunaan rangkain nada-nada disertai unsur

ritmik yang dirangkai sedemikian rupa, berdasarkan kepada motif, frase, maupun

bentuknya. Adapun unsur-unsur melodi ini terdiri dari delapan unsur seperti yang

sudah disinggung di atas.

1.4.2 Teori

Sebagai landasan berfikir dalam melihat permasalahan dalam penelitian ini,

maka penulis mempergunakan dua teori utama untuk membedah dua permasalahan

utama. Untuk mengkaji masalah struktur melodi digunakan teori weighted scale (bobot

tangga nada), dan untuk mengkaji struktur teks (lirik) lagu digunakan teori semiotik.

Namun demikian, dalam kerangka kerja multidisiplin dan interdisiplin ilmu,

penulis juga menggunakan berbagai teori yang relevan untuk dapat mengungkap dua

permasalahan utama tersebut. Misalnya untuk mengkaji biografi ringkas Zul Alinur

41

Universitas Sumatera Utara


sebagai orang Melayu yang berdarah Melayu dan Minangkabau, penulis menggunakan

teori biografi. Kemudian untuk melihat persebaran zapin dari asalnya di Yaman Tanah

Arab sampai ke Asia Tenggara (Nusantara) penulis menggunakan teori difusi, yang

mengkaji persebaran kebudayaan dari pusat asalnya ke kawasan lain. Demikian pula

untuk mengkaji terjadinya proses pemelayuan zapin, penulis menggunakan teori

etnosains Melayu, yaitu bagaimana orang Melayu menyerap dan mengolah zapin Arab

menjadi zapin Melayu, dan tentu saja teori-teori lain yang tidak penulis uraikan satu

per satu.

Menyangkut kajian terhadap struktur melodi maka penulis menggunakan teori

weighted scale. Teori ini pada prinsipnya menawarkan delapan karakteristik yang

harus diperhartikan dalam mendeskripsikan melodi yaitu: scale (tangga nada), pitch

center (nada dasar), range (wilayah nada), frequency of note (jumlah nada), prevalent

interval (interval yang dipakai), cadence patterns (pola-pola kadensa), melodic

formulas (formula-formula melodis), dan contour (kontur) (Malm 1997:8)

Untuk mendukung teori tersebut, penulis menggunakan metode

mentranskripsikan musik. Menurut Nettl (1963:98) ada dua pendekatan di dalam

mendeskripsikan musik yaitu: (1) kita dapat menganalisis dan mendeskripsikan musik

dari apa yang kita dengar, dan (2) kita dapat menuliskan musik tersebut di atas kertas

dan mendeskripsikan apa yang kita lihat.

Untuk menganilisis struktur teks, penulis menggunakan teori semiotika. Sebab

bahasa memiliki mempunyai lambang bunyi tersendiri. Semiotik atau semiologi

adalah kajian terhadap tanda-tanda (sign) serta tanda-tanda yang di gunakan dalam

42

Universitas Sumatera Utara


prilaku manusia. Dua tukoh perintis semiotika adalah Ferdinand De Sausurre seorang

ahli bahasa dari Swiss dan Charles Sanders filosof dari Amerika Serikat. Menurut

pakar linguistik, Ferdinand De Sausurre, semiotika adalah kajian mengenai

“kehidupan tanda-tanda dengan masyarakat yang menggunakan tanda-tanda itu.“

Saussure melihat bahasa sebagai sistem yang membuat lambang bahsasa itu sendiri

dari sebuah imaji bunyi (sound image) atau signifer yang berhubungan dengan konsep

(signifed). Peirce juga menginterpretasikan bahasa sebagai sistem lambang, tetapi

terdiri dati dari 3 bagian yang saling berkaitan : (1) respresentatum, (2) pengamat

(interpretant) dan (3) objek. Dalam kajian kesenian kita harus memperhitungkan

peranan seniman pelaku dan penonton sebagai pengamat dari lambang-lambang dan

usaha kita untuk memahami proses pertunjukan atau proses penciptaan. Sedangkan

secara saintifik, istilah semiotika berasal dari perkataan Yunani semion.

Dalam kaitannya teori semiotika untuk mengkaji teks lagu zapin, maka penulis

menutip pendapat van Zoest (1996:11). Menurutnya di dalam sebuah teks terdapat

ikon, apaila adanya persamaan suatu tanda tekstual dengan acuannya. Segalanya

mempunyai kemungkinan untuk dianggap sebagai suatu tanda. Penyusunan kalimat-

kalimat dalam sajak (keteraturan suku kata, pengulangan fonetik, ataupun hanya

wujud satu susunan tipografi tertentu) adalah tanda: penanda “ini adalah sebuah

sajak.” Adanya kalimat yang panjang-panjang adalah tanda. Banyaknya kata sifat,

pergantian vokalisasi dalam sebuah cerita, panjang pendeknya sebuah teks, semua itu

bisa dianggap sebagai tanda. Semua yang dapat diamati dan diidentifikasikan dapat

menjadi tanda, baik hal yang sangat kecil seperti atom, maupun yang bersifat

43

Universitas Sumatera Utara


kompleks karena terdiri atas sejumlah besar tanda lainnyayang lebih kecil. Pada

kekhasan teks hanya tampak setelah dilakukan analisis struktural yang sangat

mendalam.

Selanjutnya dalam rangka kerja dengan teori semiotika peneliti hendaklah

menginterpretasi (menafsir) tanda dalam teks. Suatu gejala struktural, baik yang

muncul dalam teks pada tingkatan mikrostruktural (dalam kalimat atau sekuen)

maupun pada tingkatan makrostruktural (teks yang lebih luas), selalu dapat dianggap

sebagai tanda. Terpulang kepada pembuat analisis teks, untuk memutuskan apa atau

apa-apa saja yang ingin dipilihnya. Selain dari itu, jika ia memutuskan menganggap

tanda yang dipilihnya sebagai ikon, konsep ikonositas dapat dipakainya sebagai alat

heuristis. Maksudnya alat itu memungkinkannya mengenali suatu makna yang

mungkin akan tetap tersembunyi kalau alat itu tidak dipergunakan. Demikian sekilas

uraian teori semiotik untuk kerja mengkaji teks lagu-lagu zapin ciptaan Zul Alinur.

Untuk membahas biografi Zul Alinur secara ringkas, maka penulis akan

menggunakan teori biografi. Dalam studi biografi penulis akan menganalisis dan

menerangkan kejadian-kejadian dalam hidup seseorang. Melalui biografi, akan

ditemukan hubungan, keterangan arti dari tindakan tertentu atau misteri yang

melingkupi hidup seseorang, serta penjelasan mengenai tindakan dan perilaku

hidupnya. Biografi biasanya dapat bercerita tentang kehidupan seorang tokoh terkenal

atau tidak terkenal, namun demikian, biografi tentang orang biasa akan menceritakan

mengenai satu atau lebih tempat atau masa tertentu.

44

Universitas Sumatera Utara


Dalam bidang sastra misalnya melalui buku Antologi Biografi Pengarang

Sastra Indonesia (1999:3-4) dijelaskan bahwa biografi adalah suatu teori yang

dipergunakan untuk mendeskripsikan hidup pegarang atau sastrawan. Dalam buku ini

juga dijelaskan bahwa dalam menyusun biografi seseorang harus memuat latar

belakang yaitu:

1. (a) keluarga yaitu memuat keterangan lahir, meninggal (jika sudah

meninggal), istri dan keturunan (orang tua, saudara dan anak); (b) pendidikan yaitu

pendidikan formal dan non formal dari tingkat dasar sampai perguruan tartinggi jika

ada; (c) pekerjaan, yang memberi penjelasan tentang pekerjaan, baik pekerjaan yang

mendukung kepengarangannya maupun pekerjaan yang tidak ada hubungannya sama

sekali dengan kepengarangannya, dan (d) kesastraannya yang menjelaskan apa yang

mempengaruhi pengarang itu sehingga ia menjadi pengarang.

2. Karya-karya pengarang itu yang didaftar menurut jenisnya, baik yang

berupa buku maupun yang berupa karya yang diterbitkan secara terlepas, bahkan yang

masih berbentuk naskah karena kadang-kadang ada pengarang yang mempunyai

naskah karyanya yang belum diterbitkan sampai ia meninggal.

3. Tanggapan para kritikus yang didaftarkan berdasarkan judul dan sumbernya

dengan tujuan memberi keterangan kepada para pembaca tentang tanggapan orang

kepada pengarang itu. Hal itu tegantung kepada ada atau tidak adanya orang yang

menanggapi.

Karena biografi termasuk salah satu kajian dari sastra, maka teori di atas juga

dapat digunakan dalam bahasan ini, dan mengganti objek bahasan yang diteliti yang

45

Universitas Sumatera Utara


mana sebelumnya membahas tentang pengarang, kemudian diubah objeknya menjadi

pemusik dan sekali gus pencipta lagu.

1.5 Studi Kepustakaan

Untuk mendukung tulisan pada skripsi ini, penulis menggunakan buku-buku

dan karya ilmiah seperti skripsi, tesis, dan disertasi yang cukup relevan tentang

masalah yang dibahas. Baik buku-buku yang berhubungan dengan kajian-kajian

budaya, sastra, maupun kajian-kajian etnomusikologi. Penulis juga mengumpulkan

tulisan-tulisan yang bersasal dari seminar-seminar zapin. Kemudian penulis juga

mengambil beberapa kutipan-kutipan dari beberapa skripsi yang ada di Departemen

Etnomusikologi yang kemudian dijadikan sebagai bahan perbandingan. Selain itu

penulis juga mencari penjelasan dari internet yang mana dari literatur tersebut

diharapkan dapat membantu penyelesaian dari penulisan skripsi ini.

(a) Sejauh ini buku yang mengkaji zapin di Dunia Melayu, yang dianggap

oleh orang Melayu paling meluas adalah buku yang bertajuk Zapin Nusantara yang

diedit oleh Mohd Anis Md Nor, dan diterbitkan oleh Yayasan Warisan Johor. Dalam

buku ini, para penulis di kawasan budaya Melayu mendeskripsikan zapin di

wilayahnya masing-masing. Mereka itu ada yang dari Johor, Kepulauan Riau,

Sumatera Utara, Jambi, Palembang, Kalimantan, dan Semenanjung Malaysia. Untuk

tahapan awal buku ini tampaknya perlu dibaca dan dipelajari. Umumnya para penulis

menulis zapin secara umum saja, tidak rinci, karena memang demikian diatur.

46

Universitas Sumatera Utara


(b) Karya ilmiah lainnya yang dipandang menjadi sumber mengenai zapin

adalah tulisan dalam be ntuk disertasi yang ditulis oleh Mohd Anis Md Nor. Disertasi

tersebut bertajuk The Zapin Melayu Dance of Johor: From Village to A National

Performance Tradition, yang ditulis Anis pada tahun 1990, dalam rangka

menyelesaikan program doktoralnya di The University of Michigan, Amerika Serikat.

Disertasi ini dibentuk oleh delapan bab kajian, yaitu dimulai dari bab satu berupa

pendahuluan, bab dua zapin di Johor, kemudian bab tiga Zapin di Alam Melayu, bab

empat Zapin di Era Pra Perang Dunia Kedua; bab lima Zapin di Dasawarsa 1950an;

bab enam Tradisi Zapin Lama dan Baru; bab tujuh Zapin Kontemporer, dan bab

delapan Kesimpulan. Walaupun disertasi ini mengkaji asal-usul zapin di alam Melayu

secara umum, dan penelitian dilakukan Anis di berbagai tempat, namun akhirnya

fokus perhatian adalah proses kesejarahan perkembangan zapin di daerah Melayu

Johor saja. Bagaimana pun disertasi ini amatlah menarik untuk penulis baca dan

menjadi salah satu sumber dalam penelitian zapin ciptaan Zul Alinur.

(c) Pada bulan Desember 2009 di Bengkalis Riau, Dewan kesenian Bengkalis

mengadakan pargelaran acara yang beretajuk Semarak Zapin Serantau yang diadakan

dua tahun sekali. Sembang Zapin sebuah panel diskusi atau seminar yang membahas

perkembangan upaya pelestarian Zapin, makna dan filosopi, serta berbagai persoalan

yang mencakup Zapin. Tema ikon diskusi ini adalah: zapin sebagai ikon budaya

Melayu. Juga diselengarakannya seminar yang terdiri dari beberapa narasumber,

antara lain: seminar yang berjudul Dinamika Kehidupan Konteporer Zapin Sebagai

Puncak Peradaban Seni Islam Nusantara, yang disampaikan oleh Prof. Dr. Mahdi

47

Universitas Sumatera Utara


Bahar, S.Kar., M.Hum. (Institut Seni Indonesia (ISI) Padang Panjang), dia membahas

tentang eksitensi zapin yang telah mencapai puncak peradaban seni Islam Nusantara.

Zapin sebagiai manifestasi estesis, tumbuh dan hidup khususnya dalam masyarakat

Islami, oleh karena itu Zapin dapat diposisikan sekarang sebagai salah satu bentuk

puncak peradaban seni Islam Nusantara yang memiliki struktur dasar, bentuk

komposisi tersendiri., sehingga ia dapat digolongkan pada suatu genre seni tertentu, di

antara genre seni yang ada. Sementara itu, secara normatif dipahami bahwa eksitensi

seni bagi kaum muslimin semata-mata tidak mempunyai keterkaitan dengan sistem

peribatan ajaran Islam. Oleh karena itu dapat di pahami bahwa ajaran Islam memberi

ruang kebebasan bagi pemeluknya berseni. Maka timbullah suatu ungkapan “tak

Melayu kalau tak Islam; adat bersendi syarak, syarak bersendi kitabullah :syarak

berkata, adat memakai.”

(d) Sedangkan Riza Pahlefi, membawakan makalah yang bertajuk “Zapin:

Dari Handramaut Berkampung di Bengkalis.” Beliau membahas zapin secara historis

yang telah berkembang di rantau ini sejak lama sejalan dengan berkembangnya pusat-

pusat pertumbuhan peradaban yang berinteraksi langsung dengan berbagai peradaban

dunia pada masa itu. Kemudian zapin telah memecahkan dirinya pada maqam yang

sangat istimewa dalam khanazah Melayu Setelah melawati proses akulturasi. Zapin

kini lahir menjadi salah satu ikon budaya Melayu khususnya di Bengkalis. Menurut

Yusmar Yusuf, budayawan Riau, zapin mewakili seni yang penuh kehalusan,

kelembutan, dengan lirik terpilih. Gerakan yang mengulang harmonis bisa

48

Universitas Sumatera Utara


membangun kontemplasi. Kunci untuk menikmati dan menari zapin itu adalah hati.

Jadi, zapin itu semacam taman hati nurani.

(e) Pada bulan Juli 2010 dalam event yang bertajuk Temu Zapin Indonesia

di Pekan Baru Riau, dilaksanakan serangakaian acara baik seminar serta persembahan

tari zapin yang didiikuti berbagai kelompok seni dari kota besar di Indonesia. Dalam

event ini terdapat juga seminar zapin yang diadakan di Taman Budaya Pekan Baru,

yang berjudul “Cakap Rampai-Rampai Zapin: Melempar Masa Kini ke Masa Depan,

Zapin Baru untuk Tradisi Masa Depan.” Salah satu pembicaranya adalah: O.K. Nizami

Jamil (budayawan Riau). Beliau membahas tentang zapin tradisional di Kerajaan

Siak, dan bagaimana perkembangan masuknya zapin di kerajaan Siak yang di

perkirakan sejak raja-raja Siak sudah menganut agama Islam yang dibawa oleh ulama

serta pedagang Arab. Masuknya zapin di Siak melalui dua jalur. Jalur pertama lewat

pembinaan dan kalangan istana yang dibina oleh datuk-datuk dan penghulu sebagai

penguasa negri. Jalur kedua, tarian zapin yang tumbuh dan berkembang pada

masyarakat di kampung dan kalalangan orang biasa.

(f) Selanjutnya makalah yang bertajuk “Pengawalan Perkembangan Zapin”

oleh Edi Sedyawati (Komunitas Budaya Indonesia), beliau membahas keanekaan

teknik dan gaya menarikan zapin baik secara tradisional ataupun kontemporer. Tari

zapin yang kita jumpai pada saat ini tidak hidup dalam kungkungan tradisi, melainkan

sudah banyak digunakan untuk menjadi suatu bahan dasar atau bahan tambahan dalam

karya-karya cipta tari dalam berancangan kontemporer.

49

Universitas Sumatera Utara


(g) Yusmar Yusuf (budayawan sekaligus Guru Besar di Universiatas Riau)

beliau membuat catatan kecil yang bertajuk “Zapin….??? Beredaplah Menuju

“Bid’ah Baru.” Melalui makala ini beliau menyatakan bahwa zapin hari ini mestinya

mampu mengikis rasa istana sentris itu dan menyesuaikan dengan kadar lingkungan

dunia sekitar, kita yang calar, dan kemabukan manusia-manusia yang mempadukan

secara sosiografis, dengan menjinjit masa lalu seolah miliknya sendiri dan harus

dirawat menurut patrom dan pakemnya pula.

(h) Riza Pahlefi (Ketua Dewan Kesian Bengkalis) dengan makalah yang

berjudul “Mewariskan Zapin: Berbagai Pengembangan Zapin di Bengkalis.” Beliau

mencabarkan sejarah perkembangan zapin di Bengkalis serta upaya-upaya yang

dilakukan oleh Dewan Kesenian Bengkalis, untuk menunjang pelestarian zapin. Ketika

zapin belum menyatu pada diri kita, apa yang hendak diwariskan ke masa depan.

(i) H.Jose Rizal Firdaus dalam makalah “Tari Zapin Sumber Rujukan

Kreatifitas, Kini Era Tari Zapin.” Beliau membahas tentang zapin yang berada di

Pesisir Sumatera Timur, dan membagi zapin ke dalam dua versi yaitu zapin Arab dan

zapin Melayu. Zapin Arab yang masih sangat kental Timur Tengahnya dan yang telah

berakulturasi dengan gerak Nusantara, dari sisi tarian gerakannya cepat dan kasar dan

lebih dominan ke kaki. Sedangkan pada zapin Melayu lebih lembut dan lambat disertai

dengan gerakan tangan yang mengalir dan keseluruhan dan geraknya lebih kaya.

Beliau juga membahas perkembangan zapin dewasa ini yang terdapat 3 (tiga) bentuk

perkembangan tari zapin di Sumatera Utara, dan zapin sebagai sumber kreativitas.

50

Universitas Sumatera Utara


(j) Pada bulan Desember 2010, di Hotel Tiara Medan dilaksanakan

Seminar Zapin. Pembicara pada saat itu adalah Tengku Luckman Sinar, Muhammad

Takari, Jose Rizal Firdaus, dan Muslim. Empat makalah ini khusus membicarakan

zapin yang ada di Sumatera Utara dan Riau. Tengku Luckman Sinar membahas aspek

kesejarahan seni zapin atau yang lazim disebut gambus di kawasan Kesultanan

Serdang melalui makalahnya yang bertajuk “Zapin/Gambus di Wilayah Kabupaten

Deli-Serdang (Sumatera Utara).” Menurut Tengku Luckman Sinar zapin di Kesultanan

Serdang langsung datang dari Hadramaut, yang dapat dikaji melalui datangnya para

saudagar Arab dan kemudian menetap di wilayah Kesultanan Serdang. Para penduduk

Arab dari Hadramaut Yaman ini, sampai sekarang menggunakan panggilan Al-Sagaf,

Aqil, Jamalulail, Shihab, Muthahar, dan Aidid. Zapin ini bagi Tengku Luckman Sinar

mengekspresikan kebudayaan Islam dan disesuaikan dengan cita rasa estetika musik

dan tarian Melayu.

(k) Muhammad Takari mengupas zapin di Sumatera Utara dengan tajuk

“Zapin Melayu dalam Peradaban Islam: Sejarah, Struktur Musik, dan Lirik.” Makalah

yang terdiri dari 21 halaman ini amat menarik untuk menjadi bahan kajian awal

tentang eksistensi zapin di dalam kebudayaan masyarakat Melayu di Sumatera Utara.

Muhammad Takari mengupas tentang zapin dalam konteks Dunia Islam, zapin sebagai

ekspresi peradaban Islam, zapin di Alam Melayu, struktur musiknya yang khas, begitu

juga liriknya yang khas. Salah satu kekhasan zapin Melayu adalah dalam liriknya

menggunakan unsur pantun, seperti rima, baris, sampiran, dan isi. Lirik lagu-lagu

zapin Melayu ada juga yang tidak berbentuk pantun, sebagai puisi biasa saja. Namun

51

Universitas Sumatera Utara


terjadi pemelayuan pada teks zapin Melayu. Kadang dicampur pula dengan teks Arab.

Ini menurut pandangan Takari.

(l) H. Jose Rizal Firdaus, membawakan makalah yang bertajuk “Zapin di

Sumatera Utara.” Karena latar belakang beliau adalah sebagai penari dan pencipta tari,

maka fokus kajian Jose Rizal Firdaus adalah pada tari zapin. Mengulangi aspek

sejarah Jose Rizal Firdaus mengatakan bahwa zapin berasal dari Hadramaut, dan ada

yang langsung dan ada pula yang melalui Gujarat. Gerak tari zapin Melayu yang

umum adalah angkat, tekuk, patah, dan seret. Penampilan zapin biasanya dimulai

dengan tahsim, kemudian gerak alif, gerak pecah, dan di ujung penari minta tahtum

atau minta tahto. Itulah norma pertunjukan zapin yang umum di Sumatera Utara.

Makalah ini bagi penulis memberikan gambaran dasar bagaimana tari zapin di

Sumatera Utara, yang juga memiliki kaitan dengan lagu zapin yang diciptakan Zul

Alinur dalam rangka mengiringi tarian zapin.

(m) Muslim dari Riau sebagai sarjana dan magister seni tari juga menyoroti

zapin di Riau dari aspek etnokoreologi. Ia membawakan makalah yang bertajuk

“Zapin.” Menurutnya zapin adalah salah satu jenis tari tradisional yang terdapat dan

berkembang dalam masyarakat Melayu, seperti di Riau, Deli, Jambi, Malaysia, dan

Brunei. Di Riau tari ini hidup dan berkembang hampir di sebahagian besar daerah

Riau terutama di kawasan pesisirnya. Bagaimanapun tulisan Muslim ini dapat penulis

gunakan untuk menjadi rujukan bagaimana gambaran umum zapin di Riau.

Inilah beberapa karya ilmiah mengenai zapin di Alam Melayu (Nusantara)

termasuk di Sumatera Utara, yang menjadi rujukan utama penulis dalam rangka

52

Universitas Sumatera Utara


meneliti bagaimana struktur teks dan melodi zapin yang diciptakan oleh seorang

pencipta berusia relatif muda yaitu Zul Alinur. Bagi penulis lagu zapin yang

diciptakan Zul Alinur masih berdasar dan berpaksikan kepada aturan-aturan dan

norma atau pakem lagu zapin untuk mengiringi tarian zapin dalam konteks

kebudayaan Melayu.

1.6. Metode Penelitian

1.6.1 Metode Penelitian Lapangan

Menurut Merriam dalam etnomusikologi, dikenal istilah teknik lapangan dan

metode lapangan. Teknik mengandung arti pengumpulan data-data secara rinci di

lapangan. Metode lapangan sebaliknya mempunyai cakupan yang lebih luas,

yaitu meliputi dasar-dasar teoretis yang menjadi acuan bagi teknik penelitin lapangan.

Teknik menunjukkan pemecahan masalah pengumpulan data hari demi hari,

sedangkan metode mencakup teknik-teknik dan juga berbagai pemecahan masalah

sebagai bingkai kerja dalam penelitian lapangan (Merriam 1964:39-40).

Selain itu penulis juga menggunakan metode penelitian deskriftip dengan

pendekatan kualitatif, karena pendekatan ini berupa kata-kata dan makna di baliknya

secara mendetail bukan angka-angka. Penelitian kualitatif ini bertujuan untuk

mendalami apa sebenarnya makna yang terdapat dalam tanda pertunjukan musik dan

tari zapin yang hendak dikomunikasikan pencita (termasuk Zul Alinur) kepada para

penonton dan penikmatnya.

53

Universitas Sumatera Utara


Metode penelitiaan yang digunakan juga memakai metode penelitian

deskriptif, merupakan penelitian yang berusaha mendeskripsikan dan

menginterpretasikan sesuatu, misalnya kondisi atau hubungan yang ada, pendapat

yang berkembang, proses yang sedang berlangsung, dan akibat atau efek yang terjadi

(Sukmadinata 2006:72).

Sedangkan substansi metode kualitatif, lebih jauh menurut Nelson menurut

keberadaannya dalam dunia ilmu pengetahuan adalah seperti yang diuraikannya

berikut ini.

Qualitative research is an interdisiplinary, transdisiplinary, and sometimes


counterdisiplinary field. It crosscuts the humanities and the social and
physical sciences. Qualitative research is many things at the same time.
It is multiparadigmatic in focus. Its practitioners are sensitive to the
value of the multimethod approach. They are commited to the
naturalistic perspective, and to the interpretive understanding of human
experience. At the same time, the field is inherently political and shaped
by multiple ethical and political positions (Nelson dan Grossberg 1992:4).

Dari kutipan di atas, secara garis besar dapat dinyatakan bahwa penelitian

kualitatif umumnya ditujukan untuk mempelajari kehidupan kumpulan manusia.

Biasanya manusia di luar kelompok peneliti. Penelitian ini melibatkan berbagai

jenis disiplin, baik dari ilmu humaniora, sosial, ataupun ilmu alam. Para

penelitinya percaya kepada perspektif naturalistik (alamiah), serta menafsirkan

untuk mengetahui pengalaman manusia, yang oleh karena itu biasanya inheren dan

dibentuk oleh berbagai nilai etika posisi politik. Namun demikian, penelitian seni

dengan metode kualitatif juga selalu melibatkan data-data yang bersifat kuantitatif.

dengan melihat kepada pernyataan S. Nasution bahwa setiap penelitian (kualitatif

54

Universitas Sumatera Utara


dan kuantitatif) harus direncanakan. Untuk itu diperlukan desain penelitian.

Desain penelitian merupakan rencana tentang cara pengumpulan dan menganalisis

data agar dapat dilaksanakan secara ekonomis serta serasi dengan tujuan

penelitian itu. Dalam desain antara lain harus dipikirkan: (a) populasi sasaran, (b)

metode sampling, (c) besar sampling, (d) prosedur pengumpulan data, (e) cara-cara

menganalisis data setelah terkumpul, (f) perlu tidaknya menggunakan statistik, (g) cara

mengambil kesimpulan dan sebagainya (Nasution 1982:31).

Penelitian lapangan ini dilakukan dengan metode pengumpulan data dengan cara

wawancara dan perekaman. Sebelum wawancara, penulis menyusun daftar pertanyaan

untuk mengarahkan kepada pokok permasalahan yang ingin penulis ketahui. Namun

demikian penulis tetap akan mengembangkan pertanyaan kepada hal-hal yang

berkaitan dengan permasalahan

1.6.2 Wawancara

Menurut Soeharto dalam Wilda Damanik (1995:67), wawancara atau interview

adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengajukan pertanyaan

secara langsung oleh pewawancara (pengumpul data) kepada narasumber (informan)

atau responden dan jawaban-jawaban responden akan dicatat atau direkam dengan alat

perekam (tape recorder). Wawancara adalah salah satu cara yang digunakan untuk

memperoleh data tentang kejadian yang diamati baik secara langsung sendiri atau

tidak.

55

Universitas Sumatera Utara


Menurut Moleong wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu.

Percakapan tersebut dilakukan oleh dua pihak-pihak yaitu pewawancara (interviewer)

dan yang di wawancari (interview). Patton (dalam Moleong 1988:135),

mengungkapkan beberapa jenis wawancara, yaitu (1) wawancara pembicaraan

informal, (2) pendekatan menggunakan petunjuk umum wawancara, dan (3)

wawancara baku terbuka.

Dalam rangka penelitian ini, penulis mewancarai langsung orang yang diteliti

yaitu Zul Alinur. Melihat langsung pertunjukan musik Zapin Zul Alinur, serta

mewawancarai seluruh pesonil grup musiknya yang bernama Metronom Musik

Collaboration. Para anggotanya terdiri dari: Irma Karyono (pemain gendang

ronggeng), Rubino (pemain akordion dan gambus), Afit (pemain biola), Ade (pemain

gitar bass), Jumaidi (pemain zimbe ), Eva Gusmala Yanti, yaitu saya sendiri (vokalis).

Zul Alinur sendiri biasanya memainkan gendang dol (Minangkabau), marwas, serta

sewaktu-waktu memainkan seruling. Metronom Music Collaboration sendiri

bertempat di Taman Budaya Sumatera Utara. Penulis juga melihat atau mendengarkan

kembali hasil rekaman pertunjukan yang berformat video ataupun mp3.

1.6.3 Perekaman Data Audio dan Visual

Selain wawancara, penulis juga mengumpulkan data baik Audio dan visual

ataupun Audio visual sekaligus. Penulis melihat langsung pertunjukan musik dan tari

zapin oleh grup musik Zul Alinur yaitu Metronom Music Collaboration, dengan

langsung merekamnya dengan format video serta mengambil gambar atau fotonya.

56

Universitas Sumatera Utara


Penulis menggunakan kamera Canon EOS 400D dan Canon Ixus 970 IS. Serta

mengumpulkan dan merekan lagu-lagu beliau dalam format mp3.

Rekaman dalam bentuk data visual dan adudio visual ini kemudian diedit,

dipilih, dan dimuat dalam bentuk data skripsi. Rekaman musik zapin secara

audiovisual kemudian dipindahkan ke dalam bentuk notasi yang sifatnya visual. Kerja

transkripsi dilakukan setelah kerja pengumpulan data lapangan. Kerja transkripsi juga

menggunakan bantuan notasi angka dan teks huruf Latin yang ditulis oleh Zul Alinir.

1.6.4 Kerja Laboratorium

Setelah mendapatkan data dil apangan, penulis mengadakan kerja

laboratorium. Dimana hasil rekaman lagu akan di transkripsi dan dianalisis. Untuk

memudahkan pentranskripsian, penulis mengubah hasil rekaman yang didengar ke

dalam bentuk notasi. Penggunaan notasi ini dilakukan untuk menggambarkan lebih

jelas apa yang di analisa. Hasil transkripsi ini akan di bahas pada bab V dalam skripsi.

Dari semua data yang di peroleh di lapangan, untuk selanjutnya diolah dalam

kerja laboratorium. Di dalam proses pengolahan data ini, penulis dibimbing oleh dosen

pembimbing yaitu Bapak Fadlin dan Muhammad Takari, yang juga mengarahkan

penulis melalui pendekatan-pendekatan etnomusikologi tentang masalah yang penulis

bahas. Jika masih ada data yang dirasa kurang lengkap, maka penulis akan kembali ke

lokasi penelitian menemui narasumber guna melengkapi materi pembahasan melalui

saran-saran dari dosen pembimbing penulis

57

Universitas Sumatera Utara


1.7 Pengalaman Penelitian

Penulis pertama sekali mengenal Zul Alinur pada bulan Maret Tahun 2009.

Ketika itu penulis diajak oleh Datuk Ahmad Fauzi selaku dosen Praktik Musik

Melayu, Etnomusikologi USU, dalam mengikuti proses latihan di Taman Budaya

Sumatera Utara, mewakili Pemerintahan Provinsi Sumatera Utara untuk ikut

berpartisipasi membuat persembahan musik dan tari dalam acara Pesta Gendang

Nusantara di Melaka, Malaysia pada waktu itu. Penulis di percayai untuk

menyanyikan salah satu lagu ciptaan Zul Alinur yang berjudul Zapin Puan. Setelah

sekian lama Acara itu selesai, penulis kemudian di ajak untuk bergabung di sanggar

musik Zul Alinur yang bernama Metronom Musik Collaboration yang bertempat di

Taman Budaya Sumut. Dari situlah penulis banyak mempelajari dan menyanyikan

lagu-lagu beliau, khususnya Zapin di berbagai kegiatan, event-event, serta festival-

festival zapin, baik di kota Medan maupun di luar kota Medan.

Penulis tertarik mengangkat karya-karya beliau, untuk dijadikan skripsi

sarjana. Walaupun umur Zul Alinur masih relatif muda dan pengalamannya dalam

berkesenian Zapin masih relatif baru, namun karya-karya beliau sangatlah cukup

membanggakan. Lewat berbagai penghargaan yang diraihnya dari berbagai event,

festival, dan perlombaan.

Di samping itu, penulis juga aktif mengikuti seminar-seminar zapin, baik yang

diselenggarakan di Medan ataupun di luar kota Medan. Di antaranya adalah: Semarak

Zapin Serantau di Bengkalis, Temu Zapin Indonesia di Pekan Baru, Bengkel dan

58

Universitas Sumatera Utara


Seminar Tari Zapin Nusantara di Kota Medan. Dalam hal ini penulis bertujuan untuk

memperoleh data-data berupa makalah seminar.

Di samping seminar, terdapat juga pertunjukan zapin baik musik dan tari yang

diisi oleh sanggar-sanggar musik dan tari yang bersal dari berbagai kota besar di

Indonesia. Di situ penulis dapat mengamati dan membandingkan bagaimana

perbedaan zapin yang berasal dari setiap kawasan, baik itu musik, tari, serta lagu yang

ada di kota Medan dengan zapin yang berada di Alam Melayu Nusantara ini.

Demikian sekilas uraian tentang pengalaman penulis dalam rangka meneliti lagu-lagu

zapin ciptaan Zul Alinur, yang secara kultural terintegrasi dengan tradisi zapin Melayu

di Nusantara ini. Menurut penulis, pencipta lagu dan pemusik Melayu ini memiliki

berbagai “kelebihan” bakat yang diberi Tuhan, terutama dalam penciptaan lagu-lagu

zapin.

59

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai