Anda di halaman 1dari 34

PROVINSI ACEH

Rumah Adat Aceh

Rumah Adat Aceh – Aceh memang lekat dengan budaya Islam, karena Aceh memang
merupakan salah satu pintu masuk penyebaran agama islam di Indonesia. Oleh karena itu,
budaya Aceh seringkali tercipta dari campur baur antara budaya Melayu budaya Islam. Salah
satu bukti dari akulturasi kedua budaya tersebut adalah rumah adat Aceh atau Rumoh Aceh.

Provinsi Aceh adalah sebuah provinsi yang terletak di ujung utara Pulau Sumatera. Provinsi yang
pernah bernama D.I Aceh dan Nanggroe Aceh Darussalam ini terkenal dengan syariat islamnya.
Aceh ini mendapat gelar daerah istimewa sehingga Aceh mampu mengatur hukum
pemerintahannya sendiri dengan syariat Islam.

Rumoh Aceh semakin langka dijumpai karena masyarakat lebih memilih berumah beton.
Namun, anda masih bisa menjumpai rumah adat ini di perkampungan penduduk. Ada dua tempat
untuk meAnda dapat mengunjungi Museum Aceh di Banda Aceh dan Rumoh Cut Nyak Dhien di
Lampisang, Aceh Besar. Apabila anda ingin mengetahui lebih lanjut mengenai rumah adat Aceh
ini, simaklah penjelasannya dibawah inilihat rumah adat Aceh

Bentuk Dari Rumah Adat Aceh

Secara umum, rumah adat Aceh berbentuk rumah panggung dengan tinggi tiang antara 2,50-3
meter. Bentuknya pun seragam, berupa persegi empat yang memanjang dari timur ke barat.
Konon, bentuk memanjang itu dipilih untuk memudahkan penentuan arah kiblat shalat.

Rumah adat Aceh biasanya terbuat dari kayu dan beratapkan daun rumbia. Bagian dalam rumoh
Aceh memiliki tiga atau lima ruang, dengan satu ruang utama yang disebut rambat. Rumah
dengan tiga ruang biasanya memiliki 16 tiang, sedangkan Rumah dengan lima ruang memiliki
sebanyak 24 tiang. Pintu utama dari Rumoh Aceh ini tingginya selalu lebih rendah dari orang
dewasa. Biasanya ketinggian pintu ini ukurannya hanya 120-150 cm saja. Maka dari itu,
sehingga setiap orang yang masuk ke Rumoh Aceh harus menunduk.

Meskipun pintunya pendek, anda akan menemui rumah yang luas saat masuk kedalamnya. Tidak
ada perabot seperti kursi sofa dan meja. Tamu biasanya duduk diatas tikar yang disediakan
pemilik rumah.
Apabila yang mempunyai rumah adalah orang yang berkecukupan, rumah Aceh memiliki ukiran
dan ornament yang rumit. Sementara pada rakyat biasa, cukup membuat rumah panggung tanpa
ukiran dan ornament apapun. Rumah adat Aceh ini juga tahan gempa dan banjir.

Pakaian Adat Aceh

Pakaian Adat Aceh – Aceh merupakan wilayah Indonesia yang berada di ujung paling barat,
berbatasan langsung dengan Malaysia dan Samudera Hindia. Karena letaknya tersebut maka
Aceh dahulu menjadi tempat persinggahan bagi para pedagang dan penyebar agama dari Timur
Tengah.

Pakaian adat Aceh pun sangat dipengaruhi oleh kebudayaan melayu dan islam. Pakaian adat
Aceh biasa digunakan pada saat upacara penting, seperti pernikahan dan juga saat menampilkan
tarian adat.

Dalam kehidupan sehari-hari, gaya berbusana penduduk Aceh tak terlepas dari syariat islam
sehingga Aceh sering disebut juga sebagai serambi Mekah. Aceh terkenal dengan Pulau Sabang
nya yang merupakan titik kilometer nol ujung barat Indonesia.

Selain itu Aceh juga dikenal dengan pahlawan wanita nya Cut Nyak Dien. Kebudayaan yang
dimiliki Tanah Rencong ini tak kalah menarik, misalnya tari saman yang populer hingga ke
mancanegara. Akulturasi dengan nuansa islam terasa sangat kental.

Pakaian adat Aceh, baik laki-laki maupun perempuan memiliki ciri khas tersendiri. Hal ini tentu
saja menjadikannya menarik dan tidak biasa. Pakaian ini menunjukkan status sosial dalam
masyarakat Aceh pada jaman dahulu. Busana adat Aceh untuk laki-laki dan perempuan adalah
sebagai berikut:

Pakaian Adat Aceh Untuk Pria


Peukayan Linto Baro Merupakan busana adat yang diperuntukkan bagi laki-laki. Mulanya
busana ini digunakan untuk menghadiri upacara adat dan kegiatan pemerintahan pada zaman
kerajaan islam yaitu Samudera Pasai dan Perlak

Tari Saman adalah sebuah tarian Suku Gayo yang biasa ditampilkan untuk merayakan
Kebudayaan Suku Aceh dan tradisi orang aceh

Suku Aceh – Suku Aceh merupakan suku yang memiliki sejarah panjang di masa lalu. Sebutan
Suku Aceh ditujukan kepada penduduk asli Aceh yang berada di wilayah Nangroe Aceh
Darussalam, suatu provinsi yang berada di paling ujung Pulau Sumatera sebelah utara.
Mayoritas penduduk Suku Aceh adalah beragama Islam dan memiliki kekayaan budaya yang
beragam. Kebudayaan-kebudayaan yang dimiliki sarat dengan nilai-nilai Islam dan adat-istiadat
setempat. Suku Aceh memiliki rentetan sejarah yang sangat panjang. Nenek moyang Suku Aceh
berasal dari berbagai wilayah di luar Indonesia.
Yakni Arab, Melayu, Semenanjung Malaysia, dan India. Tiap-tiap periode tertentu memiliki ciri
khas budaya dari Nenek Moyang yang berbeda. Hal ini terjadi karena wilayah Aceh menjadi
salah satu tempat singgah paling sering dikunjungi bagi para pedagang di seluruh dunia.
Dulu sebelum Islam datang, masyarakat Aceh mayoritas memeluk Agama Hindu. Hal ini dapat
dibuktikan dari beberapa budaya Aceh yang masih memiliki unsur-unsur Hindu dan budaya
India. Namun setelah Agama Islam datang, kebudayaan Aceh mengalami perubahan dan
menyesuaikan dengan kebudyaan Islam. Sehingga sejak saat itu, mayoritas Suku Aceh beragama
Islam. Kebudayaan-kebudayaan Suku Aceh masih tetap lestari hingga sekarang. Beberapa
kebudayaan Aceh cukup terkenal dan masih menjadi suatu ikon yang nampak apabila
masyarakat di wilayah lain mengenang tentang Aceh.
Ciri khas kebudayaan Aceh tidak bisa dilepaskan dari sejarah, adat istiadat, dan Islam. Berikut
beberapa jenis kebudayaan yang dimiliki oleh Suku Aceh
.
Bahasa

Daerah tingkat II di Aceh yang mayoritas penduduknya berbahasa Aceh.


Bahasa Aceh termasuk dalam kelompok bahasa Aceh-Chamik, cabang dari rumpun
bahasa Melayu-Polinesia, cabang dari rumpun bahasa Austronesia.[40] Bahasa-bahasa yang
memiliki kekerabatan terdekat dengan bahasa Aceh adalah
bahasa Cham, Roglai, Jarai, Rhade, Chru, Utset dan bahasa-bahasa lainnya dalam rumpun
bahasa Chamik, yang dipertuturkan di Kamboja, Vietnam, dan Hainan.[40] Adanya kata-kata
pinjaman dari bahasa bahasa Mon-Khmer menunjukkan kemungkinan nenek-moyang suku
Aceh berdiam di Semenanjung Melayu atau Thailand selatan yang berbatasan dengan para
penutur Mon-Khmer, sebelum bermigrasi ke Sumatra.[41] Kosakata bahasa Aceh banyak
diperkaya oleh serapan dari bahasa Sanskerta dan bahasa Arab, yang terutama dalam bidang-
bidang agama, hukum, pemerintahan, perang, seni, dan ilmu.[42] Selama berabad-abad bahasa
Aceh juga banyak menyerap dari bahasa Melayu.[42] Bahasa Melayu dan bahasa
Minangkabau adalah kerabat bahasa Aceh-Chamik yang selanjutnya, yaitu sama-sama
tergolong dalam rumpun bahasa Melayu-Polinesia Barat.
Rencong, senjata tradisional orang Atjeh.
Sekelompok imigran berbahasa Chamik tersebut mulanya diduga hanya menguasai daerah
yang kecil saja, yaitu pelabuhan Banda Aceh di Aceh Besar.[43] Marco Polo (1292)
menyatakan bahwa di Aceh saat itu terdapat 8 kerajaan-kerajaan kecil, yang masing-masing
memiliki bahasanya sendiri.[43] Perluasan kekuasaan terhadap kerajaan-kerajaan pantai
lainnya, terutama Pedir atau Pidie, Pasai, dan Daya, dan penyerapan penduduk secara
perlahan selama 400 tahun, akhirnya membuat bahasa penduduk Banda Aceh ini menjadi
dominan di daerah pesisir Aceh.[43] Para penutur bahasa asli lainnya, kemudian juga terdesak
ke pedalaman oleh para penutur berbahasa Aceh yang membuka perladangan.[43]
Dialek-dialek bahasa Aceh yang terdapat di lembah Aceh Besar terbagi menjadi dua
kelompok besar, yaitu Tunong untuk dialek-dialek di dataran tinggi dan Barôh untuk dialek-
dialek dataran rendah.[42] Banyaknya dialek yang terdapat di Aceh Besar dan Daya,
menunjukkan lebih lamanya wilayah-wilayah tersebut dihuni daripada wilayah-wilayah
lainnya.[42] Di wilayah Pidie juga terdapat cukup banyak dialek, walaupun tidak sebanyak di
Aceh Besar atau Daya.[42] Dialek-dialek di sebelah timur Pidie dan di selatan Daya lebih
homogen, sehingga dihubungkan dengan migrasi yang datang kemudian seiring dengan
peluasan kekuasaan Kerajaan Aceh pasca tahun 1500.[42]
Pemerintah daerah Aceh, antara lain melalui SK Gubernur No. 430/543/1986 dan Perda No.
2 tahun 1990 membentuk Lembaga Adat dan Kebudayaan Aceh (LAKA), dengan mandat
membina pengembangan adat-istiadat dan kebiasaan masyarakat dan lembaga adat di
Aceh.[44] Secara tidak langsung lembaga ini turut menjaga lestarinya bahasa Aceh, karena
pada setiap kegiatan adat dan budaya, penyampaian kegiatan-kegiatan tersebut adalah dalam
bahasa Aceh.[44] Demikian pula bahasa Aceh umum digunakan dalam berbagai urusan
sehari-hari yang diselenggarakan oleh instansi-instansi pemerintahan di Aceh.[44]
Peu haba?
Ketika kamu ingin menanyakan kabar dengan menggunakan bahasa Aceh, gunakan Peu haba?
yang dalam bahasa Indonesianya memiliki arti Apa kabar?

PROVINSI SUMATERA UTARA

Rumah Adat Sumatera Utara


Rumah Adat Sumatera Utara – Indonesia mempunyai kekayaan budaya yang sangat beraneka
ragam. Kekayaan budayanya berupa rumah adat, pakaian, tarian, senjata, suku, lagu daerah
maupun bahasa daerah. Salah satu provinsi yang memiliki budaya yang beraneka ragam adalah
sumatra utara.
Salah satu budaya yang masih dijaga sampai saat ini adalah rumah adat sumatera Utara yang
masih mudah ditemui. Provinsi yang beribu kota di medan ini mayoritas dihuni oleh suku batak.
Merupakan suku terbanyak dan merupakan suku asli di sana.
Suku batak merupakan suku terbesar kedua setelah suku jawa. Batak juga di kelompokan
menjadi sub suku. Diantaranya suku toba, karo, simalungun, angkola, pak pak dan mandailing.
Masing masing sub suku mempunyai kebudayaan yang berbeda beda.
Dapat dilihat dari rumah adat masing masing sub suku. Meskipun yang sudah diakui nasional
baru rumah adat bolon. Untuk mengetahui lebih dalam tentang rumah adat. Berikut adalah
macam rumah adat sumatra utara beserta filosofi dan fungsinya:
Suku batak memiliki beberapa rumah adat. Rumah adat sumatra utara diantaranya rumah adat
karo, mandailing, nias, bolon, melayu dan pakpak. Masing masing mempunyai kebudayaan yang
berbeda dan keunikan masing masing. Berikut ulasannya:

1. Rumah Adat Karo

Merupakan salah satu rumah adat sumatera utara yang juga sering disebut juga dengan rumah
adat siwaluh jabu. Makan dari nama siwaluh jabu tersebut merupakan rumah yang dihuni oleh
delapan keluarga. Dan setiap keluarga mempunyai peran masing masing di dalam rumah
tersebut.
Kabupaten mandailing natal merupakan bagian dari padang lawas dan tapanuli selatan. Rumah
adat mandailing juga sering disebut dengan bagas godang. Bagas yang bermakna rumah dan
godang yang bermakna banyak dalam bahasa mandailing.
Tarian Sumatera Utara
1. Tari Tor-tor

sumber : wacana.co
Tor-tor lahir dari suku Batak Mandailing yang menempati kawasan Samosir, Toba Samosir dan
sebagian Humbang Hasundutan. Menghentak, itulah nuansa yang dihadirkan melalui gerakan
ataupun irama musik Gondang yang selalu menyertai tarian ini.
Sebagai sebuah tarian yang terlahir dari masyarakat tradisi, Tor-tor pada awalnya lebih difungsikan
sebagai sarana upacara, termasuk kematian, panen, penyembuhan, serta pesta muda-mudi, disertai
beberapa proses ritual yang harus dilalui.
Dalam sejarahnya belum ada buku yang mendeskripsikan rekam sejarah tarian ini beserta Gondang
Sembilan yang mengiringinya. Ada pendapat yang memperkirakan bahwa sejak abad ke-13, Tor-
Tor sudah menjadi bagian dari budaya suku Batak.
Tari Tor-tor memiliki beberapa jenis. Ada Tor-tor Pangurason yang disebut tari pembersihan saat
acara pesta besar, sebagai usaha menghindari musibah. Menariknya, pembersihan yang dimaksud
adalah menggunakan jerut purut.
Ada juga Tor-tor Sipitu Cawan dan Tor-tor Tunggal Panaluan yang masing-masing memiliki
keunikan tersendiri. Penjelasan mengenai jenis-jenis Tor-tor ini bisa dibaca pada artikel Tari Tor-
tor Batak yang sebelumnya memang telah diposting dalam artikel tersendiri.

. Lompat Batu
(Instagram/@djoyobisono)

Lompat batu yang dikenal juga hombo batu berasal dari Desa Bawo Mataluo Nias, Kabupaten
Nias Selatan. Desa ini dikenal dengan situs megalitik atau batu besar berukir, dan di dalamnya
terdapat Omo Hada yaitu perumahan tradisional khas Nias. Tradisi ini merupakan ritual wajib
bagi para lelaki sebagai simbol menuju kedewasaan. Setiap lelaki yang akan menikah harus
mampu melompati batu setinggi dua meter melalui sebuah batu kecil sebagai pijakan.

3. Mangokkal Holi
(Instagram/@samosir_visit)

Mangokkal Holi berarti mengambil tulang-belulang dari leluhur dari dalam kuburan lalu
ditempatkan di dalam peti dan diletakkan dalam tugu khusus. Inti dan tujuan dari tradisi ini
adalah untuk mempertahankan silsilah garis keturunan marga, dan juga menunjukkan eksistensi
dan taraf hidup keluarga yang melaksanakannya. Suku Batak percaya dengan menempatkan
bagian tubuh dari leluhur di tugu merupakan simbol bahwa mereka tidak pernah lupa dengan
nenek moyangnya. Tradisi Ritual Mangokkal Holi digelar secara meriah selama beberapa hari
dengan memotong beberapa hewan ternak

4. Kenduri Laut
(Travel Tempo.com)

Tradisi Kenduri Laut berasal dari Tapanuli Tengah, dilaksanakan satu tahun sekali pada bulan
Oktober. Kenduri Laut digelar dengan seremonial yang melibatkan semua elemen dari 11
kecamatan yang ada di Tapanuli Tengah. Kenduri Laut mulai digelar pada malam kemudian
berlanjut hingga siang hari. Tradisi ini menjadi wujud ungkapan rasa syukur masyarakat Batak di
Tapanuli Tengah kepada Tuhan atas melimpahnya hasil laut dan pertanian.

Bahasa
Pada umumnya, bahasa yang dipergunakan secara luas adalah bahasa Indonesia. Suku
Melayu Deli mayoritas menuturkan Bahasa Indonesia karena kedekatannya dengan bahasa
Melayu yang menjadi bahasa ibu masyarakat Deli. Pesisir timur seperi wilayah Serdang Bedagai,
Pangkalan Dodek, Batubara, Asahan, dan Tanjung Balai, memakai Bahasa Melayu dialek "o"
begitu juga di Labuhan Batu dengan sedikit perbedaan ragam. Bahasa Melayu Asahan memiliki
ciri khas yaitu pengucapan huruf R yang berbeda daripada Bahasa Melayu Deli contoh kata
"cari" dibaca "caghi" dan kereta dibaca "kegheto". Di Kabupaten Langkat masih menggunakan
bahasa Melayu dialek "e" yang sering juga disebut Bahasa Maya-maya. Mayarakat Jawa di
daerah perkebunan, menuturkan Bahasa Jawa sebagai pengantar sehari-hari.
Di Medan, orang Tionghoa lazim menuturkan bahasa Hokkian selain bahasa Indonesia. Orang
India menuturkan bahasa Tamil dan bahasa Punjab disamping bahasa Indonesia. Di pegunungan,
masyarakat Batak menuturkan bahasa Batak yang terbagi atas empat logat (Silindung-Samosir-
Humbang-Toba). Suku Simalungun dan Mandailing juga menuturkan bahasa yang mirip dengan
bahasa Batak Toba namun dengan ragam yang berbeda. Suku Karo menuturkan Bahasa Karo
yang dimana ragamnya berbeda dibandingkan bahasa Batak Tengah. Suku Pakpak juga memiliki
bahasa yang hampir mirip dengan Suku Karo namun agak sedikit kasar. Bahasa Nias dituturkan
di Kepulauan Nias oleh suku Nias. Sedangkan orang-orang di pesisir barat, seperti Kota Sibolga,
Kabupaten Tapanuli Tengah, dan Natal menggunakan bahasa Pesisir.

PROVINSI SUMATERA BARAT


Rumah Adat Sumatera Barat ( Rumah Gadang )
Nama rumah adat sumatera barat adalah Rumah adat Gadang atau rumah adat Godang. Rumah
adat tersebut juga biasa disebut masyarakat setempat dengan sebutan Rumah Bagonjong dan
Rumah Baanjuang. Daerah Minangkabau yang diperbolehkan mendirikan rumah adat hanya
pada kawasan yang telah berstatus nagari saja.
Rumah adat ini memiliki ciri khas yang sangat unik yaitu bentuk atap rumah yang melengkung
seperti tanduk kerbau serat badan rumah yang berbentuk seperti kapal. Disebut Rumah
Bagonjong karena bentuk atap yang runcing dan melengkung disebut Gonjong.

Asal Usul Bentuk Rumah Adat Gadang

Pertama kali yang akan dibahasa adalah bagian paling mencolok, yaitu atap rumah Gadang.
Bentuk atap rumah Gadang yang hampir mirip dengan tanduk kerbau ini sering dihubungkan
dengan cerita rakyat setempat yaitu “Tambo Alam Minangkabau”. Yang bercerita tentang
kemenangan suku Minang melawan suku Jawa dalam hal adu kerbau.
Simbol-simbol yang mirip dengan tanduk kerbau sering digunakan, baik sebagai simbol atau
pada perhiasan. Salah satunya adalah pada pakaian adat Sumatera Barat.
Selain itu, asal usul rumah gadang juga sering dihubungkan dengan perjalanan nenek moyang
orang Minang. Ceritanya, bentuk rumah gadang dibuat menyerupai bentuk kapal yang digunakan
nenek moyang pada zaman dahulu.
Menurut cerita yang ada, kapal nenek moyang ini berlayar menuju hulu Batang Kampar. Setelah
sampai di suatu daerah para awak kapal turun ke darat dan kapan juga diangkat ke atas daratan.
Kapal kemudian ditopang dengan kayu yang kuat agar bisa berdiri dengan kokoh. Kapal tersebut
diberi atap dengan cara menggantungkan layar pada tali yang mengait pada tiang kapal tersebut.
Karena layar yang menggantung sangat berat hingga tali-talinya membentuk lengkungan yang
mirip dengan gonjong.
Kapal ini menjadi tempat berteduh sementara. Selanjutnya para awak kapal membuat rumah
yang menyerupai kapal tersebut. Setelah mereka sudah menyebar dan berketurunan, bentuk
kapal yang bergonjong dijadikan sebagai acuan atau ciir khas rumah mereka.
Dengan ciri khas ini mereka menjadi lebih mudah mengenali keturunan mereka. Mereka akan
mudah mengetahui bahwa rumah yang memiliki gonjong adalah kerabat mereka. Dibalik rumah
BAJU ADAT PADANG – Bukan hanya masakan Padang yang sudah terkenal di Indonesia
maupun luar negeri. Tapi, Padang juga terkenal dengan pakaian adat Sumatera Barat yang khas.

Pakaian adat Sumatera Barat masih terus ada karena masyarakat disana dan khususnya suku
Minangkabau di kota Padang terus mempertahankan budayanya. Contohnya saja dari segi
berpakaian.

Pakaian Adat SUmatera Barat

Pakaian adat Sumatera Barat sudah sangat terkenal di Indonesia karena memiliki ciri khasnya
tersendiri. Contohnya saja baju adat Padang khusus wanita yang bernama limapeah rumah nan
gadang atau bundo kaduang. Pakaian adat wanita ini memiliki ciri khas dibagian penutup kepala
yang menyerupai bentuk tanduk kerbau atau rumah adat gadang.

Selain baju adat bundo kanduang, masih ada baju adat padang lainnya. Seperti baju adat padang
khusus pria dan untuk acara pernikahan. Berikut ini pakaian adat Sumatera Barat yang bisa Anda
simak:

1. Baju Adat Padang Khusus Pengantin

Pada saat upacara penikahan, masyarakat Sumatera Barat biasanya mengenakan pakaian adat
pengantin yang telah disiapkan sesuai budayanya. Baju adat Padang ini umumnya memiliki
warna merah dengan bagian tutup kepala dan banyak hiasan lainnya.

Sampai sekarang, baju adat pernikahan khusus Sumatera Barat ini masih sering digunakan oleh
masyarakat di sana. Agar lebih menarik, pada pakaian tersebut disesuaikan dengan
perkembangan zaman agar tidak ketinggalan zaman, tapi tidak menghilangkan unsur budaya
aslinya.

2. Pakaian Adat Sumatera Barat untuk Pria Minangkabau

Pakaian adat Sumatera Barat yang dikhususkan untuk pria ini bernama pakaian penghulu. Seperti
namanya, pakaian adat ini hanya dipakai oleh para tetua desa atau juga sejumlah orang tertentu.

Cara pemakaian Baju adat padang ini juga sudah ada ketentuannya dari hukum adat. Pakaian
adat padang ini terdiri dari sejumlah perlengkapan seperti: Baju hitam, deta, sesamping, cawek,
sarawa, sandang, tungkek, dan keris.
3. Baju Adat Padang Wanita Bundo Kanduang atau Limpapeh Rumah Nan Gadang

Pakaian adat Sumatera Barat ini adalah simbol kebesaran untuk para wanita yang sudah
menikah. Baju adat padang ini juga merupakan simbol seorang ibu yang berperan sangat penting
dalam sebuah keluarga.

Limapeh sendiri artinya adalah tiang tengah dari bangunan rumah adat Sumatera Barat. Peran
limapeh untuk menguatkan bangunan merupakan perumpamaan dari peran seorang ibu dalam
rumah tangga.

Jika limapeh rubuh, maka rumah atau suatu bangunan juga akan rubuh, begitupun jika seorang
ibu atau wanita tidak pandai mengatur rumah tangga, maka keluarganya juga tak akan bertahan
lama.

Secara umum, baju adat Limpapeh Rumah Nan Gadang atau Bundo Kanduang ini memiliki
desain yang bermacam-macam tergantung dari sub sukunya. Akan tetapi, beberapa kelengkapan
khusus yang pasti ada dalam jenis-jenis pakaian tersebut.

Perlengkapan ini contohnya seperti: Baju batabue, tingkuluak (tengkuluk), minsie, sarung atau
lambak,, salempang, galang (gelang), dukuah (kalung), dan sejumlah aksesoris lainnya.

Itulah pembahasan mengenai pakaian adat Sumatera Barat dan baju adat Padang. Semoga
pembahasan ini dapat menambah wawasan Anda mengenai budaya suku Minangkabau di
provinsi yang beribukota di kota Padang ini.

Tari Piring

Tari Piring – Selain rumah Gadang yang menjadi ciri khas dari provinsi Sumatra Barat, provinsi
ini juga terkenal dengan beragam kulinernya yang memiliki cita rasa yang begitu nikmat dan
lezat. Sumatra barat memiliki tingkat kebudayaan yang tinggi.

Salah satu peninggalan kebudayaan yang terdapat di Sumatra Barat adalah Tari Piring. Tari
piring adalah tarian tradisional yang berasal dari tanah Minangkabau tepatnya dari kota Solok
provinsi Sumatra Barat. Dalam bahasa Minangkabau tarian ini sering disebut dengan Tari Piring.

Karena keunikannya, sampai saat ini pertunjukan Tari Piring sangat diminati masyarakat
Indonesia. Selain masyarakat lokal, turis mancanegara juga banyak yang mengagumi tarian ini
karena keunikannya.

Keunikan dan keindahan dari Tari Piring membuat tarian ini menjadi dikenal di dunia. Hal ini
membuat nama Indonesia semakin dikenal di kancah internasional. Keunikan dari tarian ini
berbeda dengan tarian-tarian yang lain. Yang membedakan tarian ini dengan tarian lain adalah,
tarian ini menggunakan piring sebagai alat utamanya

Tarian ini berasal dari tanah Minangkabau kota Solok Sumatra Barat. Pada zaman dahulu
masyarakat Minangkabau selalu melakukan ritual ucapan rasa syukur kepada dewa-dewa atas
hasil panen yang melimpah ruah.

Pada saat melakukan ritual, masyarakat sekitar membawa sesaji dalam bentuk makanan yang
diletakkan di atas piring. Piring-piring yang berisi makanan dibawa dengan gerakan-
gerakan berirama dan diiringi musik.

Setelah agama islam masuk di tanah Minangkabau, tarian ini tidak lagi digunakan untuk ritual
kepada dewa-dewa. Kemudian tarian ini digunakan sebagai hiburan untuk masyarakat. Tarian ini
sering dipentaskan untuk acara-acara adat di Minangkabau

Fungsi Tari Piring

Tarian ini sering dipentaskan saat upacara adat, seperti upacara pernikahan, khitanan dan
pengangkatan penghulu. Selain itu tarian ini juga dipentaskan saat ada anggota masyarakat yang
sedang panen hasil bumi yang melimpah ruah. Pada zaman dulu hanya orang-orang yang mampu
saja yang dapat mengadakan pentas tarian ini.

Seiring perkembangan zaman yang semakin maju, tarian ini tidak hanya dipentaskan untuk
upacara adat saja. Pentas tarian ini sering dipentaskan saat hari-hari besar nasional seperti HUT
Republik Indonesia. Selain itu tarian ini juga sering dipentaskan pada saat festival dan juga untuk
menyambut tamu-tamu agung.

Keunikan Tari Piring

Seiring perkembangan teknologi yang sangat cepat, tidak membuat tarian tradisional ini
termakan oleh zaman. Sampai saat ini tarian ini masih sering dipentaskan. Gerakan-gerakan yang
unik pada tarian ini, membuat decak kagum para penonton. Keunikan dari tarian ini antara lain:

1. Piring Sebagai Media Utamanya

Tarian ini menggunakan piring sebagai alat utamanya dalam menari. Alat inilah yang
membuat tarian ini berbeda dengan tarian yang lain. Piring dalam tarian ini mengandung makna
sejarah tersendiri.

2. Gerakan Tari Yang Unik

Piring diletakkan di atas kedua telapak tangan dengan cara digenggam. Kemudian digerakan
memutar dan diayun-ayunkan dengan mengikuti iringan musik. Uniknya, piring ini tidak jatuh
saat dimainkan.
3. Di Iringi Oleh Banyak Alat Musik

Dalam tarian ini terdapat iringan dari berbagai alat musik seperti, Rebana, Gong, Saluang,
Talempong, dan lain-lain. Tarian ini di iringi oleh musik penayuhan, biasanya menggunakan
lagu Takhian Sai Tiusung dan Takhi Pinghing Khua Belas. Selain gerakan yang unik music
pengiring tarian ini juga unik, karena memadupadankan beberapa alat musik.

4. Dentingan Cincin

Pada tarian ini terdapat bunyi iringan yang dihasilkan dari suara dentingan cincin. Suara
dentingan pada piring dan cincin ini menambah keunikan tarian ini. Suara dentingan ini dapat
menyatu dengan musik pengiring tarian ini.

5. Menari Di Atas Pecahan Piring

Keunikan yang satu ini tidak akan anda temui pada pertunjukan tari-tari lain. Dimana di akhir
pertunjukan, penari akan melemparkan piringnya ke lantai. Kemudian penari akan menari di atas
pecahan piring tersebut.

Ragam Gerak Tari Piring

Gerakan tarian ini menggunakan dua buah piring yang diletakkan di atas telapak tangan si
penari. Kemudian diayun-ayunkan mengikuti irama musik. Gerakan dalam tarian ini tidak hanya
itu saja, tarian ini memiliki beberapa ragam gerakan seperti: Gerak pasambahan, gerak singanjuo
lalai, gerak mencangkul, gerak menyiang, gerak membuang sampah, gerak memagar, gerak
menyemai, gerak mencabut benih,gerak bertanam dan gerak melepas lelah.

selain itu juga ada gerakan-gerakan lain seperti : gerak mengantar juadah, gerak mengambil padi,
gerak menyambit padi, gerak manggampo padi, gerak menganginkan padi, gerak mengikir padi,
gerak membawa padi, gerak menumbuk padi, gerak gotong royong, gerak menampih padi dan
gerak menginjak pecahan kaca.

Busana Tari Piring

Seperti halnya pada tarian tarian tradisional, tarian ini juga mengenakan busana tradisional.
Busana yang dikenakan untuk pementasan tarian ini terbagi menjadi dua yaitu busana penari pria
dan busana penari wanita. Walaupun terbagi menjadi dua, busana yang dikenakan tetap seragam
sehingga tetap terlihat kompak.

1. Busana Untuk Penari Pria

Kostum yang dikenakan oleh penari pria memiliki ciri-ciri yang berbeda dibanding dengan
kostum penari wanita. Walaupun berbeda mereka tetap sama-sama mengenakan busana asli dari
Sumatra Barat. Sehingga mereka tetap bisa tampil kompak walaupun model busana mereka
berbeda.

Busana rang mudo adalah busana untuk penari pria memiliki lengan yang panjang, serta dihiasi
dengan missia atau biasa disebut dengan renda emas. Penari pria mengenakan celana yang
disebut saran gelombang. Celana ini berukuran besar dan bagian tengahnya memiliki warna yang
sama dengan baju atasannya.

Penari pria mengenakan sisampek dan cawek pinggang, bentuknya seperti kan songket yang
dililitkan di pinggang. Kain ini memiliki panjang sepanjang lutut. Sisampek dan cawek pinggang
ini pada ujungnya diberi hiasan berupa rumbai-rumbai.

Saat mementaskan tarian ini para penari pria mengenakan destar atau deta. Destar adalah
penutup kepala yang terbuat dari bahan dasar kain songket dan berbentuk segitiga. Kemudian
diikatkan di kepala si penari pria.

2. Busana Untuk Penari Wanita

Saat pentas, penari wanita mengenakan busana berupa baju kurung. Baju kurung ini terbuat dari
kain satin dan beludru. Selain itu, penari wanita juga mengenakan selendang dari kain songket
sebagai hiasan, yang diletakkan pada bagian kiri badan.

Penari wanita mengenakan penutup kepala yang terbuat dari kain songket, bentuknya
menyerupai tanduk. Penutup kepala ini disebut tikuluak tanduk balapak. Tak lupa penari wanita
selalu mengenakan kalung rambai dan juga kalung gadang serta subang atau anting – anting.

Kesimpulan dari penjelasan di atas adalah Tari piring berasal dari daerah Minangkabau Kota
Solok provinsi Sumatra Barat. Media utama dalam pagelaran tarian ini adalah piring. Tarian ini
memiliki banyak ragam gerakan yaitu 21 ragam gerakan. Tarian ini dipentaskan oleh pria dan
wanita dengan busana yang berbeda. Musik pengiring tarian ini terdiri dari beberapa alat musik
tradisional.

Indonesia sangat kaya akan tarian-tarian daerah termasuk Tari Piring. Untuk para generasi muda,
mari lestarikanlah budaya-budaya asli Indonesia terutama tarian ini. Karena jika kebudayaan asli
Indonesia tidak di lestarikan, semakin lama akan musnah dan kebudayaan dari luar akan dengan
leluasa masuk ke Indonesia.

Tradisi Unik Sumatera Barat Yang Masih Eksis Sampai Sekarang


SARIBUNDO.BIZ – Budaya dan Tradisi Sumatera Barat sangat beragam dan unik. Hal inilah
yang menyebabkan para wisatawan ingin datang kembali. Berikut tradisi Sumatera Barat yang
masih eksis sampai sekarang
PACU JAWI
Salah satu tradisi unik yang menjadi favorit dari Sumatera Barat adalah Pacu Jawi. Pacu Jawi
merupakan tradisi unik yang dilakukan masyarakat Tanah Datar khususnya masyarakat di
kecamatan Sungai Tarab, Rambatan, Limo kaum, dan Pariangan. Selain itu Pacu Jawi juga
dilaksanakan di wilayah Kabupaten Limapuluh Kota dan Payakumbuh.
Sekilas, Pacu Jawi mirip dengan Karapan Sapi di Madura. Namun yang membedakan keduanya
adalah lahan yang digunakan. Jika Karapan Sapi menggunakan sawah yang kering, maka Pacu
Jawi menggunakan sawah yang basah dan berlumpur. Selain itu untuk mempercepat lari sapi,
joki Pacu Jawi tidak menggunakan tongkat seperti Karapan Sapi, mereka biasanya menggigit
ekor sapi.
MAULID NABI DI PARIAMAN
Jika lazimnya peringatan Maulid Nabi dilakukan dengan ceramah dan tabligh akbar, berbeda
dengan daerah Padang Pariaman, Sumatera Barat. Di daerah ini peringatan Maulid Nabi dilakukan
dengan cara yang khas dan sama sekali berbeda. Kegiatan ini dilakukan secara marathon,
bergiliran dari satu Surau ke Surau lainnya. Pelaksanaannya sendiri dilakukan selama dua hari,
biasanya pada hari Sabtu dan Minggu.
BASAPA
Tradisi Basapa adalah kegiatan ziarah ke Makam Syekh Burhanuddin di Ulakan, Kabupaten
Padang Pariaman, Sumatera Barat. Kegiatan basapa ini dilakukan masyarakat sebagai ungkapan
rasa syukur dan terima kasih terhadap Syekh Burhanuddin atas jasanya mengembangkan ajaran
Islam di Minangkabau.

Daerah sebar tutur[sunting | sunting sumber]


Secara historis, daerah sebar tutur Bahasa Minangkabau meliputi bekas wilayah
kekuasaan Kerajaan Pagaruyung yang berpusat di pedalaman Minangkabau. Batas-batasnya
biasa dinyatakan dalam ungkapan Minang atau Tambo Minangkabau berikut ini:
Dari Sikilang Aia Bangih
Hinggo Taratak Aia Hitam
Dari Durian Ditakuak Rajo
Hinggo Aia Babaliak Mudiak
Walaupun dari sisi harafiahnya, batas-batas yang disebutkan tersebut merupakan
sesuatu yang abstrak, sehingga dapat dikatakan batas yang tidak pasti juga.
Namun kemudian ada pendapat bahwa kawasan tersebut diperkirakan antara
lain, Sikilang Aia Bangih adalah batas utara, sekarang di kabupaten Pasaman
Barat yang berbatasan dengan Kabupaten Mandailing Natal, Sumatra
Utara. Taratak Aia Hitam adalah Bengkulu. Durian Ditakuak
Rajo adalah Kabupaten Bungo, Jambi. Yang terakhir, Aia Babaliak
Mudiak adalah wilayah Kabupaten Pelalawan, Riau.
Bahasa Minangkabau juga menjadi bahasa lingua franca di kawasan pantai
barat Sumatra Utara, bahkan menjangkau lebih jauh hingga pesisir
barat Aceh.[6] Di Aceh, penutur Bahasa Minang disebut sebagai Bahasa Jamee,
sedangkan di pantai barat Sumatra Utara dikenal sebagai Bahasa Pesisir. Selain
itu, Bahasa Minangkabau juga dituturkan oleh masyarakat Negeri
Sembilan, Malaysia yang nenek moyangnya merupakan pendatang asal
Minangkabau sejak abad ke-14. Dialek Bahasa Minangkabau di Negeri Sembilan
ini disebut Baso Nogoghi
PROVINSI SUMATERA SELATAN

Rumah Adat Sumatera Selatan


Rumah Adat Sumatera Selatan – Indonesia merupakan Negara dengan kebudayaan yang
sangat beragam, seperti tarian adat, makanan adat, pakaian adat, senjata adat dan rumah adat.
Rumah adat Sumatera selatan yaitu rumah limas adalah salah satu dari puluhan rumah adat di
Indonesia.
Hampir seluruh wilayah di Indonesia memiliki rumah adat dengan ciri khas masing – masing.
Rumah adat adalah bangunan tradisional untuk tempat tinggal, peninggalan dari nenek moyang.
Peninggalan tersebut tersebar di seluruh wilayah Indonesia.
Tetapi seiring perkembangan teknologi, masyarakat mulai meninggalkan kebudayaan asli
Indonesia. Rumah adat Sumatera Selatan memiliki ciri khas yang berbeda dengan rumah adat di
provinsi lain, yaitu atapnya yang berbentuk limas.
Ciri khas lain dari rumah adat Sumatera Selatan adalah rumahnya yang berbentuk panggung.
Berikut adalah penjelasan tentang rumah adat yang ada di Sumatera Selatan:
Rumah Adat Suku Palembang Sumatera Selatan
Rumah tradisional penduduk Palembang ini berbentuk panggung, karena sebagian daerah di
Palembang adalah rawa-rawa dan sungai. Untuk menghindari air masuk kedalam rumah, maka
rumah dibentuk seperti panggung. Di Palembang sendiri terdapat beberapa jenis rumah
tradisional, antara lain:
1. Rumah Limas
Kata limas merupakan gabungan kata dari lima dan emas. Rumah limas merupakan rumah
dengan bentuk panggung dan atapnya yang menyerupai limas. Pada lantai rumah limas dibuat
berundak. Kata berundak atau undakan pada lantai biasa disebut dengan kekijing. Pada rumah
limas biasanya memiliki 2 sampai 4 kekijing.
Rumah limas memiliki tiang penyangga rumah dengan tinggi 1, 5 meter sampai 2 meter dari
permukaan tanah. Rumah limas terbagi menjadi 3 ruangan, yaitu ruang depan, ruang tengah dan
juga ruang belakang. Ruangan – ruangan ini memiliki fungsi yang berbeda-beda.
Ruang bagian depan sering disebut beranda, disini terdapat 2 buah tangga untuk masuk ke dalam
rumah. Di ruang bagian depan juga terdapat gayung dan gentong berisi air, air ini digunakan
untuk mencuci kaki dan tangan sebelum masuk ke dalam rumah. Ruangan ini biasanya
digunakan untuk beristirahat dan bersantai anggota keluarga.
Sedangkan untuk ruangan bagian tengah terdapat beberapa kekijing. Pada setiap kekijing
terdapat dua buah jendela yang terletak di sebelah kanan dan sebelah kiri. Pada kekijing yang
terakhir terdapat lemari dinding yang digunakan untuk sekat.
Kemudian untuk ruangan bagian belakang adalah ruangan dapur yang digunakan untuk
memasak. Ruangan ini terbagi menjadi tiga ruangan yaitu ruangan pertama untuk menyiapkan
bahan yang akan dimasak. Ruangan kedua adalah ruangan untuk mengolah bahan makanan.
Kemudian ruangan ketiga adalah ruang untuk membersihkan peralatan memasak.
 Aesan Paksangko dan
 Aesan Gade.

Pakaian adat pengantin Palembang Sumatra Selatan


Kedua pasang mempelai pengantin akan semakin terlihat lebih Anggun jika memakai baju adat
Palembang ini. Dari hal ini kita bisa mengetahui betapa agungnya budaya bangsa kita khususnya
hal desain pakaian adat oleh nenek moyang kita.
Kenapa dinamakan Aesan? Aesan ialah sebuah kata dari bahasa Palembang yang bermakna
Baju, Busana, atau Pakaian. Jadi sangatlah wajar jika nama pakaian adatnya memakai kata ini.
Mungkin juga untuk pakaian adat lainnya di nusantara ini banyak terilhami dari bahasa daerah
masing-masing untuk menyebut namanya.
Mari kita bahas satu persatu untuk mendapatkan pemahaman lebih rinci sebagai berikut
Pakaian Adat Sumatera Selatan Aesan Paksangko

Pakaian Adat Sumatera Selatan Aesan Paksangko


Baju adat daerah Sumatera Selatan yang pertama adalah yang dikenal dengan nama Aesan
Paksangko. Pakaian adat ini mengandung makna filosofis yang melambangkan keagungan
masyarakat daerah Sumatera Selatan.
Busana Adat Palembang ini pada umumnya lebih sering terlihat pada suatu acara resepsi
pernikahan yang dipakai oleh kedua pasang mempelai, dengan kombinasi warna merah dan
emas. Dengan mengenakan pakaian adat ini penampilan kedua pengantin akan semakin anggun.

Pakaian Adat Sumatera Selatan Aesan Paksangko


Pada Baju Aesan Paksangko, mempelai wanita mengenakan baju kurung dengan warna merah
dan bermotif bunga bintang berwarna keemasan. Suasana ceria semakin terlihat dengan pengaruh
pakaian adat yang unik ini.
Selain itu juga memakai kain songket lepus bersulam emas dan teratai dibagian dada, serta
dilengkapi dengan mahkota Paksangkong, Kembang Goyang, Kembang Kenango, Kelapo
Standan, serta aksesoris mewah lain yang berwarna kuning keemasan.
Untuk pengantin pria, memakai baju dengan warna senada atau tidak jauh berbeda yaitu
mengenakan baju motif tabur bunga emas, seluar pengantin (celana pengantin), songket lepus,
selempang songket, serta songkok (kopiah) yang berwarna emas sebagai penutup kepala.
Pakaian Adat di Sumatera Selatan (Palembang) Aesan Gede
Pakaian adat provinsi Sumatera Selatan yang kedua adalah yang disebut dengan nama Aesan
Gede. Berbeda dengan Aesan Paksangko, baju adat Aesan Gede lebih mengkombinasikan warna
merah jambu dan emas.

Aksesoris Baju Aesan Gade


Aksesoris Baju Aesan Gade
Kedua warna tersebut mencerminkan keagungan para bangsawan dan kebesaran para bangsawan
dari bumi Sriwijaya. Jadi masih erat kaitannya dengan pengaruh kerajaan pda jaman dahulu. Di
bawah ini ini adalah gambar dari Pakaian Adat Sumatera Selatan dengan Baju Aesan Gede.
Penjelasan singkat tentang pakaian adat dari Sumatera Selatan “Aesan Gade” adalah sebagai
berikut :
Mahkota yang dikenakan adalah Karsuhun untuk perempuan dan Kopiah Cuplak untuk laki-laki.
Terate adalah sebuah hiasan dipakai oleh si laki-laki dan perempuan untuk menutupi bagian dada
dan pundak. Terate imi bebentuk lingkaran bersudut 5 bermotif bunga melati bersepuh emas.
Bagian tepinya terdapat pekatu berbentuk bintang serta rantai dan juntaian lempengan emas
berbentuk biji mentimun. Hiasan ini menggambarkan kemegahan dan kesucian.
Kebo Munggah atau Kalung Tapak Jajo, yaitu kalung yang terbuat dari emas 24 karat berbentuk
lempengan bersusun 3 (khusus untuk yang telah menikah). Kalung ini masih boleh digunakan
oleh laki-laki atau wanita yang belum menikah hanya saja terdiri dari lempengan bersusun dua
atau satu saja.
Selendang Sawit, ialah salah satu bagian dari pakaian adat Palembang yang terbuat dari emas 22
karat dengan ragam hias sulur dan nada aksen intan di bagian tengahnya. Selendang sawit ini
dengan jumlah 2 yang dipakai menyilang dari bahu kiri ke pinggang sebelah kanan, dan dari
bahu kanan kepinggang sebelah kiri.
Keris. Keris ini dipakai oleh pengantin pria (keturunan raja/bangsawan) yang terselip di
pinggang depan sebelah kanan dengan gagang menghadap keluar. Untuk si laki-laki yang bukan
bangsawan atau keturunan raja, kerisnya diletakkan di bagian pinggang belakang. Hal ini
bermaksud untuk menghormati para raja atau atasan. Pada jaman dahulu, sarung keris ini dibuat
dari emas 20 karat.
Pending, yaitu ikat pinggang laki-laki dan perempuan dengan bentuk lempengan emas berukuran
6×9 cm terbuat dari emas 20 karat. Badong adalah kepala pending yang diukir dengan motif
ragam hias naga, burung hong daun, dan bunga.
Gelang Palak Ulo, y aitu gelang emas 24 karat dengan taburan berlian berbentuk ular naga
bersisik dan berpulir. Gelang ini hanya digunakan oleh si-perempuan di bagian lengannya.
Gelang Kecak. Gelang Kecak adalah gelang emas 24 karat berwujud mata berhias pekatu polos
dan ditengahnya ada dua tumpukan lingkaran berhias emas. Gelang ini dipakai oleh kedua
mempelai dibagian pangkal lengan.
.
Demikian pembahasan mengenai Jenis Pakaian Adat Sumatera Selatan dan Lengkap
Penjelasannya, semoga menambah wawasan dan kesadaran kita akan agungnya budaya bangsa
Indonesia
Tari Gending Sriwijaya Gending Sriwijaya

Merupakan lagu daerah dan juga tarian yang cukup populer dari kota Palembang Sumatera
Selatan. Lagu Gending Sriwijaya ini dibawakan untuk mengiringi tari Gending Sriwijaya. Baik
lagu maupun tarian ini menggambarkan keluhuran budaya, kejayaan, dan keagungan
kemaharajaan Sriwijaya yang pernah berjaya mempersatukan wilayah Barat Nusantara Lirik lagu
ini juga menggambarkan kerinduan seseorang akan zaman di mana pada saat itu Sriwijaya
pernah menjadi pusat studi agama Buddha di dunia. Tari Gending Sriwijaya dari Sumatera
Selatan ini dibawakan untuk menyambut tamu-tamu agung.

Tradisi sumatera selatan


1. Tradisi Sedekah Rame

Tradisi Sedekah Rame merupakan upacara adat yang dilaksanakan oleh suku Lahat di Sumatera
Selatan. Sesuai namanya sedekah Rame dilaksanakan secara bersama sama khususnya
masyarakat yang memiliki lahan persawahan.
Sedekah Rame dilaksanakan di tengah sawa sebelum melakukan aktivitas seperti penyiangan,
pembenihan sampai proses panen. Upacara dilakukan dengan membakar kemenyan dan
melakukan ritual kepada roh lalu kemudian membakar api unggun.

Upacara ini selain dihadiri oleh petani, juga turut dihadiri oleh pemuka adat. Para petani
melakukan tradisi sedekah rame ini sebagai simbol rasa syukur dan permohonan kepada Tuhan
agar diberi hasil panen yang lebih baik dan lebih banyak.

Setelah api unggun para petani makan bersama hidangan yang sudah disiapkan bersama dan
melakukan pengecekan pada irigasi sawah. Terakhir masyarakat dan petani yang hadir bersama
sama menangkap ikan sebagai oleh oleh untuk dibawah pulang ke rumah masing masing.

2. Midang Morge Siwe

Midang merupakan acara arak-arakan penganting yang dilakukan tiga atau empat hari setelah
idul fitri. Acara ini dilakukan oleh pasangan suami istri muda dengan berjalan mengelilingi kota
bahkan sampai 6 kilometer jauhnya. Pasangan remaja tersebut menyebrangi sungai komering
menggunakan perahu ketek.

Dalam acara midang ini digambarkan bagaimana pertemuan sepasang kekasih, saat melamar
sampai ke pelaminan. Acara adat ini bertujuan untuk memberitahukan ke masyarakat se tempat
tentang pergantian status seseorang yang telah menikah.

Berbeda dengan arak arakan pengantin lainnya, semua gerobak dan mobil yang ikut dalam arak
arakan juga ikut di hias, sehingga acara ini rame dihadiri masyarakat bahkan pelancong dari luar
kota.

Untuk memeriahkan acara, tiap tahunnya juga digelar bidar, yaitu lomba dayung perahu dan
acara kemasyarakatan lainnya.

3. Mandi Kasai

Mandi Kasai merupakan tradisi memandikan pasangan pengantin bersama. Mandi kasai
dilakukan di sungai dan disaksikan oleh kerabat dan teman mereka.

Tradisi yang dilaksankan di Lubuk Linggau ini bermakna bahwa sepasang kekasih yang akan
meninggalkan masa remajanya dan mulai kehidupannya dalam rumah tangga dan juga sebagai
ritual membersihkan jiwa dan raga dua sejoli yang akan menikah.( INT)

Sejarah[sunting | sunting sumber]


Provinsi Sumatra Selatan dikenal juga dengan sebutan "Bumi Sriwijaya". Pada abad ke-7 hingga
abad ke-12 Masehi wilayah ini merupakan pusat Kerajaan Sriwijaya yang juga terkenal dengan
kerajaan maritim terbesar dan terkuat di Nusantara. Gaung dan pengaruhnya bahkan sampai
ke Madagaskar di Benua Afrika.[butuh rujukan]
Sejak abad ke-13 sampai abad ke-14, wilayah ini berada di bawah kekuasaan Majapahit.
Selanjutnya wilayah ini pernah menjadi daerah tak bertuan dan bersarangnya bajak laut
dari Mancanegara terutama dari negeri China.[butuh rujukan] Pada awal abad ke-15
berdirilah Kesultanan Palembang yang berkuasa sampai datangnya Kolonialisme Barat, lalu
disusul oleh Jepang.[butuh rujukan] Ketika masih berjaya, Kerajaan Sriwijaya juga
menjadikan Palembang sebagai Kota Kerajaan.[butuh rujukan]
Menurut Prasasti Kedukan Bukit yang ditemukan pada 1926 menyebutkan, pemukiman yang
bernama Sriwijaya itu didirikan pada tanggal 17 Juni 683 Masehi.[butuh rujukan] Tanggal tersebut
kemudian menjadi hari jadi Kota Palembang yang diperingati setiap tahunnyaa

Bahasa di Sumatera Selatan


BY NDES - 11:24
Dari Sabang sampai Merauke, berjajar pulau-pulau. Sambung menyambung menjadi satu itulah
Indonesia. Teeeet! Dari Sabang sampai Merauke. Yak! satujuta rupiaaaah. Oke. Maap.
Tahukah anda bahwa lagu nasional tersebut dibuat berdasarkan kisah nyata? Yaaaa, walaupun
udah pada tau, gapapa deh ya kalo gue lanjutin. Indonesia adalah negara kepulauan yang tersusun
dari puluhan ribu pulau yang detailnya bisa lo cari sendiri di google. Sabang dan Merauke itu
dianggap bisa mewakili secara keseluruhan karena masing-masing berada di ujung barat dan timur
Indonesia. Kalau mau yang lebih lengkap, dari barat samapi tirmur dan selatan sampai utara,
mungkin bisa dengerin jingle mie Indonesia itu. Dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas
sampai pulau Rote. Indonesia tanah airku. Indomie selerakuuuuuuu~

Sebagai bangsa yang memiliki banyak pulau, tentu Indonesia juga terdiri dari berbagai suku yang
setiap sukunya memilki bahasa daerahnya masing-masing. Itulah mengapa diciptakan bahasa
Indonesia sebagai bahasa persatuan. Terus kenapa gue bahas itu? Gapapa sih biar keliatan keren
aja di alenia pembuka.

Di tulisan ini, gue mau berbagi pengetahuan soal bahasa yang digunakan masyarakat Sumsel
berdasarkan pengalaman gue tinggal di sana. Yang pertama harus lo ketahuin adalah; setiap daerah
di Sumatera Selatan memiliki bahasa daerahnya masing-masing. Jangankan kabupaten atau kota,
beda desa aja kadang udah beda bahasa. Oiya, satu lagi yang mendasar di sini pun di berbagai
daerah (kecuali di Jakarta dan kota-kota yang mulai tergerus keasliannya); gak ada yang ngomong
pake lo-gue, rata-rata aku-kamu atau menggunakan bahasa setempat. Sebagai seorang yang lama
tinggal di ibukota, awalnya gue begitu awkward untuk berbicara aku-kamu, terlebih dengan lawan
jenis. Tapi setelah empat tahun tinggal di sana dan sekarang kembali ke Jakarta, rasanya gue lebih
nyaman menggunakan aku-kamu saat berbicara. Lah tapi nulis ini masih pake gue-lo, gimana coba.
Ngg.... buat bahasa tulisan mungkin gue lebih nyaman begini, tapi kalo berbicara langsung lebih
suka pake aku-kamu kayanya. Biar lebih akrab gitu.

Oke balik lagi. Selama ini, kebanyakan orang tahunya Sumsel adalah Palembang, dengan
bahasanya; bahasa Palembang, padahal Sumsel itu bukan cuma Palembang dengan bahasanya, ada
banyak daerang yang juga memiliki bahasa ibunya, sebut saja bahasa ogan, bahasa komering,
bahasa pagaralam, dan beberapa bahasa daerah setempat yang rata-rata dihimpun dari bahasa
melayu. Nah kalo suka nonton Upin Ipin, akan ditemukan penggunaan beberapa kata yang mirip
atau bahkan sama dengan yang ada di sini.

Bahasa di Sumsel ini sebenernya mirip satu dengan yang lainnya, nah yang mirip itu biasanya juga
mirip dengan bahasa Indonesia, cuma diganti huruf vokalnya saja. "(di/ke) mana" dalam bahasa
Indonesia, akan menjadi "(di/ke) mano" di Palembang, dan menjadi "(di/ke) mane" di daerah
lainnya. "Iya", jika di Palembang akan menjadi "iyo", dan akan berbeda penyebutannya di
beberapa daerah, misalnya di kampung halaman gue, desa Mendala kabupaten Ogan Komering
Ulu, orang disana menyebut "iya" dengan "ao", lain lagi dengan salah satu desa di kabupaten Ogan
Komering Ilir, desa Sungai Lumpur, "iya" di sana adalah "ya'o".

Beberapa kata yang juga biasa digunakan sebagai imbuhan di penggunaan bahasa palembang dan
sekitarnya adalah "cak, mak"; "cak man(o/e)?", "mak man(o/e)?" yang berarti "bagaimana". Ada
juga "nak" yang artinya "mau", misal "nak kemano kamu ni?" = "mau kemana kamu".

Nih deh gue kasih beberapa kosakata dasar yang biasa digunakan sehari-hari di sana
idak / dide' / dekde = ngga
iyo / ao / yak'o = iya
katek = ga ada
usum = hompimpa
dem / sudem = sudah
payo = ayo
gawe = kerja
busuk = bau
pacak / biso = bisa
galak / nak = mau
jahat = jelek
umeh / nyai / ombay = nenek
ugok / pugok / yai / akas = kakek
kau / ngan / dengan = kamu
sikok = satu
selawe = dua puluh lima
kesa = pergi
bae / kian = saja
bebala = berkelahi
galo / gale = semua
merajuk = ngambek / marah
stop = semacam "kiri bang"-nya Jakarta
jingok = melihat
dulur / sanak = saudara
besak, kecik = besar, kecil
bongok / bange / buyan = bodoh
berapo, siapo = berapa, siapa
besabun = mencuci
wong = orang
...dan masih banyak banget yang lainnya.

Itu hanya sebagian kecil aja dari yang biasa gue temuin sehari-hari. Seperti yang udah gue sebutin
sebelumnya bahwa di Sumsel ini ada beberapa bahasa yang digunakan, bukan hanya bahasa
palembang.

Salah seorang temen yang asli keturunan Palembang pernah mengatakan ke gue bahwa bahasa
palembang yang ada sekarang sudah merupakan hasil campuran beberapa bahasa. Itulah mengapa
ada beberapa kata yang sama dengan bahasa jawa. Beda dari keduanya adalah pelafalan dan logat
berbicara. Cara orang Sumatera berbicara memang berbeda dengan orang Jawa. Ya, seperti halnya
yang tertanam selama ini bahwa orang Sumatera itu keras dan orang Jawa itu halus. Bahasa
Palembang asli itu lebih sulit untuk dingertiin, sama kaya kamu bahasa-bahasa di daerah yang
masih pedesaan gitu. Susah.
Gue yang udah empat tahun aja masih suka nanya kalo ada kata asing yang baru gue denger, haha.
Tapi kurang lebih gue ngerti kok apa yang diomongin, kesulitannya cuma pas lagi mau ngomong.
Bukan ga bisa. Bisa, ngerti. Cumaaaa, karena ga bisa logatnya. jadi agak aneh aja kedengerannya
pas gue yang ngomong. Gak diketawain sih, paling di laugh out loud-in doang (plus dicaci kalo
gue salah melafalkannya) sama temen-temen saya. Hih!

PROVINSI JAMBI

Rumah Adat Jambi

Rumah Adat Jambi – Provinsi Jambi adalah sebuah provinsi yang letaknya berada di Pulau
Sumatera. Suku yang mendiami provinsi Jambi adalah suku Batin. Suku ini merupakan suku
yang sedang mempertahankan adat istiadat yang diwariskan oleh nenek moyang mereka. Salah
satunya adalah rumah adat Jambi.
Rumah kajang leko yang tidak lain adalah rumah adat Jambi ini berasal dari 60 tumbi atau
keluarga yang pindah ke Koto Rayo. Arsitektur rumah kajang leko ini sangatlah unik. Sehingga
tidak heran jika rumah ini masih tetap dipertahankan hingga kini.
Gaya Arsitektur Rumah Adat Jambi
Rumah kajang leko memiliki gaya seperti rumah adat di Indonesia pada umumnya. Yaitu
berupa rumah panggung. Uniknya, rumah ini dibuat tinggi sehingga sangat bermanfaat ketika
banjir. Selain itu dengan desain tersebut dapat digunakan untuk menghindari dari serangan
musuh seperti binatang buas.
Konstruksi Rumah
Rumah ini di konsep oleh arsitektur Marga batin. Bentuknya persegi panjang dengan ukuran 12 x
9 meter. Bangunan ini berdiri dengan ditopang 30 tiang berukuran besar, dimana 24 merupakan
tiang utama dan 6 lagi merupakan tiang pelamban.
Untuk naik ke rumah panggung ini, kalian harus menaiki tangga. Rumah adat Jambi ini memiliki
dua tangga. Di sebelah kanan sebagai tangga utama dan sebelah kiri merupakan tangga penteh.
Konstruksi bagian atap dari rumah adat ini sangat unik. Bagaimana tidak, atapnya diberi nama
“gajah mabuk” sesuai dengan nama pembuat desain. Bubungan atapnya seperti perahu dengan
ujung atas melengkung dan terbuat dari anyaman ijuk. Lengkungan ini disebut potong jerambah
atau lipat kajang. Dinding rumah kajang leko sangatlah elok, karena terbuat dari kayu dengan
hiasan ukiran yang cantiK.

Di bagian langit-langit, terdapat material yang disebut tebar layar. Tebar layar ini merupakan
plafon yang memisahkan antara ruangan loteng dengan ruangan di bawahnya. Ruang loteng ini
sering digunakan sebagai ruang penyimpanan. Untuk menuju ke ruangan ini, menggunakan
tangga patetah.
Pakaian Adat Jambi

Pakaian Adat Jambi – Indonesia merupakan sebuah Negara yang memiliki beragam suku
bangsa. Dengan berbagai suku bangsa ini, tentunya Indonesia juga kaya akan keberagaman
kebudayaan yang unik dan menarik. Mulai dari tariannya, adat istiadat, musik, dan juga pakaian
serta bahasa. Seluruh suku di Indonesia memiliki ciri khas budayanya masing-masing. Terutama
daerah Jambi. Untuk penjelasan lengkapnya adalah sebagai berikut.
Nama Baju Adat Jambi:
Untuk pakaian adat Jambi, ada beberapa jenis pakaian yang ada. Dari segi fungsinya, Jambi
memiliki dua jenis fungsi pakaian adat yakni pakaian adat sehari-hari dan pakaian adat resmi
yang biasa dikenakan dalam acara-acara khusus. Untuk pakaian sehari-hari, biasanya masyarakat
Jambi akan mengenakan pakaian yang sederhana dan tidak mencolok dibandingkan dengan
pakaian resminya.
Untuk baju adat Jambi anak sebenarnya tidak jauh berbeda dengan baju adat Jambi untuk
dewasa. Yang membedakannya hanyalah beberapa sentuhan dan warna-warna yang biasanya
disesuaikan dengan usia anak-anak yang senang dengan warna cerah dan warna -Warni.
Pada baju adat Jambi untuk sehari-hari memang tidak terlalu terlihat perbedaan yang mencolok,
keduanya memang hampir sama. Perbedaan yang lebih mencolok biasanya terlihat pada pakaian
adat untuk acara resmi yang memiliki sentuhan warna dan aksesoris yang berbeda-beda.
Keunikan Pakaian Adat Jambi
Setelah sedikit mengenal pakaian adat untuk sehari-hari, kini saatnya Anda mengetahui keunikan
pakaian adat Jambi resmi yang sangat kental dengan sentuhan budaya Melayu. Untuk lebih
jelasnya, berikut adalah nama pakaian adat Jambi dan keunikan baju adat Jambi yang biasa
dikenakan pada acara-acara adat atau acara resmi di daerah Jambi.
Pakaian Adat Jambi Wanita.
@fitinline
Untuk baju adat Jambi wanita biasanya terkenal dengan baju kurung. Baju jenis ini merupakan
pakaian adat yang terbuat dari kain beludru. Lalu, biasanya akan dilengkapi dengan selendang,
ikat pinggang, teratai dada atau tutup dada, dan juga pending. Pada bagian bawah, seorang
wanita Jambi biasanya akan mengenakan selendang dan sarung songket merah yang ditenun dari
benang sutra. Dan tak lupa sandal selop sebagai alas kaki. Untuk wanita Jambi biasanya
menggunakan penutup kepala atau mahkota sebagai perhiasan kepala. Mahkota ini disebut
pesangkon yang memiliki warna kuning dan berbentuk seperti duri pandan.
Baca juga: Pakaian Adat Batak
Sebagai penggenap baju adat Jambi modern, wanita Jambi juga akan dilengkapi dengan beberapa
perhiasan tambahan yang sangat khas. Adapun beberapa aksesoris yang disematkan pada
pakaiannya seperti, gelang, anting, cincin, dan juga kalung. Untuk gelang terdiri ada gelang
tangan dan juga gelang kaki.
Untuk gelang tangan memiliki 4 jenis, seperti gelang buku beban, gelang kano, gelang kilat
bahu, dan gelang ceper. Sedangkan pada gelang kaki, memakai gelang Nago Betapo dan gelang
ular melingkar. Untuk bagian anting dan cincin, masing-masing terdiri dari dua macam. Lalu,
akan ada tiga jenis kalung yang dikenakan, yakni kalung rantai Sembilan, kalung jayo, dan juga
kalung tapak.
Saat ini, jenis pakaian yang satu ini biasanya dikenakan pada saat upacara sakral seperti
pernikahan. Yang menjadi ciri khas pada pakaian adat ini adalah warna dan sentuhan kain
songket yang menjadi khas tersendiri.
Warna yang terdapat pada baju adat Jambi wanita adalah merah. Warna merah lebih dominan
pada
pakaiannya, sedangkan warna emas berasal dari aksesoris dan pelengkap. Tak jarang, untuk
pengantin wanita diberikan rangkaian bunga berwarna putih dengan bunga mawar merah yang
disematkan pada bagian belakang telinga sebelah kanannya.
Pakaian Adat Jambi Pria
@retci angralia
Setelah mengetahui baju adat Jambi wanita, belum lengkap jika Anda masih belum mengenal
pakaian adat pria Jambi. Sebenarnya, pakaian yang digunakan tidak jauh berbeda dengan pakaian
adat wanita. Pada pakaian pria biasanya juga menggunakan baju kurung tanggung dengan lengan
yang berukuran sedang. Baju kurung untuk pria memiliki panjang lengan yang hanya sampai
siku saja. Oleh karena itu, baju kurung pria juga disebut sebagai baju kurung tanggung.
Di balik model baju adat ini ternyata memiliki makna tersendiri. Dengan pakaian lengan
tanggung, diharapkan bahwa pria Jambi akan lebih cekatan dan lebih tangkas saat bekerja. Sama
halnya dengan baju kurung wanita Jambi, baju kurung tanggung ini juga terbuat dari bahan
beludru dengan tambahan dari benang emas yang membentuk motif kembang bertabur, melayu,
pucuk rebung dan juga kembang berangkai. Ternyata penggunaan benang emas ini bukan tanpa
alasan belaka. Warna emas dilambangkan sebagai kesuburan dan juga kekayaan.
Baju adat Jambi pria juga dilengkapi dengan perhiasan dengan sentuhan yang senada dengan
yang dimiliki oleh baju adat wanita. Jika wanita Jambi mengenakan sebuah pesangkon, maka
pria Jambi akan mengenakan lacak sebagai penutup kepalanya. Lacak ini terbuat dari kain
beludru merah yang senada dengan baju kurung yang digunakan. Bentuknya harus tegak
sehingga harus dipasangkan kertas karton di dalamnya.
Lecak ini dilengkapi dengan flora yang merupakan Bungo runci dan tali runci. Sedangkan untuk
alas kaki pria tidak jauh berbeda dengan yang dimiliki wanita, yakni sandal selop warna hitam.
Jika disandingkan sebenarnya memang tidak jauh berbeda antara pakaian wanita dan pakaian
pria. Yang membedakannya hanyalah sentuhan aksesoris yang digunakannya saja.
Tak hanya hiasan pada kepala saja, baju adat Jambi untuk laki-laki juga dilengkapi dengan
beberapa aksesoris. Pada bagian pinggang disematkan selendang dengan rumbai-rumbai pada
bagian ujung dan disatukan dengan pending yang merupakan rantai logam sebagai sabuk
pengikat. Lalu, sebuah keris juga disematkan pada bagian perut yang merupakan simbol
kebesaran.
Tak hanya wanita yang mengenakan gelang, tetapi pria Jambi juga memiliki gelang sebagai
pelengkap yang disebut sebagai gelang kilat bahu. Gelang ini adalah gelang logam yang
memiliki lukisan naga kuning. Naga kuning mempunyai arti jika sang lelaki telah diberi
kekuasaan.
Dari penjelasan di atas, tentunya Anda sudah sedikit mengenal dan memiliki gambaran tentang
pakaian adat Jambi. Baju kurung merupakan sebuah baju adat Jambi yang dikenakan baik oleh
pria maupun wanita. Namun, keduanya memiliki perbedaan bentuk seperti yang sudah dijelaskan
diatas.
Biasanya pakaian adat Jambi memiliki warna merah sebagai warna dasar dan sentuhan warna
emas sebagai aksesoris atau sentuhan pada pakaian adatnya. Selain warna merah, Anda juga bisa
menemukan perpaduan antara warna merah muda dan juga hijau muda untuk pakaian adat dari
Jambi. Sebenarnya, seiring waktu berjalan baju adat Jambi memiliki warna yang lebih bervariasi
dan beragam namun juga tidak meninggalkan aksesoris logam emas yang memiliki makna
tersendiri.
Itulah beberapa penjelasan tentang pakaian adat Jambi. Semoga artikel ini bermanfaat dan
menambah wawasan kalian tentang kebudayaan Indonesia.

Tari Sekapur Sirih


Tari Sekapur Sirih

Tari Sekapur Sirih adalah tarian selamat datang kepada tamu-tamu besar. Tarian sekapur sirih
diciptakan oleh Firdaus Chatab di tahun 1962. Pada tahun 1967, tarian ini kemudian ditata ulang
oleh OK Hendri BBA. Tari Sekapur Sirih mendeskripsikan sebuah perasaan lapang dan terbuka
yang dimiliki masyarakat Jambi terhadap tamu yang berkunjung ke daerah mereka.
Jumlah para penari dalam tarian ini adalah 9 orang penari perempuan dan 3 orang penari laki-
laki. Para penari tersebut diantanya adalah 1 (satu) orang sebagai pemegang payung, 2 (dua)
orang sebagai pengawal, dan sisanya menari. Sayangnya, saat ini antusiasme warga terhadap
tarian sekapur sirih berkurang. Hal ini terlihat dari jumlah penari yang menyusut, yaitu
berjumlah 6 (enam) orang, 1(satu) orang penari laki-laki yang bertugas membawa cerano dan
sisanya penari perempuan.
Sebenarnya nama atau istilah dari tari sekapur sirih ini cukup beragam, sama beragamnya dengan
varian tarian ini, salah satunya tari Penyambutan. Awalnya, tari sekapur sirih ini disebut tarian
persembahan, kemudian mengalami beberapa perubahan, sehingga menjadi Tari Penyambutan.
Bedanya dengan tari sekapur sirih adalah bahwa tari Penyambutan ini merupakan tari kreasi baru
yang diatur sedekat mungkin dengan Tari Kejei. Jumlah penari dalam tarian ini dapat
disesuaikan dengan tempat, bisa putra bisa putri, dan bisa juga berpasangan

Bahasa[sunting | sunting sumber]


Suku Melayu Jambi dalam kehidupan sehari-hari sebagian besar menggunakan Bahasa Melayu
Jambi atau masyarakat jambi sering menyebut dengan Baso Jambi, yang masih satu rumpun
dengan bahasa melayu lainnya di nusantara yakni rumpun bahasa Austronesia, bahasa melayu
jambi sendiri terkenal dengan dialek "O" nya mirip dengan Bahasa Melayu
Palembang dan Bahasa Bengkulu yang sama-sama berdialek "O".
bahasa Jambi memiliki beberapa bahasa turunan seperti bahasa Melayu Kuala Tungkal
(berakhiran e), bahasa Kubu/Rimba (Suku Anak Dalam) dan bahasa Kerinci. Bahasa-bahasa
tersebut masih terbagi lagi atas berbagai dialek. Di kota Bangko sendiri terdapat beberapa dialek
bahasa Bangko. Berbeda desa bisa berbeda dialek.
Contoh kata dalam bahasa Melayu Jambi:
Saya (dalam Bahasa Indonesia) menjadi Sayo (dalam bahasa Melayu Jambi)
Kemana (dalam Bahasa Indonesia) Menjadi Kemano (dalam Bahasa Melayu Jambi)
Apa (dalam Bahasa Indonesia) menjadi Apo (dalam Bahasa Melayu Jambi)
Angka Dalam Bahasa Melayu Jambi:
Satu = Sikok
Dua = Duo
Tiga = Tigo
Empat = Empat
Lima = Limo
Enam = Enam
Tujuh = Tojo
Delapan = Lapan
Sembilan = Sembilan
Sepuluh = Sepolo dan seterusUSNYA
Kehidupan orang Melayu Jambi sekarang masih dapat dilihat dari pengelompokan suku atau
kalbu, yaitu pengelompokan sosial yang erat hubungannya dengan Kesultanan Jambi dulu.
Jumlah kalbu yang masih tersisa ada dua belas,
yaitu Jebus, Pemayung, Maro Sebo, Awin, Petajin, Suku Tujuh
Koto, Mentong, Panagan, Serdadu, Kebalen, Aur Hitam dan Pinokowan Tengah.
Lingkungan kesatuan hidup setempatnya yang terkecil disebut dusun, sekarang setingkat dengan
desa. Setiap dusun mempunyai nama berdasarkan ciri-ciri fisiknya. Ada dusun yang bernama
Teluk Leban, karena terletak di teluk yang ditumbuhi pohon kayu leban. Ada yang dinamakan
Rantau Panjang karena terletak di sebuah rantau (daratan) yang panjang. Pemimpinnya disebut
penghulu dusun. Selanjutnya masing-masing dusun dikendalikan oleh marga yang dipimpin oleh
seorang pesirah. Marga adalah wilayah adat dari orang-orang yang merasa masih satu asal nenek
moyang, atau karena adanya ikatan persekutuan kekerabatan pada masa dulu.
Dalam masyarakat Suku Melayu Jambi masih tampak sisa-sisa pelapisan sosial lama, ditandai
oleh adanya golongan bangsawan yang berasal dari keturunan raja-raja zaman dulu, yaitu mereka
yang bergelar Raden, Sayid, atau Kemas. Golongan menengah adalah para saudagar besar,
pemilik perkebunan. Rakyat banyak biasanya menyebut diri orang Kecik (orang kecil). Sistem
pelapisan sosial seperti ini semakin lama makin berubah. Orang Melayu Jambi hidup dalam
rumah tangga keluarga inti monogami dengan prinsip garis keturunan yang bilateral. Pilihan
jodoh cenderung untuk endogami dusun.

PROVINSI BENGKULU

Rumah Adat Bengkulu

Rumah Adat Bengkulu – Warisan arsitektur Indonesia memang beragam, unik dan memiliki
filosofi masing-masing. Salah satu warisan arsitektur tradisional Indonesia adalah rumah adat
yang berasal dari provinsi yang terletak di barat daya pulau sumatra ini.
Rumah adat Bengkulu bernama rumah “Bumbungan Tinggi”, tetapi oleh masyarakat Bengkulu
lebih sering disebut rumah “Bubungan Lima”.Secara umum bangunan rumah adat Bengkulu
merupakan rumah panggung yang ditopang oleh beberapa tiang.
Nama “Bubungan Lima” diambil dari bentuk atap rumah tersebut. Selain “Bubungan Lima”,
rumah adat Bengkulu ini sering juga dikenal dengan nama rumah “Bubungan Haji”, “Bubungan
Limas” dan juga “Bubungan Jembatan”.
Rumah unik nan cantik dari bumi raflesia ini memang menarik untuk dipelajari, mulai dari
struktur bangunannya yang unik, filosofi, hingga fungsi bangunan.
Provinsi Bengkulu merupakan daerah yang terletak di jalur gempa, sehingga desain rumah adat
bengkulu disesuaikan dengan kondisi tersebut. Rumah Bubungan Lima merupakan rumah
panggung dan di desain untuk tahan terhadap goncangan gempa.
Desain tahan gempa ini dapat diamati dari adanya 15 buah tiang dengan tingginya mencapai 1,8
meter. Tiang-tiang penyangga tersebut ditumpangkan ke atas batu datar yang besar. Fungsi dari
batu datar ini adalah untuk meredam goncangan gempa. Selain itu, penggunaan batu datar
tersebut juga untuk mencegah lapuknya tiang.
Umumnya rumah cantik dan tahan gempa ini terbuat dari kayu kemuning atau dikenal dengan
kayu balam. Karakter kayu balam yang lentur namun tahan hingga ratusan tahun membuat kayu
ini dipilih sebagai material utama rumah.
Bagian lantai rumah terbuat dari papan yang telah diserut dengan halus. Bagian atap rumah
Bubung Lima terbuat dari ijuk pohon enau atau bisa juga sirap. Pada bagian depa rumah terdapat
tangga. Jumlah anak tangganya harus selalu ganjil, hal ini berkaitan dengan kepercayaan
masyarakat setempat.
1. Bagian Atas
Bagian atas rumah Bubungan Lima merupakan atap yang terbuat dari ijuk atau bambu. Namun,
dalam perkembangannya sudah banyak juga yang menggunakan seng sebagai atap. Pecu atau
pelapon rumah ini terbuat dari papan tetapi ada juga yang menggunakan pelupuh bambu. Balok-
balok kayu yang menghubungkan bagian atas dengan rumah dinamakan peran. Kasau yang
menempel dengan kap, berfungsi sebagai tempat menempelnya atap.
2. Bagian Tengah
Pada bagian tengah bangunan ini terdiri dari kosen atau kerangka rumah yang terbuat dari kayu
balam. Dinding terbuat dari papan atau ada juga yang menggunakan pelupuh. Jendela ada yang
berbentuk ram atau biasa. Tulusi atau lubang angin umumnya terletak di bagian atas jendela atau
pintu.
Tiang penjuru, tiang penjuru halaman dan tiang tengah. Terdapat juga bendok atau balok yang
melentang di sepanjang dinding menghubungkan antar tiang sudut rumah.
3. Bagian Bawah
Pada bagian bawah rumah Bubungan Lima terdapat lainnya yang terbuat dari papan, pelupuh
datau juga bilah bambu. Geladan yang terdiri dari 8 papan dim dengan lebar 50 cm, dipasang di
sepanjang dinding luar atas balok.
Kijing, merupakan penutup balok yang terletak di pinggir luar sepanjang dinding rumah. Tilan,
yakni balok berukuran sedang yang berfungsi sebagai tempat menempelnya lantai. Pada papan
lantai terdapat juga Bidani yang dibuat dari bambu tebal yang dipasang melintang di papan
lantai.
Fungsinya adalah untuk menahan serangan musuh atau hewan liar dari bawah rumah. Pelupuh
kamar tidur, disusun sejajar dengan papan lantai. Lapik tiang yang merupakan batu datar sebagai
pondasi tiap tiang rumah. Tangga depan dan tangga depan dengan jumlah anak tangga yang
ganjil.
Pakaian Adat Bengkulu

 Pakaian adat Laki-laki BengkuluPada kaum laki-laki Bengkulu mereka menggunakan pakaian
adat yang terdiri dari jas, celana panjang, dengan alas kaki dan juga disertai dengan penutup
kepala yang sering disebut juga dengan nama Detar.
Selain itu juga mereka menggunakan sarung. Songket yang ditenun menggunakan motif emas
yang disebut juga dengan sarung segantung.
Bukan hanya itu saja, laki-laki Bengkulu juga menggunakan beberapa hiasan gelang di
tangannya dan juga sebilah keris yang merupakan senjata tradisional sebagai sarana
perlindungan diri.
 Pakaian adat perempuan BengkuluNah, untuk pakaian adat bagi perempuan Bengkulu ini
biasanya mempunyai kesamaan dengan pakaian adat Melayu.
Pakaian adat tersebut yaitu berupa baju kurung lengan panjang yang dibuat dari kain beludru.
Bau kurung ini dihiasi dengan motif saluman emas yang berbentuk bulat-bulat seperti layaknya
lempengan uang logam.
Warna yang paling biasa digunakan adalah warna merah tua, lembayung biru, dan warna hitam.
Sedangkan untuk bawahannya menggunakan kain songket berbahan sutera yang dihiasi dengan
motif emas.
Pakaian adat untuk perempuan ini juga menggunakan aksesoris seperti konde, anting atau
giwang emas yang berukuran lumayan besar, dan menggunakan mahkota hiasan kembang
goyang yang disematkan di atas konde.
Bukan hanya itu saja masyarakat Bengkulu yang terdiri dari beragam suku, dan masing-masing
suku tersebut memiliki pakaian adat sendiri-sendiri.
Bahkan pakaian adat Bengkulu juga dibedakan atas pakaian sehari-hari dan juga pakaian upacara
adat. Dan berikut Pakaian adat tersebut.
Baca Juga Pakaian Adat Bali Lengkap Beserta Penjelasannya
1. Pakaian Adat Sehari-hari Masyarakat Bengkulu
source: ragam.cahunnes.com
Pakaian yang sering digunakan oleh masyarakat Bengkulu dalam kesehariannya biasanya
menggunakan kemeja, celana panjang dan penutup kepala khas Bengkulu atau peci atau kopiah.
Sedangkan para wanita menggunakan baju kebaya khas Bengkulu dan ada juga yang memakai
kerudung. Pakaian ini juga dilengkapi dengan alas kaki dari kayu atau terompah, sandal, selop,
atau sepatu.
Untuk penutup kepalanya menggunakan topi, kopiah songkok, atau ikat kepala (destar). Namun
pakaian untuk upacara setiap suku di Bengkulu itu berbeda-beda. Dan hal tersebut disebabkan oleh
kepercayaan dan ritual adat yang tidak sama.
2. Pakaian Adat Pengantin Suku Rejang Bengkulu
source: tatacarapinangansukurejang.blogspot.com
Pakaian pengantin adat suku Rejang ini disebut juga dengan busana pengantin bersanding rejang.
Pakaian ini terdiri atas pakaian pengantin laki-laki dan pengantin perempuan.
Untuk pengantin perempuan memakai tepung dan kembang, baju bertabur, kain sulam benang
emas, dan juga sandal berwarna hitam.
Dengan dahi berhias tapak sangko burung merak, dan bahu diberi bentuk teratai. Dan hiasan
lainnya berupa kalung sebagai hiasan dada, pening sebagai hiasan pinggang, juga lengan memakai
gelang keroncong.
Sedangkan pengantin Laki-laki memakai baju kemeja putih dan jas, saku berantai emas, selendang
bersulam emas dan destar adat dari kain songket.
Pengantin laki-laki ini juga memegang keris berkain songket benang emas sebagai hiasan. Dan
kedua pengantin ini memakai alas kaki berupa sepatu atau sandal.
Baca Juga: Pakaian Adat Papua Lengkap Beserta Penjelasannya
3. Pakaian Adat Pengantin Suku Pasemah Bengkulu
source: Bajutradisionals.com
Pakaian adat pengantin suku Pasemah ini terdiri atas pakaian adat pengantin pria dan wanita. Pada
pakaian adat pengantin pria menggunakan kemeja putih, dasi, jas, celana panjang, yang diberi
sarung lipat, dan sandal juga menggunakan destar atau topi kerucut gaya Pasemah.
Sedangkan pada pengantin wanitanya itu menggunakan kebaya panjang bertabur, kain bedompak
dan sandal manik, menggunakan hiasan kepala singal, kembang goyang, tekko atau kalung, gelang
dan pending.
Untuk bahan baku pembuatan pakaian sehari-harinya pakaian ini menggunakan kulit kayu, kulit
pohon terok, serat goni, kulit binatang, katun, atau sejenis tekstil lainnya.
Berbeda dengan bahan untuk pakaian adatnya, yaitu terdiri dari belurdru, sutra, dompak, kain
benang emas, atau katun. Dan sebagai bentuk perhiasannya terbentuk ari emas, perak, tembaga,
dan juga kuningan.
4. Pakaian Adat pengantin Suku Melayu Bengkulu
source: Bajutradisionals.com
Pakaian adat pengantin suku Melayu ini terdiri atas pakaian pengantin pria dan juga pakaian
pengantin wanita.
Untuk pakaian pengantin wanita ini terdiri atas lecap benang, kebaya panjang bertabur, kain
glamor dan gelang, dan juga menggunakan singal atau perhiasan kepala mahkota.
Pengantin wanita ini juga memakai hiasan berupa kalung dan gelang, serta sepatu dengan kaos
kaki sebagai alas kakinya.
Sedangkan untuk yang pengantin pria memakai baju bertabur, sarung lipat, celana bertabur,sampai
lutut, dan memakai songkok atau mahkota juga sunting.
Untuk pengantin pria ini menggunakan beberapa perhiasan seperti hiasan dada berupa
kalung sribun dan emping, hiasan pinggang bentuk pending, dengan gelang dan keris, juga
memakai kaos kaki dan sepatu.
Baca Juga: Pakaian Adat Sunda Lengkap Beserta Penjelasannya
5. Kain Berusek dan Kain Kaganga Khas Bengkulu

source: www.slideshare.net
Kain berusek dan kain kaganga ini merupakan kain khas dari Bengkulu yang dikenal sebagai
penghasil kerajinan batik tradisional yang terkenal dengan nama batik basurek.
Batik khas dari Bengkulu ini merupakan batik yang bermotif kaligrafi huruf arab. Batik dengan
motif potongan ayat suci al-quran ini membuatnya begitu sakral dan tidak boleh sembarangan saat
memakainya.
Untuk memakai batik basurek ini hanya di perkenankan untuk menutupi tubuh bagian atas sebagai
ikat kepala, alas bayi saat upacara cukur rambut, dan juga sebagai penutup jenazah.
Bukan hanya itu saja, kain basurek ini juga tidak diperkenankan di pakai untuk hal yang lainnya.
Selain batik basurek ini Provinsi Bengkulu memiliki varian batik lainnya yang dikenal dengan
nama batik kaganga. Dan batik ini terinspirasi dari batik basurek yang diciptakan oleh masyarakat
suku Rejang.
Batik ini juga merupakan batik tulis yang bermotif aksara kaganga, aksara asli dari suku Rejang.
Batik ini juga cenderung luwes dari penggunaannya karena menggunakan aksara kaganga yang
sering pula dipadukan dengan motif bunga raflesia atau motif burung walet.
Nah, itulah pembahasan kali ini mengenai pakaian adat Bengkulu. Yang mana pakaian ini juga
terdiri dari pakaian adat yang di pakai sehari-hari dan juga pakaian adat yang di pakai pada saat
acara penting. Seperti upacara pernikahan dan lainnya.
Semoga dengan adanya artikel ini bisa memberikan manfaat dan memberikan wawasan yang lebih
luas lagi
Tari Kejei.

@marpencamiken.blogspot.com
Tari Kejei berasal dari daerah Rejang Lebong, Bengkulu. Tarian ini masih dianggap sakral oleh
masyarakat. Penari terdiri dari lelaki perjaka dan wanita yang masih suci. Tari ini biasa
digunakan ketika acara ritual dan acara adat setempat. Masyarakat masih meyakini jika tarian ini
mengandung mistis.
Tarian ini terdiri dari beberapa penari, biasanya dalam bentuk kelompok. Mereka membentuk
lingkaran yang saling berhadapan dan menari mengikuti iringan musik. Ciri khas dari musik
yang mengiringi tarian berasal dari alat musik bambu seperti gong, kolintang, dan seruling.
Tak seperti tari lainnya, tari ini harus disertai pemotongan kerbau atau sapi. Oleh karena itu,
hanya keluarga yang mampu biasanya mengadakan ada dengan tarian ini. Beberapa ketentuan
tarian Kejei yaitu, pelaksanaan minimal 3 hari berturut-turut, marga tuan rumah harus
mengundang marga lain dan melayani tamu dengan sebaik-baiknya.

TRADISI OPOI mALEM Likua" dan "Api Jagau" di Bengkulu Kompas.com - 22/06/2017,
16:05 WIB BAGIKAN
Komentar Batok kelapa yang dibakar di Bengkulu dalam Masyarakat Suku Jerang dinamakan
Opoi Malem Likua. Masyarakat. "Kalau kepercayaan masyarakat Rejang pada malam ke 27
Ramadhan merupakan kembalinya arwah keluarga yang sudah meninggal ke rumah, obor
sebagai penanda bahwa itu rumah keluarga, agar arwah tidak tersesat," cerita Arafik. Hampir
sama dengan kepercayaan masyarakat Rejang, masyarakat Serawai menganggap Api Jagau
merupakan suatu kegiatan yang telah dilakukan sejak lama dan menjadi bagian dari kehidupan
masyarakat. Tradisi diwariskan dari generasi ke generasi selanjutnya dengan cara tertulis dan
lisan. Tradisi Api Jagau merupakan salah satu warisan budaya Suku Serawai di Bengkulu dalam
rangka penyambutan datangnya Idul Fitri. (BACA: 4 Rekomendasi Wisata Museum di Jakarta
untuk Bulan Ramadhan) Tradisi ini merupakan sebuah ritual dengan membakar batok kelapa
yang disusun vertikal menyerupai sate dengan ketinggian hingga 1,5 meter. Konon ritual ini
dilakukan sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT dan pemberian doa kepada arwah
leluhur agar tenteram. Api Jagau merupakan tradisi tahunan yang diselenggarakan setiap malam
27 Ramadan. Suku Serawai melaksanakan tradisi Api Jagau di luar pagar halaman rumah.
Tradisi ini dilakukan serentak oleh masyarakat seusai Magrib. Pembakaran batok kelapa
membuat kampung diselimuti asap dari hasil pembakaran tersebut, sehingga menimbulkan kesan
magis dan eksotis. Tradisi ini merupakan bentuk penyambutan warga atas kedatangan para
arwah leluhur. Mereka meyakini setiap tanggal 27 Ramadhan para roh akan turun ke bumi guna
menjenguk keluarga yang masih hidup. 'Api Jagau' dipercaya mampu menerangi perjalanan para
roh

Bahasa sehari-hari di Bengkulu :


1.Penyebutan : Ambo, Sayo, Aku, Kau, Tobo iko, Ayuk, Uwak, Gaek Lanang dan Gaek
Tino, Datuk.
“Ambo, Sayo, Aku” itu penyebutan sehari-hari untuk “saya” tapi disini sudah tampak jelas kata
“Sayo” lebih sopan dibanding Ambo dan Aku itu buat sehari-hari saat cerita sama orang
misalnya.
“Kau” ini untuk kondisi kita mau nyebut orang lain yang setara atau memang sudah akrab dan
saya dulu selama masih di Jawa panggilan ini terkesan kasar sedangkan disini sudah biasa.
Untuk lebih halusnya penyebutan “Kau” ganti dengan “Awak”.
“Tobo iko” artinya “orang itu” kalau kita mau menyebut si A tanpa sebut namanya.
“Ayuk” itu kakak perempuan atau seorang perempuan yang dituakan. Paling sering saya pakai
kalau pas belanja.
“Uwak” ini saya sebenernya masih bingung karena bisa digunakan untuk memanggil orang yang
sudah lebih tua dari kita baik perempuan atau laki-laki dan lebih banyak memanggil dengan
sebutan “Wak”.
“Gaek” itu maksudnya orang tua kita. Kalo maksudnya ayah kita ya “Gaek lanang” kalau
maksudnya ibu kita ya “Gaek Tino” tapi saya jarang pakai ini.
“Datuk” ini penyebutan untuk kakek. Ada lagi kata “Puyang” tapi saya masih belum paham ini
untuk penyebutan nenek atau nenek buyut.
Ini masih sederhana karena akan ada lagi semisal sebutan : Ucok (setara dengan bang atau mas),
butet, dll dan saya pusing horeeee….! Maaf kembali ke topik ya. Kalau ketahuan seseorang asli
Jawa ya biasa dipanggil Bude, Pakde, Mas, Mbak.
2. Mampirlah kuday
Ini basa basi khas yang intinya kita diminta main dulu ke rumah dia alias berkunjung ke rumah
dia. Mau beneran diturutin atau nggak saya rasa nggak masalah kok. Bisa juga dipakai pada
kalimat lainnya “Coba kuday” dsb karena kata “kuday” artinya “dulu”.
3. Kata Tanya : Siapo? Dimano? Berapo?Apo?Napo?
Perasaan pake “O” semua ya hahaha tapi ini masih lebih mudah dipahami karena sama dengan
Bahasa Indonesia cuma diganti “O” aja belakangnya.
4. Penyebutan Angka
Siko (tapi banyak yang menyebut satu), duo, tigo, empat, limo, enam, tujuh, delapan, sembilan,
sepuluh. Penyebutan bilangan biasa sih tapi ada juga yang seperti ini : Limo belek (15), enam
belek (16) (bukan belek penyakit mata) entah ya saya dengarnya begitu. Saya sempat heran
suami pernah bilang “selawe” yang artinya 25 dan sama dengan kata dalam Bahasa Jawa dengan
arti yang sama.
5. Au, Idak, Segalonyo, Siko (menunjuk dimana suatu benda berada), Basing
“Au” bukan angkatan udara lho ya. Ini digunakan semisal kita sedang memberi tahu informasi
kepada seseorang dan dia menjawab “Au” artinya “iya saya tahu”.
“Idak” kalau di Bahasa Indonesia artinya “Tidak” kalau di Bahasa Bengkulu “T” nya
dihilangkan

Anda mungkin juga menyukai