Anda di halaman 1dari 9

Kliping keragaman suku bugis

Disusun
O
L
E
H
Rizqy Wahyu Fitrah
XI MIA 10

SMAN 1 MEDAN
Suku Bugis
Suku Bugis merupakan kelompok etnik dengan wilayah asal Sulawesi Selatan.
Penciri utama kelompok etnik ini adalah bahasa dan adat-istiadat, sehingga
pendatang Melayu dan Minangkabau yang merantau ke Sulawesi sejak abad ke-
15 sebagai tenaga administrasi dan pedagang di Kerajaan Gowa dan telah
terakulturasi, juga dikategorikan sebagai orang Bugis.[3] Berdasarkan sensus
penduduk Indonesia tahun 2000, populasi orang Bugis sebanyak sekitar enam juta
jiwa. Kini orang-orang Bugis menyebar pula di berbagai provinsi Indonesia, seperti
Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Papua, DKI Jakarta, Kalimantan Timur,
Kalimantan Selatan, Jambi, Riau, dan Kepulauan Riau. Disamping itu orang-orang
Bugis juga banyak ditemukan di Malaysia dan Singapura yang telah beranak pinak
dan keturunannya telah menjadi bagian dari negara tersebut. Karena jiwa
perantau dari masyarakat Bugis, maka orang-orang Bugis sangat banyak yang
pergi merantau ke mancanegara.

A. Awal mula

Bugis adalah suku yang tergolong ke dalam suku-suku Melayu Deutero. Masuk
ke Nusantara setelah gelombang migrasi pertama dari daratan Asia tepatnya
Yunan. Kata "Bugis" berasal dari kata To Ugi, yang berarti orang Bugis. Penamaan
"ugi" merujuk pada raja pertama kerajaan Cina yang terdapat di Pammana,
Kabupaten Wajo saat ini, yaitu La Sattumpugi. Ketika rakyat La Sattumpugi
menamakan dirinya, maka mereka merujuk pada raja mereka. Mereka menjuluki
dirinya sebagai To Ugi atau orang-orang atau pengikut dari La Sattumpugi. La
Sattumpugi adalah ayah dari We Cudai dan bersaudara dengan Batara Lattu, ayah
dari Sawerigading. Sawerigading sendiri adalah suami dari We Cudai dan
melahirkan beberapa anak termasuk La Galigo yang membuat karya sastra terbesar
di dunia dengan jumlah kurang lebih 9000 halaman folio. Sawerigading Opunna
Ware (Yang dipertuan di Ware) adalah kisah yang tertuang dalam karya sastra I La
Galigo dalam tradisi masyarakat Bugis. Kisah Sawerigading juga dikenal dalam
tradisi masyarakat Luwuk, Kaili, Gorontalo dan beberapa tradisi lain di Sulawesi
seperti Buton.
B. Kepercayaan

Saat ini mayoritas orang Bugis menganut agama Islam (sekitar 99%). Islamisasi
masyarakat Bugis telah mengakar kuat, walau masih ada sebagian kecil masyarakat
yang menganut kepercayaan tradisional Tolotang yang jumlahnya sekitar sebanyak
15 ribu jiwa dan tinggal di wilayah Sidenreng Rappang. Sebelum Islamisasi
masyarakat Bugis, telah ada sebagian masyarakat yang menganut agama Kristen
abad ke 16 yang dibawa oleh Portugis. Saat ini masih ada komunitas penganut
Kristen di daerah Soppeng namun jumlahnya hanya sekitar 5 ribu jiwa. Pada abad
ke-17, penyebaran Islam yang dibawa oleh para pendakwah dari tanah Melayu dan
Minangkabau membuat banyak masyarakat penganut Kristen dan Tolotang masuk
Islam sehingga Islam menyebar luas di tanah Bugis dan Makassar.

C.Perkawinan

Orang Bugis memandang perkawinan sebagai suatu upacara adat yang bertujuan
untuk menyatukan hubungan kekeluargaan antara dua keluarga besar menjadi
semakin erat. Perkawinan tidak dianggap sebatas menyatukan dua mempelai dalam
hubungan suami-istri, melainkan mendekatkan hubungan keluarga yang sudah
jauh. Pandangan ini membuat orang Bugis memilih perkawinan antara keluarga
dekat, karena mereka sudah saling mengenal sebelumnya.

D. Tradisi

1. Sigajang Leleng Lipa

Sigajang Laleng Lipa, merupakan tradisi yang dijalani kaum lelaki Bugis saat
menyelesaikan masalah. Tradisi tersebut berupa pertarungan antar dua laki-
laki, namun dilakukan di dalam sarung. Tradisi ini dilakukan pada masa
kerajaan Bugis dahulu, dan ini merupakan upaya terakhir menyelesaikan suatu
masalah adat yang tidak bisa diselesaikan.

2. Tradisi Pindah Rumah

Biasanya saat orang akan pindah rumah mereka akan disibukkan dengan
mengemasi barang untuk memindahkannya ke rumah yang baru dari rumah
lama. Kegiatan tersebut tidak terjadi pada masyarakat suku Bugis. Ya, mereka
memiliki tradisi sendiri dalam pindahan rumah dengan benar-benar
memindahkan rumah yang sebenarnya tanpa membongkar. Tradisi ini
disebut Mappalette Bola. Tradisi ini melibatkan puluhan bahkan ratusan warga
kampung untuk membantu memindahkan rumah ke lokasi yang baru.
3. Massallo kawali

Atraksi budaya dari tanah Bugis yang berasal dari kabupaten Bone yakni
MASSALLO KAWALI atau bermain asing-asing/gobak sodor menggunakan
kawali/badik. Badik yang digunakan oleh para pemain adalah badik asli bukan
imitasi. Sebelum melaksanakan atraksi ini dilakukan ritual-ritual khusus untuk
menghindarkan peserta & penonton dari hal-hal yang tidak diinginkan. Atraksi
MASSALLO KAWALI ini juga menyimbolkan semangat para pemuda Bugis untuk
melindungi atau mempertahankan harga diri & tanah kelahiran dari rongrongan
musuh atau penjajah.

4. Tarian Maggiri Atau Mabbisu

Tari maggiri merupakan tarian yang dipertunjukkan oleh seorang atau beberapa


orang bissu. Bissu adalah seorang wanita pria (waria) dalam kepercayaan Bugis
yang dipercayakan menjadi penghubung antara dewa di langit dengan manusia
biasa. Tari Maggiri ini, diperkirakan telah ada sejak zaman pemerintahan Raja
Bone ke 1, yang bergelar To Manurung Ri Matajang yang memerintah sekitar
tahun 1326-1358, dan menjadi salah satu tarian yang berkembang di dalam
istana kerajaan Bone.

5. Angngaru

Pada catatan sejarah, Angngaru’ sesungguhnya merupakan ikrar kesetiaan


rakyat atau prajurit kepada raja yang bersifat pemimpin. Raja yang bersifat
pengayom disenangi rakyatnya. Saat genderan perang ditabuh oleh sang Raja,
maka rakyat serta merta menyodorkan diri, rela mengobarkan jiwa raganya
untuk tunaikan titah sang Raja.

E.Tempat tinggal

Suku Bugis umumnya membedakan bentuk rumah sebagai penanda pranata sosial
di dalam masyarakatnya. Rumah suku Bugis dibedakan menjadi "saoraja'' dan
''bola''. Perbedaan keduanya terletak pada simbol-simbol tertentu di dalam
arsitektur rumah dan bukan dari struktur dan konstruksinya. ''Saoraja'' adalah
rumah berukuran besar yang ditempati oleh keturunan raja atau kaum bangsawan,
sedangkan ''bola'' adalahi rumah biasa yang menjadi tempat tinggal bagi rakyat
biasa. Saoraja memiliki 40 sampai 48 tiang sehingga berukuran lebih besar,
sedangkan bola memiliki 20 sampai 30 tiang sehingga berukuran lebih kecil.
Perbedaan status sosial dapat diketahui melalui bentuk tutup bubungan atap rumah
yang disebut ''timpaklaja''. Timpaklaja pada saoraja bertingkat-tingkat antara 3-5
tingkat, sedangkan timpaklaja pada bangunan bola tidak bertingkat. Semakin
banyak jumlah tingkat timpaklaja maka semakin tinggi pula status sosial
penghuninya.

Rumah saoraja Rumah bola

F. Pakaian Adat

1. Baju Bodo
Baju Bodo, ialah sebuah baju adat Suku Bugis yang diperuntukkan untuk wanita.
Ciri khas dari Baju Bodo adalah, berbentuk segi empat dengan bagian lengan yang
pendek.

Ukuran dari lengan Baju Bodo, setengah atas dari bagian siku lengan. Baju adat ini
sudah ada sejak setarus tahun yang lalu, tidak hanya itu baju ini pun meraih gelah
umur tertua di Indonesia. Mengesankan bukan ? Sebelumnya kain dari Baju Bodo
adalah kain yang transparan, namun seiring masuknya agama Islam Baju Bodo pun
diubah menjadi berkain tebal dan terkesan kaku.

Berdasarkan Suku Bugis, warna pada Baju Bodo memiliki arti tersendiri. Warna
Baju Bodo pun menyimbolkan berapa umur seseorang yang memakainya.
Contohnya saja untuk warna Jingga, maka pemiliknya adalah anak perempuan
berusia 10 tahun. Sedangkan untuk warna Merah, maka ia adalah prempuan
berusia sekitar 17 tahun.

Warna juga menunjukkan status sosialnya, seperti Hijau yang melambahkan


perempuan kalangan bangsawan. Untuk warna putih, melambahkan bahwa
perempuan tersebut berasal dari kalangan pembantu atau dukun. Sedangkan jika
Baju Bodo memiliki warna ungu, menandakan bahwa pemakainya adalah seorang
janda.
2. Baju Tutu

Pakaian adat kaum laki laki dari suku Bugis, dinamakan dengan Tutu. Jenis dari
pakaian adat ini berupa jas, yang juga disebut dengan jas Tutu. Umumnya Baju
Tutu akan dipadukan dengan celana, dan kain sarung atau lipa garusuk. Untuk
tutuk kepalanya sendiri, maka mereka yang mengenakan Tutu haruslah
mengenakan songkok.

Jas Tutu memiliki lengan yang panjang, dan berkerah dengan dihiasi kancing dari
emas atau perak. Kerah ini akan dipasangkan pada bagian leher baju tersebut,
sehingga menambah pesona dari keseluruhan pakaian. Untuk kain lipa atau
sarungnya, menggunakan kain yang terlihat polos namun berwana mencolok
seperti merah dan hijau.

Baju Bodo maupun Baju Tutu Suku Bugis, dahulu hanya dikenakan dalam
upacara-upacara penting seperti pernikahan. Namun kini kedua baju adat suku
Bugis banyak yang dimodivikasi, dan dapat dikenakan untuk berbagai kegiatan.
Tak jarang pula kita akan melihat beberapa warga Bugis mengenakan baju adat,
pada lomba menari atau upacara penyambutan tamu kehormatan.

G. Tarian

1. Tari Paduppa Bosara


Tari Padupa Bosara merupakan sebuah tarian yang mengambarkan bahwa orang
bugis kedatangan atau dapat dikatakan sebagai tari selamat datang dari Suku
Bugis. Orang Bugis jika kedtangan tamu senantisa menghidangkan bosara sebagai
tanda kehormatan.

2. Tari Pakarena
Tari Pakarena Merupakan tarian khas Sulawesi Selatan, Nama Pakarena sendiri di
ambil dari bahasa setempat, yaitu karena yang artinya main. Tarian ini pada
awalnya hanya dipertunjukkan di istana kerajaan, namun dalam perkembangannya
tari Pakarena lebih memasyarakat di kalangan rakyat.

Tari Pakarena memberikan kesan kelembutan. Hal tersebut mencerminkan watak


perempuan yang lembut, sopan, setia, patuh dan hormat pada laki-laki terutama
pada suami. Sepanjang Pertunjukan Tari Pakarena selalu diiringi dengan gerakan
lembut para penarinya sehingga menyulitkan bagi masyarakat awam untuk
mengadakan babak pada tarian tersebut.

3. Tari Ma’badong
Tari Ma’badong hanya diadakan pada saat upacara kematian. Penari membuat
lingkaran dengan mengaitkan jari-jari kelingking, Penarinya bisa pria atau bisa
wanita. Mereka biasanya berpakaian serba hitam, namun terkadang memakai
pakaian bebas karena tarian ini terbuka untuk umum.
Tarian yang hanya diadakan pada upacara kematian ini hanya dilakukan dengan
gerakan langkah yang silih berganti sambil melangtungkan lagu kadong badong.
Lagu tersebut syairnya berisikan riwayat manusia malai dari lahir hingga mati,
agar arwah si Mati diterima di negeri arwah atau alam baka. Tarian Badong
bisanya belansung berjam-jam, sering juga berlansung semalam suntuk.

Tarian Ma’badong bisanya dibawakan hanya pada upacara pemakaman yang


lamanya tiga hari tiga malam khusus bagi kaum bangsawan di daerah Tana Toraja
Sulawesi Selatan.

4. Tarian Pa’gellu
Tari Pagellu merupakan salah satu tarian dari Tana Toraja yang di pentaskan pada
acara pesta tambu Tuka, Tarian ini juga dapat ditampilkan untuk menyambut
patriot atau pahlawan yang kembali dari medan perang dengan membawa
kegembiraan.

5. Tari Mabbissu
Tari Mabissu merupakan tarian bissu yang biasanya dipertunjukkan ketika upacara
adat. Para penarinya bissu (orang yang kebal) yang selalu mempertontokan
kesaktian mereka dalam bentuk tarian komunitas bissu bisa kita jumpai didaerah
pangkep sigeri sulawesi selatan.

6. Tari Kipas
Tari kipas Merupakan tarian yang memrtunjukan kemahiran para gadis dalam
memainkan kipas dengan gemulai alunan lagu.

I. lagu

1. Lagu Anging Mamiri

Lagu Anging Mamiri diciptakan oleh Bora D.G.Irate. Seorang komponis yang
memang dikenal sangat getol untuk mencipta lagu berbahasa Bugis.

Lagu Anging Mamiri bermakna angin yang bertiup yang selaras dengan lirik lagu
yang begitu liris dan puitis.

2. Lagu Anak Kukang

Ini adalah lagu yang bermakna tentang seorang anak sebatang kara karena dibuang
oleh kedua orang tuanya.
3. Lagu Alosi Ripolo Dua

Lagu ini memiliki kandungan filosofi seputar kasmaran atau hubungan percintaan.
Maka dari itu, lirik lagu didominasi oleh kata-kata yang puitis dan estetis.

4. Lagu Ammac Ciang

Ammac Ciang adalah lagu ala Bugis Makasar yang dikenal memiliki ciri khas
tersendiri. Ini adalah satu senandung yang memiliki makna seputar keindahan kota
Sulawesi Selatan yang sangat luar biasa.

Karena genrenya adalah suka-suka maka lagu ini memiliki tipikal menghentak dan
energik.

5. Lagu Pakarena

Lirik lagu berbahasa Bugis ini memiliki arti orang yang mahir bermain atau
memiliki keahlian dalam memainkan permainan tertentu.

6. Lagu Mappadendang

lagu ini dijadikan irama pengiring untuk upacara adat Suku Bugis.

Anda mungkin juga menyukai