Anda di halaman 1dari 7

Paper suku bugis

BAHASA

Suku Bugis zaman dahulu menggunakan dua cara berkomuniaksi, yaitu secara lisan dengan bahasa
Bugis serta melalui tulisan menggunakan aksara Lontara. Bahasa Bugis terdiri dari berbagai dialeg,
seperti Dialek Bone, Dialek Pangkep, Dialek Makassar, Dialek Pare-Pare, Dialek Wajo.

ARSITEKTUR

rumah adat dari Suku Bugis, yaitu Saoraja. Rumah adat Suku Bugis lebih banyak mendapat pengaruh
Islam. Anda bisa melihatnya dari arah rumah yang selalu menghadap kiblat. Dalam proses
pembangunannya pun rumah Bugis tidak memakai paku, melainkan dengan kayu atau besi.

Ada dua jenis rumah Saoraja, satu Saoraja untuk kalangan bangsawan, dan rumah Bola untuk rakyat
biasa. Meski begitu, namun keduanya memiliki unsur-unsur yang sama. Berikut adalah 3 unsur
bagian pada rumah adat Saoraja:

– Kalle Bala, atau pembagian ruangan. Ada ruang tamu, kamar tidur, dan dapur.

– Rakkeang atau dalam bahasa Bugis berarti bagian yang dipakai untuk menyimpan benda-benda
pusaka. Selain itu, tempat ini juga dipakai menyimpan makanan.

– Passiringan, yaitu ruang yang hampir mirip dengan gudang, dipakai sebagai tempat menyimpan
peralatan tani, sekaligus sebagai kandang hewan ternak.

KULINER KHAS

Makanan khas suku Bugis yang pertama adalah coto Makassar.

Coto Makassar adalah hidangan berkuah yang kaya rasa dan di dalamnya berisi campuran
jeroan.Sebelum dicampur ke dalam coto, jeroan dan daging sapi ini direbus dahulu dan diberi
bumbu-bumbu autentik khas Bugis.

Kuliner khas Bugis ini biasanya dihidangkan bersama ketupat dan burasa.

Nah, burasa adalah lontong bersantan yang juga sangat khas dari Makassar.

SONGKOLO

Songkolo begadang adalah makanan yang menggunakan bahan dasar ketan hitam atau ketan putih.

Proses pembuatannya juga cukup sederhana, yakni mengukus ketan sampai matang.
songkolo begadang disajikan dengan suwiran kelapa. Nah, suwiran kelapa ini yang menjadi ciri khas
dari songkolo begadang.

Kelapanya pun harus digoreng terlebih dahulu sebelum disuwir ke atas ketan yang sudah matang.
Kemudian, ketan akan disajikan dengan telur itik serta ikan asin.

BARONGKO

Ini adalah makanan khas suku Bugis yang biasanya dijadikan sebagai hidangan lebaran.

Barongko adalah makanan penutup yang memiliki cita rasa manis dan legit.

Harum pisangnya juga sangat khas, sebab ia dibuat dari bahan dasar buah pisang yang matang. Kue
ini juga dibungkus dengan daun pisang.

Untuk membuatnya cukup mudah, pisang yang sudah sangat matang dihaluskan dan kemudian
dicampur telur dan dibungkus daun pisang.

ALAT MUSIK

alat musik yang terbuat dari kayu yang badannya dibentuk menyerupai jantung atau daun keladi.
Bagian atasnya dilapisi dengan kulit hewan.

Alat musik ini dimainkan dengan menggesek ekor kuda ke dawai, yang menghasilkan suara dari
resonansi.

GANDRANG

Gandrang, merupakan salah satu alat musik tradisional suku Makassar. Alat musik pukul ini masih
bertahan hingga saat ini.

Tabuhan Gandrang biasanya digunakan sebagai alat pengiring tarian tradisional. Juga menjadi
penanda diadakannya upacara tradisional, seperti pada upacara pernikahan adat Bugis Makassar.

TARI

Tari Paduppa menggambarkan ungkapan selamat datang yang disampaikan oleh warga Makassar-
Bugis ketika kedatangan tamu. Para penari membawakan tariannya dengan gerakan khas, termasuk
menabur beras.

Maksud dari menabur beras ini sebagai tanda penghormatan, sekaligus penolak bala agar terhindar
dari gangguan makhluk halus.
TARI PAKARENA

Tarian suku Bugis berikutnya adalah tari Pakarena yang di iringi dengan dua gandrang serta sepasang
instrumen bernama puik-puik.

Pakarena di bawakan dengan kesan lembut, setia, sopan, serta hormat. Nuansa lembut sangat
terlihat di tunjukkan para penari ketika membawakannya. Meskipun lembut, namun tarian ini
menunjukkan kemampuan sosok wanita yang juga tangguh.

TARI PARAGA

Tarian suku Bugis dan Makassar ini di bawakan oleh enam laki-laki yang mengenakan pakaian adat
bernama passapu. Passapu merupakan penutup kepala dengan model khas Bugis untuk pria. Dalam
tari Paraga terdapat atraksi bermain bola raga (disebut juga bola takraw).

Kesenian ini menyerupai olahraga berupa sepak takraw, namun Paraga tidak di maksudkan untuk
pertandingan, namun unjuk kebolehan kepada para penonton. Dalam kesenian ini, bola di pantul-
pantulkan dengan kaki, tangan, serta kepala dengan iringan musik gendang, gong, serta calong-
calong.

MATA PENCAHARIAN

Suku Bugis tersebar di daerah dataran rendah dan pesisir. Dataran rendah yang mereka tinggali
termasuk wilayah yang sangat subur, sehingga sebagian besar masyarakat Bugis bekerja sebagai
petani. Sedangkan orang Bugis yang memilih bertempat tinggal di daerah pesisir bekerja sebagai
nelayan.

Selain kedua pekerjaan tersebut, orang Bugis juga banyak yang menjadi pedagang. Sebagian dari
mereka juga bekerja di pemerintahan dan beberapa bidang pendidikan.

PAKAIAN ADAT

- Baju bodo: merupakan baju khas wanita suku Bugis. Baju adat khas Bugis ini memiliki ciri khas,
yaitu berbentuk segi empat dan memiliki lengan yang pendek. Baju bodo juga memiliki aturan warna
yang menunjukkan usia dan martabat pemakainya, seperti jingga untuk anak-anak, merah untuk
wanita dewasa, putih untuk dukun dan pembantu, hijau untuk bangsawan, dan ungu untuk janda.

- Baju bella dada: merupakan baju khas pria suku Bugis. Baju bella dada terbuat dari kain lipa sabbe.
Baju bella dada memiliki model berbentuk jas tutup dan berlengan panjang lengkap dengan kerah
dan kancing. Baju bella dada dilengkapi dengan paroci (celana), lipa garusuk (kain sarung), dan
passapu (tutup kepala seperti peci yang terbuat dari anyaman daun lontar dengan hiasan mbring
atau benang emas).

- Pattuqduq towaine: merupakan baju adat khas Bugis yang dikenakan saat pernikahan dan juga saat
menarikan tari pattuqduq. Busana yang digunakan untuk menari berjumlah 18 potong sedangkan
untuk menikah adalah 24 potong. Baju pattuqduq ini juga memiliki beragam jenis, yakni busana
rawang boko atau baju pokkoq, dan memiliki motif yang beragam untuk menghiasinya. Pakaian adat
ini juga disertai berbagai macam hiasan seperti hiasan kepala, badan dan tangan.

- Baju lipa sabbe: merupakan baju adat khas Bugis yang terbuat dari kain sutera halus yang dihiasi
dengan motif-motif geometris atau flora-fauna. Baju lipa sabbe biasanya dikenakan oleh wanita
Bugis yang muda atau belum menikah. Baju lipa sabbe juga memiliki warna-warna yang lembut
seperti putih, krem, atau coklat.

TRADISI MASYARAKAT

Mappalette Bola dikenal juga sebagai tradisi pindah rumah, yaitu prosesi pemindahan rumah adat
Suku Bugis. Tradisi Mappalette Bola dilakukan dengan mengangkat bangunan rumah yang dilakukan
oleh puluhan hingga ratusan warga. Kegiatan ini akan dipimpin oleh tetua adat yang akan memimpin
doa, membaca mantra, serta memberikan aba-aba dalam proses pemindahan rumah. Tradisi ini
memiliki makna gotong royong di mana para lelaki akan bekerja sama mengangkat bangunan rumah,
dan para wanita akan bersama-sama menyiapkan berbagai makanan untuk prosesi ini

Mappadendang dikenal juga sebagai pesta tani adalah sebuah tradisi Bugis dalam mengucap syukur
kepada Tuhan atas keberhasilan dalam memanen padi. Tradisi Mappadendang identik dengan tradisi
menumbuk gabah di dalam lesung yang memiliki nilai magis. Hal ini dilakukan sebagai cara
pensucian gabah yang masih terikat dengan batangnya dan terhubung dengan tanah menjadi ase
(beras) yang nantinya akan menyatu dengan manusia. Acara Mappadendang ini biasanya dilakukan
di lapangan terbuka dan dimulai setelah maghrib atau malam hari. Mappadendang tak hanya
sebagai wujud rasa syukur, namun juga sebagai cara memupuk rasa persaudaraan.

Mattojang atau permainan ayunan raksasa merupakan sebuah tradisi khas masyarakat Bugis yang
cukup menarik. Tradisi ini tak hanya berfungsi sebagai ritual pemujaan atau persembahan kepada
manusia pertama dalam kepercayaan mitologis Bugis, tapi juga bermakna hiburan dan ajang uji nyali
dan keberanian.

Sistem kepercayaan masyarakat bugis


istem kepercayaan suku Bugis adalah sistem yang menunjukkan keyakinan dan nilai-nilai spiritual
suku Bugis yang berasal dari Sulawesi Selatan. Sistem kepercayaan suku Bugis memiliki berbagai
macam bentuk dan perkembangan seiring dengan sejarah dan budaya suku Bugis. Berikut ini adalah
beberapa sistem kepercayaan suku Bugis:

- Islam: merupakan sistem kepercayaan yang paling banyak dianut oleh suku Bugis saat ini. Islam
masuk ke suku Bugis melalui proses penyebaran menggunakan jalur pendekatan politik, sebagai
salah satu upaya untuk menyatukan kerajaan-kerajaan yang ada di Bugis pada zaman dahulu¹. Islam
membawa pengaruh besar terhadap kebudayaan, hukum, adat istiadat, dan seni suku Bugis. Islam
juga mengubah sistem kepercayaan tradisional suku Bugis yang percaya dengan kehadiran dewa-
dewa menjadi percaya dengan keesaan Allah².

- To Lotang: merupakan sistem kepercayaan tradisional suku Bugis yang masih bertahan hingga kini.
To Lotang memiliki penganut sebanyak 15 ribu jiwa. Masyarakat yang menganut sistem kepercayaan
To Lotang tinggal di wilayah Amparita, Kecamatan Tellu Limpoe, Kabupaten Sidenreng Rappang³. To
Lotang berarti \"orang-orang yang beriman\". Sistem kepercayaan To Lotang percaya dengan adanya
Tuhan Yang Maha Esa yang disebut Dewata Seuwae atau Turie A'rana³. To Lotang juga percaya
dengan adanya roh-roh leluhur yang disebut Datu atau Karaeng³. To Lotang memiliki ritual-ritual
khusus seperti upacara kematian, pemberian nama, pernikahan, dan lain-lain³.

- Kepercayaan tradisional: merupakan sistem kepercayaan yang ada di suku Bugis sebelum
masuknya agama-agama lain. Kepercayaan tradisional suku Bugis percaya dengan adanya dewa
tunggal yang disebut Dewata Seuwae atau Turie A'rana². Kepercayaan tradisional suku Bugis juga
percaya dengan adanya dewa-dewa lain yang berkedudukan di alam semesta seperti Patoto-e (dewa
penentu nasib), Batara Guru (dewa pencipta), Batara Lattu (dewa angin), Batara Pasi (dewa laut),
dan lain-lain². Kepercayaan tradisional suku Bugis juga menghormati roh-roh leluhur yang disebut
Datu atau Karaeng². Kepercayaan tradisional suku Bugis memiliki peranan penting dalam adat
istiadat dan budaya suku Bugis.

Itulah beberapa sistem kepercayaan suku Bugis yang menarik untuk diketahui. Sistem kepercayaan
suku Bugis merupakan salah satu warisan budaya Indonesia yang harus dihargai dan dihormati.

Streotipe suku bugis

Seperti yang saya jelaskan sebelumnya, stereotipe adalah anggapan atau prasangka yang melekat
pada suatu kelompok atau individu tanpa mempertimbangkan keberagaman di dalamnya. Stereotipe
bisa bersifat positif atau negatif, tetapi seringkali menimbulkan kesalahpahaman atau diskriminasi.

Beberapa stereotipe suku Bugis yang sering terdengar di masyarakat adalah:


- Suku Bugis adalah pedagang, pelaut, dan perantau yang memiliki keberanian, kejujuran, dan
kebijaksanaan. Stereotipe ini bersifat positif dan berasal dari sejarah suku Bugis yang gemar berlayar
dan berdagang di berbagai daerah.

- Suku Bugis adalah bajak laut yang merampok kapal-kapal lain di Selat Malaka. Stereotipe ini
bersifat negatif dan berasal dari salah paham antara suku Bugis dengan pihak kolonial Belanda dan
Inggris yang menganggap suku Bugis sebagai saingan dalam perdagangan.

- Suku Bugis adalah galak dan keras kepala. Stereotipe ini bersifat negatif dan berasal dari nada
bicara suku Bugis yang tinggi dan terkesan marah-marah. Padahal, suku Bugis juga memiliki tutur
kata yang halus dan sopan tergantung dari daerah asalnya.

- Suku Bugis adalah banci atau waria. Stereotipe ini bersifat negatif dan berasal dari adanya gender
ketiga dalam budaya suku Bugis yang disebut bissu. Bissu adalah orang yang memiliki sifat maskulin
dan feminin sekaligus dan dianggap sebagai perantara antara manusia dan dewa. Namun, bissu tidak
sama dengan banci atau waria yang hanya berdasarkan pada penampilan fisik.

Stereotipe ini tidak mencerminkan realitas dan keragaman suku Bugis yang memiliki banyak budaya,
bahasa, dan adat istiadat yang berbeda-beda. Suku Bugis juga memiliki banyak tokoh-tokoh terkenal
yang berkontribusi bagi Indonesia, seperti Jusuf Kalla, Agus Salim, Andi Mappanyukki, dan lain-lain.

- Suku Bugis adalah pedagang, pelaut, dan perantau yang memiliki keberanian, kejujuran, dan
kebijaksanaan. Stereotipe ini bersifat positif dan berasal dari sejarah suku Bugis yang gemar berlayar
dan berdagang di berbagai daerah.

- Suku Bugis adalah galak dan keras kepala. Stereotipe ini bersifat negatif dan berasal dari nada
bicara suku Bugis yang tinggi dan terkesan marah-marah. Padahal, suku Bugis juga memiliki tutur
kata yang halus dan sopan tergantung dari daerah asalnya.

- Suku Bugis adalah banci atau waria. Stereotipe ini bersifat negatif dan berasal dari adanya gender
ketiga dalam budaya suku Bugis yang disebut bissu. Bissu adalah orang yang memiliki sifat maskulin
dan feminin sekaligus dan dianggap sebagai perantara antara manusia dan dewa. Namun, bissu tidak
sama dengan banci atau waria yang hanya berdasarkan pada penampilan fisik.

Stereotipe ini tidak mencerminkan realitas dan keragaman suku Bugis yang memiliki banyak budaya,
bahasa, dan adat istiadat yang berbeda-beda. Suku Bugis juga memiliki banyak tokoh-tokoh terkenal
yang berkontribusi bagi Indonesia, seperti Jusuf Kalla, Agus Salim, Andi Mappanyukki, dan lain-lain.
Oleh karena itu, kita harus berhati-hati dalam menyikapi stereotipe dan tidak mudah menilai orang
hanya berdasarkan asal sukunya. Kita harus menghargai dan menghormati setiap suku di Indonesia
sebagai bagian dari Bhinneka Tunggal Ika.

Oleh karena itu, kita harus berhati-hati dalam menyikapi stereotipe dan tidak mudah menilai orang
hanya berdasarkan asal sukunya. Kita harus menghargai dan menghormati setiap suku di Indonesia
sebagai bagian dari Bhinneka Tunggal Ika.

Sistem pendidikan suku Bugis

adalah sistem yang berdasarkan pada nilai-nilai adat istiadat dan agama yang dianut oleh
masyarakat Bugis. Masyarakat Bugis memiliki lima unsur pokok aturan adat yang keramat dan sakral,
yaitu ade (ada), bicara, rapang, wari', dan sara'.¹ Masyarakat Bugis juga mempercayai kehadiran
dewa-dewa dalam kepercayaan tradisional mereka sebelum Islam masuk ke tanah Makassar.
Beberapa nama dewa-dewa tersebut adalah Patoto-e, Dewata Seuwa-e, dan Turie a'rana.²
Masyarakat Bugis juga memiliki sistem kekerabatan yang mengatur perkawinan ideal dan
pelarangan perkawinan antara keluarga dekat. Perkawinan ideal adalah assialang marola
(perkawinan antara saudara sepupu sederajat kesatu) dan assialanna memang (perkawinan antara
saudara sepupu sederajat kedua).² Masyarakat Bugis juga mengembangkan pendidikan karakter
yang bertujuan untuk membentuk pribadi yang berakhlak mulia, berani, jujur, dan bertanggung
jawab.³

Anda mungkin juga menyukai