“Kearifan Lokal’’
DISUSUN
O
L
E
H
Nama : Reski Esa Muharram
NIM : 223360012
Program Studi : Ilmu Hukum
Kata Pengantar
Segala puji bagi ALLAH SWT. Atas segala rahmat dan hidayahnya sehinggah makalah yang
berjudul “KEARIFAN LOKAL” ini dapat di selesaikan tepat waktu. Sholawat menyertai salam kepada Nabi
Muhammad saw. Yang membawa kita dari alam gelap gulita menuju alam yang terang benderang, seperti
saat ini. Makalah ini di susun guna untuk memenuhi tugas dari dosen pengampuh mata kuliah Kearifan
Lokal. Saya berharap agar makalah ini bisa bermanfaat bagi siapapun yang membaca makalah ini. saya
sepenuhnya menyadari bahwa dalam makalah ini masih terdapat kekurangan yang jauh dari kata
sempurna. Oleh sebab itu, saya berharap adanya sebuah kritikan, saran, dan usulan demi perbaikan dan
kesempurnaan makalah ini, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Daftar Isi
1. Sistem Religi Dan kepercayaan Masyarakat Bugis
2. Kesenian Masyarakat Bugis
3. Konsep Pangngadereng
4. Sistem Kekerabatan Masyarakat Bugis
5. Bahasa Dan Aksara Bugis
3. Konsep Pangngandereng
Konsep Pancanorma (Pangngadereng) ini lahir sejak abad ke-16 yaitu pada masa pemerintahan
Raja Bone ke-6 (1543-1568). Dengan pokok-pokok pikiran tentang hukum dan
ketatanegaraan.Berdasarkan dari berbagai pokok-pokok pikiran Kajaolalliddong di atas maka
kelima butir Pangngadereng (Pancanorma) yang dimaksud yaitu ade, bicara, rapang, wari, dan
sara.
Sistem kekerabatan orang bugis di sebut assiajingeng yang mengikuti system bilateral, dimana
sistem ini mengambil garis keturunan dari kedua orang tua.Hal ini sudah menjadi tradisi dari nenek
moyang mereka.
Suku Bugis zaman dahulu menggunakan dua cara berkomuniaksi, yaitu secara lisan dengan
bahasa Bugis serta melalui tulisan menggunakan aksara Lontara. Bahasa Bugis terdiri dari
berbagai dialeg, seperti Dialek Bone, Dialek Pangkep, Dialek Makassar, Dialek Pare-Pare, Dialek
Wajo, Dialek Sidenreng Rappang, Dialek Sopeng, Dialek Sinjai, Dialek Pinrang, Dialek Malimpung,
Dialek Dentong, Dialek Pattinjo, Dialek Kaluppang, Dialek Maiwa, Dialek Maroangin, Dialek Wani,
Dialek Bugis Kayowa, Dialek Buol Pamoyagon (Bugis Pomayagon), Dialek Buol Bokat (Bugis
Bokat), Dialek Jambi, Dialek Kalimantan Selatan, Dialek Lampung, Dialek Sulawesi Tenggara,
Dialek Bali, Dialek Sulawesi Tengah, Dialek Riau dan Dialek Kalimantan Timur. Sedangkan secara
tertulis, orang bugis terdahulu menggunakan aksara lontara. Akasa lontara adalah manuskrip yang
ditulis dengan alat tajam pada daun lontar kemudian ditambah cairan hitam pada bekas
goresannya.
Kesimpulan
Bugis sendiri merupakan suku yang terletak di wilayah selatan Pulau Sulawesi, lebih tepatnya di
Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan. Suku Bugis dikenal sebagai suku yang andal dan juga
piawai dalam mengarungi lautan hingga samudra di Nusantara maupun dunia. Para masyarakat Bugis
menaklukan lautan dengan bermodalkan sebuah perahu legendaris, yakni perahu pinisi. Perahu pinisi
adalah perahu layar tradisional khas masyarakat Bugis. Ciri khas dari perahu pinisi ialah memiliki dua
tiang utama serta tujuh buah layar. Tiga layar berada di bagian depan, dua di bagian tengah, dan dua
di bagian belakang.