Oleh :
Yolanda Aurora Hartini Putri
Nim 120104921
PENDAHULUAN
Ba’aghak dikiu gubano adalah salah satu kesenian tradisi yang tumbuh
dan berkembang di Bangkinang Kab. Kampar, Riau. tradisi ini biasanya di
hadirkan pada pesta pernikahan dalam rangka pengantaran pihak lelaki
kerumah pihak perempuan. Kesenian tradisi ini dimainkan saat arak-arakan dari
kediaman mempelai laki-laki sampai kerumah pihak perempuan. Kesenian ini
biasanya dimainkan oleh 8 orang laki-laki atau lebih terdiri dari tiga orang
pemain gong dan lima orang yang memainkan rebana sambil mendendangkan
shalawat, shalawat ini biasa disebut dengan badiqiu. Syair dalam shalawat
biasanya berisikan puji-pujian kebesaran tuhan serta nasehat dalam kebaikan.
Kesenian tradisi ba’aghak dikiu gubano ini dulunya menjadi hal wajib
atau bisa dikatakan memiliki fungsi integral yang dilakukan oleh tetua adat dan
seniman dalam proses pernikahan di masyarakat Bangkinang, Kab. Kampar,
riau. Namun seiring perkembangan zaman dan pengaruh modernisasi dan
perkembangan teknologi kesenian ini bahkan sudah mulai tidak terlihat di acara
pernikahan-pernikahan di Bangkinang Kota, Kab. Kampar
Penelitian ini sebagai salah satu usaha pelestarian budaya khususnya
kesenian. Baghak dikiu gubano ini menjadi suatu warisan kebudayaan
masyarakat kampar yang telah beralih fungsi dan sudah hampir punah,
sehingga diharapkan dengan adanya penelitian ini, masyarakat kampar pada
umumnya lebih mengetahui dan lebih melestarikannya untuk anak cucu
selanjutnya.
KERANGKA TEORI
TEORI ETNOMUSIKOLOGI
METODE PENELITIAN
METODE ETNOGRAFI
PEMBAHASAN
Badikiu adalah bahasa daerah Kab. Kampar yang dalam bahasa Indosesia
nya adalah “Zikir” Sedangkan Gubano juga bahasa daerah Kab. Kampar yang
dalam bahasa Indonesia nya adalah “Rebana”. Gubano ini sejenis alat yang
dipukul yang hanya dilakukan oleh kaum laki-laki, kitab yang dibaca adalah
kitab dalam berbahasa arab yang bernama kitab “maulidurrasul”. Gubano ini
digunakan salah satunya dalam acara Pesta Perkawinan. Gubano di pakai
sebagai pengiring pengantin laki-laki yang diantarkan kerumah pengantin
perempuan. Dalam acara ini ninik mamak yang berempat yaitu : Datuok Paduko
Rajo, Datuok Sinaro, Datuok Paduko Sanso dan Datuok Bijodirajo beserta para
undangan lainnya ikut mengantarkan pengantin laki-laki tersebut.
Pada malam sehari sebelum pesta pernikahan dilaksanakan, gubano ini juga
dipakai sebagai hiburan. Biasanya ninik mamak juga ikut dalam acara tersebut
sebagai pembimbing anak kemenakan yang ingin belajar bergubano.
Sedangkan kaum ibu-ibu atau yang biasa disebut dengan nama induok-induok
memasak didapur untuk persiapan acara besok, gubano ini biasanya dimulai
setelah shalat isya dan biasanya orang rumah juga menyediakan minuman,
makanan dan rokok untuk peserta gubano.
Kesenian tradisi ba’aghak dikiu gubano ini dulunya menjadi hal wajib atau
bisa dikatakan memiliki fungsi integral yang dilakukan oleh tetua adat dan
seniman dalam proses pernikahan di masyarakat Bangkinang, Kab. Kampar,
riau. Namun seiring perkembangan zaman dan pengaruh modernisasi dan
perkembangan teknologi kesenian ini beralih fungsi menjadi hiburan dalam
proses pernikahan di Bangkinang Kota, Kab. Kampar dan bahkan sudah mulai
tidak terlihat di acara pernikahan-pernikahan di Bangkinang Kota, Kab. Kampar.
Makna atau pesan yang terkandung dalam baaghak dikiu gubano ini, dalam
lirik sholawat yang dilantunkan mendoakan agar kedua mempelai dapat
menjalani pernikahan yang sakral ini diusahakan untuk sekali seumur hidup,
membuka lembaran baru dengan ibadah yang baru dan diberkahi Allah S.W.T
karna mulanya Allah menciptakan satu jiwa, kemudian ia membelahnya menjadi
dua, sehingga allah yang maha pengasih lagi maha penyayang bisa kembali
menyatukan dalam ikatan suci pernikahan.
1. Nilai Sosial
2. Pendidikan Karakter
Melestarikan budaya khas daerah pada zaman yang modern pada saat ini
bukanlah hal yang gampang. Meneruskan sebuah tradisi dan mewarisi secara
turun-temurun pasti mengalami berbagai halangan. Baik bagi calon
penerusnya ataupun dari pihak ekternal. Tapi dengan berbagai halangan,
tersebut badikiu gubano masih muncul dan ditampilkan dengan nilai-nilai yang
terkandung di dalam badikiu gubano tanpa mengurangi kemurnian nilai yang
sudah dari dulu tertanamkan, misalnya menampilkan gubano dengan pakaian
adat membuat orang tau dengan pakaian adat daerah, dan dengan
penampilan menggunakan alat musik gubano yang tradisional membuat
orang mengenal alat musik tradisi ini.
4. Nilai Filosofis
Wahai Nabi, salam sejahtera untukmu, Wahai Rosul salam sejahtera untukmu.
Wahai kekasih, salam sejahtera untukmu dan Sholawat (rohmat) Allah untukmu.
Belum pernah aku lihat keelokan sepertimu wahai orang yang berwajah riang.
Belum pernah aku lihat keelokan sepertimu wahai orang yang berwajah riang.
Engkau bagai matahari, engkau bagai bulan purnama, engkau cahaya di atas
cahaya
Wahai kekasihku, wahai Muhammad, wahai pengantin tanah timur dan barat
(sedunia)
PENUTUP
KESIMPULAN
SARAN
Spradley, James P (1979), The etnographic interview. New York : Harcourt Brace
Javanovich College Publishers
Bogdan, Robert C. & Biklen, Sari Knopp. (1982). Qualitative research for
education: An intoduction to theory and methods. Boston, Massachusetts: Allyn
and Bacon.
https://media.neliti.com/media/publications/201189-persepsi-masyarakat-
terhadap-kesenian-gu.pdf. Diakses 11 April 2022
file:///C:/Users/HARWENDRI/Downloads/11244-21846-1-SM.pdf. Diakses 11
April 2022