Anda di halaman 1dari 7

RUMAH ADAT BUGIS

Rumah adat Sulawesi Selatan masyarakat Suku Bugis merupakan rumah panggung yang
terbuat dari kayu. Bentuk atapnya berlereng dua dan dihubungkan dengan bubungan
memanjang ke belakang dengan menggunakan sirap, rumbia, atau seng.
Kerangkanya berbentuk "H", berupa tiang dan balok yang disambung tanpa menggunakan
pasak atau paku. Tiang inilah yang menopang dan menyangga lantai dan atap. Dinding rumah
hanya diikat pada tiang luar.
Rumah Bugis terdiri dari 3 bagian seperti bentuk tubuh manusia. Bagian bawah yang disebut
awa bola atau awa sao diibaratkan sebagai kaki. Bagian bawah rumah (kolong) ini
difungsikan sebagai kandang ternak, untuk menyimpan alat-alat pertanian atau alat
penangkap ikan dan sebagainya.
Selanjutnya bagian tengah yang disebut ale kawa atau ale bola diibaratkan sebagai tubuh.
Ruang di bagian tengah ini terbagi menjadi ruang tidur,
menerima tamu, makan, dan dapur.
Sementara bagian atas rumah disebut botting langi atau rakkeang diibaratkan sebagai kepala.
Bagian ini untuk menyimpan bahan pangan dan benda-benda pusaka serta ruang untuk anak
perempuan yang belum menikah.
Status pemilik rumah dalam kehidupan sosial masyarakat Bugis menentukan jenis rumah
yang ditempati. Bila seseorang memiliki status yang tinggi seperti raja dan keturunannya
bangsawan, maka rumah yang ditempati disebut sao raja. Sedangkan rumah yang ditempati
masyarakat awam disebut bola.
Tidak ada perbedaan signifikan antara sao raja dan bola bila dilihat dari bentuk bangunan
rumah. Perbedaannya hanya pada ukuran, luas, serta jumlah tiang penyangga yang disebut
timba sila atau sambulayang. Semakin banyak jumlah timba sila menunjukkan status sosial
pemilik rumah juga semakin tinggi.
MAKANAN KHAS BALI
Sate lilit

Sate lilit Sate menjadi makanan yang sangat populer di Indonesia. Namun sate khas Bali ini
berbeda dengan sate jenis lainnya. Jika sate pada umumnya ditusuk dengan menggunakan
tusuk sate dari bambu kemudian di bakar, sate lilit ini menggunakan daging ayam atau ikan
yang sudah digiling kemudian di kepal pada batang serai. Daging yang digunakan untuk sate
lilit ini, dicampur dengan kelapa parut yang membuat rasanya semakin gurih.

Nasi Campur Khas Bali

Selain terkenal dengan pemandangan alamnya, eksotisme Bali juga tertular pada kulinernya.


Salah satu menu khas Bali yang wajib dicoba ketika berkunjung ke Bali adalah Nasi Campur
Bali.
Sesuai namanya, Nasi Campur Bali merupakan campuran nasi dengan berbagai macam lauk
pauk seperti ayam, telur sayuran dan juga sate lilit yang biasanya terbuat dari ikan atau ayam.
Lauk ayam yang digunakan juga merupakan ayam yang dipanggang dengan bumbu Bali serta
dengan cita rasanya yang gurih.

Untuk menambah nikmat melahap Nasi Bali ini Anda bisa mencampur semua lauk pauknya
sekaligus, atau bisa juga dengan menikmatinya dengan memakan lauk pauknya satu persatu.
Beberapa tempat Nasi Bali di Bali yang cukup populer antara lain di daerah Teuku Umar,
Seminyak, dan Kuta.
SUKU BUGIS

Suku Bugis (Lontara: ᨈᨚ ᨕᨘᨁᨗ; Jawi: ‫ )اورڠ بوݢيس‬merupakan kelompok etnik pribumi yang
berasal dari provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia. Meskipun populasinya hanya sekitar enam
juta, orang Bugis berpengaruh dalam politik di Indonesia modern, dan secara historis
berpengaruh di Semenanjung Malaysia dan bagian lain kepulauan tempat mereka bermigrasi,
dimulai pada akhir abad ketujuh belas.
Bugis adalah suku yang tergolong ke dalam suku-suku Melayu Deutero. Masuk ke Nusantara
setelah gelombang migrasi pertama dari daratan Asia tepatnya Yunan. Kata "Bugis" berasal
dari kata To Ugi, yang berarti orang Bugis. Penamaan "ugi" merujuk pada raja pertama
kerajaan Cina yang terdapat di Pammana, Dalam perkembangannya, komunitas ini
berkembang dan membentuk beberapa kerajaan. Masyarakat ini kemudian mengembangkan
kebudayaan, bahasa, aksara, dan pemerintahan mereka sendiri. Beberapa kerajaan Bugis
klasik antara lain Luwu, Bone, Wajo, Soppeng, Suppa, Sawitto, Sidenreng dan Rappang.
Meski tersebar dan membentuk suku Bugis, tetapi proses pernikahan menyebabkan adanya
pertalian darah dengan Makassar dan Mandar Bone, Wajo, Soppeng, Sidrap, Pinrang, Barru.

Kebudayaan
Suku Bugis menganggap lontara sebagai sumber tertulis yang berkaitan dengan sejarah,
budaya, dan kehidupan sosial masyarakatnya. Orang Bugis menggunakan lontara sebagai alat
untuk menyampaikan cara berpikir dan pengalaman masa lalu masyarakatnya. Lontara
dijadikan sebagai simbol budaya suku Bugis yang diwariskan dari masyarakat terdahulu ke
masyarakat masa berikutnya
TARI JAIPONG: SEJARAH DAN MAKNA SETIAP GERAKANNYA

Indonesia memiliki banyak sekali tarian tradisional. Kali ini akan dibahas tentang  tari
jaipong . Bagaimana sejarah tarian Jawa Barat  dan teknik-tekniknya?
Tari jaipong adalah seni tari yang berasal dari Jawa Barat. Berikut adalah ulasan
tentang sejarah tari jaipong  dan makna setiap gerakannya.

Asal Usul Tari Jaipong


Tari jaipong adalah sebuah tari daerah yang berasal dari Karawang, Jawa Barat yang
berkembang pada tahun 60-an. Mulanya tari jaipong dikenal dengan sebutan tari
Banjet, sebuah pertunjukan seni tari yang yang dipentaskan dengan gerakan tari yang
diiringi oleh musik dengan instrumen gamelan sebagai pengiringnya.

Tari ini dahulu dijadikan sebagai hiburan rakyat, tari jaipong merupakan sebuah
inovasi yang dilakukan oleh seorang seniman asal Karawang, tari ini merupakan
gabungan dari pencak silat, wayang golek, topeng banjet, ketuk tilu, tarling, dan tepak
topeng.

Makna Gerakan Tari Jaipong


Seperti yang kita ketahui bahwa setiap jenis kesenian daerah pastinya memiliki makna
dan nilai-nilai tersendiri yang diangkat , sama halnya dengan tari jaipong.
ALAT MUSIK KHAS JAWA BARAT

Calung

Sama-sama terbuat dari bambu, alat musik calung. Bedanya yakni dari cara
memainkannya. Cara menabuh calung yaitu dengan memukul-mukul batang dari ruas-
ruas atau tabung bambu yang tersusun.

Awalnya alat musik calung ini merupakan seni kalangenan (bersifat hobi), namun
pada perkembangannya Calung telah menjadi seni pertunjukkan yang populer.

Dalam seni pertunjukan, jenis Calung yang sering digunakan adalah Jingjing. Calung
Jingjing merupakan bentuk perkembangan dari Calung Rantay dan Calung Gambang
yang dikembangkan secara kreatif oleh Ekik Barkah, Parmas dkk, aktifis Departemen
Kesenian UNPAD Bandung, tahun 1960.

Perkembangan Calung bukan saja pada bentuk waditranya, namun penampilannya pun
telah berkembang menjadi seni pertunjukan yang bersifat tontonan atau hiburan.
Bentuk seni pertunjukan Calung yang populer dewas ini telah dilengkapi dengan
vokal/lagu, dialog-dialog humor, gerak-gerak lucu dan lawakan-lawakan yang
mengundang gelak tawa para penontonnya.
Tarawangsa

Bentuk alat musik Tarawangsa ini sangat berbeda dengan alat musik gesek lainnya,
seperti rebab. Resonator tarawangsa terbuat dari kayu berleher panjang dengan jumlah
dawai antara 2 sampai 3 utas.

Pertunjukan tarawangsa di setiap wilayah memiliki perbedaan bentuk dan struktur.


Pertunjukan tarawangsa di wilayah Rancakalong, pertunjukannya tidak dilengkapi
oleh vokal, hanya dua instrumen saja, yaitu jentreng dan tarawangsa, sedangkan seni
tarawangsa di wilayah Cibalong Tasikmalaya, dipengkapi dengan instrumen lainnya,
seperti calung rantay.

Kecapi Rincik

Kecapi rincik biasanya dipakai guna memperkaya sebuah iringan musik dengan cara
mengisi ruang antar nada dengan menggunakan frekuensi yang tinggi. Berbeda halnya
dengan kecapi indung yang memakai 18 atau 20 dawai, kecapi rincik ini hanya
memakai 15 dawai.

Anda mungkin juga menyukai