Anda di halaman 1dari 16

EPISKLERITIS

PEMBIMBING : OBDES MAHARNI EMPUTRI, SP.M


YURIZA TRIALDI AZIZ
ANATOMI
DEFINISI

Episkleritis adalah proses peradangan yang terbatas pada jaringan episklera

Perjalanan penyakit bersifat akut, ringan, self limiting, namun sering rekuren
EPIDEMIOLOGI

Episkleritis umumnya terjadi pada usia 20-50 tahun dan membaik dalam
beberapa hari sampai beberapa minggu

Tidak ada predileksi terhadap jenis kelamin tertentu

Umumnya, episkleritis bersifat ringan, namun dapat pula merupakan tanda


adanya penyakit sistemik

Panduan praktik klinis bagi dokter di fasilitas pelayanan primer edisi revisi 2014, hal 195-196
NCBI https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK534796/
Buku ajar ilmu oftalmologi FKUI, hal 140
ETIOLOGI

Idiopatik

Dikaitkan dengan penyakit gout, rosacea dan psoriasis, herpes zoster, sifilis,
tuberkulosa, rheumatoid arthritis dan SLE.

Diduga merupakan suatu reaksi toksik, alergik atau merupakan bagian


daripada infeksi, dan sering di hubungkan dengan faktor hormonal terutama
pada perempuan.

Buku Ajar Bagian Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia, hal 26
DIAGNOSIS
Anamnesis

Keluhan
1. Mata merah merupakan gejala utama
2. Tidak ada gangguan dalam ketajaman penglihatan
3. Keluhan penyerta lain, misalnya: rasa kering, nyeri, mengganjal, atau berair. Keluhan-
keluhan tersebut bersifat ringan dan tidak mengganggu aktifitas sehari-hari. Bila keluhan
dirasakan amat parah, maka perlu dipikirkan diagnosis lain
4. Unilateral dan rekuren pada mata yang sama atau bergantian
5. Keluhan : akut, namun dapat pula berlangsung beberapa minggu hingga beberapa bulan
6. Dapat ditemukan gejala-gejala terkait penyakit dasar, di antaranya: tuberkulosis,
reumatoid artritis, SLE, alergi (misal: eritema nodosum), atau dermatitis kontak

Panduan praktik klinis bagi dokter di fasilitas pelayanan primer edisi revisi 2014, hal 195
DIAGNOSIS

Pemeriksaan

1. Visus: normal
2. Gambaran klinis episkleritis : nodular dan diffuse/simpel.
3. Kemerahan hanya melibatkan satu bagian dari area episklera. Pada penyinaran dengan senter, tampak
warna pink seperti daging salmon, sedangkan pada skleritis warnanya lebih gelap dan keunguan.
4. Kemerahan pada episkleritis disebabkan oleh kongesti pleksus episklera superfisial dan konjungtival,
yang letaknya di atas dan terpisah dari lapisan sklera dan pleksus episklera profunda di dalamnya.
Dengan demikian, pada episkleritis, penetesan Fenil Efedrin 2,5% akan mengecilkan kongesti dan
mengurangi kemerahan.

Panduan praktik klinis bagi dokter di fasilitas pelayanan primer edisi revisi 2014, hal 195
DIAGNOSIS
Pemeriksaan

5. Dapat ditemukan mata yang berair, dengan sekret yang jernih dan encer. Bila sekret tebal,
kental, dan berair, perlu dipikirkan diagnosis lain.
6. Pemeriksaan status generalis harus dilakukan untuk memastikan tanda-tanda penyakit
sistemik yang mungkin mendasari timbulnya episkleritis, seperti tuberkulosis, reumatoid
artritis, SLE, eritema nodosum, dermatitis kontak. Kelainan sistemik umumnya lebih
sering menimbulkan episkleritis nodular daripada diffuse/simpel.

Panduan praktik klinis bagi dokter di fasilitas pelayanan primer edisi revisi 2014, hal 195
DIAGNOSIS

Diffuse episcleritis atau simple episcleritis Nodular episcleritis


TATA LAKSANA

Non-medikamentosa
a. Kompres dingin pada palpebra (pasien menutup mata)
b. Bila terdapat riwayat yang jelas mengenai paparan zat eksogen, misalnya
alergen atau iritan, maka perlu dilakukan avoidance untuk mengurangi
progresifitas gejala dan mencegah rekurensi.
c. Bila terdapat gejala sensitifitas terhadap cahaya, penggunaan kacamata
hitam dapat membantu.

Panduan praktik klinis bagi dokter di fasilitas pelayanan primer edisi revisi 2014, hal 196
TATA LAKSANA

Medikamentosa
a. Episkleritis simple/diffuse biasanya tidak membutuhkan pengobatan
khusus. Episkleritis biasanya sembuh spontan dalam 1 – 2 minggu,
meskipun episkleritis nodular dapat menetap lebih lama.
b. Gejala ringan hingga sedang dapat diatasi dengan tetes air mata buatan.
c. Gejala berat atau yang memanjang dan episkleritis nodular dapat diatasi
dengan tetes mata kortikosteroid (diberikan tiap 2-3 jam), misalnya:
Prednisolon 0,5%, Deksametason 0,1%, atau Betametason 0,1%.
d. Episkleritis nodular yang tidak membaik dengan obat topikal, dapat
diberikan anti-inflamasi non-steroid (NSAID), misalnya Ibuprofen.

Panduan praktik klinis bagi dokter di fasilitas pelayanan primer edisi revisi 2014, hal 196-197
DIAGNOSIS BANDING

1. Konjungtivitis
2. Hematoma subkonjungtiva
3. Pterigium teriritasi
4. Scleritis

Buku ajar oftalmologi, FKUI hal 143


KOMPLIKASI

Scleritis
PROGNOSIS

Pada umumnya episkleritis dapat sembuh sempurna namun sering berulang

Ad vitam : Bonam

Ad functionam : Bonam

Ad sanationam : Dubia ad bonam


KRITERIA RUJUKAN

Pada kasus dengan kelainan sistemik diperlukan pengobatan lebih lanjut melalui
rujukan khusus kepada Dokter Spesialis Mata dan Dokter Spesialis Penyakit
Dalam, Konsultan Alergi dan Imunologi.
EDUKASI

Mengedukasi pasien bahwa kondisi kelainan mata tersebut tidak mengancam penglihatan dan
dapat diobati dengan pemberian lubrikan saja

Menjelaskan kepada pasien mengenai perjalanan penyakit dan kemungkinan rekurensi


kejadian episkleritis

Menjelaskan etiologi dari penyakit ini adalah autoimun atau karena kemungkinan kelainan
sistemik. Pasien harus diinstruksikan untuk memperhatikan munculnya gejala sistemik dan
harus mencari perawatan medis untuk menyingkirkan penyakit sistemik jika gejala tersebut
terjadi.

Hindari pengobatan terus menerus jangka panjang dengan preparat steroid karena risiko
menyebabkan katarak, glaukoma, dan komplikasi sistemik. Penggunaan steroid yang
berlebihan pada pasien ini dapat meningkatkan risiko kekambuhan.

Anda mungkin juga menyukai