f. Kesenian
1. Kuriding adalah sebuah alat musik khas Kalimantan Selatan. Kuriding dimainkan oleh
seniman dari etnis Bakumpai maupun Banjar. Kuriding dibuat dari enau atau kayu mirip ulin
yang hanya ada di daerah Muara Teweh, Barito Utara. Musik kuriding adaklah alat musik
yang terbuat dari bambu. Nama kuriding diberikan oleh penduduk hulu sungai tengah dan
desa harakit kabupaten tapin.lain lagi dengan penduduk ulu benteng kecamatan bakumpai
kabupaten barito kuala menyebutnya guriding.
Alat musik kuriding atau guriding ini adalah alat musik mulut , bahanya dari bambu , alatnya
ditempatkan pada mulut dengan cara seperti aturannya, untuk membuyikan kuriding harus
menarik tali tatarikan yang dipegamg dengan tangan dan teratur sertaada sentakan , sehingga
menggetarkan alat getar kuruding tersebut.
2. Bapapai
Budaya tersebut diselanggarakan terutama di saat proses adat perkawinan suku Bakumpai,
tambahnya. Ritual Bapapai, adalah sebuah acara mandi kembang calon pengantin yang
dilaksanakan pada malam hari, biasanya setelah akad nikah sekitar pukul 20.00 hingga pukul
10.00 Wib. Sudah suatu kebiasaannya warga suku yang banyak tinggal di Daerah Aliran
Sungai (DAS) Barito, pedalaman Kalteng melakukan acara akad nikah pada malam hari.
Proses mandi kembang cukup sederhana dan unik, yaitu sebelum mandi kembang, kedua
calon pengantin harus berputar mengelilingi tempat mandi yang dipagari benang hitam,
diiringi oleh tujuh orang wanita yang berperan sebagai dayang. Kemudian setelah berputar
sebanyak tujuh kali calon pengantin duduk di tempat yang telah disediakan untuk
dimandikan oleh tujuh orang dayang secara bergantian. Untuk kemudian kedua mempelai
didandani layaknya para dayang yang melayani raja dan ratu. Adat budaya suku Bakumpai
ini diartikan mempelai membersihkan dan membuang masa lalu atau masa remaja, untuk
kemudian bersiap dengan jiwa raga yang bersih menyongsong hari depan yang lebih bersih
seperti layaknya seorang yang baru saja dimandikan. Dikarenakan acara Bapapai ini
dilakukan harus di lapangan terbuka maka acara ini menjadi tontonan gratis bagi masyarakat
setempat dan biasanya cukup ramai dikunjungi warga, karena acara ini hanya terselenggaran
saat perayaan perkawinan saja.
3. Badewa
Badewa adalah upacara pengobatan pada suku Bakumpai di Kalimantan, Indonesia. Badewa
pada dasarnya dilakukan dengan upacara yang diiringi dengan tetabuhan, namun ada juga
tanpa alat seberti gong, sarun dan sebagainya. Badewa dilakukan dengan memanggil sahabat
yakni sekutu seorang Tabit (Tabib) dari makhluk gaib. Para sahabat itulah yang merasuk
dalam tubuh Tabit, guna melakukan penyembuhan.
4. Manyanggar lewu/lebu
Manyangggar lebu adalah ritual membersihkan desa biasanya kan diadakan acara bawayang
dan wayang orang, kalau malam bawayang kalau pagi wayang orang.
2. Tarian
1) Tari Kanjar merupakan tarian sakral suku Kutai dari keraton Kesultanan Kutai Kartanegara
ing Martadipura, Kalimantan Timur. Tari Kanjar yang ditarikan oleh penari lelaki disebut
Tari Kanjar Laki, sedangkan tari Kanjar yang dilakukan oleh penari wanita disebut Tari
Kanjar Bini.
2) Tari Jepen Eroh adalah tari garapan yang tidak meninggalkan gerak ragam aslinya, yang
disebut ragam penghormatan, ragam gelombang, ragam samba setangan, ragam samba penuh,
ragam gengsot, ragam anak, dan lain-lain. Eroh dalam bahasa Kutai berarti ramai, riuh dan
gembira. Oleh sebab itu, penataan Tari Jepen Eroh ini penuh dengan gerak-gerak yang
dinamis dan penuh unsur kebahagiaan.
3. Musik
Tingkilan adalah seni musik khas suku Kutai. kesenian ini memiliki kesamaan dengan
kesenian rumpun Melayu. Alat musik yang digunakan adalah Gambus (sejenis gitar berdawai
6), ketipung (semacam kendang kecil), kendang (sejenis rebana yang berkulit sebidang dan
besar) dan biola. Musik Tingkilan disertai pula dengan nyanyian yang disebut betingkilan.
Betingkilan sendiri berarti bertingkah-tingkahan atau bersahut-sahutan. Dahulu sering
dibawakan oleh dua orang penyanyi pria dan wanita sambil bersahut-sahutan dengan isi lagu
berupa nasihat-nasihat, percintaan, saling memuji, atau bahkan saling menyindir atau saling
mengejek dengan kata-kata yang lucu. Musik Tingkilan ini sering digunakan untuk
mengiringi tari pergaulan rakyat Kutai, yakni Tari Jepen.
f. Kesenian
Alat musik’
Passuling
Passuling ini dimainkan oleh laki-laki untuk mengiringi lantunan lagu duka (Pa'marakka)
dalam menyambut keluarga atau kerabat yang menyatakan dukacitanya. Passuling ini dapat
juga dimainkan di luar acara kedukaan, bahkan boleh dimainkan untuk menghibur diri dalam
keluarga di pedesaan sambil menunggu padi menguning.
Pa'pelle'/pa'barrung
Alat musiknya terbuat dari batang padi dan disambung sehingga mirip terompet dengan daun
enau yang besar. Pa'barrung ini merupakan musik khusus pada upacara pentahbisan rumah
adat (Tongkonan) seperti Ma'bua', Merok, Mangara dan sejenisnya.
Pa'pombang/pa'bas
Inilah musik bambu yang pagelarannya merupakan satu simponi orkestra. Dimainkan oleh
banyak orang biasanya murid-murid sekolah di bawah pimpinan seorang dirigen. Musik
bambu jenis ini sering diperlombakan pada perayaan bersejarah seperti hari peringatan
Proklamasi Kemerdekaan RI, Peringatan Hari Jadi tana Toraja. Lagu yang dimainkan bisa
lagu-lagu nasional, lagu-lagu daerah Tana Toraja, lagu-lagu gerejawi, dan lagu-lagu daerah di
seluruh Indonesia.
Pa'karobbi
Alat kecil dengan benang halus diletakkan pada bibir. Benang atau bibir disentak-sentak
sehingga menimbulkan bunyi yang berirama halus namun mengasyikkan.
Pa'tulali'
Bambu kecil yang halus, dimainkan sehingga menimbulkan bunyi/suara yang lumayan untuk
menjadi hiburan.
Pa'geso'geso'
Sejenis alat musik gesek. Terbuat dari kayu dan tempurung kelapa yang diberi dawai. Dawai
yang digesek dengan alat khusus yang terbuat dari bilah bambu dan tali akan menimbulkan
suara khas. Alat ini mengeluarkan nada sesuai dengan tekanan jari si pemain pada dawai.
Pa'geso'-geso' terkenal dari Kecamatan Saluputti.
Lar Lamat adalah tanah tempat tinggal, sawah, ladang dan aliran sungai atau danau serta
tempat mereka dimakamkan jika mereka meninggal dunia. Selanjutnya untuk mengawasi dan
sekaligus menguasai “Lar Lamat”, dipilihlah seorang penguasa atau pemimpin yang disebut
“Nyaka”. Jika ada penduduk berikutnya yang datang dan ingin bermukim dan mencari nafkah
dengan membuka tanah baru disitu, tanah itu yang disebut “Tana Penyaka”, mereka akan
diterima dan mendapat hak serta kedudukan yang sama dengan syarat mereka harus tetap
mematuhi ketentuan-ketentuan yang dikeluarkan oleh Nyaka dan berlaku untuk setiap
anggota masyarakat tana penyaka. Kelak, kelompok- kelompok penduduk inilah yang
kemudian berkembang dan memiliki wilayah sendiri, membentuk hukum sendiri dan sistem
pemerintahan sendiri.
b. Rumah adat
Istana Tua dalam loka
c. Bahasa
Bahasa Sumbawa, atau Basa Samawa, adalah bahasa yang dituturkan di bekas wilayah
Kesultanan Sumbawa yaitu wilayah Kabupaten Sumbawa dan Sumbawa Barat.
d. Makanan khas
Sepat, singang, siong sira, manjareal (kue), dll
e. Senjata khas
Pangat yaitu semacam pisau salah satu macam senjata orang Sumbawa.
f. Kesenian
1. Tari nguri
Tari nguri merupakan tari kreasi baru yang bertemakan penyambutan dan persembahan.Tari
ini pada mulanya diilhami oleh suasana kehidupan seputar istana sumbawa, ketika raja
ditimpa duka beruntun, maka beberapa wanita dating menghadap dengan tujuan menghibur,
melahirkan ucapan yang lemah lembut (menyentu), istilah daerahnya disebut ”Kuri”,sembari
mempersembakan sesuatu yang mengurangi kedukaan sang raja.
2. Tari pasaji
Tari Pasaji dengan gerakan nyema (persembahan) yang penuh santun, para gadis terampil ini
mempersiapkan pasaji, yaitu persembahan makanan yang sudah dimasak kepada suoltan
Sumbawa. Mereka dengan gerakan-gerakan dasar tari sumbawa juga memperlihatkan
bagaimana tatacara mempersiapkan pasaji, menunjukan hasil karyanya kepada sultan,
tatacara meletakan pasaji dan menyerahkannya.Gerakan nyema (sembah) menjadi bagian
penting dalam tarian ini. Hampir setiap perpindahan gerak diawali dan diakhiri dengan
nyema.
3. Sendra tari tanjung menangis
Sendra tari ini diangkat dari cerita rakyat yang hidup diSumbawa.Cerita ini mengisakan
bagaimana seorang putrid raja yang sakit, jatuh cinta pada seorang tabib (dukun tua) dari
Ujung Pandang,Sulawesi Selatan yang bernama Zaenal Abidin yang telah menyembuhkan
dia dari penyakitnya.Setelah diketahui bahwa sang dukun yang sengaja berpenampilan seperti
orang tua ternyata seorang pemuda yang tampan.
4. Tari rabinter
Tari rabinter merupakan tari kreasi baru. Mencerminkan suatu rangkaian kegiatan
penyelenggaraan upacara adat seperti gunting bulu, khitan, tama lamong, perkawinan dan
lain-lain.
II.7 NUSA TENGGARA TIMUR
1. SUKU SUMBA
a. Sejarah
Berdasarkan cerita-cerita dari generasi ke generasi menyatakan bahwa orang sumba berasal
dari Malaka Tana Bara (semenanjung Malaka) berlayar ke Sumba melalui Hapa riu-Ndua
Riu, Hapa Njawa-Ndua Njawa, Rukuhu-Mbali, Ndima –Makaharu, Endi-Ambarai, Enda-
Ndau, Haba—Rai Njua dan terakhir mendarat di Haharu Malai Kataka Lindi Watu. Hal ini
juga sejalan dengan asal usul bangsa indonesia pada umumnya.
pendaratan para leluhur itu diatur strategi seakan-akan mau melakukan pengepungan terhadap
tana Humba sebagai berikut:
a) Rombongan I mendarat di Haharu Malai Kataka Linndi Watu
b) Rombongan II mendarat di La Panda Wai Mananga Bokulu.
c) Rombongan III mendarat di Wula Waijilu-Hongga Hillimata.
d) Rombongan IV mendarat di Mbajiku Padua Kambata Kundurawa.
b. Rumah adat
Uma bakulu
c. Bahasa
Bahasa sumba
d. Makanan khas
Sirih pinang sebagai tanda persahabatan.
e. Senjata khas
Sundu
f. Kesenian
1. Seni Rupa
Seni ini lebih mencerminkan ungkapan semangat religus masyarakat tradisional Sumba
dalam bentuk patung, relief, ornamen, dan lukisan.
2. Tarian
a. Tari kandingangu
Pada zaman dahulu Kandingangu ditarikan pada upacara adata tradisional untuk memohon
kehadiran pencipta alam semesta (dewa-dewi). Namun masa kini tari ini biasa dipentaskan
saat menyambut tamu agung atau dalam acara ramah tamah.
b. Tari yappa iya
Tari ini menggambarkan kegiatan masyarakat Mbarambanja dalam kegiaatanya menangkap
ikan.
2. SUKU ROTE
a. Sejarah
Kisah para leluhur orang Rote ini tidak terlepas dari kisah tiga bersaudara, yaitu Belu Mau,
Sabu Mau, dan Ti Mau. Ketiga bersaudara ini datang dari Malaka melalui Seram dan Tidore.
Belu Mau menetap di Belu dan keturunannya merupakan sebagian besar orang Belu,
terutama Belu Selatan. Si bungsu, Ti Mau berlayar ke barat dan menetap di Rote, terutama di
Nusak Thie, Kecamatan Rote Barat Daya. Sedangkan Sabu Mau meneruskanperjalanannya
dan menetap di Pulau Sawu.
Menurut cerita yang lain, dikisahkan bahwa untuk pertama kalinya nenek moyang orang Rote
menetap di suatu tempat di Rote Timur yang kini bernama Nusal Bilba. Kata Bilba berasal
dari bahasa Belu, yaitu Belu-ba, artinya sahabat datang. Pada waktu itu, para leluhur
menyebut Pulau Rote sebagai Pulau Kale, dengan julukan Nusa Ne do Lino, artinya negeri
tenang dan damai.
b. Rumah adat
dihak
c. Bahasa
Bahasa rote
d. Makanan khas
Jagung bose
e. Senjata khas
Subdu yaitu semacam keris.
f. Kesenian
1. Tarian
Tarian Anaka didikodi, Tarian Dio DoE, Tarian Koa dau-dau, Tarian Koda DiloE, Tarian
Lope, Tarian Koni, dll. Semua tarian ini diiringi gong dan gendang. Irama cepat dan lambat
sangat tergantung pada pukulan gendangnya dengan irama yang diatur. Setiap jenis bunyi dan
hentakan melukiskan satu ragam gerak tertentu.
2. Seni suara
Lagu-lagu daerah Rote yang terkenal adalah antara lain Bolelebo, Mai falie, Mama, Malan
Dengga Dea, Ledo hawu, Nusa mansuek, Nusa lote fu funi dan Kedi tapis telu
3. SUKU MANGGARAI
a. Sejarah
Banyak cerita orang Manggarai mengenai asal usul mereka. Ada yang mengatakan keturunan
Sumba, keturunan Turki yang lalu bermukim di Mandosawo, keturunan dari Bima di
Sumbawa, Bugis Luwu di Sulawesi, Melayu Malaka dan Minangkabau. Kenyataannya tidak
ada satu suku Manggarai tetapi orang Manggarai terdiri dari berbagai kelompok suku, sub
suku atau klan.
Masing-masing gelombang pendatang menempati wilayah tertentu dan dalam
perkembangannya mengembangkan pusat kekuasaan dengan adat tersendiri. Asal keturunan
Sumba yang tiba dalam beberapa gelombang misalnya menumbuhkan suku (adak) Bajo di
bagian selatan sampai barat. Orang Mandosawu ber mukim pegunungan di dekat puncak
gunung Mandosawo tetapi kemudian pindah ke tempat Mano sekarang di kaki pegunungan
bagian utara. Salah satu tokoh suku yang dikenal sebagai Suku Kuleng bernama Rendong
Mataleso diakui sebagai nenek moyang aliansi adak Cibal, Lambaleda, dan Poka.
Pendatang dari Minangkabau konon tiba di Flores di dekat Labuhanbajo di tempat yang
namanya Warloka. Galian arkeologis di Warloka menemukan bukti permukiman prasejarah
sejak palaeolitik, bangunan batu dolmen, menhir serta bukti hubungan dengan dunia luar
berupa keramik Cina dari zaman Ming dan Cing. Orang-orang Minangkabau ini, di bawah
pimpinan Karaeng Mashur, membangun adak Todo. Mereka bermukim di daerah Todo dan
Pongkor sekarang. Di situlah, konon mereka bertemu dengan orang-orang asli yang menurut
cerita bertubuh kecil, berbulu, dan tidak mengenal pakaian ataupun api.
Konon di Komodo pernah tinggal suku asli Ata Modo. Namun, dengan datangnya orang
Bima, Bugis dan Bajo tidak ada lagi orang keturunan asli Modo. Demikian suku-suku yang
lain bercampur baur menjadi Suku Manggarai yang tidak lagi dapat dipisahkan.
Sejak abad 11 Manggarai menjadi perebutan antara kesultanan Bima di Sumbawa dan
Kesultanan Gowa di Sulawesi untuk memperoleh monopoli perdagangan. Meskipun secara
nyata kekuasaan asing dirasakan hanya di pesisir, kedua penguasa ini meninggalkan pengaruh
dalam bentuk struktur kekuasaan dan gelar. Di Reok dan Pota, keduanya kota kecil di pantai
utara ditempatkanlah perwakilan Sultan Bima. Suku-suku yang sementara itu sudah mulai
terorganisasi dalam aliansi suku menjadi kedaluan yang dikepalai seorang dalu yang terutama
bertanggung jawab untuk mengumpulkan upeti bagi sultan Bima. Di bawah Dalu
ditempatkan gelarang yang menguasai satu atau lebih wilayah tuan tanah (tu’a teno). Dalu
maupun gelarang kebanyakan dipilih di antara tokoh adat. Kemudian, dalam
perkembangannya menjadi gelar turun temurun. Letusan gunung Tambora tahun 1815
mematahkan kekuasaan Bima. Kesempatan ini dimanfaatkan beberapa Dalu besar untuk
mencoba memperbesar kekuasaan. Terjadilah perebutan kekuasaan antaran Todo dan Cibal
yang dimenangkan oleh Todo.
Ketika Belanda datang di Manggarai pada awal abad 20 dan mengambil alih penguasaan atas
Manggarai dari Bima, mereka menemukan dan meneruskan struktur administrasi
pemerintahan tersebut. Sementara itu, masyarakat biasa kebanyakan masih hidup dalam
kampung-kampung kecil yang terisolasi, yang umumnya terdiri dari beberapa rumah khas
berbentuk bundar dengan atap kerucut di atas bukit yang mudah dipertahankan dari serangan
musuh.
b. Rumah adat
Rumah Adat Mbaru Niang
c. Bahasa
Bahasa manggarai
d. Makanan khas
Makanan tradisional masyarakat Manggarai antara lain rebok, songkol, jagung latung.
e. Senjata khas
Subdu atau Sudu seperti keris sebagai senjata tikam yang dianggap keramat.
f. Kesenian
Jenis alat musik tradisional masyarakat Manggarai adalah gendang, gong, kerontong, dan
nyiru.
1. Tari caci
Tari Caci membawa simbol pertobatan manusia dalam hidup
2. Ronda
Ronda adalah sebuah nyanyian yang dipakai sebagai nyanyian perarakan, misalnya
menjemput tamu baru.
3. Sae
Sebuah tarian adat Manggarai untuk memeriahkan sebuah pesta. Misalnya dalam upacara
adat masyarakat yaitu upacara paki kaba dalam rangka congko lokap atau menempatkan
kampung baru.
4. Sanda
Sebuah nyanyian, yang dinyanyikan oleh banyak orang dalam bentuk lingkaran. Sanda
sering dipakai dalam upacara menjelang pesta penti dan pesta adat lainnya.
5. Danding
6. Wera.
Pengertian Budaya dan Pluralisme
1. Pengertian budaya
Budaya adalah bentuk jamak dari kata budi dan daya yang berarti cinta, karsa, dan
rasa.Kata budaya sebenarnya berasal dari bahasa Sanskerta budhayah yaitu bentuk jamak
kata buddhi yang berarti budi atau akal.Dalam bahasa Inggris, kata budaya berasal dari kata
culture, dalam bahasa Belanda diistilahkan dengan kata cultuur, dalam bahasa Latin, berasal
dari kata colera.Colera berarti mengolah, mengerjakan, menyuburkan, mengembangkan
tanah (bertani).
Kebudayaan (culture) adalah keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk
social yang digunakan untuk memahami lingkungan serta pengalamannya dan yang menjadi
pedoman tingkah lakunya. Kebudayaan terdiri atas unsur-unsur universal, yaitu bahasa,
teknologi, ystem ekonomi, organisasi social, ystem pengetahuan, religi, dan kesenian, dan
mempunyai tiga wujud, yaitu ide, aktivitas, dan kebendaan yang masing-masing biasanya
disebut ystem budaya atau adat istiadat, ystem social dan kebudayaan, kebendaan.[1]
2. Pengertian Pluralisme
Pluralisme adalah suatu paham atau pandangan hidup yang mengakui dan menerima
adanya “KEMAJEMUKAN” atau “KEANEKARAGAMAN” dalam suatu kelompok
masyarakat. Kemajemukan dimaksud misalnya dilihat dari segi agama, suku, ras, adat-
istiadat, dll. Segi-segi inilah yang biasanya menjadi dasar pembentukan aneka macam
kelompok lebih kecil, terbatas dan khas, serta yang mencirikhaskan dan membedakan
kelompok yang satu dengan kelompok yang lain, dalam suatu kelompok masyarakat yang
majemuk dan yang lebih besar atau lebih luas. Misalnya masyarakat Indonesia yang
majemuk, yang terdiri dari pelbagai kelompok umat beragama, suku, dan ras, yang memiliki
aneka macam budaya atau adat-istiadat. Begitu pula masyarakat Maluku yang majemuk,
ataupun masyarakat Aru yang majemuk.
Menerima kemajemukan berarti menerima adanya perbedaan. Menerima perbedaan
bukan berarti menyamaratakan, tetapi justeru mengakui bahwa ada hal atau ada hal-hal yang
tidak sama. Menerima kemajemukan (misalnya dalam bidang agama) bukanlah berarti bahwa
membuat “penggabungan gado-gado”, dimana kekhasan masing-masing terlebur atau hilang.
Kemajemukan juga bukan berarti “tercampur baur” dalam satu “frame” atau “adonan”.
Justeru di dalam pluralisme atau kemajemukan, kekhasan yang membedakan hal (agama)
yang satu dengan yang lain tetap ada dan tetap dipertahankan.
Jadi pluralism berbeda dengan sinkritisme (penggabungan) dan assimilasi atau
akulturasi (penyingkiran). Juga pluralisme tidak persis sama dengan inkulturasi, kendati di
dalam pluralisme atau kemajemukan bisa terjadi inkulturasi dimana keaslian tetap
dipertahankan.
Menurut Parsudi Suparlan, secara garis besar ada tiga macam kebudayaan dalam
masyarakat Indonesia yang majemuk, yaitu sebagai berikut:
a. Kebudayaan nasional Indonesia yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945.
b. Kebudayaan suku bangsa, terwujud pada kebudayaan suku bangsa dan menjadi unsur
pendukung bagi lestarinya kebudayaan suku bangsa tersebut.
c. Kebudayaan umum lokal yang berfungsi dalam pergaulan umum (ekonomi, politik, social,
dan emusional) yang berlaku dalam lokal-lokal di daerah.
Pluralisme (bahasa Inggris: pluralism), terdiri dari dua kata plural (=beragam) dan isme
(=paham) yang berarti paham atas keberagaman. Definisi dari pluralisme seringkali
disalahartikan menjadi keberagaman paham yang pada akhirnya memicu ambiguitas.
Indonesia adalah Negara yang memiliki ratusan plural kebudayaan yang tersebar hampir
diseluruh penjuru bangsa Indonesia. Dalam hal ini, kita akan membahas dan memahami
adanya pluralitas budaya yang bermacam-macam. Namun yang harus kita ketahui, pluralitas
kebudayaan juga terkadang menjadi konflik karena kesalahpahaman.Oleh sebab itu keutuhan
bangsa harus tetap dijaga dan dibina dengan baik.
Dan juga kita sebagai bangsa Indonesia harus tahu lebih awal dampak positif ataupun
negative dari keberagaman budaya di Indonesia. Kebudayaan merupakan sesuatu yang
meliputi pengetahuan, kepercayaan, seni, kesusilaan, hukum, adat-istiadat, kesanggupan,
serta kebiyasaan lainnya yang dipelajari oleh manusia sebagai anggota masyarakat.
Pluralisme suku bangsa adalah pandangan hidup yang mengakui dan menerima adanya
keanekaragaman berbagai suku bangsa.
Pengertian
-Suku Kailli
-Suku Bajau