Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

Konsep tasawuf akhlaki

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Hadits yang
diampuoleh.
Drs. Abd Rasyid S.pd., M.pd.
Disusun oleh Kelompok: VII
Mawaddah :2131021
Nurul fuady :2131022
Abd Muiz :2131044
Asdar :2131065

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM DARUD DA’WAH WAL-IRSYAD


STAI DDI MAROS
JURUSAN TARBIYAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

I
KATA PENGANTAR

Assalamu Alaikum Wr. Wb


Puji Syukur kita panjatkan atas kehadirat Allah SWT. Yang atas rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini. Tak lupa pula kita kirimkan
salawat serta salam kepada junjungan Nabi besar Muhammad SAW yang telah membawa
kita dari jalan kesesatan menuju jalan yang diridhoi oleh Allah SWT.
Dalam makalah ini menulis tentang “konsep tasawuf akhlaki” sebelumnya kami mohon maaf
atas segala kesalahan atau kekurangan yang terdapat dalam makalah ini. Maka dari itu, kami
sebagai penulis selalu membuka dan menerima saran-saran, baik mengkritik maupun
membangun.
Sebelum mengakhiri pengantar ini, ucapan terimakasih kami persembahkan kepada dosen
pembimbing kami “Bapak Drs.Abd. Rasyid, S.pd., M.pd.” yang telah membimbing kami
sepenuhnya dalam mata kuliah ini.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi siapa yang membacanya, atas segala perhatiannya
kami banyak mengucapkan terimah kasih dari para pembaca.
Wassalamu Alaikum Wr. Wb

Maros, 30 Oktober 2022

Penyusun

II
BABI

PENDAHULUAN

1.1 latar belakang

Di dalam hati manusia ada potensi-potensi atau kekuatan-kekuatan. Ada yang disebut
fitrah yang cenderung pada kebaikan, ada yang disebut nafsu yang cenderung pada
keburukan. Mayoritas manusia di dunia ini mengikuti dan dikendalikan hawa nafsunya.
Dengan demikian maka di dalam hati manusia pasti timbul berbagai penyakit hati, seperti
sombong, membanggakan diri, buruk sangka, maksiat, dan lain sebagainya. Maka dengan
metode-metode tertentu yang dirumuskan, tasawuf akhlaki berkonsentrasi pada upaya-upaya
menghindarkan diri dari akhlak yang tercela, sekaligus mewujudkan akhlak yang terpuji di
dalam hati manusia.

1.2 Rumusan masalah

1. Bagaimana konsep Tasawuf Akhlaki?


2. Siapa saja tokoh Tasawuf Akhlaki?

1.3 tujuan

1. Untuk mengetahui konsep-konsep Tasawuf Akhlaki.


2. Untuk mengetahui tokoh-tokoh dalam Tasawuf Akhlaki.

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................................II
BABI.......................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.....................................................................................................................................1
1.1 latar belakang........................................................................................................................1
1.2 Rumusan masalah..................................................................................................................1
1.3 tujuan....................................................................................................................................1
BAB II.....................................................................................................................................................3
PEMBAHASAN.......................................................................................................................................3
2.1 KOSEP TASAWUF AKHLAKI.....................................................................................................3
A. Pengertian.................................................................................................................................3
B. Ciri-ciri Tasawuf Akhlaki.............................................................................................................4
2.2 TOKOH TOKOH DALAM TASAWUF AKHLAKI..........................................................................8
1. HasanAl-Bashri...........................................................................................................................8
2. Al-Muhasibi................................................................................................................................9
3. Al-Ghazali.................................................................................................................................10
BAB III..................................................................................................................................................10
PENUTUP.............................................................................................................................................10
3.1 KESIMPULAN........................................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................11

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 KOSEP TASAWUF AKHLAKI

A. Pengertian
Tasawuf akhlaki jika ditinjau dari sudut bahasa merupakan bentuk frase atau dalam
kaidah bahasa Arab dikenal dengan sebutan jumlah idhafah. Frase atau jumlah idhafah
merupakan gabungan dari dua kata menjadi satu kesauan makna yang utuh dan menentukan
realitas yang khusus. Dua kata itu adalah “tasawuf” dan “akhlak”. Arti dari kata “tasawuf”
dalam bahasa Arab adalah bisa membersihkan atau saling membersihkan. Kata
“membersihkan” merupakan kata kerja transitif yang membutuhkan objek. Objek dari
tasawuf ini adalah akhlak manusia. Kemudian saling membersihkan merupakan kata kerja
yang di dalamnya harus terdapat dua subjek yang aktif memberi dan menerima.

Kemudian, “akhlak” juga berasal dari bahasa Arab. Kata akhlaq merupakan bentuk
jamak dari khuluq yang secara bahasa bermakna perbuatan atau penciptaan. Akan tetapi,
dalam konteks agama, akhlak bermakna perangai, budi, tabiat, adab, atau tingkah laku.

Konsepsi ajaran akhlak menurut Islam adalah menuju perbuatan amal saleh, yaitu
semua perbuatan baik dan terpuji, berfaedah, dan indah untuk mencapai kebahagiaan di dunia
dan di akhirat yang diridai Allah SWT., sedangkan amal saleh adalah inti ajaran Islam yang
harus diterapkan untuk melatarbelakangi konsepsi akhlak yang hendak dilakukan oleh
manusia.

Jika kata tasawuf dengan kata akhlak disatukan, dua kata ini akan menjadi sebuah
frase, yaitu tasawuf akhlaki. Secara etimologis, tasawuf akhlaki bermakna membersihkan
tingkah laku atau saling membersihkan tingkah laku. Jika konteksnya `adalah manusia,
tingkah laku manusia yang menjadi sasarannya. Tasawuf akhlaki ini bisa pandang sebagai
sebuah tatanan dasar untuk menjaga akhlak manusia atau dalam bahasa sosialnya moralitas
masyarakat.

3
Oleh karena itu, tasawuf akhlaki merupakan kajian ilmu yang sangat memerlukan
praktik untuk menguasainya. Tidak hanya berupa teori sebagai sebuah pengetahuan, tetapi
harus terealisasi dalam rentang waktu kehidupan manusia. Agar mudah menempatkan posisi
tasawuf dalam kehidupan bermasyarakat atau bersosial, para pakar tasawuf membentuk
spesifikasi kajian tasawuf pada ilmu tasawuf akhlaki, yang didasrkan pada sabda Nabi
Muhammad SAW.:

ْ ‫إنَّ َما بُ ِع ْثتُ ُأِلتَ ّم َم َم َكا ِر َم‬


ِ ‫األخاَل‬
)‫ (رواه أحمد والبيهقى‬. ‫ق‬

Artinya: “sesungguhnya aku telah diutus (dengan tujuan) untuk menyempurnakan kemuliaan.
(HR Ahmad dan baihaki).

Bahasa sosialnya moralitas masyarakat.

Tasawuf akhlaki merupakan gabungan antara ilmu tasawuf dengan ilmu akhlak.
Akhlak erat hubungannya dengan perilaku dan kegiatan manusia dalam interaksi sosial pada
lingkungan tempat tinggalnya. Jadi, tasawuf akhlaki dapat terealisasi secara utuh, jika
pengetahuan tasawuf dan ibadah kepada Allah SWT. dibuktikan dalam kehidupan sosial.

Menurut referensi lain Tasawuf Akhlaki adalah ajaran tasawuf yang membahas
tentang kesempurnaan dan kesucian jiwa yang diformulasikan pada pengaturan sikap mental
dan pendisiplinan tingkah laku secara ketat, guna mencapai kebahagiaan yang optimal.

B. Ciri-ciri Tasawuf Akhlaki


1. Melandaskan diri pada Al-Qur’an dan As-Sunnah. Dalam ajaran-ajarannya, cenderung
memakai landasan qur’ani dan hadis sebagai kerangka pendekatannya

2. Kesinambungan antara hakikat dan syari’at, yaitu keterkaitan antara tasawuf (sebagai
aspek batiniahnya) dengan fiqh (sebagai aspek lahiriyahnya)

3. Lebih bersifat mengajarkan dualisme dalam hubungan antara tuhan dan manusia

4. Lebih terkonsentrasi pada soal pembinaan, pembinaan akhlak dan pengobatan jiwa
dengan cara latihan mental (takhalli, tahalli, dan tajalli)

5. Tidak menggunkan terminologi-terminologi filsafat. Terminologi-terminologi yang


dikembangkan lebih transparan.

4
. C. Konsep Tasawuf Akhlaki
Semua sufi berpendapat bahwa satu-satunya jalan yang dapat mengantarkan
seseorang ke hadirat Allah hanyalah dengan kesucian jiwa. Karena jiwa manusia merupakan
refleksi atau pancaran dari Dzat Allah Yang Suci. Segala sesuatu itu harus sempurna dan
suci, sekalipun tingkat kesempurnaan dan kesucian itu bervariasi menurut dekat atau jauhnya
dari sumber asli.

Untuk mencapai tingkat kesempurnaan dan kesucian jiwa, memerlukan pendidikan


dan pelatihan mental yang panjang. Oleh karena itu, pada tahap pertama teori dan amalan
tasawuf diformulasikan dalam bentuk pengaturan sikap mental dan pendisiplinan peilaku.
Dengan kata lain, untuk berada di hadirat Allah dan sekaligus mencapai tingkat kebahagiaan
yang optimum, manusia harus lebih dulu mengidentifikasikan eksistensi dirinya dengan ciri-
ciri ketuhanan melalui penyucian jasmani dan rohani yang bermula dari pembentukan pribadi
yang bermoral paripurna.

Sejalan dengan tujuan hidup tasawuf, para sufi berkeyakinan bahwa kebahagiaan
yang paripurna dan langgeng bersifat spritual. Berangkat dari falsafah hidup itu, sikap mental
seseorang dinilai berdasarkan pandangannya terhadap kehidupan duniawi. Kaum sufi
sependapat bahwa kenikmatan hidup duniawi bukanlah tujuan, tetapi hanya jembatan. Oleh
karena itu, dalam rangka pendidikan mental, yang pertama dilakukan adalah menguasai
penyebab utamanya, yaitu hawa nafsu.

Menurut Al-Ghazali, tidak terkontrolnya hawa nafsu yang ingin mengecap


kenikmatan hidup duniawi adalah sumber utama dari kerusakan akhlak. Kalau bukan karena
adanya kompetisi dalam atribut-atribut kebesaran duniawi, tentu tidak akan ada tindakan-
tindakan manipulasi, seperti korupsi, fitnah, riya’ sombong dan takabur.

Metode yang ditempuh para sufi adalah menanamkan rasa benci kepada kehidupan
duniawi. Ini berarti melepaskan kesenangan duniawi untuk mencintai Tuhan. Esensi cinta
kepada Tuhan adalah melawan hawa nafsu. Bagi sufi, keunggulan seseorang bukanlah diukur
dari tumpukan harta, otoritas dan bentuk tubuh; melainkan dari akhak pribadi yang
diterapkannya.

Para sufi berpendapat bahwa untuk merehabilitasi sikap mental yang buruk diperlukan
terapi yang tidak hanya dari aspek lahiriyah. Itulah sebabnya pada tahap-tahap awal
memasuki kehidupan tasawuf, seseorang diharuskan melakukan amalan dan latihan

5
kerohaniyan yang cukup berat. Tujuannya adalah menguasai hawa nafsu; menekan bahwa
hawa nafsu sampai ke titik terendah; dan apabila mungkin mematikan hawa nafsu sama
sekali.

Pendekatan yang digunakan tasawuf akhlaki adalah pendekatan akhlak yang terdiri dari:

1. Takhalli
Takhalli berarti membersihkan diri dari sifat-sifat tercela, dari maksiat lahir dan
maksiat batin. Takhalli juga berarti mengosongkan diri dari akhlak tercela. Salah satu
akhlak tercela yang paling banyak menyebabkan timbulnya akhlak tercela lainnya adalah
ketergantungan pada kenikmatan duniawi. Hal ini dapat dicapai dengan jalan
menjauhkan diri dari kemaksiatan dalam segala bentuk dan berusaha melenyapkan
dorongan hawa nafsu.

Menurut kaum sufi kemaksiatan pada dasarnya dapat di bagi menjadi dua yaitu
maksiat lahir dan maksiat batin. Maksiat lahir adalah segala sifat tercela yang dikerjakan
oleh anggota lahir, seperti tangan, mulut, dan mata. Maksiat batin adalah segala sifat
tercela yang diperbuat oleh anggota batin yaitu hati.

Membersihkan diri dari sifat-sifat tercela, oleh kaum sufi dipandang penting karena
sifat-sifat ini merupakan najis maknawi (najasah ma’nawiyyah). Adanya najis-najis ini
pada diri seseorang, menyebabkannya tidak dapat dekat dengan tuhan. Hal ini
sebagaimana mepunyai najis dzat (najasah dzatiyyah), yang menyebabkan seseorang
tidak dapat beribadah kepada tuhan.

Sikap mental yang tidak sehat sebenarnya diakibatkan oleh keterikatan pada
kehidupan duniawi. Keterikatan itu, menurut pandangan para sufi, memiliki bentuk yang
bermacam-macam. Bentuk yang dapat dipandang sangat berbahaya adalah sikap mental
riya’. Menurut Al-Ghazali, sifat ingin disanjung dan ingin di agungkan, menghalangi
seseorang menerima kebesaran orang lain, termasuk untuk menerima

keagungan Allah. Hasrat yang ingin disanjung itu sebenarnya tidak lepas dari adanya
perasaan paling unggul, rasa superioritas, dan merasa ingin menang sendiri.
Kesombongan dianggap sebagai dosa besar kepada Allah. Oleh karena itu, Al-Ghazali
menyatakan bahwa kesombongan sama dengan penyembahan diri, bentuk lain dari
politeisme.

6
2. Tahalli
Tahalli ialah upaya menghiasi diri dengan akhalak terpuji. Tahapan tahalli dilakukan
kaum sufi setelah mengosongkan jiwa dari akhlak-akhlak tercela. Tahalli juga berarti
menghiasi diri dengan jalan membiasakan diri dengan perbuatan baik. Berusaha agar
dalam setiap gerak perilaku selalu berjalan di atas ketentuan agama, baik kewajiban yang
bersifat “luar” maupun yang bersifat “dalam”. Kewajiban yang bersifat “luar” adalah
kewajiban yang bersifat formal, seperti sholat, puasa, dan haji. Adapun kewajiban yang
bersifat “dalam”, contohnya yaitu iman, ketaatan dan kecintaan kepada Tuhan.

Tahalli merupakan tahap pengisian jiwa yang telah dikosongkan pada tahap takhalli.
Dengan kata lain, sesudah tahap pembersihan diri dari segala sikap mental yang buruk
dapat dilalui (takhalli), usaha itu harus berlanjut terus ketahap berikutnya yang disebut
tahalli. Sebab apabila suatu kebiasaan telah di lepaskan tetapi tidak ada penggantinya,
maka kekosongan itu dapat menimbulkan frustasi. Oleh karena itu, ketika kebiasaan
lama ditinggalkan, harus segera diisi dengan kebiasaan baru yang baik.

Manusia yang mampu mengosongkan hatinya dari sifat-sifat yang tercela atau
(takhalli) dan mengisinya dengan sifat-sifat yang terpuji (tahalli), segala perbuatan dan
tindakannya sehari-hari selalu berdasarkan niat yang ikhlas. Ia akan ikhlas kepada Allah,
ikhlas mengabdi kepada masyarakat, ikhlas berbuat baik dan ikhlas memberi bantuan
kepada sesama. Ikhlas artinya dalam melakukan perbuatan tidak mengharapkan suatu
balasan. Seluruh hidupnya diikhlaskan untuk mencari keridhaan Allah semata. Manusia
yang seperti inilah yang dapat mendekatkan diri kepada Tuhan.

Berikut contoh sikap atau perilaku dalam upaya menghiasi diri dengan akhlak terpuji

a. Tobat, artinya memohon ampun kepada Allah atas segala kesalahan dan dosa-dosa
yang telah diperbuat dan berjanji tidak akan mengulangi lagi.

b. Wara’, artinya meninggalkan segala keragu-raguan antara yang halal dan yang haram
atau syubhat.

c. Zuhud, artinya pola hidup yang menghindari dan meninggalkan keduniawian karena
ibadah kepada Allah SWT. serta lebih mencintai kehidupan akhirat.

d. Fakir, artinya tidak meminta lebih dari apa yang telah diberikan Allah SWT. (selalu
merasa cukup)

7
e. Sabar dimaksudkan sabar dalam menjalankan perintah-perintah Allah SWT., sabar
dalam menahan hawa nafsu, dan sabar dalam menerima cobaan-cobaan dari Allah
SWT.

f. Tawakal, artinya bersandar atau memercayakan diri kepada Allah SWT. dalam
menghadapi setiap kepentingan.

g. Rida, artinya menerima segala apa yang telah ditakdirkan dan ditentukan Allah SWT.

3. Tajalli
Tajalli merupakan terbukanya dinding penghalang (tabir) yang membatasi manusia
dengan Allah SWT. sehingga tercapai sinar ilahi. Hal ini dapat dilihat setelah seseorang
mampu menguasai dirinya serta dapat menanamkan sifat-sifat terpuji dalam jiwanya maka
hatinya akan menjadi jernih serta memancarkan ketenangan dan ketentraman.

Setiap calon sufi perlu mengadakan latihan-latihan jiwa (riyadhah), berusaha


membersihkan dirinya dari sifat-sifat tercela, mengosongkan hati dari sifat-sifat keji dan
melepaskan segala sangkut paut dengan dunia. Setelah itumengisi dirinya dengan sifat-sifat
terpuji, segaa tindakannya selalu dalam rangka ibadah, memperbanyak dzikir, dan
menghindarkan diri dari segala yang dapat mengurangi kesucian diri baik lahir maupun batin.
Seluruh hati semata-mata diupayakan untuk memperoleh tajalli dan menerima pancaran nur
ilahi. Apabila tuhan telah menembus hati hambanya dengan nurnya maka berlimpah ruahlah
rahmat dan karunianya. Pada tingkat ini seorang hamba akan memperoleh cahaya yang terang
benerang, dadanya lapang dan terangkatnya tabir rahasia dalam malakut. Pada saat itu,
jelaslah segala hakikat ketuhanan yang selama ini terhalangi oleh kotoran jiwa.

Para sufi sependapat bahwa satu-satunya cara untuk mencapai tingkat kesempurnaan,
kesucian jiwa yaitu dengan mencintai Allah dan memperdalam rasa cinta tersebut. Dengan
kesuciaan jiwa, jalan untuk mencapai tuhan akan terbuka. Tanpa jalan ini tidak ada
kemungkinan terlaksananya tujuan dan perbuatan yang dilkakukanpun tidak dianggap
sebagai perbuatan baik.

2.2 TOKOH TOKOH DALAM TASAWUF AKHLAKI

1. HasanAl-Bashri
Hasan Al-Bashri, yang nama lengkapnya Abu Sa’id Al-Hasan bin Yasar adalah
seorang zahid yang amat mashur diklangan tabi’in. Ia dilahirkan di madinah pada tahun 21 H

8
(632 M) dan wafat pada hari kamis bulan rajab tanggal 10 tahun 110 H (728 M). Ia di
lahirkan 2 malam sebelum khalifah Umar bin Khatab wafat. Ia dikabarkan bertemu dengan
70 orang sahabat yang turut menyaksikan peperangan badar dan 300 sahabat lainnya.

Menurut Hamka ajaran-ajaran tasawuf Hasan Al-Bashri yaitu sebagai berikut:

a. Perasaan takut yang menyebabkan hatimu tentram lebih baik dari pada rasa tentram
yang menimbulkanperasaantakut.

b. Dunia adalah negeri tempat beramal. barang siapa bertemu dunia dengan rasa benci dan
zuhud, Ia akan berbahagia dan memperoleh darinya. akan tetapi, barang siapa bertemu
dunia dengan perasaan rindu dan hatinya tertambal dengan dunia, Ia akan sengsara dan
akan berhadapan dengan penderitaan yang tidak dapat di tanggungnya. Tafakur
membawa kita pada kebaikan dan berusaha mengerjakannya. Menyesal atas perbuatan
jahat meneyebabkan kita untuk tidak mengulanginya lagi. Sesuatu yang fana’
betapapun banyaknya tidak akan menyamai sesuatu yang baqa’’ betapapun sedikitnya.
Waspadalah terhadap negeri yang cepat datang dan pergi serta penuh tipuan

c. Dunia ini adalah janda tua yang telah bungkuk dan beberapa kali di tinggal mati
suaminya.

d. Orang yang beriman senantiasa berduka cita pada pagi dan sore hari karena berada di
antara dua perasaan takut, yaitu takut mengenang dosa yang telah lampau dan takut
memikirkan ajal yang masih tinggal serta bahaya yang akan mengancam

e. Hendaklah setiap orang sadar akan kematian yang senantiasa mengancamnya, hari
kiamat yang akan menagih janjinya.

f. Banyak duka cita di dunia memperteguh semangat amal sholeh.

Berkaitan dengan ajaran tasawuf Hasan Al-Bashri, Mohammad Mustafa, guru besar
filsafat islam, menyatakan bahwa tasawuf Hasan Al- Bashri didasari oleh rsa takut siksa
tuhan di dalam neraka. Akan tetapi setelah kami teliti ternyata bukan perasaan takut
terhadap sikasaanlah yang mendasari tasawufnya, tetapi kebesaran jiwanya akan
kekurangan dan kelalaian dirinya yang mendasari tasawufnya. Sikap itu seirama dengan
sabda Nabi Muhammad SAW., “orang beriman yang selalu mengingat dosa-dosa yang
pernah di lakukannya laksana orang itu dibawah sebuah gunung besar yang senatiasa
merasa takut gunung itu akan menimpa dirinya.

9
2. Al-Muhasibi
Al-Haris bin Asad Al- Muhasibi (w. 243 H) menempuh jalan tasawuf karea hendak
keluar dari keraguan yang di hadapinya. Tatkala mengamati madzhab-madzhab yang di anut
umat islam, Al- Muhasibi menemukan berbagai kelompok di dalamnya. Di antara mereka,
ada sekelompok orang yang tau tentang ke akhiratan tetapi jumlah mereka sangat sedikit.
sebagian besar dari mereka adalah orang-orang yang mencari ilmu karena kesombongan dan
motifasi keduniaan. Di antara mereka terdapat pula orang-orang yang terkesan sedang
melakukan ibadah karena Allah SWT., tetapi sesungguhnya tidak demikian.

Al-Muhasibi memandang bahwa jalan keselamatan hanya dapat di tempuh melalui


ketakwaan kepada Allah SWT., melaksanakan kewjiban-kewajiban, meneladani Rasulullah
SAW. Tatkala sudah melaksanakan hahal di atas menurut -Al-Muhasibi- seseorang akan di
beri petunjuk oleh Allah SWT. berupa penyatuan anatara fiqh dan tasawuf. Ia akan
meneladanni Rasulullah SAW. Dan lebih mementingkan akhirat dari pada dunia.

3. Al-Ghazali
Nama lengkapnya adalah Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin Muhammad
bin Ta’us Ath-Thusi Asy-Syafi’I al-Ghazali. Secara singkat dipanggil Al-Ghazali atau Abu
Hamid Al-Ghazali. Ia dipanggil Al-Ghazali karena dilahirka di kampung Ghazlah, suatu kota
di Khurasan, Iran, pada tahun 450 H/1058 M, tiga tahun setelah kaum Saljuk mengambil alih
kekuasaan di Baghdad.

Ajaran tasawuf Al-Ghazali yaitu dalam tasawufnya memilih tasawuf sunni yang
berdasarkan al-Qur’an dan As-Sunnah nabi Muhammad SAW. ditambah dengan doktrin
Ahlu As-Sunnah wa Al-Jamaah. Dari paham tasawufnya, ia menjauhkan semua
kecenderungan gnostis yang memengaruhi para filsuf islam, sekte Ismailiyah, aliran Syi’ah,
Ikhwan Ash-Shafa, dan lain-lainnya. Ia menjauhkan tasawufnya dari paham ketuhanan
Aristoteles, seperti emanasi dan penyatuan sehingga dapat dikatakan bahwa tasawuf Al-
Ghazali benar-benar bercorak islam.

BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

1. Tasawuf Akhlaki merupakan kajian ilmu yang berkonsentrasi pada upaya-


upayamendekatkandirikepadaAllahSWT.

10
2. Ciri-ciri dari Tasawuf Akhlaki Lebih terkonsentrasi pada soal pembinaan, pembinaan
akhlak dan pengobatan jiwa dengan cara latihan mental (takhalli, tahalli, dan tajalli)

3. Konsep dari Tasawuf Akhlaki yaitu dalam uapaya mendekatkan diri kepada Allah SWT.
manusia harus melalui beberapa tahap yaitu: tahap pertama Takhalli (tahap pembersihan dan
pengosongan jiwa dar sifat-sifat tercela) tahap kedua Tahalli (tahap penghiasan diri dengan
sifat-sifat terpuji) dan tahap ketiga yaitu Tajalli (terbukanya dinding penghalang atau tabir
yang membatasi manusia dengan Allah SWT.

4. Tokoh-tokoh dalam Tasawuf Akhlaki yaitu Hasan Al-Bashri, Al-Muhasibi, dan Al-
Ghazali.

DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Rosiihon. 2010. Akhlak Tasawuf. Bandung: Pustaka Setia.

Amin, Samsul Munir. 2015. Ilmu Tasawuf. Jakarta: Amzah.

Nasution, Ahmad Bangun, dan Rayani Siregar. 2015. Akhlak tasawuf. Jakarta: PT Rajagrafindo.

11

Anda mungkin juga menyukai