Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH AKHLAK TASAWUF

MA’RIFAH DAN ITTIHAD

OLEH

MUHAMMAD THORIQ BIN


ZIYAD(200106053)

BAIQ ELINDA
SOPIANA(200106038)

BAIQ LAILI SOLEHATUN


(200106052)

ROSTINA FIBRIANI

( 200106057)

JURUSAN PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI MATARAM
TAHUN 2020/2021
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR BAB


I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

B. Rumusan Masalah

C. Tujuan masalah
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Ittihad

B. Pengertian Ma’rifah

C. Dalil Dan Hadits Ittihad

D. Dalil Dan hadits Ma’rifah

E. Sikap Dan Prilaku Ittihad Dan Ma’rifah

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan

B. Saran

DAFTAR PUSTAKA
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan Kepada Tuhan Yang Maha Esa atau anugrah- nya
sehingga kami dapat menyelesaikan penulisan makalah tentang Ittihad Dan Ma’rifah.
Adapun maksud dan tujuan dari penyusun Makalah ini selain untuk menyelesaikan
tugas yang diberikan oleh dosen pengajar, juga untuk lebih memperluas pengetahuan
para mahasiswa khususnya bagi prenulis. Penulis telah berusaha untuk menyusun
makalah ini dengan baik, namun penulis pun menyadari bahwa kami memiliki akan
adanya keterbatasan kami sebagai manusia biasa. Oleh karena itu jika didapati adanya
kesalahan-kesalahan baik dari segi teknik penulisan, maupun dari isi, maka kami
memohon maaf dan kritik serta saran dari dosen pengajar bahkan semua pembaca
sangat diharapkan oleh kami dapat menyempurnakan makalah ini terlebih juga dalam
pengetahuan bersama.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang

Ma’rifah salah satu aspek dari kajian disiplin ilmu tasawuf yang disandarkan
kepada sumber ajaran islam, yaitu al-qur’an dan hadits atau sunnah yang tercermin
dalam pratek kehidupan rasulullah saw. Kata ma’rifah yang secara khusus menjadi
konsep spritual islam di dalam al-qur’an memang tidak ditemukan secara harfiah.
Akan tetapi dapat digali makna ma’rifah yang menjadi inti kesufian dari subtsansi
sebagai pesan dalam al-qur’an. Ma’rifah tidak dapat diraih melalui jalan indrawi
karena menurut rumi, hal seperti itu halnya mencari-cari mutiara yang berda didasar
laut hanya dengan datang dan memandang laut dari darat. Salah satu perbedaan antara
ma’rifah dengan jenis pengetahuan yang lain adalah cara memperolehnya, jenis
pengetahuan biasa diperoleh melalui usaha keras, seperti belajar, merenung, dan
berfikir keras melalui cara-cara berfikir yang logis. Ittihad menurut bahasa berarti
penyatuan atau perpaduan dua hal artinya dengan tuhan tanpa diantarai sesuatu
apapun, dalam tasawuf ittihad adalah kondisi dimana orang sufi merasadirinya
menyatu dengan tuhan sehingga masing-masing diantara keduanya bisa memanggil
kata-kata aku.
B. Rumusa Masalah
1) Pengertian Ittihad
2) Pengertian Ma’rifah
3) Dalil Dan Hadits Ittihad
4) Dalil Dan Hadits Ma’rifah
5) Sikap Dan prilaku Ittihad Dan Ma’rifah
C. Tujuan

Adapaun tujuan dan penulisan makalah ini adalah untuk memaparkan


dan penjelasan serta memahami tentang ittihad dan ma’rifah.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Ittihad
Apabila seorang sufi telah berada dalam keadaan fana, maka pada saat itu ia
telah dapat menyatu dengan Tuhan, sehingga rujudiyahnya kekal atau al-baqa. Di
dalam perpaduan itu ia menemukan hakikat jari dirinya sebagai manusia yang berasal
dari Tuhan, itulah yang dimaksud dengan Ittihad.
Ittihad menurut bahasa berarti penyatuan atau berpadunya dua hal, artinya
perpaduan dengan Tuhan tanpa diantarai sesuatu apapun. Ittihad dipandang sebagai
ajaran doktrinal karena memadukan eksestensi dua wujud yang terpisah (Wahdah al-
Wujud). Hal ini bertentangan dengan konsep kesatuan wujud (Wahdah al-Wujud) jika
dipahami sebagai kesatuan.
Dalam tasawuf, ittihad adalah kondisi dimana seorang sufi merasa dirinya menyatu
dengan Tuhan sehingga masing-masing diantara keduanya bisa memanggil kata-kata
aku.
Menurut Abu Yazid, ia tidak pernah mengaku sebagai Tuhan. Proses ittihad
adalah naiknya jiwa manusia ke hadirat Illahi, bukan melalui reinkarnasi. Sirnanya
segala sesuatu dari kesadaran dan pandangannya, yang disadari dan dilihat hanya
hakikat yang satu, yakni Allah. Bahkan dia tidak melihat dan tidak menyadari sendiri
karena dirinya terlebur dalam Dia yang dilihat.
B. Pengertian Ma’rifah
Darisegibahasa,ma’rifahberasaldarikata ‘arafa, yaitu ya’rifu,‘irfan dan ma’rifa
h yang artinya mengetahui atau pengalaman. Dan apabila dihubungkan dengan
pengalaman tasawwuf, maka istilah ma’rifah di sini berarti mengenal Allah ketika
Sufi mencapai suatu maqam dalam tasawuf.
Tidak semua orang yang menuntut ajaran tasawuf dapat sampai kepada
tingkatan ma’rifah. Karena itu, Sufi yang sudah mendapatkan ma’rifah, memiliki
tanda-tanda tertentu, sebagaimana keterangan Dzun Nun Al-Mishri yang
mengatakan; ada beberapa tanda yang dimiliki oleh Sufi bila sudah sampai kepada
tingkatan ma’rifah, antara lain:
a) Selalu memancar cahaya ma’rifah padanya dalam segala sikap dan
prilakunya, karena itu, sikap wara’ selalu ada pada dirinya.
b) Tidak menjadikan keputusan pada sesuatu yang berdasarkan fakta yang
bersifat nyata, kerena hal-hal yang nyata menurut ajaran Tasawuf, belum tentu
benar.
c) Tidak menginginkan nikmat Allah yang banyak buat dirinya, karena hal itu
bisa membawanya kepada perbuatan yang haram[1].
Dari sinilah kita dapat melihat bahwa seorang Sufi tidak membutuhkan
kehiduoan yang mewah, kecuali tingkatan kehidupan yang hanya sekedar dapat
menunjang kegiatan ibadahnya kepada Allah SWT. Sehingga Asy Syekh
Muhammad bin Al-Fadhal mengatakan bahwa Ma’rifah yang dimiliki Sufi, cukup
dapat memberikan kebahagiaan batin padanya, karena merasa selalu bersama-sama
dengan Tuhannya.
C. Dalil Dan Hadits Ittihad
Dan ingatlah ketika kami berfirman kepada para malaikat ‘’ sujudlah kamu
kepada adam’’ maka sujudlah mereka kecuali iblis, ia enggan dan takabbur dan ia
termasuk golongan orang-orang yang kafir.
‫انني انا هللا ال اله اال انا فا عبد ني واقم اصال ة لذكري‬
Sesungguhnya aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain aku,
maka sembahlah akudan dirikanlah sholat untuk mengingat aku.
‫من عرف نفسه فقد عرف ربه‬
Barang siapa yang mengetahui nafsunya maka dia akan mengetahui Tuhannya.
D. Dalil Dan Hadits Ma’rifah
‫ومن ايته يركم البرق خو فا وطمعا وينزل من اسما ء ماء فيخيي به االررض بعد موتها ان في ذلك ال يا ت لقوم‬
‫يعقلون‬
Dan diantara tanda-tanda kekuasaannya Dia memperlihatkan kepadamu kilat
untuk (menumbulkan) kekuatan dan harapan dan Dia menurunkan hujan dari langit,
lalu menghidupkan bumi dengan air itu sesudah matinya. Sesungguhnya pada yang
demikian itu benar-benar terhadap tanda-tanda bagi kaum yang mempeegunakan
akalnya..
E. Sikap Dan Prilaku Ittihad Dan Ma’rifah
a) Ittihad

Ittihad dalam ajaran tasawuf kata Ibrahim Makdur adalah tingkat tertinggi
yang dapat dicapai dalam perjalanan jiwa manusia. Orang yang sudah sampai pada
tingkat ini, dia dengan Tuhannya telah menjadi satu, terbukalah dinding, dia dapat
melihat sesuatu yang tidak pernah dilihat oleh mata. Orang yang sudah mencapai
tingkat ini akan hilang kesadarannya, dia tidak mengenal lagi wujud alam kasarnya
dan keberadaan alam sekitarnya.

Jadi ittihad merupakan tingkatan dimana manusia tidak ada lagi siapa dirinya dan
alam sekitarnya. Ia asyik dengan persatuan dengan Tuhannya. Karena itu ia suka
Berbicara yang aneh-aneh, seperti, dalam kitab hikam, Allah ada dalam bajuku, dan
aku adalah Allah

b) Ma’rifah

Menurut salah satu ulama, batin manusia makrifat dapat melihat alamul
malakut. Hal ini karena kalbu manusia melahirkan kekuatan batin yang berasal dari
alam malakut. Selain itu, orang yang memiliki sifat makrifat biasanya merupakan
orang yang dipilih Allah. Tidak lain adalah orang yang tidak berakhlak buruk dan
tidak memiliki amalan-amalan tercela. Salah satunya, ketika orang atau manusia
berjuang untuk menundukkan syahwat dan amarah dalam dirinya sendiri. Selain itu,
kelebihan orang yang memiliki sifat makrifat adalah berbicara dengan hati bukan
mulutnya. Dalam hal ini, ketika batin manusia sudah dibuka, seluruh indra jasmani
tidak berfungsi dan berakhir pada batin. Di mana orang-orang akan lebih mudah dan
lebih banyak berbicara dengan hati daripada dengan mulut.

Perlu diketahui, bahwa indera jasmani dapat mengelabuhi manusia itu sendiri.
Sedangkan batin selalu mengarah pada sesuatu yang tepat dan tidak akan
mengelabuhi manusia itu sendiri. Ini merupakan kelebihan yang akan didapatkan
oleh orang-orang makrifat. Meskipun tidak semua orang dan hanya orang-orang
tertentu saja. Namun dengan berperilaku baik dan melawan setiap pikiran dan sikap
buruk tentu perlu diterapkan oleh seluruh umat muslim. Hal ini tidak lain sebagai
upaya untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah dan agamanya.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dalam tasawuf, ittihad adalah kondisi dimana seorang sufi merasa dirinya
menyatu dengan Tuhan sehingga masing-masing diantara keduanya bisa
memanggil kata-kata aku.
Menurut Abu Yazid, ia tidak pernah mengaku sebagai Tuhan. Proses ittihad
adalah naiknya jiwa manusia ke hadirat Illahi, bukan melalui reinkarnasi.
Sirnanya segala sesuatu dari kesadaran dan pandangannya, yang disadari dan
dilihat hanya hakikat yang satu, yakni Allah. Bahkan dia tidak melihat dan tidak
menyadari sendiri karena dirinya terlebur dalam Dia yang dilihat.
Dan apabila dihubungkan dengan pengalaman tasawwuf, maka istilah
ma’rifah di sini berarti mengenal Allah ketika Sufi mencapai suatu maqam
dalam tasawuf.
Tidak semua orang yang menuntut ajaran tasawuf dapat sampai kepada
tingkatan ma’rifah.

B. Saran
Hendaklah kita sebagai manusia yang selalu meningkatkan keimanan kita
kepada Allah, karena peningkatan tersebut dapat menjadi makhluk yang mulia
disisiNya. Dan menjadi kekasihNya. Pada mulanya kitd mulai dengan taubat
dan jalan yang tertera dalam maqam terserah mau mengikuti yang mana.

Janganlah kita menyombongkan diri kita dengan secuil ilmu yang kita punya
karena hal itu tidak berarti apa-apa. Hendaklah kita menerapkan 3 pokok dalam
islam yaitu syariah, torikot dan hekekat. Tauhid, fiqih dan tasawuf, karena
semua itu saling berkaitan.
DAFTAR PUSTAKA
Jumanto Totok (2005). Kamus Ilmu Tasawuf, Jakarta: AMZAH.

Nasirudin (2009). pendidikan Tasawuf, Semarang: RaSALI Media Grup.

Anda mungkin juga menyukai