Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

ITTIHAD DAN HULUL


Diajukan guna memenuhi tugas kelompok mata kuliah AKHLAQ TASAWUF
Dosen Pengampu: Hikmat Purnama, Lc. M.Pd

Disusun oleh:
Farhan Haliman
Yusri Al Ghifari
Fakultas Tarbiyah
PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
INSTITUT MADANI NUSANTARA

Jl. Lio Balandongan sirnagalih No. 7 Kel. Cikondang Kec. Citamiang Kota.
Sukabumi
Telp/Fax (0266) 225465

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena anugerah dan
rahmat-Nya sehingga makalah ini dapat terselesaikan. Dalam penyusunan
makalah ini, penulis telah berusaha semaksimal mungkin, yang mana telah
memakan waktu dan pengorbanan yang tak ternilai dari semua pihak yang
memberikan bantuannya, yang secara langsung merupakan suatu dorongan yang
positif bagi penulis ketika menghadapi hambatan-hambatan dalam menghimpun
bahan materi untuk menyusun makalah ini.

Namun penulis menyadari bahwa makalah ini masih sangat jauh dari
kesempurnaan, baik dari segi penyajian materinya maupun dari segi bahasanya.
Karena itu saran dan kritik yang bersifat konstruktif senantiasa penulis harapkan
demi untuk melengkapi dan menyempurnakan makalah ini.

Sukabumi, Desember 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................... ii

DAFTAR ISI ................................................................................................... iii

BAB I PENDAULUAN .................................................................................. 1

A. Latar Belakang ..................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah ................................................................................ 1
C. Tujuan Penulisan .................................................................................. 1

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................ 3

A. ITTIHAD .................................................................................................. 3
1. Pengertian Ittihad ................................................................................. 3
2. Tokoh Yang Mengembangkan Faham Ittihad ..................................... 4
B. HULUL ..................................................................................................... 5
1. Pengertian Hulul................................................................................... 5
2. Tokoh Yang Mengembangkan Faham Al-Hulul ................................. 6
3. Dasar Hukum Hulul ............................................................................. 7

BAB III PENUTUP ........................................................................................ 8

A. Kesimpulan .......................................................................................... 8
B. Saran ..................................................................................................... 8

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 9

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Islam adalah agama yang dibawa oleh seluruh Nabi dan Rasul mulai dari
Nabi Adam hingga Nabi Muhammad shallaahu alaihi wasallam. Islam pula
adalah satu-satunya agama yang diridloi oleh Allah. Oleh kerena Islam adalah
agama yang dirudhloi oleh alloh, sudah tentu islam adalah agama yang mencakup
segala aspek kehidupan ini.
Sebagaimana Nabi Muhammad diutus untuk memperbaiki akhlak ummat,
maka Islam mengajarkan hal-hal yang berkaitan dengan akhlak manusia. Salah
satu yang termasuk adalah akhlak tasawuf.
Dalam akhlak tasawuf dibahas beberapa maqamat dan ahwal untuk
mencapai ma’rifat. Diantaranya adalah hulul, ittihad, wahdatul wujud, dll.
Maka, dalam makalah ini penulis membahas hulul, ittihad, wahdatul wujud
agar pembaca mengetahui konsep dari beberapa konsep akhlak tasawuf. Lebih
luasnya lagi, penulis berharap amal dan perbuatan yang kita kerjakan sesuai
dengan ajaran Rasul.
Mudah-mudahan dengan penbahasan sekilas ini dapat menambah wawasan
penulis khususnya dan pembaca umumnya.

B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Ittihad?
2. Siapa Tokoh Yang Mengembangkan Paham Ittihad?
3. Apa Pengertian Hulul?
4. Siapa Tokoh Yang Mengembangkan Paham Al-Hulul?
5. Apa Dasar Hukum Hulul?

C. Tujuan Makalah
1. Mengetahui Pengertian Ittihad.
2. Mengetahui Tokoh Yang Mengembangkan Paham Ittihad

1
3. Mengetahui Pengertian Hulul.
4. Mengetahui Tokoh Yang Mengembangkan Paham Al-Hulul.
5. Mengetahui Dasar Hukum Hulul.

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Ittihad
1. Pengertian Ittihad
Ittihad memiliki arti "bergabung menjadi satu", sehingga paham ini berarti
seorang sufi dapat bersatu dengan Allah setelah terlebih dahulu melebur dalam
sandaran rohani dan jasmani (fana) untuk kemudian dalam keadaan baqa, bersatu
dengan Allah. Dalam paham ini, seseorang harus melalui beberapa tingkatan
untuk mencapai Ittihad, yaitu fana dan baqa'. Fana merupakan peleburan sifat-
sifat buruk manusia agar menjadi baik. Pada saat ini, manusia mampu
menghilangkan semua kesenangan dunia sehingga yang ada dalam hatinya hanya
Allah (baqa). Inilah inti ittihad, "diam pada kesadara ilahi".
Dalam tasawuf, ittihad adalah kondisi dimana seorang sufi merasa dirinya
menyatu dengan Tuhan sehingga masing-masing diantara keduanya bisa
memanggil kata-kata aku.
Ittihad itu akan tercapai kalau seorang sufi telah dapat menghilangkan
kesadarannya. Dia tidak mengenal lagi wujud tubuh kasarnya dan wujud alam
sekitarnya. Namun lebih dari itu sebenarnya. Menurut Nicolson, dalam faham
ittihad, hilangnya kesadaran adalah permulaan untuk memasuki tingkat ittihad
yang sebenarnya dicapai dengan adanya kesadaran terhadap dirinya sebagai
Tuhan. Keadaan inilah yang disebut dengan kesinambungan hidup setelah
kehancuran (“abiding after passing away”, al-baqa’ ba’ad al-fana’). Dan
hilangnya kesadaran (fana’) yang merupakan awal untuk memasuki pintu ittihad
itu adalah pemberian Tuhan kepada seorang sufi. Sekarang jika memang fana
yang merupakan prasyarat untuk mencapai ittihad itu adalah pemberian Tuhan,
maka pemberian itu akan datang sendirinya setelah seorang sufi dengan
kesungguhan dan kesabarannya dalam ibadah dalam usaha memberikan jiwa
sebagaimana dikemukakan di atas.1[11])

1
[11]) Said bin Abdullah Al-Hamdany, Sanggahan Terhadap Tasawuf dan Ahli Sufi. Bandung:
Pelita,1969. hlm. 87

3
2. Tokoh Yang Mengembangkan Paham Ittihad
Abu Yazid memiliki nama lengkap Abu Yazid Thaifur bin ‘Isa bin Surusyan
Al-Busthami. Dia dilahirkan sekitar tahun 200 H / 814 M di Bustam, salah satu di
daerah Qumais, bagian Timur Laut Persia. Ia salah seorang tokoh sufi yang
terkenal dalam abad ketiga hijriah. Surusyan, kakeknya Abu Yazid, adalah
seorang penganut Zoroaster yang kemudian menganut Islam di Bustam.
Keluarganya cukup berada, namun Abu Yazid memilih hidup secara sederhana.
Dalam menjalani kehidupan zuhud, selama 13 tahun Abu Yazid mengembara di
gurun-gurun pasir di Syam, hanya sedikit tidur, makan. dan minum.
Sebagaimana anak dan remaja muslim lainnya, ia pada masa mudanya
mendalami al-Qur'an dan hadits. Ia juga menekuni fiqih Hanafi, kemudian dia
memperoleh pelajaran tentang ilmu tauhid dan ilmu hakikat begitu juga tentang
fana dari Abu Ali Sindi, sehingga tidak diragikan bahwa di masa mudanya ia
sudah memiliki pengetahuan agama yang luarbiasa.
Abu Yazid al-Busthami adalah seorang zahid yang terkenal. Menurutnya
zahid itu adalah seseorang yang mampu atau bisa mendo’akan dirinya untuk
selalu berdekatan dengan Allah. Menurutnya hal ini dapat ditempuh melalui tiga
fase atau tahapan, yaitu: pertama zuhud terhadap dunia, kedua zuhud terhadap
akhirat, dan ketiga zahid terhadap selain Allah. Dalam tahapan terakhir ini dia
berada dalam kondisi mental yang membuat dirinya tidak mengingat apa-apa
selain Allah, yang ada hanyalah Allah belaka.
Abu Yazid juga seorang sufi yang membawa faham yang berbeda dengan
ajaran tasawuf yang dibawa oleh para tokoh-tokoh sufi sebelumnya. Ajaran yang
dibawanya banyak di tentang oleh para ulama fiqih dan tauhid, yang
menyebabkan dia keluar masuk penjara.
Menurut Abu Yazid, manusia adalah pancaran Nur Ilahi, oleh karena itu
manusia hilang kesadarannya (sebagai manusia). Maka pada dasarnya ia telah
menemukan asal mula yang sebenarnya, yaitu nur ilahi atau dengan kata lain ia

4
menyatu dengan Tuhan. Bila seseorang yang telah mencapai ittihad, apa yang
dilakukan adalah melalui Tuhan. Ucapan yang dikatakan dari mulut Abu Yazid
itu, bukanlah kata-katanya sendiri tetapi kata-kata itu diucapkannya melalui diri
Tuhan dalam ittihad yang dicapainya dengan Tuhan. Dengan demikian
sebenarnya Abu Yazid tidak mengakui dirinya sebagai Tuhan, tetapi bagi orang
yang bersikap toleran, ittihad dipandang sebagai penyelewengan, namun bagi
orang yang berpegang teguh pada agama, hal ini dipandang sebagai kekufuran
Ia meninggal pada tahun 261 H / 875 M, dan makamnya masih ada hingga
saat ini. Makamnya yang terletak di tengah-tengah kota, menarik banyak
pengunjung dari berbagai tempat. Ia dikuburkan berdampingan dengan kuburan
Hujwiri, Nasir Khusraw dan Yaqut. Pada tahun 1313 M didirikan diatasnya
sebuah kubah yang indah oleh seorang sultan Mongol, Muhammad Khudabanda
atas nasehat gurunya Syekh Syafruddin, salah seorang keturunan dari
Bustham.2[12])

B. Hulul
1. Pengertian Hulul
Kata Al-Hulul, berdasarkan pengertian bahasa berasal dari kata halla-yahlu-
hululan yang berarti menempati. Al-Hulul dapat berarti menempati suatu tempat.
Jadi hulul secara bahasa berarti Tuhan mengambil tempat dalam tubuh manusia
tertentu, yaitu manusia yang telah dapat melenyapkan sifat-sifat kemanusiaannya
melalui fana. Adapun menurut istilah ilmu tasawuf, Al-Hulul menurut keterangan
Abu Nasr al-Tusi dalam al-Luma’ sebagai dikutip Harun Nasution, adalah paham
yang mengatakan bahwa Tuhan telah memilih tubuh-tubuh manusia tertentu untuk
mengambil tempat didalamnya setelah sifat-sifat kemanusian yang ada dalam
tubuh itu dilenyapkan.
Al-Hulul mempunyai dua bentuk, yaitu:
a. Al-Hulul Al-Jawari yakni keadaan dua esensi yang satu mengambil tempat
pada yang lain (tanpa persatuan), seperti air mengambil tempat dalam bejana.

2
[12]) Ibid., hlm. 90

5
b. Al-Hulul As-Sarayani yakni persatuan dua esensi (yang satu mengalir didalam
yang lain) sehingga yang terlihat hanya satu esensi, seperti zat air yang
mengalir didalam bunga.
Al-hulul dapat dikatakan sebagai suatu tahap dimana manusia dan Tuhan
bersatu secara rohaniah. Dalam hal ini hulul pada hakikatnya istilah lain dari al-
ittihad sebagaimana telah disebutkan diatas. Tujuan dari hulul adalah mencapai
persatuan secara batin. Untuk itu Hamka mengatakan bahwa al-hulul adalah
ketuhanan (lahut) menjelma kedalam diri insan (nasut0, dan hal ini terjadi pada
saat kebatinan seorang insan telah suci bersih dalam menempuh perjalanan hidup
kebatinan.3[6])

2. Tokoh Yang Mengembangkan Paham Al-Hulul


Sebagaimana telah disebutkan di atas, bahwa tokoh yang mengembangkan
paham al-Hulul adalah al-Hallaj. Nama lengkapnya adalah Husein bin Mansur al-
Hallaj. Ia lahir tahun 224 H. (858 M.) di negeri Baidha, salah satu kota kecil yang
terletak di Persia. Dia tinggal sampai dewasa di Wasith dekat dengan Baghdad,
dan dalam usia 16 tahun dia telah pergi belajar pada seorang sufi yang terbesar
dan terkenal, bernama Amr al-Makki, dan pada tahun 264 H. ia masuk kota
Baghdad dan belajar pada al-Junaid yang juga seorang sufi. Selain itu ia pernah
juga menunaikan ibadah haji di Makkah selama tiga kali. Dengan riwayat hidup
yang singkat ini jelas bahwa ia memiliki dasar pengetahua tentang tasawuf yang
cukup kuat dan mendalam.
Dalam perjalanan hidup selanjutnya ia pernah keluar masuk penjara akibat
konflik dengan ulama fikih. Pandangan-pandangan tasawuf yang ganjil
sebagaimana telah dikemukakan menyebabkan seorang ulama fikih bernama ibn
Daud al-Isfahani mengeluarkan fatwa untuk membantah dan memberantas paham
tasawuf al-Hallaj.

3
[6]) M. Sobirin dan Rosihan Anwar, Kamus Tasawuf, Bandung: Remaja Rosda Karya,
2000, hlm. 224

6
3. Dasar hukum hulul
Ajaran hulul memiliki dasar dan landasan, Dalil-dalil dalam al-Qur’an,
misalnya sebagai berikut:

َ‫يس أ َبَى َوا ْستَ ْك َب َر َو َكانَ ِمن‬ َ َ‫َو ِإ ْذ قُ ْلنَا ِل ْل َم ََلئِ َك ِة ا ْس ُجدُوا ِِلَدَ َم ف‬
َ ‫س َجدُوا ِإ اَّل ِإ ْب ِل‬
َ‫ْال َكافِ ِرين‬

“Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para Malaikat: Sujudlah kalian
kepada Adam, maka mereka pun sujud, kecuali Iblis, ia enggan dan takabur dan
adalah ia termasuk golongan yang kafir.” (Q.S Al-Baqarah: 34)4[7])

4
[7]) Asmara AS, Pengantar Studi Tasawuf, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002, hlm. 120

7
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Ittihad memiliki arti "bergabung menjadi satu", sehingga paham ini berarti
seorang sufi dapat bersatu dengan Allah setelah terlebih dahulu melebur dalam
sandaran rohani dan jasmani (fana) untuk kemudian dalam keadaan baqa, bersatu
dengan Allah. Tokoh Yang Mengembangkan Paham Ittihad adalah Abu Yazid
Thaifur bin ‘Isa bin Surusyan Al-Busthami.
Hulul secara bahasa berarti Tuhan mengambil tempat dalam tubuh manusia
tertentu, yaitu manusia yang telah dapat melenyapkan sifat-sifat kemanusiaannya
melalui fana. Tokoh yang mengembangkan paham al-Hulul adalah Husein bin
Mansur al-Hallaj. Ia lahir tahun 224 H. (858 M.)

B. Saran
Sudah seharusnya seorang muslim mendekatkan diri kepada Alloh. Namun
yang tidak kalah penting dari itu hendaknya amalan amalan yang kita lakukan
untuk mendekatkan diri kepada sang pencipta haruslah yang sesuai dengan al
Qur’an dan hadits. Karena kunci dalam beribadah hanyalah ikhlas dan ittiba’
Rosul.

8
DAFTAR PUSTAKA

Said bin Abdullah Al-Hamdany, Sanggahan Terhadap Tasawuf dan Ahli


Sufi. Bandung: Pelita,1969. hlm. 87
Ibid., hlm. 90

M. Sobirin dan Rosihan Anwar, Kamus Tasawuf, Bandung: Remaja Rosda


Karya, 2000, hlm. 224

Asmara AS, Pengantar Studi Tasawuf, Jakarta: Raja Grafindo Persada,


2002, hlm. 120

Anda mungkin juga menyukai