Makalah ini diajukan untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Akhlak Tasawuf
Dosen pengampu : Hilman Taqiyudin S. Ag. M.Pd
Kelompok 7 :
1.Siti Rouhatul Kamila : (231110144)
2.Sofa Mutmainah : (231110137)
3.Siti Nafisa : (231110134)
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Mahabbah adalah cinta , atau cinta yang luhur kepada Tuhan yang suci dan
tanpa syarat, tahapan menumbuhkan cinta kepada Allah , yaitu :
keikhlasan,perenungan , pelatihan spiritual, interaksi diri terhadap kematian,
sehingga tahap cinta adalah tahap tertinggi oleh seorang ahli (ridho), kerinduan
(syaud) dan keintiman (uns).
Sedangkan Ma‟rifah ialah ilmu atau pengetahuan yang diperoleh melalui akal,
Dalam kajian ilmu tasawuf”Ma‟rifat “ adalah mengetahui Tuhan dari dekat,
sehingga hati sanubari dapat melihat Tuhan “. Menurut shufi jalan untuk
memperoleh ma‟rifah ialah dengan membersihkan jiwanya serta menempuh
pendidikan shufi yang mereka namakan maqamat, seperti hidup zuhud, ibadah
dan barulah tercapai ma‟rifat.
Dalam makalah ini kita akan membahas tentang Mahabbah dan Ma‟rifah
beserta tujuan, kedudukan, paham ,serta mahabbah dan ma‟rifah dalam pandangan
Al-qur‟an dan al hadits, Maka jika ada kesalahan yang sekiranyadi luar kesadaran,
kami siap menerima kritik dan saran yang membangun dari para pembaca
sekalian.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah Pengertian Mahabbah
2. Siapa Tokoh Pengembang Mahabbah
3. Bagaimana Alat Untuk Mencapai Mahabbah
4. Bagaimana Mahabbah Dalam Al-Qur‟an Dan Hadist
5. Apakah Pengertian Ma‟rifah
C. TUJUAN MAKALAH
1. Mahabbah merupakan rumput qalbu yang menyiratkan makna – makna yang
hanya dipahami para salikin. Mahabbah adalah penghalang cinta yang lain
1
memasuki selung hati seseorang salik, di manaq albu-nya menutupi dan
mengunci hati tawaran cinta selain dia yaitu Allah SWT.
2. Tujuan mencintai Allah SWT yaitu penyerahan diri total kepada kekasih (
Allah ).
3. Mengunakan pendekatan psikologi untuk melihat adanya potensi rohnya yang
ada dalam diri manusia.
4. Supaya terwujud berupa sikap dalam karakteristik mulia dalam bentuk sikap
diri , sikap social dan karakter yang mengundang cinta Allah.
5. Tujuan Marifat ialah pengetahui tentang Tuhan dengan dekat sehingga hati
sanubari dapat melihat Tuhan karena penghayatan terhadap Dzat Allah itu
bukan dengan pemikiran . Atau pada indera melainkan dengan hati atau qalbu.
2
BAB II
PEMBAHASAN
1. AJARAN AL-MAHABBAH
a. PENGERTIAN AL-MAHABBAH
Mahabbah adalah kata dalam bahasa Arab yang berasal dari kata kerja Ahabba-
Yuhibbu Mahabbatan, maknanya mencintai secara mendalam,kecintaan, atau
cinta yang mendalam. Mahabbah didefinisikan sebagaikecenderungan hati secara
total pada sesuatu, perhatian terhadapnyamelebihi perhatian pada diri sendiri, jiwa
dan harta.
Rabiah adalah seorang zahidah sejati. Beliau merupakan pelopor tasawuf
mahabbah, yaitu penyerahan diri total kepada “kekasih” (Allah) dan ia pun
dikenang sebagai ibu para sufi besar (The Mother of The Grand Master). Rabi‟ah
al-Adawiyah dilahirkan di Basrah (Irak) sekitar tahun 95-99 H/ 717 M. al-
Qaisiyah dan wafat di kota yang sama pada tahun 185 H/801 M. Rabi‟ah al-
Adawiyah merupakan seorang sufi wanita dan penggagas ajaran mahabbah
pertama. Dengan term-term yang menunjuk makna mahabbah dalam al-Qur'an,
dipahami bahwa mahabbah bukanlah sekedar ungkpan pujian kepada yang
dicintai, tetapi terwujud berupa sikap dan karakteristik mulia dalam bentuk sikap
diri, sikap sosial, dan karater yang mengundang cinta Allah
3
dan meninggal dunia di sana pada tahun 1111 M (Harun Nasution, 1983). Adapun
Zun al-Misri berasal dari Naubah, suatu negeri yang terletak di antara Sudan dan
Mesir. Tidak ada tercatat tarikh kelahiran beliau, yang diketahui hanya tahun
wafatnya sahaja laitu pada tahun 860 M. Zun al- Misri puncaknya kaum Sufi pada
abad ketiga hijrah. Beliau yang paling banyak menambahkan jalan buat menuju
Tuhan iaitu dengan mencintai Tuhan dengan menuruti garis perintah yang
diturunkan dan takut terpaling dari jalan yang benar (Hamka, 1983)
4
cinta hanya sebatas ucapan. Penelitian ini tergolong sebagai penelitian pustaka
(library research) yang pengumpulan datanya dilakukan dengan membaca,
memahami, dan mengkritisi berbagai macam literatur yang berkaitan dengan topik
penelitian yang bersifat kualitatif (qualitative research) yaitu dengan pengumpulan
datanya secara trianggulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif,metode
teknik analisis data yang digunakan oleh penulis adalah deskriptif kualitatif dan
analisis isi (conten analysis) yaitu diawali dengan mengungkapkan fenomena yang
bersifat umum, yakni Term maḥabbah dalam al-Qur‟an, kemudian ditarik
kesimpulan dengan menggunakan baik ayat-ayat al-Qur‟an maupun hadiṣ yang
bersifat khusus. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa konsep maḥabbah dalam
al-Qur‟an ialah manusia mampu membuktikan cinta dengan hati yang benar-benar
rela untuk menggapai cinta atau riḍo Ilahi dengan sungguh-sungguh
melaksanakan segala yang diperintahkan Allah dan menjauhi segala larangan-Nya
serta iman di dalam hatinya. Karena iman dalam arti yang terdalam yaitu tak lain
adalah cinta. Kecintaan manusia kepada Allah swt. benar-benar kekal, serta
menjadikan manusia meninggalkan nafsu syahwat, yang membuatnya lebih dekat
dengan Allah swt. menjadikan Allah swt. pertama dihatinya dan Rasulullah saw.
sebagai teladan untuk kehidupan dunia. Implikasi hasil penelitian ini adalah untuk
mengubah mindset orang-orang yang hanya sekedar mengucapkan cinta kepada
Allah namun tidak melaksanakan yang menjadi amanah-amanah dan melakukan
hal-hal yang dapat meraih cinta Allah swt.
5
– هللا ص ل ل يه – و س لم « لمس له
له ، و ه، لهو ل ، و
ليه … ليه و
“Dari Abu Hurairah dari Nabi Saw bersabda: Ada tujuh (golongan orang beriman)
yang akan mendapat naungan Allah pada hari yang tidak ada naungan kecuali
naungan-Nya (yaitu) pemimpin yang adil, seorang pemuda yang menyibukkan
dirinya dengan ibadah kepada Rabb-Nya, seseorang yang hatinya terpaut dengan
masjid, dua orang yang saling mencintai karena Allah mereka tidak bertemu
kecuali karena Allah dan berpisah karena Allah”. (HR Bukhari).
Hadis di atas menjelaskan bagaimana Allah dan Rasul-Nya sangat memperhatikan
dan menghargai kecintaan seorang hamba kepada hamba-Nya yang lain. Pada
Hari Kiamat manusia akan dikumpulkan di Padang Mahsyar untuk menunggu
hisab amal perbuatannya. Disini manusia akan merasa sangat kepayahan dan
kondisi mereka tergantung pada amal yang mereka kumpulkan ketika berada di
dunia. Maka akan sangat beruntunglah orang-orang yang mendapat naungan Allah
pada hari itu.
2. MA’RIFAH
a. Pengertian Ma’rifah
Mengenal Allah merupakan suatu hal yang sangat penting
dalamkehidupan setiap insan. Dengan mengenal Allah, seseorang akan lebihdapat
mengenali dirinya sendiri. Dengan mengenal Allah, seseorang jugaakan dapat
memahami menegenai hakikat kewujudannya di dunia ini;untuk apa ia diciptakan,
kemana arah dan tujuan hidupnya, sertatanggung jawab yang dipikulnya sebagai
seorang insan di muka bumi.Dengan lebih mengenal Allah, seseorang itu juga
akan memilikikeyakinan, hanya Allah lah yang Maha Pencipta, Maha Penguasa,
MahaPemelihara, Maha Pengatur dan lain sebagainya.Sehinggakan seseorang
yang mengenal Allah, seakan akan iasedang berjalan pada sebuah jalan yang
terang, jelas dan lurus.Sebaliknya, tanpa pengenalan terhadap Allah, manusia akan
dilandakegelisahan dalam setiap langkah yang dilaluinya. !a tidak akan
dapatmemahami hakikat kehidupannya, dari mana asal usulnya, kemana arah
6
tujuannya dan lain sebagainya. Seakan akan ia sedang berjalan di sebuah jalan
yang gelap dan tidak berkesudahan. inilah yang dinamakan sebagai Ma"rifah.
7
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
B. SARAN
8
DAFTAR PUSTAKA
9
Smith, Margaret. Rabi’ah The Mystic and Her Fellow Saints In Islam. London;
Cambirge Univecity Press, 1928.
Al-Suhrawardi, „Abd al-Qahir bin „Abdullah. Kitab Awarif al-Ma’arif. Beirut:
Dar al- Kitab al-„Arabi, 1983.
Syarif, Muhammad Yasir. Harakat al-Islami. t.tp: al-Hay‟at al-Misriyyat al-
Ammah,1986.
Al-Tusi, Abu Nasr al-Sarraj. Kitab al-Luma „. Mesir: Dar al-Kutub al-Hadisah,
1960.
Uwaidah, Kamil Muuhammad, Zu al-Nun al-Misri al-Hakim al-Zahid. Beirut: Dar
al- „Ilmiyah, 1996.
Al-Zamakhsyari, Abi al-Qasim Jarallah Mahmud bin „Umar. al-Kasysyaf ‘an
Haqaiq
al-Tanzil wa ‘Uyun al-Aqawil Wujuh al-Ta’wil. Juz I. Beirut: Dar al-Fikr, t. th.
10