Disusun oleh :
Assalamualaikum. Wr. Wb
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami
tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam
semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang
kita nanti-natikan syafa’atnya di akhirat nanti.
kami mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik itu
berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penyusun mampu untuk menyelesaikan
pembuatan makalah sebagai tugas dari mata kuliah Akhlak Tasawuf deangan tema
“Mahabbah Dan Ma’rifat Rasa Cinta Kepada Allah “.
Kami tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, kami mengharapkan
kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi
makalah yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini
kami mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan bagi kita
semua terimakasih. Fat
nhsbdhsbhsuh
Penyusun
i
DAFTAR ISI
Halaman Judul...............................................................................................................................
Kata Pengantar..............................................................................................................................i
Daftar Isi.......................................................................................................................................ii
Bab I PENDAHULUAN...............................................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah....................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.............................................................................................................1
C. Tujuan Masalah.................................................................................................................1
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................11
ii
BAB I
PENDAHULUAN
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah pengertian mahabbah ?
2. Bagaimana tingkatan seseorang menuju mahabbah ?
3. Apakah pengertiam ma’rifat ?
4. Bagaimana tingkatan seseorang menuju ma’rifat ?
5. Bagaimana keutamaan mahabbah & ma’rifat ?
6. Bagaimana hubungan antara mahabbah dan ma’rifat ?
C. TUJUAN MASALAH
Tujuan ditulisnya makalah ini yaitu :
1. untuk mengetaui secara mendalam tentang pengertian mahabah dan ma’rifat,
2. untuk mengetahui bagaimana tingkatan menuju mahabbah dan ma’rifat,
3. untuk mengetahui keutamaan mahabbah dan ma’rifat, serta
4. mengetahui hubungan antara mahabbah dan ma’rifat,
5. menambah wawasan dan pengetahuan yang bermanfaat untuk diri kita.
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. MAHABBAH
1. Pengertian Mahabbah
Istilah mahabbah sering muncul dalam ilmu tasawuf, mahabbah dapat diartikan
sebagi cinta yang luhur, suci dan abdi kepada Allah. Mahabbah dapat pula diterjemahkan
sebagai suatu usaha yang dilakukan dengan sungguh-sungguh supaya dapat memperoleh
kerohanian yang tinggi, dan kecintaan yang mutlak kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Menurut Harun Nasution mahabbah adalah:
a. Kepatuhan yang mutlak kepada Tuhan dan membenci sikap dan perilaku yang
melawan hukum kepada-Nya.
b. Menyerahkan diri seluruhnya kepada yang dikasihi, dan
c. Mengosongkan hati dari segala yang menodai kepada-Nya.1
Sedangkan menurut Al-Muhasibi mahabbah adalah karunia ilahi yang benihnya
ditanamkan oleh Allah dalam hati hambanya. Mahabbah ini merupakan jalan untuk
membuka tabir rahasia-rahasia yang wujudnya mengenal cinta kepada-Nya.2
Berdasarkan pendapar diatas dapat dijelaskan bahwa mahabbah adalah suatu keadaan
jiwa yang mencintai kepada Allah dengan sepenuh hati, sehingga sifat-sifat yang dicintai
(Allah) masuk kedalam diri yang dicintai. Dengan tujuan untuk memperoleh kesenangan
bathiniah di dunia dan di akhirat kelak.
2 Djaliel Maman Abdul, dkk. Tasawuf Tematik Membedah, (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2002), hlm 38.
2
3 Riza Afthoni, Modul Akidah Akhlaq MA, (Demak: Lp Ma’arif NU, 1975), hlm 5.
Pandangan Al-Qur’an dan Hadist Tentang Mahabbah
وال يزال عبدى يتقرب الي با انوافل حتى احبه ومن احببته كنت له سمعا وبصرا ويدا
Artinya: “Hamba-Ku senantiasa mendekatkan diri kepada-Ku dengan perbuatan-
perbuatan hingga Aku cinta padanya. Orang yang Kucintai menjadi
telinga,mata,dan tangan-Ku.”
Kedua ayat dan satu hadist di atas memberikan petunjuk bahwa antara manusia dan
Tuhan dapat saling mencintai. Karena alat untuk mencintai Tuhan,yaitu roh. Roh adalah
berasal dari roh Tuhan.Roh Tuhan dan roh yang ada pada diri manusia sebagai anugrah
Tuhan bersatu dan terjadilah mahabbah. Ayat dan hadist tersebut juga menjelaskan bahwa
pada saat terjadi mahabbah diri yang dicintai telah menyatu dengan yang mencintai yang
digambarkan dalam telinga,mata dan tangan Tuhan. Dan untuk mencapai keadaan
tersebut dilakukan dengan amal ibadah yang dilakukan dengan sungguh-sungguh.
para ahli sufi juga berbeda-beda pendapat dalam menetapkan cara-cara menuju
mahabbah, dianaranya seperti pendapat Rahmi Damis, yaitu:
a. Taubat, baik taubat dari dosa besar maupun dosa kecil,
3
b. Zuhud, yaitu mengasingkan diri dari orang lain,
c. Wara (sufi), yaitu mencoba meninggalkan segala yang didalamnya terdapat sub yang
tercela,
d. Faqr, yaitu mewarnai hidup seorang fakir,
e. Sabar, yaitu sabar dalam menghadapi segala macam cobaan,
f. Tawaqqal, yaitu menyeru seutuh-utuhnya kepada keputusan Allah,
g. Rida, yaitu merasa senang menerima segala ketentuan Allah.4
Oleh karena itu, tidak seorang pun yang bisa mencapai tingkatan mahabbah
sebagai bukti kebenaran keimanan kecuali setelah berhasil melalui tinkatan sebelumnya.
Juga tidak akan mampu mencapai tingkatan sesudahnya kecuali setelah berhasil
mencapai tingkatan mahabbah tersebut. Jika salah seorang diantara kita hendak menguji
sejauh mana rasa cintanya kepada Allah, atau hendak memperoleh .kunci
mahabbatullâh, atau hendak menaiki tingkatan-tingkatan mahabbatullâh, maka mau
tidak mau ia harus beramal. Jika ia hendak naik dari tingkatan “orang yang mencintai
Allah” (Al-Muhib lillâh) ke tingkatan “orang yang dicintai Allah” (Al-Mahbub minallâh),
maka tidak ada jalan lain selain dengan beramal.5
B. MA’RIFAT
3. Pengertian Ma’rifat
Istilah ma’rifat berasal dari kata ‘arafa ya ‘rifu –‘irfatan, sehingga menjadi
ma’rifatan yang artinya mengetahui dan mengenal sesuatu dengan sungguh sungguh, dan
sempurna. Istilah ma’rifat dipergunakan untuk menunjukkan ilmu yang diperoleh dari
proses pemahaman, pemikiran, dan perenungan terhadap sesuatu yang diyakini.
Ma’rifat dapat juga disebut sebagai pengetahuan mengenai Tuhan melalui hati
sanubarinya. Secara istilah, ma’rifat artinya suatu pengetahuan yang didasarkan atas
suatu keyakinan yang penuh terhadap sesuatu hingga hilanglah suatu keragu-raguan.
4 Danis Rahmi, Al-Mahabbah Dalam Pandangan Islam, (Makasar: Program Pascasarjana, UIN Alaudin, 2010), hal 8.
5 Abdul Aziz Mustifa, 10 Sebab Dicintai Allah, (Jakarta: Qisthi Press, 2016), hal 5.
4
Dengan pengertian yang demikian ini, maka didalam ma’rifat sesungguhnya tidak ada
sedikit pun keragu-raguan. Yang ada dalam ma’rifat hanyalah satu keyakinan.6
Para ahli sufi mengatakan ma’rifat sebagai berikut:
a. Jika mata hati sanubari terbuka maka, kepala akan tertutup, dan ketika itulah ia dapat
melihat Allah SWT,
b. Ma’rifah adalah cermin, jika seseorang yang arif melihat cermin itu, maka dilihatnya
hanya Allah SWT,
c. Apa saja yang dilihat orang arif, baik sewaktu tidur maupun waktu terjaga hanyalah
Allah SWT,
d. Sekiranya ma’rifat mengambil bentuk orang yang melihat padanya akan mati Karena
tidak tahan melihat kecantikan serta keindahannya.
Sedangkan menurut pandangan al-Ghazali ma’rifat, yaitu:
a. Ma’rifat merupakan hal untuk mengetahui rahasia-rahasia Allah, dan segala
peraturan-Nya yang melingkupi segala yang ada,
b. Seseorang yang sudah sampai pada ma’rifat, berarti sudah dekat dengan Allah,
bahkan ia dapat memandang wajah-Nya. Dan
c. Ma’rifat datang sebelum datang rasa cinta (mahabbah) kepada Allah yang mendalam
dan abadi kepada-Nya.7
6 Amatullah Armstrong, Kunci Memasuki Dunia Tasawuf, (Bandung: Mirza, 1996), hal 3.
7 Djaliel Maman Abdul, Tasawuf Tematik Membedah Tema-Tema Penting, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2003), hal 43.
5
Artinya: “Dan barang siapa yang tiada diberi cahaya (petunjuk) oleh Allah tiadalah dia
mempunyai cahaya sedikit pun.” (QS. al-Nur, 24: 40).
بنىت فى جوف ابن ادم قصرا وفى القصر صدر وفى الصدر قلبا وفى القلب فؤادا وفى
الفؤاد شغافا وفى وفى الشغافا لبا وفى لب سرا وفى السرا انا
Artinya: “Aku jadikan dalam rongga anak adam mahligai dan dalam mahligai itu ada dan
dalam dada itu ada hati (qolbu) namanya dan dalam hati ada mata hati (fuada)
dan di dalam mata hati itu ada penutup mata hati (saghafa) dan di balik
penutup mata hati itu ada nur/cahaya (labban) dan di dalam nur itu ada rahasia
(siri) dan didalam rahasia itu aku kata Allah.”
Seorang yang ingin belajar ilmu ma’rifat, hal yang harus dipelajari mencakup hal-hal
yaitu:
a. Syariat hukum islam, yaitu semua hukum-hukum yang terdapat dalam al-qur’an dan
sunnah Nabi Muhammad SAW serta semua produk hukum yang terdapat dalam
8 Zahri Mustafa, Kunci Memahami Ilmu Tasawuf, (Surabaya: Bina Ilmu, 1995), hal 286.
6
islam, seoerti yang terdapat dalam mazhab-mazhab ilmu fiqih, aqidah, dan berbagai
disiplin ilmu lainya, dan
b. Tariqat adalah jalan atau cara/metode implementasi syariat, sebagai upaya
mendekatkan diri kepada-Nya, mencari kecintaan dan mencari keridaan-Nya di dunia
dan akhirat.
b. Keutamaan Ma’rifat
Ma’rifat merupakan mengenal hak dan kewajiban dengan sebenar-benarnya pada
asma dan sifat-sifat-Nya. Ma’rifat memiliki keistimewaan yang tertinggi pada hati,
karena seseorang yang sudah memiliki ma’rifat hubungannya dengan-Nya sudah sangat
9 Djamaluddin Ahmad, Menelusuri Taman-Taman Mahabbah Shufiyah, (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2002), hal 291.
7
dekat dan harmonis, sehingga dirinya selalu menyatu dengan-Nya. Sifat Allah dan semua
aktivitasnya adalah qudrat Allah SWT, sebagaimana sabda Rasulullah “Siapa yang
mengenal dirinya, maka ia mengenal Tuhannya” (al-Hadist). Kemudian Abu Ali
Addaqah berkata: “Kehidupan orang arif selalu tenang, tidak ada rasa takut atau bersedih
hati dan tingkah lakunya selalu menunjukkan kehebatan Allah SWT.”
Menurut al-Qusyairi, ada tiga alat dalam tubuh manusia yang digunakan oleh orang sufi
pada saat berhubungan dengan Tuhan, yaitu qalbu untuk mengetahui sifat-sifat Tuhan,
roh untuk mencintai Tuhan, dan sir. Keutamaan ma’rifat diantaranya yaitu:
a. Terhindar dari kerusakan,
Berdasarkan dawuh Sayyidina Ali Karromallohu Wajhah: “Tidak mengalami
kerusakan orang yang menyadari akan kedudukan dirinya.”
b. Ketika mati akan diberi kebaikan oleh Allah menurut bilangan makhluk,
“Wahai hamba-KU ketika kamu bertemu dengan Aku dan kamu ma’rifah kepada Ku,
maka Ku berikan kebaikan menurut bilangan Makhluk.”
10 Suryana Sudrajat, Kearifan Yang Berserak, (Jakarta: PT Gelora Aksara Pratama, 2006), hal 8.
8
perasaan cinta pada dirinya, yang menandakan telah sampainya mereka ke hadirat
daripada-Nya.
9
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
B. SARAN
10
DAFTAR PUSTAKA
11