Anda di halaman 1dari 20

DZIKRULLAH DAN PENGARUHNYA TERHADAP PENDIDIKAN

ROHANI

MAKALAH
Makalah ini ditulis untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Tasawuf dan
Kesuryalayaan 3

Dosen Pengampu:

Dr. Hj. Solihah Sari Rahayu M.H.

Disusun oleh:

Ai Risma : 2151042

Cahya Mutiara Ilmi : 2151040

Mutia Khoirunissa : 2151044

Gian Adi Nurahman : 2151038

INSTITUT AGAMA ISLAM LATIFAH MUBAROKIYAH

PONDOK PESANTREN SURYALAYA

FAKULTAS TARBIYAH

PRODI PGMI/SD

2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur ke hadirat Allah swt, karena atas rahmat dan karunia-Nya, sehingga
penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Dikrullah dan Pengaruhnya
Terhadap Pendidikan Rohani”

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas dari Ibu Dr. Hj. Solihah Sari Rahayu
M.H. Mata kuliah Tasawuf dan Kesuryalayaan. Selain itu, makalah ini bertujuan
menambah wawasan yang berkaitan dengan tema Dikrullah dan Pengaruhnya Terhadap
Pendidikan Rohani bagi para pembaca dan juga penulis. Begitu pula atas limpahan
kesehatan dan kesempatan yang Allah karuniai kepada kami sehingga makalah ini kami
susun dari beberapa sumber yakni melalui kajian pustaka dan media internet.

Pada kesempatan ini, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu menyelesaikan makalah ini. Kepada Ibu Dr. Hj. Solihah Sari Rahayu
M.H. selaku dosen Mata Kuliah Tasawuf dan Kesuryalayaan. Harapan kami, informasi
dan materi dalam makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Demikian makalah ini kami buat, penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah
ini masih jauh dari kata sempurna baik dari sisi materi maupun penulisannya. Kami dengan
rendah hati dan dengan tangan terbuka menerima berbagai masukan kritik dan saran yang
bersifat membangun agar penulis menjadi lebih baik lagi di masa mendatang.

Tasikmalaya, 8 November 2022

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGATAR
DAFTAR ISI
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
D. Mafaat
BAB II : PEMBAHASAN
A. Pengertian Dzikir
B. Pengertian Jiwa
C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Jiwa
D. Pengaruh Terapi Dzikir Bagi Kesehatan Jiwa
E. Dzikrullah Sebagai Terpi Jiwa
BAB III : PENUTUPAN
A. Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Istilah Dzikir biasanya terkait dengan bacaan Al-Qur‟an, tasbih, tahmid,tahlil,
takbir, dan mengucapkan shalawat atas Nabi Muhammad SAW, juga terkait dengan do‟a
untuk memohon kebaikan dunia dan Akhirat. Apakah itu do’a mutlaq (bebas dibaca tanpa ada
batasan), atau do‟a muqayyad (tergantung pada waktu dan kondisi tertentu), Dan sebaik-baik
dzikir adalah membaca Al-Qur‟an Al-Karim.1 Seorang muslim memang diperintahkan untuk
berdzikir kepada Allah SWT pada setiap waktu dengan hati, lisan, dan anggota badannya,
karena dzikir adalah obat kegersangan hati yang dapat melandasi perilaku manusia
sebagaimana dalam Al-Qur‟an Allah berfirman yang artinya:
“(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi
tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, Hanya dengan mengingati Allah-Lah hati
menjadi tenteram. (QS. Al-Ra‟du: 28).”
Dari permasalahan di atas, penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut mengenai bagaimana
“Dzikrullah dan Pengaruhnya Terhadap Pendidikan Rohani”.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan dzikir ?
2. Apa yang dimaksud dengan jiwa ?
3. Apa faktor-faktor yang mempengaruhi jiwa ?
4. Apa pengaruh terapi dzikir bagi kesehatan jiwa ?
5. Apa dzikrullah sebagai terapi jiwa ?
C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian dari dzikir.
2. Mengetahui pengertian dari jiwa.
3. Mengetahui apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi jiwa.
4. Mengetahui apa saja pengaruh terapi dzikir bagi kesehatan jiwa.
5. Mengetahui apa saja dzikrullah sebagai terapi jiwa.
D. Manfaat
Manfaat dari membuat makalah ini yaitu untuk memenuhi salah satu tugas mata
kuliah tasawuf dan kesuryalayaan, menambah wawasan kami tentang dzikrullah dan
pengaruhnya terhadap pendidikan rohani, kami dapat lebih mengetahui tentang dzikir, jiwa,
faktor-faktor yang mempengaruhi jiwa, pengaruh terapi dzikir bagi kesehatan jiwa dan
dzikrullah sebagai terapi jiwa.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Dzikir
Menurut bahasa, kata “dzikir” berasal dari bahasa Arab yaitu Yazkuru-zakara-tazkara
yang mengandung arti menyebut, mengucap, menuturkan.
Menurut Al-Habsyi dzikir mengandung arti menceritakan, memuji dan mengingat.
Sedangkan menurut istilah, dijelaskan dalam Ensiklopedia Hukum Islam, dzikir
dapat berarti suatu aktivitas berupa:
a. Ucapan lisan, gerak raga, maupun getaran hati sesuai dengan cara-cara
yang diajarkan agama, dalam rangka mendedahkan diri kepada Allah.
b. Upaya untuk menyingkirkan keadaan lupa dan lalai kepada Allah dengan
selalu ingat kepadanya.
c. Keluar dari suasana lupa, masuk dalam suasana musyahadah (saling
menyaksikan) dengan mata hati, akibat didorong rasa cinta yang
mendalam kepada Allah.
Adapun Abu Bakar mendifinisikan dzikir sebagai suatu ucapan, atau
ingatan yang mempersucikan Allah dan membersihkan-Nya dari sifat-sifat yang tidak layak
untuk-Nya, selanjut memuji dengan puji-pujian dan sanjungan-sanjungan dengan sifat-sifat
sempurna, sifat-sifat yang menujukan kebesaran dan kemurnian. Dalam Kamus Besar
Indonesia, dzikir diartikan puji-pujian kepada Allah yang diucap berulang-ualang,dan
terkadang juga diartikan doa.
Menurut Adz-Dzakiey, dalam pelaksanaannya, dzikir adalah suatu aktivitas yang
bersifat keutuhan berapa mengingati wujud Allah dengan merasakan kehadiran-Nya di dalam
hati dan jiwa, dengan menyebut nama-Nya yang suci,dengan senantiasa merenung hikmah
dari penciptaan segala mahluknya, serta mengimplementasikan kegiatan itu kedalam bentuk
perilaku, sikap, gerak, dan penampilan yang baik, benar dan terpuji, baik dihadapan-Nya
maupun di belakang-Nya.
Selain itu, dzikir secara etimologi berasal dari kata bahasa Arab dzakara, artinya
mengingat, memperhatikan, mengenang, mengambil pelajaran, mengenal atau mengerti.
Biasanya perilaku dzikir diperhatikan orang hanya dalam bentuk renungan sambil duduk
dengan membaca bacaan-bacaan tertentu. Sedangkan dalam pengertian terminologi dzikir
sering dimaknai sebagai suatu amal ucapan atau amal melalui bacaan-bacaan tertentu untuk
mengingat Allah. Berdzikir kepada Allah adalah suatu rangka dari rangkaian imam dan islam
yang mendapat perhatian khusus dan istimewa dari Al-Qur‟an dan As-Sunnah. Hal ini
dibuktikan dengan begitu banyaknya ayat Al-Qur‟an dan Al-Hadist Nabi yang membahas
masalah ini. Dalam Al-Qur‟an Allah menyebutkan lebih kurang 358 ayat yang menjelaskan
tentang berdzikir.
Dzikir juga merupakan tiang penopang yang sangat kuat di jalan menuju Allah. Tidak
seorang pun bisa mencapai Tuhan kecuali dengan terus menerus dzikir kepada-Nya. Jadi,
dzikir adalah puji-pujian kepada Allah yang di ucapkan berulang-ulang. Bagi kalangan sufi,
dzikir merupakan metode spiritual dalam pendekatan diri kepada Allah, penyebut nama-nama
Allah atau beberapa formula kalimat suci, dibawah bimbingan guru.
Kesimpulan yang bisa diambil oleh penulis dari pengertian dzikir adalah dzikrullah
atau mengingat Allah adalah senantiasa menghadirkan kalbu bersama Allah dan melepaskan
diri dari kelalaian, karena bila kita senantiasa mengingat Allah, maka Allah akan senantiasa
mengingat kita. Dengan demikian, maka jelaslah bahwa dzikir mempunyai makna yang
sangat tinggi. Dzikir akan membawa manusia ke dalam suasana ibadah yang istiqamah untuk
senantiasa mengingat Allah di dalam hatinya. Dzikir akan menjadikan Allah sangat berperan
dalam kehidupan kita menuju arah kebaikan. Oleh karena itu, amalan dzikir dipandang
sebagai amalan yang sangat mulia dalam agama islam dan mulia di sisi Allah SWT.
B. Pengertian Jiwa
a. Menurut konsep Al-Qur‟an
Dalam bahasa Arab, nafs mempunyai banyak arti, dan salah satunya adalah jiwa. Oleh
karena itu, ilmu jiwa dalam bahasa arab disebut dengan nama ilmu nafs. Nafs dalam arti jiwa
telah dibicarakan para ahli sejak kurun waktu yang sangat lama. Persoalan jiwa telah
dibahaskan dalam kajian falsafat, psikologi, dan juga ilmu tasawuf.
Manusia dan nafs (jiwa) juga dibicarakan dalam kitab suci Al-Qur‟an. Al-Qur‟an
adalah kitab suci bagi kaum muslimin. Ia adalah kumpulan firman-firman Allah yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad. Dari sejarah diturunkannya dapat dipahami bahwa Al-
Qur‟an mempunyai tiga tujuan pokok:
1). Petunjuk akidah dan kepercayaan yang harus dianut oleh manusia dan
tersimpul dalam keimanan akan keesaan tuhan dan kepercayaan akan kepastian
hari kemudian.
2). Petunjuk mengenai akhlak mulia yang harus diikuti oleh manusia dalam
kapasitasnya sebagai individu maupun kelompok.
3). Petunjuk mengenai syariat dan hukuman yang harus diikuti oleh manusia,
baik dalam hubungan dengan tuhan maupun hubungan dengan sesama manusia.
Kitabullah Al-Qur‟an Al-karim, memiliki pengaruh sangat besar bagi para sufi dalam
menganalisis tentang jiwa manusia dan Al-Qur‟an Al- Karim dijadikan sebagai rujukan
mereka untuk mengetahui tentang jiwa. Dalam Al-Qur‟an terdapat lebih dari 80 ayat yang
membahas berkaitan dengan jiwa.
b. Kata An-Nafs (jiwa menjelaskan bahwa Allah SWT memberikan pada
jiwa manusia karakteristik berupa kemampuan untuk mengetahui yang
baik dan yang buruk, dan membedakan keduanya serta kesiapan untuk
melaksanakan keduanya.
Kata fa alhamaha terambil dari kata al-lahm yakni menelan sekaligus. Dari sini lahir
kata ilham. Kata ilham dipahami dalam arti pengetahuan yang diperoleh seseorang dalam
dirinya, tanpa diketahui dari mana sumbernya. Ia serupa dengan lapar. Ilham berbeda dengan
wahyu, karena walaupun termasuk pengetahuan yang diperoleh namun ia diyakini
bersumber dari Allah. Allah melanjutkan sumpah-Nya dengan mengingatkan tentang jiwa
manusia dan inilah yang dituju agar menyadaridirinya dan memperlihatkan mahluk yang
disebut oleh ayat-ayat lalu. Allah berfirman: Dan Aku juga bersumpah demi jiwa manusia
serta penyempurnaan ciptaan-Nya sehingga mampu menampung yang baik dan yang buruk
lalu Allah mengilhaminya yakni memberi potensi dan kemampuan bagi jiwa itu untuk
menelusuri jalan kedurhakaan dan ketakwaannya. Terserah kepada-Nya yang mana di antara
keduanya yang dipilih serta diasah dan diasuh.
c. Kata An-Nafs (jiwa) yang terdapat dalam Al-Qur‟an banyak menegaskan tentang
penyucian jiwa dari pada segala kotoran. Setelah bersumpah dengan sekian banyak hal, Allah
berfirman menjelaskan apa yang ditekankan-Nya dengan sumpah-sumpah di atas, yaitu:
sungguh telah beruntunglah meraih segala apa yang diharapkan siapa yang menyucikan dan
mengembangkan-nya dengan mengikut tuntunan Allah dan Rasul serta mengendalikan
nafsunya, dan sungguh rugilah siapa yang mengotorinya yakni menyembunyikan kesucian
jiwanya dengan mengikuti rayuan nafsu dan godaan setan, atau menghalangi jiwa itu
mencapai kesempurnaan dan kesuciannya dengan melakukan kedurhakaan serta
mengotorinya. Sementara ulama memahami ayat di atas dalam arti, “ telah beruntunglah
manusia yang disucikan jiwanya oleh Allah dan merugilah dia yang dibiarkan Allah berlarut
dalam pengotoran jiwa.”
d. Kata An-Nafs (jiwa) dalam hubungannya dengan makna substansi manusia yang
dijabarkan dengan bentuk penyebutan nafsu-nafsu seperti nafsu amarah, nafsu lawwamah,
dan nafsu muthmainnah.
Allah menyeru ketika ruhnya akan meninggalkan badannya atau ketika ia bangkit
kuburnya: Hai jiwa yang tenang lagi merasa aman dan tenteram karena banyak berdzikir dan
mengingat Allah kembalilah yakni wafat dan bangkitlah di hari kemudian kepada Tuhan
Pemelihara dan pembimbing-Mu dengan hati yang rela yakni puas dengan ganjaran Ilahi.
Ulama memahami An-Nafs almuthma‟innah dalam arti jiwa yang tenang, yakni akan wujud
Allah atau janjiNya disertai dengan keiklasan beramal. Awal surah ini dimulai dengan
sumpah Allah membuktikan keniscayaan kebangkitan. Manusia durhaka bangkit
menyesali hidupnya dan yang taat bangkit dalam keadaan ridha dan diridhai serta
dipersilakan masuk ke dalam surga
Seperti apa yang telah dikatakan, bahwa Al-Qur‟an merupakan sumber utama yang
membahas mengenai jiwa manusia. Oleh karena itu Al-Qur‟an menjadi sumber rujukan kaum
sufi berkaitan dengan jiwa manusia. Al-Qur‟an menjelaskan secara mendalam tentang jiwa
seperti pengertian jiwa/nafs dan membagikan jiwa kepada beberapa bahagian.
a. Pengertian Jiwa Menurut Para Sufi
At-Tustari seorang sufi besar abad ke III hijrah, beliau sering kali mempergunakan
istilah An-Nafs (jiwa) sebagai dzat batin manusia, tanpa harus mengaitkannya dengan tabiat
yang rendah. Namun demikian, At-Tustari tetap membedakan antara jiwa dengan makna ruh
yang tinggi. Jelasnya, jiwa menurut At-Tusuri yaitu“ jiwa selalu berorientasi untuk
menetapkan dzat dirinya dan bersifat egois. Sementara ruh secara alami selalu berorientasi
untuk pasrah kepada Allah SWT”.
Sedangkan Al-Fairuzzabadi mendefinisikan jiwa bahwasanya jiwa adalah hakikat
sesuatu dan substansinya. Al-Mubarat menyatakan bahawa tidak ada pemisah antara ruh dan
jiwa, dan tidak mungkin baik jiwa atau ruh bekerja secara terpisah.
Jiwa menurut Al-Qusyairi adalah sesuatu yang sangat halus, yakni sebagai wadah dari
akhlak yang terpuji, dan jiwa itu bisa berbentuk satu kesatuan apabila bahagian yang satu
dengan bahagian jiwa yang lain saling memberi, serta secara totalitas merupakan satu sosok
manusia.
At-Tarmizi memiliki tiga pendapat mengenai jiwa, yaitu:
1). An-Nafs (jiwa) bermakna nafas yang dapat memberi hidup, dimana nafas itu
terpancar dari ruh, seperti meluapnya sesuatu dari atas ke bawah
2). An-Nafs (jiwa) sebagai gharizah (insting) yang dihiasi oleh setan dengan segala
tipu daya, yang bertujuan untuk mengganggu dan merusak, dalam posisi ini
Jiwa sangat lemah di hadapan setan.
3). An-Nafs (jiwa) sebagai teman dan penolong setan, dan jiwa seperti
ini ikut serta dalam kejahatan, dan merupakan bahagian dari kejahatan itu sendiri.
Pada ungkapan yang pertama, At-Tarmizi melihat jiwa sebagai indikasi kehidupan,
ma‟rifat yang kekalan. Sedangkan pada ungkapan yang kedua dan ketiga, At-Tirmizi melihat
jiwa dari sisi sikapnya terhadap kebaikan, bahwa jiwa selalu berupaya untuk
membersihkannya, selalu berusaha untuk keberhasilan yang telah diperolehnya, agar tidak
tergelincir akibat godaan setan. Adapun bahagian kedua, yaitu sikap jiwa dan keburukan. At-
Tarmidzi menganjurkan agar setiap orang memusuhi, memperjuangkan serta mematikan jiwa
buruk itu. Pendapat yang pertama At-Tirmidzi melihat manusia makhluk yang mempunyai
tabiat baik, jika jiwa tidak bergaul dengan setan. Sedangkan pada pendapatnya yang ketiga,
At-Tarmidzi melihat manusia mempunyai tabiat yang jahat sejak pertama kali melakukan
perbuatan yang salah. Dengan demikian menurutnya, yang pertama sekali menjadi musuh
manusia adalah setan., dan kedua adalah jiwanya sendiri.
Menurut kamal ja‟far yang mengatakan: “tampaknya memang terdapat perbedaan
tentang jiwa dan ruh menurut At-Tustari, dimana hal tersebut kembali kepada sisi pandang
sejauh mana kedekatan dan keserasian jiwa itu sendiri dengan ruh. Bila keinginan jiwa
tersebut selaras dengan ruh, dan jiwa itu pasrah kepada kepemimpinan ruh, niscaya jiwa
bercahaya dan rela berkorban. Pada saat itu posisi jiwa dekat sekali dengan ruh”.
Kesimpulan yang dapat diambil yaitu Al-Qur‟an merupakan sumber utama yang
membahas mengenai jiwa manusia. Oleh karena itu, Al-Qur‟an menjadi sumber rujukan
kaum sufi berkaitan dengan jiwa manusia. Al-Qur‟an menjelaskan secara mendalam tentang
jiwa seperti pengertian jiwa/nafs dan membagiakan jiwa kepada beberapa bagian. Selain itu,
jiwa menurut kaum sufi merupakan induk ibadah. Jiwa bisa diartikan sebagai ruh, diri sendiri,
nafsu, syahwat, dan perbuatan baik dan buruk. Bahwa yang dimaksud dengan makna „Islam‟
itu adalah menyembelih jiwa dengan menggunakan pedang penentang yaitu meneguhkan
jiwa dengan keimanan dan ketakwaan agar senantiasa suci dari segala gangguan jiwa dan
mental.
C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Jiwa
Allah adalah pencipta manusia dan mengetahui segala yang ada di dalam jiwanya.
Dengan mengkaji proses pencipta manusia dan perkembangan manusia serta sifat-sifat
manusia, maka faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan jiwa dan kepribadian
individu meliputi:
a. Biologis
Yang dimaksud dengan faktor biologis adalah berbagia keadaan bilogis atau jasmani
yang dapat mempengaruhi perkembangan maupun fungsi pribadi dalam kehidupan
sehari-hari, seperti keahlian gen, kurang gizi, penyakit dan sebagainya. Ia
mempengaruhi segala aspek tingkahlaku, mulai dari kecerdasan sampai daya tahan
terhadap stress.
Demensi bilogis terdiri dari tiga yaitu jasad (tubuh dan organ tubuh),hawa‟
(dorongan-dorongan hasrat kebinatangan yang menuntut pemenuhan, dan pengaktualannya
amat ditentukan oleh keadaan yang terkait dengan jiwa seseorang), dan hayat (ruh/nyawa).
b. Potensi
Potensi adalah kemampuan yang mempunyai kemungkinan untuk dikembangkan atau
kesanggupan seseorang untuk mengembangkan sesuatu. Allah telah berikan kerutama berupa
fisik dan ruh serta sifat-sifat dasar manusia (yang bisa berupa kecendrungan berbuat positif
dan juga cendrung untuk berbuat negatif). Allah memberikan kebebasan kepada setiap
manusia untuk memilih jalur hidupnya.
c. Pengaruh keturunan (dalam istilah Psikologi disebut faktor Hereditas).
Fakta-fakta ilmiah yang ditemukan para ilmuan, tentang bagaimana sifat-sifat dan keadaan
sifik diturunkan, secara mendalam telah dijelaskan Al-Qur‟an jauh sebelum para ilmuan
melakukan penelitian. Dengan semakin canggih keilmuan manusia, semakin jelas bukti-bukti
empirik dapat diamati dengan panca indera.
Dengan demikian, jiwa yang normal akan membentuk pribada yang positif dan bisa
melahirkan jiwa yang sehat. Manakala jika jiwa seseorang berada dalam kondisi yang tidak
normal, maka bisa menyebabkan terjadinya gangguan jiwa.
d. Sosiologi
Sosiologi adalah lingkungan yang ditentukan oleh hubungan antara individu dan suatu
komunitas sosial, hubungan ini dikaitkan dengan tradisi, nilai-nilai, peraturan-peraturan, dan
undang-undang.
Jiwa seseorang bisa berubah karena pengaruh teman, guru, pembimbing, tetangga,
dan sebagainya. Begitupun nilai-nilai yang dianut suatu kelompok masyarakat dan nenek
monyangnya akan turut mewarnai kepribadian seseorang, bahkan seringkali karena patuhnya
seseorang kepada nilai-nilai lingkungan masyarakat dan budayanya, banyak hal yang
bertentangan dengan agama pun ia laksanakan.
Dengan demikian, sosiologi mempunyai pengaruh yang besar terhadap jiwa manusia.
Jika perbuatan yang dilakukan bukan karena Allah, maka seserang tidak akan mendapatkan
keridhaan dan keberkatan dari-Nya. Contoh melakukan ritual sesajen untuk tujuan
penyembahan, mereka bukan hanya merugikan harta tetapi merugikan diri dan jiwa mereka
tetap kosong. Bahkan, hati dan jiwa mereka senantiasa berada dalam keresahan yang bisa
mengakibatkan gangguan jiwa.
e. Psikologis
Psikologis adalah lingkungan yang dipegaruhi oleh kondisi kejiwaan seperti kondisi
rasa, tanggung jawab, toleransi, kesadara, kemerdekaan, keamanan, kesejahteraan dan
sebagainya. Di antara pengaruh psikologis terhadap jiwa yaitu sikap, perilaku, dan perlakuan
orang tua.
Lingkungan merupakan faktor yang akan memberikan pengaruh baik anak dalam
menjalankan aktivitas hidup, apakah anak akan berkembang sekedar mengikuti dorongan
hawa nafsunya atau anak akan berkembang menjadi pribadi yang mampu mengembangkan
antara pembunuhan kebutuhan fisiknya dengan pemenuhan kebutuhan spritualnya. Dalam hal
ini Husain Mazhahiri mengungkapkan bahwa orang tua berpengaruh terhadap nasib dan masa
depan anak serta bagi kebahagiaan ataupun kesengsaraan anak.
f. Spritual
Menurut kamus Webster kata “sprit” berasal dari kata benda bahasa latin “spritus”
yang berarti nafas dan kata kerja “spirare” yang berarti untuk bernafas. Melihat kata asalnya ,
untuk hidup adalah untuk bernafas, dan memiliki nafas adalah memiliki spritual. Menjadi
spritual berati memiliki ikatan yang lebih kepada hal yang bersifat kerohanian atau kejiwaan
dibandingkan hal yang bersifat fisik atau material. spritual merupakan kebangkitan atau
pencerahan diri dalam mencapai tujuan dan makna hidup. Spritual merupakan bagian esensial
dari keseluruhan kesehatan dan kesejahteraan seseorang.
Spiritual juga merupakan pengaruh yang berkaitan dengan aspek jiwa (seperti
motivasi beragama) yang berpegang teguh pada ketakwaan, mencintai kebaikan, kebenaran
dan keadilan serta membenci keburukan, kebatilan dan kezaliman.
Dengan demikian, masih banyak lagi faktor yang bisa mempengaruhi jiwa manusia.
Jiwa seseorang bisa dipegaruhi jika ia berada dalam kondisi yang jauh dari nilai ketakwaan
kepada Allah, maka ia akan mendapat gangguan jiwa. Manakala seseorang yang selalu
menyuburkan hatinya dengan mengingat Allah (dzikirullah), maka jiwanya akan senantiasa
mendapat perlindungan dari pada segala sesuatu yang bisa mempengaruhinya oleh Allah dan
jiwanya akan sehat.
penentang yaitu meneguhkan jiwa dengan keimanan dan ketakwaan agar senantiasa
suci dari segala gangguan jiwa dan mental.
D. Pengaruh Terapi Dzikir bagi Kesehatan Jiwa
Setiap orang menginginkan kebaikan untuk dirinya dan akan selalu berupaya untuk
menghindari keburukan yang akan menimpa mereka. Tetapi sayangnya mereka tidak begitu
saja memperoleh kebaikan sebagaimana yang diharapkan, melainkan ia harus berhadapan
dengan berbagai tantangan dan rintangan. Di mana hal tersebut merupakan bentuk ujian dan
cobaan dari Allah SWT kepada hamba-Nya dengan maksud untuk menguji kualitas iman dan
takwa serta kualitas sabar yang dimiliki seseorang.
Sehat secara mental dan spiritual, terbebas penyakit rohani adalah dambaan setiap
orang, karena hanya dengan jiwa yang sehat inilah seseorang akan mampu menjalani
kehidupan ini dengan baik. Sedangkan dzikrullah adalah salah satu sarana dan media yang
sangat tepat untuk menciptakan pribadi-pribadi yang sehat secara mental dan spritual.
Sebagaimana telah Al-Qur‟an informasikan kepada kita bahwa salah satu dari sekian banyak
manfaat mengingat Allah adalah menjadikan jiwa dan hati manusia mampu merasakan
ketenteraman dan kedamaian batin yang luar biasa.
Lebih dari itu, bahkan dari setiap bacaan dzikir sebagaiman yang telah diajar
Rasulullah ternyata juga memiliki dampak dan pengaruh yang sangat positif, bagi
pemeliharaan, pencegahan, dan penyembuhan terhadap gangguan kesehatan jiwa yang setiap
saat dapat menimpa kehidupan manusia modern. Adapun pengaruh bacaan dzikir bagi
kesehatan mental dan ketenagan jiwa seseorang secara sederhana dapat dijelaskan sebagai
berikut.
a. Al-Baqiyyatu Ash-Shalihah
Al-Baqiyyatu Ash-Shalihah adalah salah satu lafazh bacaan dzikir yang sudah sangat
termasyhur dikalangan umat islam. Lafat ini terdiri atas empat bacaan yaitu bacaan tasbih,
bacaan tahmid, bacaan takbir dan bacaan tahlil.
b. Istigfar (memohon ampun)
Kata Astagfirullah terdiri dari kata “Astagfiru” dan “Allah”. Kata Astagfiru, dari kata
ghafara yang berarti menutup. Istigfar adalah membaca kalimat Astagfirullah (aku memohon
keampunan Allah) atau lebih lengkapnya Astagfirullahal „azim (Aku memohon keampunan
Allah yang maha Agung). Istigfar dapat dimaknai menundukkan hati, jiwa dan pikiran
kepada Allah seraya memohon Ampun dari segala dosa yang pernah dilakukan kepada-Nya.
Baik dosa yang dilakukan dengan sengaja maupun dosa yang dilakukan sebab lupa.
Dengan demikian orang yang bersedia memohon ampun kepada Allah dengn
membaca Istigfar maka lepaslah ia dari perasaan bersalah akibat dosa atau kesalahan yang
telah ia perbuat.
c. Basmalah
Basmalah adalah membaca Bismillahirrahmanirrahim (Dengan menyebut nama Allah
yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang). Basmalah merupakan bacaan dzikir yang sangat
baik untuk dibaca setiap saat, terutama ketika seseorang akan memulai sesuatu pekerjaan.
Bacaan dzikir ini memiliki pengaruh yang besar bagi jiwa seseorang, salah satu di antaranya
adalah dapat menumbuhkan motivasi berkarya dan bekerja. Dengan begitu, maka dalam
menjalankan tugas sehari-hari seseorang merasa senang dan tidak tertekan yang pada
akhirnya akan mampu mencapai hasil yang maksimal sebagaimana yang diinginkan.
d. Al-Hauqalah
Ucapan yang biasa dinamai Hauqalah ini diartikan dua hal. Pertama haul yang
terambil dari kata hala-yahulu, yang antara lain bermakna menghalangi.Ada juga yang
memahaminya terambil dari kata hawwalah-yahawwilu yang berarti mengalihkan. Hal yang
kedua diartikan adalah quwwah yang biasa diartikan kekuatan atau kemampuan. Hauqalah ini
mengandung makna bahwa tiada kemampuan untuk menghalangi dan menampil sesuatu
bencana dan tidak ada juga kekuatan untuk mendatangkan kemaslahatanSelain itu, Al-
Hauqalah adalah membaca Lahaula wala‟ quwwata illa billahil A‟liyyil A‟zim, (Tidak ada
daya dan kekuatan melainkan dengan pertolongan Allah yang Maha Tinggi dan Maha
Agung).
Dengan membaca hauqalah secara tidak langsung seseorang juga telah menyadari
bahwa dirinya hanyalah mahluk yang sangat lemah, yang hidupnya banyak bergantung pada
kekuasaan dan kehendak Allah. Kesadaran ini akan mampu menyembuhkan penyakit-
penyakit ruhaniah seperti, sombong, takabur, ujub, bakhil, dan lainnya. Sebaliknya akan
memunculkan tabah dalam menghadapi cobaan, pasrah dam iklas menerima ketetapan
(iradah) Allah.
Membaca Al-Hauqalah juga dapat memberikan kelapangan bagi seseorang,
membebaskan seseorang dari belenggu kesulitan dan kesempitan hidup yang merupakan
faktor penyebab munculnya ketegangan pikiran dan emosional yang akhir-akhir ini
menghantui kehidupan orang-orang modern.
e. Hasballah
Hasballah adalah salah satu bacaan dzikir sebagai bentuk pengakuan seseorang bahwa
tempat berpegang dan bergantung segala sesuatu hanyalah kepada Allah semata dan Allah
adalah sebaik-baik penolong dan pelindung bagi seluruh makhluk. Pengertian hasballah juga
bisa diartikan cukuplah bagi kita hanya Allah dan dialah sebaik-baik wakil (penolong). Oleh
karena itu, jika seseorang khawatir akan terjatuh dalam perbuatan maksiat, maka ucapkanlah
“hasbiyallah wa ni‟mal wakil.”
f. Asmaul Husna
Menurut Imam Ali Zainal Abidin, “ Barang siapa yang membaca asmaul husna
sebelum keluar rumah atau membawanya, Allah akan menjaganya mewajibkan ia masuk
surga, dan membimbingnya kepada pekerjaan yang baik”. Seterusnya, “ Barang siapa
membacanya dengan niat yang tulus pada awal bulan Ramadhan, Allah akan
menganugerahkannya Lailatul Qadar.
Mengenal Allah juga akan dapat menumbuhkan perasaan cinta kepada Allah dalam
jiwa seseorang. Di mana dari cinta kepada Allah ini akan dapat menumbuhkan perasaan cinta
kepada Rasul-Nya. Dan cinta kepada seluruh makhluk-Nya. Rasa cinta dan keinginan untuk
bisa dekat dengan yang dicinta inilah yang dapat menimbulkan perasaan tentram dan damai
dalam jiwa seseorang. Sehingga seseorang akan terbebas dari beban ketakutan, kecemasan
dan kegelisahan yang merupakan sumber dan pangkal adanya penyakit rohani.
g. Membaca Al-Qur‟an
Yang paling baik digunakan untuk mengingat Allah ialah Al-Qur‟an. Ini adalah
ucapan yang paling baik, paling benar dan paling bermanfaat. Ia adalah wahyu yang
diturunkan oleh Allah yang tidak bisa dimasuki kebatilan baik dari depan maupun dari
belakang. Bahkan ia merupakan kitab yang paling utama yang diturunkan Allah kepada
seorang Rasul terbaik dan hamba pilihan bernama Muhammad bin Abdullah. Al-Qur‟an
adalah petunjuk bagi umat manusia, pembeda antara yang hak dan yang batil, Al-Qur‟an
adalah sumber dari segala sumber hukum dalam Islam.
Dengan demikian, sungguh sangat besar dan banyak manfaat dan fadhilah membaca
al-Qur‟an. Karena agar seseorang dapat memetik manfaat dan fadhilah dari membaca Al-
Qur;an serta memberikan dampak positif bagi pembentukan kepribadian yang tangguh dan
teguh sekaligus sebagai upaya untuk meredakan ketenangan emosional dan stres. Tentunya
dalam membaca Al-Qur‟an harus dengan baik, selain dituntut dengan meresapi makna yang
terkandung di dalamnya, juga harus mengindahkan etika atau adad dalam mambaca Al-
Qur;an, termasuk tata cara membacanya dengan benar, memperhatikan tajwid, qira‟ah
yang benar, dan ketentuan-ketentuan lain yang disyariatkan.
h. Memikirkan Alam Semesta (Ayat Kauniyah).
Sesungguhnya dalam segala bentuk yang telah Allah ciptakan baik yang terdapat di
alam bawah, seperti bumi yang terhampar luas, lautan yang membentang panjang, gunung-
gunung yang menjulang, aneka ragam jenis binatang dan tumbuh-tumbuhan atau bahkan diri
manusia itu sendiri, dan segala hal yang terdapat di alam atas, langit yang terdampar tampa
tiang dengan bintang-bintang yang menghiasi, bulan yang menerangi, matahari yang
memberi kehangatan dan lain sebagainya adalah tanda-tanada adanya Allah.
Memikirkan tentang segala ciptaan Allah, tentang kekuasaan-Nya, kebesaran-Nya dan
tentang diri sendiri sebagai bagian dari ciptaan Allah akan dapat mengantar seseorang
menjadi lebih bijaksana dalam bertindak, memberikan kesadaran bahwa segala sesuatu
adalah berasal dari Allah dan berada dalam kendali-Nya, kesadaran ini akan mampu
menjadikan seseorang tetap tenang dalam menghadapi berbagai goncanagan dan tekanan
yang terjadi dalam kehidupan. Membaca ayat Al-Qur‟an secara keseluruhan dapat
mensugesti diri pada setiap orang.
Dengan demikian, jelaslah bahwa dzikir mempunyai pengaruh yang sangat hebat
terhadap kesehatan jiwa dan mental. Pengaruh dzikir terhadap jiwa ini bisa diperoleh dengan
bacaan-bacaan dzikir seperti tahlil, tasbih, tahmid, takbir, basmalah, hauqalah, membaca Al-
Qur‟an dan asmaul husna. Sebagai makhluk berfikir manusia tidak pernah merasakan puas
terhadap kebenaran ilmiah yaitu kebesaran akal.
E. Dzikrullah Sebagai Terapi Jiwa
Berangkat dari kenyataan masyarakat modern, khususnya masyarakat Barat
yang dapat digolongkan the post industrial societ telah mencapai puncak kenikmatan materi
itu justru berbalik dari apa yang diharapkan, yakni mereka dihinggapi rasa cemas, sehingga
tanpa disadari integritas kemanusiannya tereduksi, dan terperangkap pada jaringan sistem
rasionalitas teknologi yang tidak manusiawi. Akhirnya mereka tak mempunyai pegangan
hidup yang mapan. Lebih dari itu muncul dekadensi moral dan perbuatan brutal serta
tindakan yang dianggap menyimpang.
Dalam kenyataannya, filsafat rasionalistas tidak mampu memenuhi
kebutuhan pokok manusia dalam aspek nilai transedental. Manusia mengalami kehampaan
spiritual, yang mengakibatkan munculnya gangguan kejiwaan. Islam sebagai agama rahmatan
lil‟alamin menawarkan suatu konsep dikembangkan nilai-nilai ilahiyyah dalam batin
sesorang.Dengan dzikir yang di dalamnya penuh dengan doa-doa, dapat dipandang
sebagai malja‟ (tempat berlindungan) di tengah-tengah badai kehidupan modern.
Di sinilah dzikir bisa memberikan ketenteraman rohani manusia.Banyak manusia
yang gelisah hatinya ketika mereka tidak memiliki pegangan yang kuat dengan keimanan.
Kegelisahan jiwa manusia modern khusunya di Barat dikarenakan tipisnya pegangan iman
kepada Tuhan.
Merebaknya paham materialisme dan individualisme, serta kapitalisme membuat
masyarakat modern kehilangan kendali. Nilai-nilai keagamaan dianggap bukan lagi masalah
yang sakral, akibatnya banyak tempat-tempat Ibadah di Barat yang kehilangan jam‟ahnya.
Kehilangan kendali seperti dialami masyarakat Barat, tidak menutup kemungkinan
berdampak pada masyarakat muslim. Akan tetapi dengan kuatnya iman melalui pendekatan
berdzikir kepada Zat Pencipta, maka diharapkan kaum muslimin tetap terkandali dan
spritualisme akan tetapih memiliki daya pengikat yaitu hati selalu tertuju kepada Allah.
Kenyataan menunjukkan bahwa orang-orang yang kehilangan kepercayaan
diri lantaran banyaknya kesalahan atau dosa misalnya terlibat masalah prostitusi, narkotika
dan obat-obat terlarang, masalah kriminal, kesulitan ekonomi dan lain-lain, mereka yang
kehilangan pegangan keagamaan akan mampu bangkit dengan religios refernce (pencerahaan
keagamaan) terutama melalui dzikir.
Di “Pondok Inabah” Pondok Pesantren Suryalaya Tasikmalaya, para pasien yang
terlibat masalah kejiwaan seperti disebutkan di atas, sebagian besar bisa memperoleh
kepercayaan diri dan bangkit optimisme jiwanya karena melalui terapi atau penyembuhan
dzikir. Mereka melakukan dzikir baik khafi maupun jabr di tengah malam sekitar jam 01.00
WIB dini hari secara berjama‟ah dan berakhir dzikir dengan bacaan tertentu. Hasilnya
ternyata sebagian besar diatas 80% sembuh melalui terapi dzikir.
Pengalaman dzikir dengan pendekatan Tarekat Qadariah wa Naqsabandiyah di
Pesantren Suryalaya tersebut ternyata mampu memberikan insight (pencerahan) bagi jiwa-
jiwa yang kering dan gersang menjadi jiwa yang penuh optimisme. Dengan berdzikir yang
dilakukan dengan khusyuk dan sungguh-sungguh dapat membangkitkan optimisme bagi
pelakunya. Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa dengan berdzikir yang
penuh dengan doa-doa, dapat dipandang sebagai malja‟ (tempat berlindung) di tengah-tengah
badai kehidupan modern. Di sinilah dzikir bisa memberi sketenteraman rohani manusia.
BAB III
PENUTUPAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan analisis di atas dapat disimpulan bahwa Kebahagiaan
dan ketenangan manusia berkaitan erat intensitas zikir kepada Allah swt. Artinya semakin
intensif zikir yang dilakukan manusia akan dapat meningkatkan ketenangan manusia.
Sebaliknya jika manusia tidak berzikir kepada Allah, maka masuklah energi syaithoniyah
yang panas dan menyesakkan dada.
1. Zikir yang paling efektif dalam meningkatkan kebahagiaan dan
ketenangan manusia adalah dengan membaca kalimah tauhid (Laa iLaaha Illallah) yang
dibaca dengan keras yang diarahkan pada titik-titik pusat proses spiritual manusia, yaitu di
tengah dada, di dahi antara dua alis, di atas kepala, dada kanan atas, dada kanan bawah, terus
bergerak ke arah dada kiri bagian atas diakhiri pada dada kiri yang bawah.
2. Untuk menjaga agar status kebehagiaan manusia tetap terjaga, maka
manusia perlu mengamalkan zikir dalam hati yang dikenal dengan zikir khofi dengan
menyebut asma Allahu Allah....Allahu Allah dst.
DAFTAR PUSTAKA

Abdurrazak Al-Badr. Fiqih Doa & Dzikir, Jakarta: Darul Falah, 2001.

Ahmad Bin Abdul Isa. Ensiklopidia Doa dan Wirit Shahih, Surabaya: Pustaka

Elba, 2006.

Achmad Mubarok. Solusi Krisis Keruhanian Manusia Modern Jiwa dalam AlQur‟an, cet, 1,
Jakarta: Paramadina, 2000.

Adam Cholil. Meraih Kebahagiaan Hidup Dengan Zikir dan Doa, Jakarta

Selatan: AMP Pres, 2013.

Aliah B. Purwakania Hasan. Psikologi Perkembangan Islami, cet 2, Jakarta: Raja

Grafindo Persada, 2008.

Amr Khalid. Titian Surga Menuai Indahnya Hikmah Ibadah, 1, Sukarta; Era

Intermedia, 2005.

A.Supratiknya. Mengenal Perilaku Abnormal, cet 1, Yogjakarta: Penerbit

Kanisius, 2006.

Burhan Bungin. Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Kebijakan Publik dan Ilmu

Sosial Lainnya, Edisi Kedua, Jakarta: Kencana, 2011.

Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur‟an dan terjemahannya, Jakarta:

2004.

Dokumen Review RPJMG Tahun 2016, Gampong Baet, Kecamatan Baitussalam.

Kabupaten Aceh Besar.

Erhamawilda. konseling Islami, cet, 1, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009.

Hamdan Rasyid. Konsep Dzikir Menurut Al-Qur‟an dan Urgensinya Bagi

Masyarakat Modern, Jakarta Timur: Insan Cemerlang, 2009.

Haris Herdiansyah. Metodologi Penelitian Kualitatif: Untuk Ilmu-Ilmu Sosial,


Jakarta: Salemba Humanika, 2012.

Husaini Usman & Purnomo Setiady Akbar, Metodologi Penelitian Sosial, Edisi

Kedua, Jakarta: Bumi Aksara, 2014.

Imam Ghazali. Keajaiban Hati, (terj) Nur Hicmah. Dari Ajaib Al Qalb, Jakarta:

Tirta mas, 1984.

Irwanto, dkk. Psikologi Umum, Jakarta: PT. Gramedia Pusta Utama, 1991.

Kamisa. Kamus lengkap Bahasa Indonesia, Surabaya: Kartika, 1997.

Kartini kartono. Kesehatan Mental dalam Islam, Bandung: Mandar Maju, 1989.

M. Quraish Shihab. Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur‟an,

Vol: 15, cet, VII, Jakarta: Lentara Hati, 2002.

Muhammad Arifin Ilham. Indonesia Berdzikir, Cet, 1, Jakarta: Intuisi Press, 2004.

Muhammad‟ Utsman Najati. Psikologi Dalam Tinjauan Hadist Nabi, cet, 1,

Jakarta: Mustaqiim, 2003.

M. Sanusi. Dzikir Itu Ajaib Bukti-bukti Dzikir Dapat Menyempurnakan

Kepribadiaanmu, Jogjakarta: DIVA Press, 2014.

Muhibbuthabary. Fiqh Amal Islami Teoritas dan Praktis, cet, 1, Bandung:

Citapustaka Media Perintis, 2006.

Tim Zahra, Dzikir 1001 Asma‟ul Husna Dzikir Terbaik dan Mustajab bagi

Kehidupan Dunia dan Akhirat, Jakarta: Tim Zahra, 2006.

Tristiadi Ardi Ardani. Psikologi Islam, cet1, Jakarta: Malang Press, 2008.

Samsul Munir Amin & Haryanto Al-Fandi. Energi Zikir, cet, 1, Jakarta: Amzah,

2008.

Soenarjo, Dkk. Al-Qur‟an dan Terjemahannya, Departemen Agama RI, Jakarta,

2004.
Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, Bandung:

Alfabeta, 2011.

Zakiah Deradjat. Fitrah dan Kepribadian Islam, cet, 1, Jakarta: Darul Falah,

1999.

Anda mungkin juga menyukai