TAZKIYAT AL-NAFS
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Akhlak Tasawuf
Dosen pengampu:
Dr. Canra Krisna Jaya M.A. Hum.
Disusun oleh:
KPI 1 C Kelompok 10
Makalah ini disusun sebagai salah satu tugas akademik dalam rangka
pemenuhan mata kuliah Akhlah Tasawuf. Penyusunan makalah ini bertujuan
untuk memberikan pemahaman yang lebih mendalam mengenai topik yang
diangkat serta meningkatkan keterampilan analisis dan sintesis dalam konteks
pembelajaran kami.
Terima kasih kami sampaikan kepada dosen pengampu mata kuliah yang
telah memberikan bimbingan, arahan, serta dukungan selama proses penyusunan
makalah ini. Semua bantuan dan masukan yang diberikan sangat berharga bagi
peningkatan pemahaman kami terhadap materi yang disajikan. Kami juga ingin
menyampaikan apresiasi yang setinggi-tingginya kepada orangtua, teman-teman,
dan semua pihak yang telah memberikan dukungan moral serta motivasi kepada
kami dalam menyelesaikan tugas ini.
Akhir kata, kami berharap makalah ini dapat diterima dengan baik, dan
semoga dapat menjadi bahan pembelajaran yang bermanfaat.
Penulis
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................................2
BAB I................................................................................................................................3
PENDAHULUAN.............................................................................................................3
A. Latar Belakang.....................................................................................................4
B. Rumusan Masalah................................................................................................5
C. Tujuan Penulisan.................................................................................................5
BAB II...............................................................................................................................5
PEMBAHASAN...............................................................................................................5
A. Pengertian Tazkiyat Al-Nafs...............................................................................6
BAB III...........................................................................................................................16
PENUTUP.......................................................................................................................16
A. Kesimpulan.........................................................................................................17
B. Saran...................................................................................................................17
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tazkiyat al-Nafs, atau penyucian jiwa, adalah konsep yang sangat penting
dalam konteks spiritualitas Islam. Istilah ini berasal dari bahasa Arab, di mana
"tazkiyat" berarti penyucian atau pemurnian, sedangkan "al-Nafs" merujuk pada
jiwa atau diri. Konsep ini memiliki akar dalam ajaran Islam dan memiliki tujuan
untuk mencapai kedekatan dengan Allah, meningkatkan kualitas spiritualitas, dan
mengembangkan karakter moral yang baik.
4
3. Dzikir (mengingat Allah):Melalui dzikir, seseorang memfokuskan pikiran
dan hati kepada Allah, menciptakan hubungan yang lebih dekat dengan-
Nya.
4. Mujahadah (perjuangan): Tazkiyat al-Nafs seringkali melibatkan
perjuangan internal melawan keinginan negatif, hawa nafsu, dan godaan
syaitan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu Tazkiyat Al-Nafs?
2. Apa saja pembagian nafs (jiwa) menurut Al-Qur’an?
3. Apa saja penyucian jiwa menurut Al-Qur’an?
C. Tujuan Penulisan
1. Memahami apa itu Tazkiat Al-Nafs
2. Mengetahui pembagian nafs (jiwa) menurut Al-Qur’an
3. Mengetahui apa saja penyucian jiwa menurut Al-Qur’an
5
BAB II
PEMBAHASAN
Tazkiyat al-nafs terdiri dari dua kata, tazkiyat dan al-nafs. Secara
etimologi. kata tazkiyat berasal dari zaka atau zakat yang berarti al-
numuwwu, yaitu tumbuh kembang, sedangkan nafs berarti jiwa. Jadi,
tazkiyat al-nafs berarti menumbuhkembangkan jiwa seorang muslim
sehingga menjadi baik dan melahirkan kebaikan. Kata zaka, zakat, dan
tazkiyat, selain berarti tumbuh kembang, juga berarti taharah yang berarti
bersih atau membersihkan. Oleh sebab itu, tazkiyat al-nafs berarti
membersihkan dan mengembangkan jiwa hingga bersih dan melahirkan
kebaikan.1
Sementara itu, kata nafs dari segi etimologi memiliki beberapa arti,
yaitu 1) kata nafs merupakan kosakata Al-Qur'an yang sudah terserap ke
dalam bahasa Melayu-Nusantara menjadi nafsu yang berarti dorongan,
keinginan, atau hasrat; 2) kata nafs menjadi kata kerja naffasa yang berarti
bernafas atau hidup; 3) kata nafs menjadi kata kerja nafasa yang berarti
berlomba; 4) kata nafs menjadi kata sifat nafisah yang berarti berharga,
bernilai, atau penting. 5) kata nafs berarti diri, orang, person, atau pribadi;
6) kata nafs atau anfus (bentuk jamak) berarti ruh; dan 7) kata nafs berarti
senang hati.2
Jika tujuh arti nafs tersebut dirangkai dalam sebuah kalimat yang
lengkap dan menyeluruh, kalimat tersebut akan menggambarkan bahwa
1
Al-Raghib al-Isfahani, Mu'jam Mufradat Alfach Al-Quran, (ed) Nadim Mar'asyili.
2
Beirut Dar al-Fikr, t.t.), h. 218. Ibid, h. 522-523
6
nafs adalah kehidupan yang ditandai dengan bernafas, melahirkan
dorongan, keinginan, atau hasrat untuk melakukan sesuatu yang dianggap
penting oleh masing- masing pribadi, kemudian berlomba untuk
mendapatkannya dan akan merasa senang jika berhasil mendapatkannya.
Keadaan ini merupakan gejala umum yang terus berputar dan baru
berhenti setelah Allah mencabut roh dari tubuh manusia. Sementara itu,
dalam psikologi, jiwa adalah benih kehidupan yang menyebabkan
sesorang hidup, mencakup kehidupan mental dan kepribadian yang
meliputi perasaan, pikiran, keinginan, kognisi, ke- putusan, dan perilaku
dalam hubungan dengan dirinya dan dunia di luar dirinya.
7
Ketiganya (jasmani, rohani, dan nafsiah) memiliki sifat dasar dan
kecenderungan tertentu. Kecenderungan jasmani tersimpul pada perut dan
di bawah perut yang memiliki tiga kebutuhan, yaitu makan, minum, dan
hubungan seksual. Kecenderungan rohani tercermin pada ke- rinduan
manusia terhadap Allah dan pemihakan manusia kepada keadilan,
kejujuran, persahabatan, serta nilai-nilai kemanusian yang universal dan
primordial. Dikatakan universal karena fenomena ini berlaku bagi seluruh
manusia tanpa terkait dengan aspek kultural, bahasa, budaya, dan agama,
sedangkan disebut primordial karena kecenderungan biologis dan spiritual
tersebut merupakan akar, asal, dan asli sifat manusia yang autentik dan jati
dirinya yang asli sejak Allah meniupkan roh ke dalam embrio.
8
B. Pembagian Takziyat Al-Nafs
1. Jiwa Al-Ammarah
Jenis jiwa pertama adalah jiwa Al-ammārah. istilah nafs Al-ammārah
diambil dari ayat Al Qur'an berikut.
ٌۢة
َو َم ٓا ُأَبِّرُئ َنْفِس ٓى ۚ ِإَّن ٱلَّنْفَس َأَلَّم اَر ِبٱلُّس ٓو ِء ِإاَّل َم ا َر ِح َم َر ِّبٓى ۚ ِإَّن َرِّبى َغُفوٌر َّرِح يٌم
"Aku tidak (menyatakan) diriku bebas (dari kesalahan) karena
sesungguhnya nafsu itu selalu mendorong kepada kejahatan, kecuali
(nafsu) yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang." (Yusuf: 53)
9
materi. Mereka tidak mengikuti pertimbangan akal sehat, pikiran jernih,
suara nurani, dan jeritan batin karena tertutup kepentingan perut dan ke-
pentingan di bawah perut. Al-Qur'an menegaskan pada ayat yang berikut.
َو َلَقْد َذ َر ْأَنا ِلَج َهَّنَم َك ِثيًر ا ِّم َن ٱْلِج ِّن َو ٱِإْل نِسۖ َلُهْم ُقُلوٌب اَّل َيْفَقُهوَن ِبَها َو َلُهْم َأْع ُيٌن اَّل ُيْبِص ُروَن
َٰٓل َٰٓل
ِبَها َو َلُهْم َء اَذ اٌن اَّل َيْس َم ُعوَن ِبَهٓاۚ ُأ۟و ِئَك َك ٱَأْلْنَٰع ِم َبْل ُهْم َأَض ُّل ۚ ُأ۟و ِئَك ُهُم ٱْلَٰغ ِفُلوَن
"Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam)
kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak
dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka
mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-
tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak
dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai
binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-
orang yang lalai,” (Al-Araf: 179)
10
Artinya: “Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada
Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada mereka sendiri. Mereka
itulah orang-orang yang fasik,” (Al-Hasyr : 9)
11
hingga jiwanya mantap dalam merasakan manisnya iman, indahnya ilmu
dan amal, serta menemukan makna hidup dan hidup bermakna dalam rida
Allah. al-nafs al-mutma'innah yang berarti jiwa yang tenang. Maksudnya,
Allah memanggil orang-orang beriman yang berjiwa mutma'innah ketika
menghadapi kematian agar kembali kepada Allah dengan menerima
keputusan Allah yang diberlakukan terhadap dirinya. Allah menerima jiwa
mutma'innah dengan kerelaan serta suka cita dalam keadaan radiyah
mardiyyah, yaitu meridai dan diri- dai. Kemudian Allah mempersilahkan
orang yang berjiwa mutma'innah untuk masuk ke dalam surga dan segera
bergabung dengan hamba-hamba Allah yang terlebih dahulu wafat.
Mereka adalah para nabi, para rasul, dan para syuhada, yaitu orang-orang
yang dalam hidupnya berhasil mewujudkan sikap dan perbutan yang
menjadi bukti atas keimanannya. Selain itu, orang- orang yang berjiwa
mutma'innah akan bergabung dengan hamba-hamba yang saleh, termasuk
leluhur mereka yang sama-sama beriman kepada Allah. Mereka akan
mendapatkan kehormatan masuk surga dengan kebahagiaan yang prima.
3. Jiwa Lawwamah
12
keluar dari kebiasaan buruk yang terorganisir secara sistematis dalam
budaya hedonisme. Dirinya terpenjara dalam konflik batin yang
diciptakannya sendiri serta terus-menerus memperkuat penjara itu dengan
menjaga solidaritas, keterpautan hati, dan kesetiaan terhadap jaringan
persahabatan yang selama ini menjadi mitra dalam berbuat maksiat. Jiwa
al-lawwāmah menimbulkan kon- flik batin berkepanjangan dalam
kehidupannya antara kesadaran untuk tobat dan kesetiaan untuk tetap
maksiat sehingga orang yang berjiwa lawwāmah akan kehilangan peluang,
kesempatan, dan kekuatan batin untuk keluar dari lingkaran maksiat dan
kehilangan kesempatan untuk mengembangkan diri menjadi pribadi
mutma'innah. Sementara itu, pada sisi lain, kita harus waspada dari
kemungkinan jiwa kita mengalami fluktuasi, yaitu bergeser dari jiwa
mutma'innah ke jiwa lawwāmah atau degradasi menuju jiwa ammārah.
Masalahnya adalah bagai- mana mempertahankan agar jiwa kita istikamah
dalam suasana muļma'innah? Pada kondisi ini dibutuhkan mujāhadah,
yaitu perjuangan menjadi pribadi istikamah dalam merawat jiwa
mutma'innah, sebab jiwa mutma'innah itu tidak datang tiba-tiba, tetapi
membutuhkan jihad al-nafs, yaitu perjuangan memerangi sifat-sifat buruk
pada diri kita sendiri yang memengaruhi perasaan,
penghayatan, sikap, dan persepsi kita tentang hidup dan kehidupan ini.
13
َٰٓيَأُّيَها ٱَّلِذ يَن َء اَم ُنو۟ا اَل َتَّتِبُعو۟ا ُخ ُطَٰو ِت ٱلَّش ْيَٰط ِن ۚ َو َم ن َيَّتِبْع ُخ ُطَٰو ِت ٱلَّش ْيَٰط ِن َفِإَّن ۥُه َيْأُم ُر ِبٱْلَفْح َش ٓاِء
َو ٱْلُم نَك ِرۚ َو َلْو اَل َفْض ُل ٱِهَّلل َع َلْيُك ْم َو َر ْح َم ُت ۥُه َم ا َزَك ٰى ِم نُك م ِّم ْن َأَحٍد َأَبًدا َو َٰل ِكَّن ٱَهَّلل ُيَز ِّك ى َم ن َيَش ٓاُء ۗ َو ٱُهَّلل
َسِم يٌع َع ِليٌم
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengikuti langkah-
langkah syaitan. Barangsiapa yang mengikuti langkah-langkah syaitan,
maka sesungguhnya syaitan itu menyuruh mengerjakan perbuatan yang
keji dan yang mungkar. Sekiranya tidaklah karena kurnia Allah dan
rahmat-Nya kepada kamu sekalian, niscaya tidak seorangpun dari kamu
bersih (dari perbuatan-perbuatan keji dan mungkar itu) selama-lamanya,
tetapi Allah membersihkan siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha
Mendengar lagi Maha Mengetahui.”
14
melarang zina dengan maksud menjaga kehormatan manusia sesuai
dengan martabat manusia sebagai makhluk yang dimuliakan Allah. Kedua,
berzina itu berarti menghancurkan kehormatan sesama manusia. Orang
yang berzina, lebih-lebih perempuan bersuami atau pernah bersuami
dan/atau laki-laki beristri atau pernah beristri, adalah manusia yang
menghancurkan kehormatan dirinya, pasangan hidupnya, keluarganya,
bahkan keturunannya. Ketiga, berzina itu menghancurkan nasab atau
keturunan. Keempat, berzina itu menghancurkan keharmonisan hubungan
suami istri karena munculnya kemarahan dan rasa dendam yang tidak
mudah dipadamkan. Berzina itu bukan hanya mengkhianati akad nikah
yang merupakan perjanjian luhur (mīšāqan galíza) suami istri dan menodai
kesucian perkawinan, tetapi juga menyakiti perasaan pasangan hidup.
15
Dalam melakukan proses tazkiyat al-nafs (penyucian jiwa), Al-Qur'an
membimbing orang-orang beriman agar mendahulukan tindakan pen-
cegahan daripada tindakan penyembuhan (curative). Menurut Al-Qur'an,
memprioritaskan tindakan pencegahan lebih strategis, hemat, dan aman
daripada tindakan penyembuhan. Tindakan penyembuhan ditujukan ke-
pada orang-orang yang sudah berbuat dosa agar bertobat, sedang tindakan
pencegahan ditujukan kepada orang-orang bersih supaya tidak tergoda
untuk berbuat dosa.
Allah memilih, mengangkat, dan menetapkan seorang hamba-Nya
yang bernama Muhammad bin Abdullah menjadi rabi dan rasul, lalu
menugaskan beliau mengajarkan kepada manusia bahwa sesungguhnya
tidak ada Tuhan selain Allah, yakni tidak ada ibadah kecuali kepada Allah,
tidak menyekutukan Allah dengan apa pun dan siapa pun, dan tidak
mempertuhankan sesama manusia atau makhluk-makhluk lain.
Para ulama tasawuf telah sampai pada kesimpulan bahwa kalbu meru-
pakan tempat terhujamnya niat, sedangkan niat merupakan rüh al-'amal,
jiwa amaliah atau aktivitas yang kita lakukan setiap hari. Seluruh amal
ibadah harus didasarkan atas niat. Setiap orang yang beramal akan
memperoleh nilai sesuai dengan apa yang diniatkannya. Syariat Islam
tidak hanya mengatur pekerjaan lahiriah yang berhubungan dengan
gerakan fisik (al-jawarih), tetapi juga mengandung pekerjaan hati, seperti
sikap membenarkan (taşdıq), ikhlas, mengenal Allah (ma'rifah), kerelaan
(al-rida), cinta (al-hubb), penyerahan (al- tafwid), dan merasakan
pengawasan Allah is (al-murāqabah). Semua perbuatan hati tersebut,
meskipun lembut dan tersembunyi, tetapi berhubungan langsung dengan
Allah Yang Maha Mengawasi segala rahasia.
16
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pembagian Takziyat Al-Nafs dibagi menjadi tiga, yaitu jiwa Al-
Ammarah (cenderung mengikuti kebutuhan perut dan bawahnya), jiwa Al-
Muthmainnah (cenderung mengikutin kebutuhan rohani), dan jiwa Al-
Lawwamah (galau di antara daya tarik hawa nafsu dan rohani).
Menyucikan jiwa itu adalah perjuangan mengembalikan kesucian
manusia seperti pada waktu dilahirkan dengan beristigfar, tobat nasuhah,
serta menjauhkannya dari sifat kebinatangan. Menyucikan jiwa itu dengan
mengikuti pesan Al-Qur'an yang meminta manusia agar tidak merasa
dirinya suci, tetapi terus berjuang melakukan tazkiyat al-nafs dengan
merawat iman agar tetap kuat. Dengan bekal keimanan dan ketekunan
beribadah, kita mendidik diri kita agar menjadi pribadi yang dekat kepada
Allah dengan mengorientasikan hidup.
B. Saran
Dengan berakhirnya pembahasan makalah ini, kami juga menghimbau
kepada para pembaca untuk dapat memahami lebih lanjut mengenai
Tazkiyat Al-Nafs. Lalu penulis berharap semoga makalah ini dapat
bermanfaat dan menjadikan kita semua menjadi pribadi lebih baik
kedepannya.
17
DAFTAR PUSTAKA
Ismail, P. D. (2023). Kuliah Akhlak Tasawuf. Jakarta Timur: Sinar Grafika Offset.
Azyumardi Azra dan Asep Usman Ismail, "Pengantar Dewan Redaksi" dalam
Ensiklopedi Tasawuf, (Bandung: Penerbit Angkasa Bandung, 2008), hxiv.
18