Anda di halaman 1dari 13

Struktur kepribadian: Nafs Nabatiyah

Mata Kuliah : Bimbingan Konseling Islam


Dosen Pengampu : Alfin Siregar, M.Pd.I

Disusun Oleh Kelompok 5 :


Annisyah Fajar Ramadani (0303173207)
Azhar Sani (0303173167)
Dewi Mentari Sipayung (0303171058)
Siti Wulandari (0303171040)

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN


PRODI BIMBINGAN KONSELING PENDIDIKAN ISLAM
BKPI-3/VII
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA MEDAN
T.A 2020/2021

1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah senantiasa melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga kita semua dalam keadaan sehat wal’afiat
menjalankan aktifitas sehari-hari dan atas keridhoan-Nya juga, Kami dapat
menyelesaikan makalah Bimbingan Konseling Islam dengan sub tema “Tujuan
dan Manfaat Konseling Islami Menurut Pandangan Al-Quran”.
Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita
Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabatnya. Tidak lupa juga
hormat dan terima kasih Kami sampaikan kepada:
1. Bapak Alfin Siregar, M.Pd.I selaku Dosen Pengampu Mata Kuliah
Bimbingan Konseling Islam
2. Anggota kelompok yang telah bekerja sama dalam pembuatan makalah ini
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki makalah ini.
Semoga dengan adanya makalah ini dapat menambah wawasan bagi
semua pihak sehingga dapat memetik isi yang terkandung di dalamnya.

Medan, November 2020


Disusun

Kelompok 5

2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Nafs merupakan salah satu konsep kunci dalam kajian filsafat metafisika.
Selain sebagai substansi utama yang menggerakkan jasad manusia, nafs juga
memiliki peran dalam proses berfikir dan memahami realitas yang darinya
menghasilkan sebuah pengetahuan. Pengetahuan yang dihasilkan akan
membentuk cara pandang seseorang menyikapi kehidupan. Dalam hal ini, Ibnu
Sina adalah salah seorang filsuf muslim yang secara mendalam dan rinci
menjelaskan hakikat nafs. Ia menjelaskan tentang potensi-potensi nafs (quwwah
al-nafs) yang saling terikat satu dengan lainnya, dan nafs memiliki hubungan yang
erat dengan jasad. Mengenai hubungan nafs dan jasad, Ibnu Sina mengatakan
bahwa nafs tidak akan pernah mencapai tahap fenomenal tanpa adanya jasad.
Begitu tahapan ini dicapai ia menjadi sumber hidup, pengatur, dan potensi jasad.
Ia mengemukakan beberapa argumentasi ilmiah mengenai keberadaan nafs, yang
salah satunya tentang manusia terbang yang menginspirasi sarjana Barat
menciptakan teori manusia super. Selain itu ia juga menjelaskan tentang
keabadian nafs yang bersifat kekal dengan disertai beberapa argumentasi logis
yang membuktikan kekekalannya. Dari pandangannya tersebut ia menyimpulkan
bahwa kekekalan nafs bukanlah kekekalan yang hakiki sebagaimana keabadian
dan kekekalan Allah. Penjelasan Ibnu Sina tentang nafs cukup komprehensif,
sekalipun ada beberapa kesamaan dengan teori jiwa filsuf Yunani seperti
Aristotle. Namun pandangannya tentang nafs secara umum sudah diadapsi dengan
pandangan hidup Islam
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian bimbingan konseling?
2. Apa pengertian Nafs?
3. Apa kondisi kejiwaan Manusia?
4. Bagaimana hakikat jiwa ?
5. Apa itu Nafs Nabatiyah?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian bimbingan konseling

3
2. Untuk mengetahui pengertian Nafs
3. Untuk kondisi kejiwaan Manusia
4. Untuk itu hakikat jiwa
5. Untuk apa itu Nafs Nabatiyah

4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Bimbingan Konseling Islam
Konseling Islam yang berkarakteristik Islam merupakan proses konseling
yang berorientasi kepada tujuan pendidikan Islam. Islam yang berwawasan
rahmatan lil ãlamīn mengemban misi untuk menghantarkan manusia menuju
kehidupan sakinah yang menjadi dambaan bagi setiap individu.
Kata Islam atau Islami memiliki relevansi terhadap visi misi bimbingan
konseling Islam itu sendiri, agar bimbingan konseling dibahas dalam ruang
lingkup ajaran Islam, sehingga aktifitas yang berhubungan dengan bimbingan
konseling khususnya di Madrasah sesuai dan mengacu kepada ajaran Islam yang
dibawa dan disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW. Selain itu, berbagai aspek
atau komponen yang terkait dengan bimbingan konseling Islami seperti, visi, misi,
tujuan, kurikulum (program), proses layanan, konselor (guru BK), konseli (siswa),
sarana, pengelolaan, evaluasi dan sebagainya sejalan dengan misi ajaran Islam
yang berdasarkan kaedah Al-Quran dan Hadist sebagai sumber ajaran Islam.1
Beberapa pendapat para ahli tentang bimbingan konseling Islam adalah
sebagai berikut:
1. Zulkifli Akbar menyatakan konseling Islami adalah serangkaian kegiatan
yang dilaksanakan oleh konselor yang kompeten dengan individu yang
bertujuan untuk membantu individu dalam memecahkan masalahnya
sendiri, dengan menggunakan ajaran-ajaran Islam dan pemikiran logis
yang dikaitkan dengan ajaran Islam agar memperoleh kebahagiaan dunia
dan akhirat.2
2. Munandir Menyatakan bimbingan konseling Islami sesuai dengan
penggunaan kata sifatnya, menunjukkan landasan dan arah bantuan yang
dituju, yaitu Islam yang meliputi konsepsinya tentang manusia (dan
tentang berbagai hal lain), ajaran-ajarannya, peraturan-peraturannya,

1
Tarmizi, Bimbingan Konseling Islami. (Medan: Perdana Publishing, 2018). Hal 23-24
2
Zulkifli Akbar, Dasar-dasar Konseptual Penanggungan Masalah Bimbingan dan
Konseling Islami di Bidang Pernikahan, Kemasyarakatan dan Keagamaan (Yogyakarta: UII.
1987). Hal 12

5
sepanjang menyangkut orang perseorangan, ajaran itu mengenai segala
dimensi hubungan dan pergaulannya.
3. Tohari Musnamar mengungkapkan bimbingan konseling Islam adalah
proses pemberi bantuan terhadap individu agar menyadari kembali akan
eksistensinya sebagai makhluk Allah yang seharusnya hidup selaras
dengan ketentuan dan petunjuk Allah, sehingga mencapai kebahagiaan
dunia dan akhirat.3
Dapat diartikan Bimbingan Konseling Islam adalah suatu proses
pemberian bantuan secara terus menerus dan sistematis terhadap individu atau
sekelompok orang yang sedang mengalami kesulitan lahir dan batin untuk dapat
memahami dirinya dan mampu memecahkan masalah yang dihadapinya sehingga
dapat hidup secara harmonis sesuai dengan ketentuan dan petunjuk Allah dan
Rasul-Nya demi tercapainya kebahagiaan duniawiah dan ukhrawiah. Bimbingan
konseling Islami merupakan pemberian bantuan yang dilakukan untuk
memecahkan masalah atau mencari solusi atas permasalahan yang dialami konseli
dengan bekal potensi dan fitrah agama yang dimilikinya secara optimal dengan
menggunakan nilai-nilai ajaran Islam yang mampu membangkitkan spritual dalam
dirinya, sehingga manusia akan mendapatkan dorongan dan mampu dalam
mengatasi masalah yang dihadapinya serta akan mendapatkan kehidupan yang
selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah, sehingga mencapai kebahagiaan
hidup didunia dan akhirat.
B. Pengertian Nafs
Ada dua pengertian nafs di sini: pertama, nafs yang berarti nafsu. Kata ini
dalam bahasa Indonesia, nafs berarti nafsu syahwat yang menggoda manusia yang
sering disebut dengan istilah hawa nafsu, yakni dorongan nafsu yang cenderung
bersifat rendah/negatif. Pengertian kedua, nafs yang berarti jiwa. Nafs dalam
pengertian ini terdapat akal, ruh dan hati. Pengertian nafs menurut arti kedua
tersebut yang akan dibahas dalam tulisan ini, yaitu sebagai komponen batin dalam
diri manusia sebagai anugerah Allah untuk difungsikan sebagai Khalifahtullah.
Sehingga dalam tulisan ini tidak membahas tentang nafsu, syahwat yang selalu

3
Tohari Musnamar, Dasar-Dasar Konseptual Bimbingan dan Konseling Islam.
(Yogyakarta: UII Press, 1992). Hal 5

6
mengajak keburukan, melainkan nafs dalam arti fitrah. al-nafs adalah jiwa dalam
arti psikis berupa akal, hati, nafsu dan roh, yang keempat hal tersebut merupakan
essensi dalam diri manusia. Nafs yang dikehendaki di sini adalah nafs yang berarti
jiwa bukan nafs yang berarti nafsu atau syahwat Al-Qurân membagi tingkatan
nafs pada dua kelompok besar, yaitu nafs martabat tinggi dan nafs martabat
rendah. Nafs martabat tinggi dimiliki oleh orang-orang yang taqwa, yang takut
kepada Allah dan berpegang teguh kepada petunjuk-Nya serta menjauhi larangan-
Nya. Sedangkan nafs martabat rendah dimiliki oleh orang-orang yang menentang
perintah Allah dan mengabaikan ketentuan-ketentuan-Nya, serta orang-orang
sesat yang cenderung berprilaku menyimpang dan melakukan kekejian serta
kemunkaran. Sebagaimana disebutkan di atas bahwa dalam diri manusia terdapat
empat unsur yang kesemuanya bersifat rabbani yaitu: akal, nafs, ruh dan qalb.
Keempat unsur itu disebut dengan istilah jiwa, atau dalam istilah arabnya biasa
disebut al-nafs. Dalam bahasa Indonesia, nafs berarti syahwat yang menggoda
manusia. Nafs dalam arti ini juga biasa disebut dengan istilah hawa nafsu, yakni
dorongan nafsu yang cenderung bersifat rendah/negatif.
1. Nafs dalam Al-Qur’an
Nafs diciptakan Tuhan dalam keadaan sempurna sebagai perangkat dalam
rohani manusia, nafs diciptakan secara lengkap yang diilhamkan kepadanya
kebaikan dan keburukan agar ia dapat mengetahui mana yang baik dan mana yang
buruk, dan manusia diberi kekuatan untuk memilih antara keduanya, hal ini dapat
dilihat dalam surat asy-Syams ayat:07

ٍ ‫َو َن ْف‬
‫س َو َما َسوَّ ٰى َها‬

Artinya: "Dan demi jiwa serta penyempurnaannya"4


Dalam ayat tersebut dengan tegas menjelaskan bahwa nafs diciptakan
dalam keadaan sempurna untuk berkarya dengan beberapa potensi dan bakat
yang dimiliki untuk menjadikan hidupnya lebih berarti dan bermanfaat bagi
umat manusia, yang juga berfungsi sebagai perangkat dalam rohani sekaligus
sebagai wadah pontensi manusia. Selain ayat di atas ada lagi ayat yang
menjelaskan bahwa nafs menampung hal-hal yang baik dan hal-hal yang buruk.
4
Al-Qur'an surat Asy-Syams, ayat 7.

7
‫فَا َ ۡلهَ َمهَا فُج ُۡو َرهَا َوت َۡق ٰوٮهَا‬
Artinya :"maka Alah mengilhamkan kepada nafs itu kebaikan dan
keburukan”i5
C. Kondisi Kejiwaan Manusia
Para ulama menyimpulkan dalam tingkatan kejiawaan manusia dalam
alQur’an, Pertama, nafs al-ammarah bi al-su’, atau nafsu yang mendorong
manusia untuk melakukan kejahatan. nafs ini merupakan nafs yang paling hina
dan rendah yang dapat menimbulkan segala sifat-sifat tercela dalam hati manusia;
seperti iri, dengki, ghibah, sombong, ghibah, bakhil, dan lain-lain dari penyakit
hati. Nafs ini harus dihilangkan.
Kedua, nafs al-lawwamah. Ini adalah jiwa yang memiliki tingkat
kesadaran awal melawan nafs yang pertama. Dengan adanya bisikan dari hatinya,
jiwa menyadari kelemahannya dan kembali kepada kemurniannya. Jika ini
berhasil maka ia akan dapat meningkatkan diri kepada tingkat diatasnya.
Ketiga adalah Nafs al-Mulhamah atau jiwa yang terilhami. Ini adalah
tingkat jiwa yang memiliki tindakan dan kehendak yang tinggi. Jiwa ini lebih
selektif dalam menyerap prinsip-prinsip. Ketika jiwa ini merasa terpuruk kedalam
kenistiaan, segera akan terilhami untuk mensucikan amal dan niatnya.
Keempat, Nafs al-mutma’innah atau jiwa yang tenang. Jiwa ini telah
mantap imannya dan tidak mendorong perilaku buruk. Jiwa yang tenang yang
telah menomor duakan nikmat materi.
Kelima, Nafs al-Radhiyah atau jiwa yang ridha. Pada tingkatan ini jiwa
telah ikhlas menerima keadaan dirinya. Rasa hajatnya kepada Allah begitu besar.
Jiwa inilah yang diibaratkan dalam doa: Ilahi anta maqsudi wa ridhaka matlubi
(Tuhanku engkau tujuanku dan ridhaMu adalah kebutuhanku).
Keenam, Nafs al-Mardhiyyah, adalah jiwa yang berbahagia. Tidak ada
lagi keluhan, kemarahan, kekesalan. Perilakunya tenang, dorongan perut dan
syhawatnya tidak lagi bergejolak dominan. Ketujuh, Nafs al-Safiyah adalah jiwa
yang tulus murni. Pada tingkat ini seseorang dapat disifati sebagai Insan Kamil
atau manusia sempurna. Jiwanya pasrah pada Allah dan mendapat petunjukNya.

5
Al-Qur'an surat Asy-Syams ayat 8

8
Jiwanya sejalan dengan kehendakNya. Perilakunya keluar dari nuraninya yang
paling dalam dan tenang.6
D. Hakikat Jiwa
Di antara filsuf muslim lainnya, barangkali Ibnu Sina yang secara komplit
menjelasakan tentang esensi dan hakikat jiwa. Meskipun diketahui bahwa Ibnu
Sina memiliki pemahaman yang tidak jauh berbeda dengan Aristoteles dan filsuf
Muslim sebelumnya terutama al-Kindi dan al-Farabi mengenai jiwa. Namun, Ibnu
Sina lebih detail membahas persoalan ini.15 Ibnu Sina mengatakan bahwa jiwa
merupakan hakikat manusia sebenarnya.16 Ia adalah substansi yang berdiri
sendiri yang berbeda dengan jasad (fisik).17 Pendapat ini berdasarkan
argumentasinya yang memandang bahwa atom atau esensi (jauhar) dan aksiden
(‘aradh) itu berlawanan bahkan bertentangan walaupun pertentangannya tidak
jelas. Itu karena semua yang bukan atom adalah aksiden. Bila kita dapat
membuktikan bahwa jiwa bukan salah satu aksiden, maka pasti ia adalah substansi
(jism).7
Jiwa tidak bisa dianggap aksiden pertama, karena betul-betul bebas dari
tubuh. Sedang tubuh itu sangat membutuhkan pada jiwa sementara jiwa
sedikitpun tidak membutuhkannya. Belum ada ketentuan dan kejelasan bagi tubuh
sebelum ia berhubungan dengan jiwa tertentu, sementara jiwa akan tetap sama,
baik ketika berhubungan dengan tubuh atau tidak. Tidak mungkin ada tubuh tanpa
jiwa, sebab jiwa merupakan sumber hidup dan sumber geraknya, tapi sebaliknya
jiwa bisa tetap hidup tanpa tubuh. Bukti yang paling jelas untuk ini, adalah bila
jiwa berpisah dari tubuh, maka tubuh akan menjadi benda mati, sementara jiwa
ketika berpisah dengan tubuh dan naik ke ‘alam atas’ ia akan hidup bahagia.
Dengan demikian jiwa merupakan substansi yang berdiri sendiri, bukan salah satu
aksiden (‘aradh) tubuh.8

E. Nafs Nabatiyah
6
Adnan As-Syarif, Min Ulum An-Nafs Al-Qur’ani, Cet. 1 (Beirut: Dar Al-Ilm li Al-Malayin,
1987), h.24
7
ibn Sina, Asy-Syifa’; ath-Thabi’iyyat, an-Nafs, (Kairo, Haiah Mishriyah al-‘Ammah lil Kitabah,
1975), h. 285.
8
ibid

9
Setelah sedikit dibahas tentang batasan pengertian nafsu seperti di atas, berikut
ini akan dipaparkan macam-macam nafsu. Nafs dapat dibagi ke dalam beberapa
hal tergantung dalam persepktif apa ia dilihat. Berikut pembagian nafs menururt
perespektif kaum sufi
Jiwa tumbuh-tumbuhan (an-nafs an-nabatiyah) Jiwa tumbuh-tumbuhan (an-
nafs an-nabatiyah) mencakup daya-daya yang ada pada manusia, hewan dan
tumbuh-tumbuhan. Ibnu Sina telah mendefinisikan jiwa tumbuh-tumbuhan
sebagai kesempurnaan awal bagi tubuh yang bersifat alamiah dan mekanistik, baik
dari aspek melahirkan, tumbuh dan makan. Jiwa tumbuh-tumbuhan memiliki tiga
daya, yaitu:9
a. Daya nutrisi (al-quwwah al-ghadziyah), yaitu daya yang berfungsi
mengubah makanan menjadi bentuk tubuh, dimana daya tersebut ada di
dalamnya
b. Daya penumbuh (al-quwwah al-munammiyah), yaitu daya yang
melaksanakan fungsi pertumbuhan, yaitu yang mengantarkan tubuh
kepada kesempurnaan dan perkembangannya.
c. Daya generatif atau reproduktif (al-quwwah al-muwallidah), yaitu daya
yang menjalankan fungsi generatif atau melahirkan, agar generasi
manusia tetap bertahan.

BAB III
9
Majid Fakhri, Tarikh al-Falsafah al-Islamiyah; Mundzu Qurun Tsamin hatta Yaumuna Hadza,
(Beirut, Dar al-Masyriq, 1986), h. 225

10
PENUTUP
A. Kesimpulan
Konsep jiwa atau nafs yang ada di dalam alquran begitu lengkap; secara
umum makna jiwa yang terdapat dalam alquran meliputi beberapa arti
diantaranya; jiwa bermakna manusia secara totalitas, jiwa bermakna Zat dan Sifat
Tuhan, jiwa yang mempunyai arti hakikat manusia yang terdiri dari bagian ruh
yang terintegral dalam tubuh (jasad), jiwa yang bermakna diri manusia yang
selalu memiliki kecendrungan, jiwa bermakna kehendak, dan jiwa bermakna ruh.
Alquran juga memberikan sifat nasf tersebut; ada nafs mutmainnah, amarah dan
lawwamah. Para ulama membagi tentang kejiwaan manusia; nafs al-ammarah bi
al-su’, nafs al-lawwamah, nafs al-Mulhamah, nafs al-mutma’innah, nafs al-
Radhiyah, nafs alMardhiyyah, dan nafs al-Safiyah. Para filsuf muslim sepakat
bahwa nasf jiwa merupakan unsur yang tidak tampak yang menggerakkan jasad
manusia, ia berasal dari Allah yang semestinya harus selalu dijaga agar senantiasa
berada dalam kondisi yang bersih. Ketika jiwa yang ada pada diri manusia tidak
dibimbing dengan cahaya kebaikan -maka seperti yang digambarkan Ibn Sina- ia
‘menjerit’ dan mengharap kembali kepada Tuhannya.
B. Saran
Demikian makalah yang kami sampaikan. Kami harapkan semoga dapat
bermanfaat bagi semua pembaca. Kami menyadari masih banyak kekurangan
dalam penulisan makalah ini. Oleh karena itu kritik dan saran sangat diperlukan
agar untuk kedepannya jauh lebih baik lagi.

DAFTAR PUSTAKA

11
Tarmizi, Bimbingan Konseling Islami. (Medan: Perdana Publishing,
2018).
Zulkifli Akbar, Dasar-dasar Konseptual Penanggungan Masalah
Bimbingan dan Konseling Islami di Bidang Pernikahan, Kemasyarakatan dan
Keagamaan (Yogyakarta: UII. 1987).
Majid Fakhri, Tarikh al-Falsafah al-Islamiyah; Mundzu Qurun Tsamin
hatta Yaumuna Hadza, (Beirut, Dar al-Masyriq, 1986),
Adnan As-Syarif, Min Ulum An-Nafs Al-Qur’ani, Cet. 1 (Beirut: Dar Al-
Ilm li Al-Malayin, 1987),
ibn Sina, Asy-Syifa’; ath-Thabi’iyyat, an-Nafs, (Kairo, Haiah Mishriyah
al-‘Ammah lil Kitabah, 1975),
Al-Qur'an surat Asy-Syams ayat 8
Al-Qur'an surat Asy-Syams, ayat 7.
Tohari Musnamar, Dasar-Dasar Konseptual Bimbingan dan Konseling
Islam. (Yogyakarta: UII Press, 1992).

12
i

Anda mungkin juga menyukai