05.50 No comments
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Manusia dilahirkan didunia dengan dibekali akal, pikiran, dan perasaan. Dengan bekal itulah
manusia disebut sebagai makluk yang paling sempurna dan diamanati oleh sang pencipta sebagai
pemimpin di bumi ini. Akan tetapi seiring dengan bekal akal, pikiran dan perasaan itu pula manusia
diselimuti oleh berbagai macam masalah, bahkan ada yang mengatakan bahwa manusia merupakan
makhluk dengan segudang masalah (human with multiproblem). Dengan berbagai masalah itu ada yang
bisa mereka atasi dengan sendirinya atau mereka memerlukan bantuan orang lain (konselor) untuk
mengatasi masalah yang dihadapinya. Dan pemberian bantuan dari orang yang ahli (konselor) kepada
individu yang membutuhkan (klien) itulah yang dinamakan “konseling”
Dalam memecahkan masalahnya, manusia memiliki banyak pilihan cara, salah satunya adalah
dengan cara islam. Mengapa islam? Karena islam mengatur seluruh aspek kehidupan manusia tak
terkecuali berkenaan dengan bimbingan dan konseling.
Dalam makalah ini nanti akan dipaparkan berbagai hal terkait dengan bimbingan konseling islam,
termasuk tujuan-tujuan dari bimbingan konseling islam dan bagaimana ketika bimbingan dan konseling di
implementasikan dalam pembelajaran.
Edwin C. Lewis (1970), mengemukakan bahwa konseling adalah suatu proses dimana orang yang
bermasalah (klien) dibantu secara pribadi untuk merasa dan berperilaku yang lebih memuaskan melalui
interaksi dengan seseorang yang tidak terlibat (konselor) yang menyediakan informasi dan reaksi-reaksi
yang merangsang klien untuk mengembangkan perilaku-perilaku yang memungkinkannya berhubungan
secara lebih efektif dengan dirinya dan lingkungannya.
B. Islam
Istilah Islam dalam wacana studi Islam berasal dari bahasa arab dalam bentuk masdar yang
secara harfiyah berarti selamat, sentosa dan damai. Dari kata kerja salima diubah menjadi
bentuk aslama yang berarti berserah diri. Dengan demikian arti pokok Islam secara kebahasaan adalah
ketundukan, keselamatan, dan kedamaian.[2]
Secara terminologis, Ibnu Rajab merumuskan pengertian Islam, yakni: Islam ialah penyerahan,
kepatuhan dan ketundukan manusia kepada Allah swt. Hal tersebut diwujudkan dalam bentuk perbuatan.
Di samping itu, Syaikh Ahmad bin Muhammad Al-Maliki al-Shawi mendefinisikan Islam dengan
rumusan Islam yaitu: atauran Ilahi yang dapat membawa manusia yang berakal sehat menuju
kemaslahatan atau kebahagiaan hidupnya di dunia dan akhiratnya.[3]
Pendapat lain menyatakan bahwa islam adalah agama yang dibawa oleh para utusan Allah dan
disempurnakan oleh rasullullah SAW yang memiliki sumber pokok al-quran dan sunnah rasullullah SAW
sebagai petunjuk umat islam sepanjang masa.
Pengertian tersebut antara lain didasarkan pada rumusan yang dikemukakan oleh H.M. Arifin,
Ahmad Mubarok dan Hamdani Bakran Adz-Dzaki. Bahkan pengertian yang dimaksudkannya adalah
mencakup beberapa unsur utama yang saling terkait antara satu dengan lainnya, yaitu: konselor, konseli
dan masalah yang dihadapi. Konselor dimaksudkan sebagai orang yang membantu konseli dalam
mengatasi masalahnya di saat yang amat kritis sekalipun dalam upaya menyelamatkan konseli dari
keadaan yang tidak menguntungkan baik untuk jangka pendek dan utamanya jangka panjang dalam
kehidupan yang terus berubah. Konseli dalam hal ini berarti orang yang sedang menghadapi masalah
karena dia sendiri tidak mampu dalam menyelesaikan masalahnya. Menurut Imam Sayuti Farid, konseli
atau mitra bimbingan konseling Islam adalah individu yang mempunyai masalah yang memerlukan
bantuan bimbingan dan konseling. Sedangkan yang dimaksudkan dengan masalah ialah suatu keadaan
yang mengakibatkan individu maupun kelompok menjadi rugi atau terganggu dalam melakukan sesuatu
aktivitas.[5]
Dalam pandangan Farid Hariyanto (Anggota IKI jogjakarta) dalam makalahnya mengatakan
bahwa bimbingan dan konseling dalam Islam adalah landasan berpijak yang benar tentang bagaimana
proses konseling itu dapat berlangsung baik dan menghasilkan perubahan-perubahan positif pada klien
mengenai cara dan paradigma berfikir, cara menggunakan potensi nurani, cara berperasaan, cara
berkeyakinan dan cara bertingkah laku berdasarkan wahyu dan paradigma kenabian (Sumber Hukum
Islam).[6]
Beberapa ayat al-Quran yang berhubungan dengan bimbingan konseling diantaranya adalah:
“Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang
ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung”. (Ali Imran:104)
“Demi masa. Sungguh manusia dalam kerugian, kecuali mereka yang beriman dan melakukan amal
kebaikan, saling menasehati supaya mengikuti kebenaran dan saling menasehati supaya mengamalkan
kesabaran”. (Al-Ashr :1-3)
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah
mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa
yang tersesat dari jalann-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”.
(An Nahl:125)
2.2. Tujuan Bimbingan Konseling Islam
Secara garis besar tujuan bimbingan konseling islam dapat dirumuskan untuk membantu individu
mewujudkan dirinya sebagai manusia seutuhnya agar mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di
akhirat.
Sedangkan tujuan dari bimbingan dan konseling dalam Islam yang lebih terperinci adalah sebagai
berikut:
1. Untuk menghasilkan suatu perbuatan, perbaikan, kesehatan, dan kebersihan jiwa dan mental. Jiwa
menjadi tenang, jinak dan damai, bersikap lapang dada dan mendapatkan pencerahan taufik dan hidayah
Tuhannya.
2. Untuk menghasilkan suatu perubahan, perbaikan dan kesopanan tingkah laku yang dapat
memberikan manfaat baik pada diri sendiri, lingkungan keluarga, lingkungan kerja maupun lingkungan
sosial dan alam sekitarnya.
3. Untuk menghasilkan kecerdasan rasa (emosi) pada individu sehingga muncul dan berkembang rasa
toleransi, kesetiakawanan, tolong-menolong dan rasa kasih sayang.
4. Untuk menghasilkan kecerdasan spiritual pada diri individu sehingga muncul dan berkembang rasa
keinginan untuk berbuat taat kepada Tuhannya, ketulusan mematuhi segala perintahNya serta ketabahan
menerima ujianNya.
5. Untuk menghasilkan potensi Ilahiyah, sehingga dengan potensi itu individu dapat melakukan
tugasnya sebagai khalifah dengan baik dan benar; ia dapat dengan baik menanggulangi berbagai
persoalan hidup; dan dapat memberikan kemanfaatan dan keselamatan bagi lingkungannya pada
berbagai aspek kehidupan.
6. Untuk mengembalikan pola pikir dan kebiasaan konseli yang sesuai dengan petunjuk ajaran islam
(bersumber pada Al-Quran dan paradigma kenabian .
Sedangkan dalam bukunya bimbingan dan konseling dalam islam, Aunur Rahim Faqih membagi
tujuan Bimbingan dan Konseling islam dalam tujuan umum dan tujuan khusus. [7]
Tujuan umumnya adalah membantu individu mewujudkan dirinya sebagai manusia seutuhnya agar
mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akherat.
Tujuan khususnya adalah:
Untuk mencapai tujuan pendidikan yang dicita-citakan itu bimbingan konseling disekolah di
orientasikan kepada upaya memfasilitasi perkembangan potensi konseli, yang meliputi aspek pribadi,
belajar dan karir, atau terkait dengan perkembangan konseli sebagai makhluk yang berdimensi
biopsikososiospiritual (biologis, psikis, sosial dan spiritual).[8]
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
a. Konseling Islam adalah suatu proses pemberian bantuan secara terus menerus dan sistematis
terhadap individu atau sekelompok orang yang sedang mengalami kesulitan lahir dan batin untuk dapat
memahami dirinya dan mampu memecahkan masalah yang dihadapinya sehingga dapat hidup secara
harmonis sesuai dengan ketentuan dan petunjuk Allah dan Rasul-Nya demi tercapainya kebahagiaan
duniawiah dan ukhrawiah.
b. Tujuan BK islan dibagi menjadi tujuan umum dan tujuan khusus:
Tujuan umumnya adalah membantu individu mewujudkan dirinya sebagai manusia seutuhnya agar
mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akherat.
Tujuan khususnya adalah:
- membantu individu agar tidak menghadapi masalah
- membantu individu untuk mengatasi masalah yang dihadapinya
- membantu individu memlihara dan mengembangkan situasi dan kondisi yang baik atau yang tetap baik
menjadi tetap baik atau menjadi lebih baik, sehingga tidak akan menjadi sumber masalah bagi dirinya
dan orang lain.
c. Konseli sebagai seorang individu yang berada dalam proses berkembang yaitu berkembang ke arah
kematangan atau kemandirian. Untuk mencapai kematangan dan kemandirian tersebut, konseli
memerlukan bimbingan karena mereka masih kurang memiliki pemahaman atau wawasan tentang
dirinya dan lingkungannya, juga pengalaman menentukan arah kehidupannya. Disamping itu terdapat
suatu keniscayaan bahwa proses perkembangan konseli tidak selalu berlangsung mulus,atau bebas dari
masalah. atau searah dengan potensi, harapan dan nilai-nilai yang dianut.
DAFTAR PUSTAKA
Mohammmad Surya, Psikologi konseling, Pustaka Bani Quraisy. Bandung: 2003
Asy`ari, Ahm dkk., Pengantar Studi Islam (Surabaya: IAIN Sunan Ampel, 2004), Ahmad bin Muhammad
al-Mali al-Shawi, Syarh al-Shawi `ala Auhar al-Tauhid,.
Ahmad Mubarok, Al-Irsyad an Nafsy, Konseling Agama Teori dan Kasus (Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru,
2002)
Farid Hariyanto, Makalah dalam Seminar Bimbingan dan Konseling Agama Jakarta: 2007
Imam Sayuti Farid, Pokok-Pokok Bahasan Tentang Bimbingan Penyuluhan
Agama Sebagai Teknik Dakwah, bandung: Alfabetha 2002
Aunur Rahim Faqih, Bimbingan dan Konseling dalam Islam, UII press. Jakarta: 2001
Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidikan dan Tenaga Kependidikan depaartemen Pendidikan
Nasional, Rambu-rambu Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal.
Jakarta: 2007
//http//google//bimbingankonselingislam//wikipedia//.com//
[1] Mohammmad Surya, Psikologi konseling, Pustaka Bani Quraisy. Bandung: 2003 Hal. 2
[2] .Asy`ari, Ahm dkk., Pengantar Studi Islam (Surabaya: IAIN Sunan Ampel, 2004), hal. 2
[3]Ahmad bin Muhammad al-Mali al-Shawi, Syarh al-Shawi `ala Auhar al-Tauhid, hal. 62.
[4]Ahmad Mubarok, Al-Irsyad an Nafsy, Konseling Agama Teori dan Kasus (Yogyakarta: Fajar Pustaka
Baru, 2002), hal. 4-5
[5] Imam Sayuti Farid, Pokok-Pokok Bahasan Tentang Bimbingan Penyuluhan Agama Sebagai Teknik
Dakwah, hal. 29
[6] Farid Hariyanto, makalah dalam seminar Bimbingan Dan Konseling Agama Jakarta: 2007 hal. 2
[7] Aunur Rahim Faqih, Bimbingan dan Konseling dalam Islam, UII press. Jakarta: 2001 hal.35-36
[8] Direktorat jenderal peningkatan mutu pendidikan dan tenaga kependidikandepaartemen pendidikan
nasional, rambu-rambu penyelenggaraan bimbingan dan konseling dalam jalur pendidikan formal. 2007
Hal. 15
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook
kepribadian menurut Enneagram
19.22 No comments
1. Perfeksionis (Reformer)
Seorang yang rasional dan sangat idealis. Punya jiwa kuat dalam membedakan benar dan salah.
Ingin selalu memperbaiki yang salah dari diri sendiri, teman, maupun lingkungan. Tapi terkadang
terlalu kritis dan terlalu perfeksionis.
Orang yang bertipe seperti ini memiliki kecenderungan termotivasi oleh kebutuhan untuk hidup
dengan benar, memperbaiki diri sendiri dan orang lain dan menghindari marah. Ciri-ciri: realistis,
penuh pertimbangan dan memegang prinsip. Mereka berusaha menjalani hidup dengan standar
ideal yang tinggi
bagaimana bergaul dengan seseorang dengan tipe perfeksionis?
a. hargai etika dan standart tinggi mereka
b. puji mereka atas kepeduliannya dan sikap membantunya
c. tunjukkan penghargaanmu lewat pelukan atau hadiah
d. akui kesalahan
e. hindari berbuat salah dan melanggar
f. berpenampilan rapi lah saat bersamanya
g. jangan sampai terlambat jika berbuat janji dengan orang perfeksionis.
2. Penolong (Giver/Helper)
Seorang yang berjiwa merawat, peduli kepada sesamanya. Berhati lembut, tulus dan empati kepada
orang lain. Mau berkorban untuk orang lain. Suka membantu orang lain. Namun terkadang terlalu
sentimentil (perasa). Terkadang punya masalah dalam hal menyampaikan kebutuhannya sendiri
kepada orang lain. Menuntut orang lain mengerti kebutuhannya.
Tipe ini dimotivasi oleh kebutuhan untuk dicintai dan dihargai, mengekspresikan perasaan positif
pada orang lain, dan menghindari kesan membutuhkan. Ciri-ciri: hangat, peduli, mengasuh dan
peka terhadap kebutuhan orang lain.
bagaimana bergaul dengan seseorang dengan tipe penolong?
a. hargai kehangatan, kemurahan dan selera humornya
b. sering-seringlah berterima kasih atas bantuan dan idenya
c. bersikap lemah lembutlah saat mengkritik karena tipe penolong sangat sensitif perasaanya
d. ketika berbincang, cari tema yang ia sukai
e. tipe penolong akan malu meminta bantuan. maka tawarkanlah bantuan pada mereka
I. PERSIAPAN
II. PETUNJUK
Bacalah kalimat-kalimat dibawah ini dengan hati-hati, apabila amu mempertimbangkan kalimat tersebut
dan cocok dengan dirimu, silakan beri tanda “X” pada kolom 1, apabila setelah kamu mempertimbangkan
alimat tersebut agak cocok dengan dirimu silakan beri tanda cawang “X” pada kolom 2, dan apabila
alimat terssebut sama sekali tidak seperti dirimu silakan beri tanda “X” pada kolom 3.
Baca dengan baik setiap kalimat, pertimbangkan secara masak dengan dirimu, baru kemudian memberi
tanda “X” pada kolom yang cocok dengan pertimbanganmu..
III. ANALISIS
Sama
Cocok
Agak cocok sekali
seperti
dengan saya tidak
saya Item-item pernyataan
cocok
1 2 3
Nama :
No. Absen :
Kelas/ Jurusan :
Kelompok :
Tanggal :
1. 3 2 1
2. 3 2 1
3. 1 2 3
4. 1 2 3
5. 3 2 1
6. 1,5 3 1,5
7. 1 2 3
8. 1 2 3
9. 1 2 3
12. 1 2 3
13. 3 2 1
14. 1 2 3
15. 3 2 1
Jumlah maksimal
C : Skor 22,5 – 30 = kepribadian cukup optimis, agak menyenangkan, cukup percaya diri
D : Skor 16,5 – 22 = kepribadian kurang optimis, kurang menyenangkan, kurang percaya diri
NO JAWABAN SKOR
1. 2 2
2. 1 3
3. 3 3
4. 2 2
5. 1 3
6. 3 1,5
7. 1 1
8. 3 3
9. 1 1
10. 2 3
11. 3 3
12. 2 2
13. 1 3
14. 2 2
15. 1 3
JUMLAH 35,5
strategi konseling (Reframing)
06.55 No comments
TEKNIK KONSELING
REFRAMING
Setiap orang mempunyai perspektif-perspektif yang berbeda, dan cara orang lain
memandang segala sesuatu mungkin berbeda dengan cara kita memandang segala sesuatu.
Sebuah frame dapat merujuk kepada suatu keyakinan, apa yang membatasi pandangan meraka
tentang dunia. Mereka mengeinterpretasikan peristiwa-peristiwa saat mereka melihatnya, akan
tetapi yang sering terjadi adalah mereka melihatnya dari posisi mereka yang sedang mengalami
depresi atau harga diri rendah. Terkait dengan hal tersebut, konselor dapat mengubah cara
konseli memandang peristiwa-peristiwa atau situasi dengan megubah kerangka pandang
(reframing) gambaran yang dijelaskan konseli. Reframing merupakan salah satu metode dari
pendekatan konseling kogntif bahavior yang bertujuan mereorganisair content emosi yang
dipikirkannya dan mengarahkan/membingkai kembali ke arah pikiran yang rasional, sehingga
kita dapat mengerti berbagai sudut pandang dalam konsep diri/konsep kognitif dalam berbagai
situasi. (Froggart, dalam Gantina, 2011). Reframing adalah strategi yang mengubah sususan
perseptual individual terhadap suatu kejadian yang akan mengubah makna yang dipahami
(Bandler & Grinder, 1982). Sedangkan menurut Wiwoho (2011) reframing adalah upaya untuk
membingkai ulang sebuah kejadian dengan mengubah sudut pandang tanpa merubah kejadian itu
sendiri. Jadi dapat disimpulkan bahwa reframing adalah suatu pendekatan yang mengubah atau
menyusun kembali persepsi atau cara pandang konseli terhadap masalah atau tingkah laku dan
untuk membantu konseli membentuk atau mengembangkan pikiran lain yang berbeda tentang
dirinya.
a. Context Reframing
adalah pemaknaan kembali pengalaman yang sama dalam konteks yang berbeda, sehingga
menghasilkan pemaknaan yang sama sekali berbeda dengan pemaknaan sebelumnya.
b. Content Reframing
adalah pemaknaan kembali pada isi pengalaman yang sama, sehingga menghasilkan pemaknaan
yang berbeda dengan pemaknaan sebelumnya.
a. Reframing dimaksudkan untuk memperluas gambaran konseli tentang dunianya dan untuk
memungkinkannya mempersepsi situasinya secara berbeda dengan cara yang lebih konstruktif.
b. Memberi cara pandang terhadap konseli dengan cara pandang yang baru dan positif.
a. Dapat mengubah kerangka berfikir konseli yang awalnya negative menjadi postif.
b. Dengan adanya frame berfikir yang baru akan memunculkan tindakan dan perilaku baru
yang dikehendaki
d. Meningkatkan kepercayaan diri konseli untuk melakukan sesuatu tindakan yang awalnya
tidak berani ia lakukan.
e. Membiarkan adegan muncul di sudut pandang lain (frame) sehingga seseorang merasa
lega atau mampu mengatasi situasi lebih baik.
f. Reframing dapat digunakan pada peristiwa atau kejadian yang kita alami sehari-hari yang
terkadang menurut kita tidak memberdayakan agar lebih mampu menjadikan kita berdaya dan
tentunya dengan cara yang lebih menyenangkan
Pandangan tentang manusia menurut teknik ini bahwa manusia didominasi oleh prinsip-prinsip
yang menyatakan bahwa emosi dan pemikiran berinteraksi di dalam jiwa. Manusia memiliki
kecenderungan yang inheren untuk menjadi rasional dan irasional dan bahwa gangguan perilaku
dapat terjadi karena kesalahan dalam berpikir.
Lebih jelas lagi Patterson dalam George & Cristiani (1990), Cottone (1992) menyatakan bahwa
hakikat manusia adalah sebagai berikut:
a Manusia itu unik secara rasional dan irasional. Keunikan itu ditunjukkan dalam cara
berfikir dan berperilaku secara rasional, manusia itu akan efektif, bahagia, dan kompeten.
b Gangguan emosi dan psikologis adalah hasil berfikir yang irasional dan tidak logis.
Emosi menyertai pemikiran, emosi itu bias, penuh prasangka, sangat pribadi dan merupakan
pemikiran yang irasional
c Pemikiran yang irasional merupakan hasil dari belajar yang tidak logis yang biasanya
berasal dari orangtua atau budaya.
d Manusia merupakan binatang verbal, dimana dalam berpikir menggunakan simbol atau
bahasa. Jika pikiran bekerja sama dengan emosi, pikiran yang negatif akan muncul emosi
seseorang itu terganggu.
e Gangguan emosional yang terus menerus akan menimbulkan verbalisasi di mana tidak
ditentukan oleh keadaan atau kejadian nyata di luar diri, tetapi lebih pada persepsi dan sikap
terhadap kejadian tersebut.
g Pikiran negatif mengenai kekalahan diri dan emosi harus dilawan dengan cara
mereorganisasi pikiran dan persepsi sehingga akan mengarahkan seseorang untuk berfikir secara
lebih logis dan rasional..
Ellis dalam Cottone (1992) menyatakan bahwa manusia memiliki kecenderungan untuk berfikir
secara irasional, kebiasaan untuk merusak diri, berpikir yang sia-sia, dan tidak toleransi terhadap
lingkungannya.
Individu memahami bahwa terdapat berbagai cara pandang untuk menyikapi masalah yang
dihadapinya. Pribadi sehat mempunyai ciri-ciri memiliki kemampuan untuk mengaktualisasikan
diri. Ciri orang yang mengaktualisasikan diri sebagai berikut:
i Kejadian saat ini ditentukan oleh perilaku dan tidak dapat diubah
k Tuntutan jawaban yang selalu benar dan persis atas suatu masalah.
Cormier (1985 : 418) menyebutkan ada enam tahapan strategi Reframing antara lain :
a Rasional
Rasional yang digunakan dalam strategi reframing bertujuan untuk menyakinkan konseli bahwa
persepsi atau retribusi masalah dapat menyebabkan tekanan emosi. Tujuannya adalah agar
konseli mengetahui alasan atau gambaran singkat mengenai strategi reframing dan untuk
menyakinkan konseli bahwa cara pandang terhadap suatu masalah dapat menyebabkan tekanan
emosi.
Setelah konseli menyadari kehadiran otomatis mereka. Mereka diminta untuk memerankan
situasi dan sengaja menghadapi fitur-fitur terpilih yang telah mereka proses secara otomatis.
Tujuannya adalah agar konseli dapat mengenali pikiran-pikiran dalam situasi yang mengandung
tekanan atau situasi yang menimbulkan kecemasan, yang dirasakan mengganggu diri konseli dan
mengganti pikiran-pikiran tersebut agar tidak menimbulkan kecemasan
Pada tahap ini konselor dapat membantu konseli mengubah fokus perhatiannya dengan
menyeleksi fitur-fitur lain dari masalah yang dihadapi. Tujuannya adalah agar konseli mampu
menyeleksi gambaran-gambaran lain dari perilaku yang dihadapi
Konselor dapat membimbing konseli dengan mengarahkan konseli pada titik perhatian lain dari
situasi masalah. Tujuannya adalah agar konseli dapat menciptakan respon dan pengamatan baru
yang didesain untuk memecahkan perumusan model lama dan meletakkan draf untuk perumusan
baru yang lebih efektif. Beralih dari pikiran-pikiran konseli dalam situasi yang mengandung
tekanan atau situasi yang menimbulkan kecemasan yang dirasakan mengganggu konseli ke
pikiran yang tidak menimbulkan kecemasan.
Konselor dapat menyarankan yang diikuti konseli selama situasi ini format yang sama
dengan yang digunakan dalam terapi. Konseli diinstruksi menjadi lebih waspada akan fitur-fitur
terkode yang penting atau situasi profokatif dan penuh tekanan, untuk menggabungkan perasaan
yang tidak nyaman, untuk melakukan uraian peranan atau kegiatan praktik dan mencoba
membuat pergantian perceptual selama situasi-situasi ini ke fitur-fitur lain dari situasi yang dulu
diabaikan. Tujuannya adalah agar konseli mengetahui perkembangan dan kemajuan selama
strategi ini berlangsung serta bisa menggunakan pikiran-pikiran dalam situasi yang tidak
mengandung tekanan dalam situasi masalah yang nyata.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tahapan
strategi reframing adalah meliputi: 1) rasional yang memperkenalkan strategi reframing kepada
konseli dan menjelaskan maksud dari penggunaannya, 2) identifikasi persepsi dan perasaan
konseli dalam situasi masalah yang membantu konseli untuk mengidentifikasi persepsi atau
pikiran-pikiran yang muncul dalam situasi yang menimbulkan kecemasan, 3) menguraikan peran
dari fitur-fitur persepsi terpilih yang mengharapkan konseli dapat memerankan kondisi
kecemasan yang telah diidentifikasi pada tahap dua, 4) identifikasi persepsi alternatif yang
meminta konseli untuk memilih persepsi alternatif atau sudut pandang baru sebagai pengganti
dari persepsi sebelumnya yang dilakukan pada tahap dua dan tiga, 5) modifikasi dan persepsi
dalam situasi masalah yang meminta konseli untuk berlatih dalam mengalihkan persepsi lama
(yang menimbulkan situasi tekanan dan kecemasan) ke persepsi baru (yang lebih nyaman dan
tidak menimbulkan kecemasan), 6) pekerjaan rumah dan tindak lanjut yang mengharuskan
konseli untuk berlatih dalam melakukan pengubahan secara cepat dari persepsi lama ke persepsi
atau sudut pandang yang baru dan menerapkannya dalam kondisi yang nyata atau sebenarnya.
F. Elemen Keberhasilan
Ada dua elemen inti keberhasilan penerapan dari reframe (pembingkaian) dalam psikoterapi
(Leong, 2008), yaitu:
Komalasari, Gantina. Dkk. 2011. Teori dan Teknik Konseling.Jakarta: PT. Indeks