Kelompok I
tiga dimensi dalam Islam, yaitu ketundukan, keselamatan dan kedamaian. Batasan lebih
spesifik, Bimbingan Konseling Islam dirumuskan oleh para ahlinya secara berbeda dalam
istilah dan redaksi yang digunakannya, namun sama dalam maksud dan tujuan, bahkan satu
dengan yang lain saling melengkapinya. Berdasarkan beberapa rumusan tersebut dapat
diambil suatu kesan bahwa yang dimaksud dengan Bimbingan Konseling Islam adalah suatu
proses pemberian bantuan secara terus menerus dan sistematis terhadap individu atau
sekelompok orang yang sedang mengalami kesulitan lahir dan batin untuk dapat memahami
dirinya dan mampu memecahkan masalah yang dihadapinya sehingga dapat hidup secara
harmonis sesuai dengan ketentuan dan petunjuk Allah dan Rasul-Nya demi tercapainya
kebahagiaan duniawiah dan ukhrawiah. Bimbingan dan konseling islam adalah proses
pemberian bantuan terarah kepada setiap individu agar ia dapat mengembangkan potensi
fitrah beragama yang dimilikinya secara optimal berdasarkan Al-Qur’an dan Hadist.
Thohari Musnamar membagi tujuan bimbingan dan konseling Islami menjadi tujuan
umum dan tujuan khusus. Adapun tujuan umum dari bimbingan dan konseling Islami adalah
kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat. Tujuan khusus bimbingan dan konseling Islami
adalah ;
atau yang telah baik agar tetap baik atau menjadi lebih baik, sehingga tidak akan
Bimbingan dan Konseling Islami memiliki Tujuan jangka panjang dan jangka pendek
Agar fitrah yang dikaruniakan Allah kapada indivdu bisa berkembang dan
berfungsi baik, sehingga menjadi pribadi kaffah[8], dan secara bertahap mampu
mengaktualisasikan apa yang diimaninya itu dalam kehidupan sehari – hari, yang
a) Manusia adalah makhluk ciptaan Allah yang harus selalu tunduk dan patuh
b) Selalu ada kebaikan (hikmah) di balik ketentuan (taqdir) Allah yang berlaku
atas dirinya
hayat.
d) Ada fitrah (iman) yang dikaruniakan Allah kepada setiap manusia, jika fitrah
sekaligus pemberi arah bagi fitrah jasmani, rohani, dan nafs akan
membuahkan amal saleh yang menjamin kehidupannya selamat di dunia dan
akhirat.
e) Esensi iman bukan sekedar ucapan dengan mulut, tetapi lebih dari itu adalah
Fungsi bimbingan dan konseling islam ditinjau dari kegunaan atau manfaat, ataupun
2. Fungsi kuratif atau korektif, yakni membantu individu memecahkan masalah yang
3. Fungsi preservative, yakni membantu individu menjaga agar situasi dan kondisi
yang semula tidak baik (mengandung masalah) yang telah menjadi baik
dan mengembangkan situasi dan kondisi yang telah baik agar tetap baik atau
masalah baginya.
Kelompok II
Landasan BK Islami
Al-quran dapat menjadi sumber bimbingan dan konseling islami, nasehat dan obat
bagi manusia. Firman Allah surat Al-Isra’ ayat 82, yang artinya: Dan kami turunkan dari Al
Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Quran
itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian.
1. landasan filosofis,
2. landasan religius,
3. landasan psikologis,
4. landasan sosial budaya,
5. landasan ilmiah dan teknologi, dan;
6. landasan pedagogis.
Kelompok III
apa yang sebenarnya akan diteliti dalam sebuah penelitian atau data yang akan dicari dalam
penelitian. Adapun yang menjadi obyek dalam penelitian ini adalah praktik layanan konseling
Islami di Madrasah Aliyah yang terdapat di Kota Medan. Obyek bimbingan konseling Islami
adalah orang yang menerima atau sasaran dari kegiatan Bimbingan Konseling dalam hal ini
disebut dengan konseli atau konseli. Konseli adalah orang yang sedang menghadapi masalah
karena dia sendiri tidak mampu dalam menyelesaikanmasalahnya. Menurut Imam Sayuti
didalam bukunya “pokok-pokok bahasan tentang bimbingan dan penyuluhan agama sebagai
teknik dakwah”, konseli atau subyek bimbingan konseling islam adalah individu yang
a) Konseli harus mempunyai motivasi yang kuat untuk mencari penjelasan atau masalah
yang dihadapi, disadari sepenuhnya dan mau dibicarakan dengan konselor.
Persyaratan ini merupakan persyaratan dalam arti menentukan keberhasilan atau
kegagalan terapi.
b) Keinsyafan akan tanggungjawab yang dipikul oleh konseli dalam mencari
penyelesaian terhadap masalah dan melaksanakan apa yang diputuskan pada akhir
konseling. Syarat ini cenderung untuk menjadi persyaratan, namun keinsyafan itu
masih dapat di timbulkan selama proses konseling berlaku.
c) Keberanian dan kemampuan untuk mengungkapkan pikiranperasaannya serta
masalah-masalah yang dihadapi. Persyaratan ini berkaitan dengan kemampuan
intelektual dan kemampuan untuk berefleksi atas dirinya.
d) Sekalipun konseli adalah individu yang memperoleh bantuan, dia bukan obyek atau
individu yang pasif atau yang tidak memiliki kekuatan apa-apa.Dalam konteks
konseling, konseli adalah subyek yang memiliki kekuatan, motivasi, memiliki
kemauan untuk berubah dan perilaku bagi perubahan dirinya.
Kelompok IV
Untuk membentuk keluarga yang bahagia (sakinah) yang tumbuh di dalamnya rasa
cinta mencintai (mawaaddah) dan kasih sayang (rahmah), tentulah mempunyai beberapa pra
sarat, pra sarat ini tertuang pada salah satu hadis rasul yang berbunyi:
“apabila allah menghendaki suatu keluarga menjadi keluarga yang baik (bahagia),
dijadikannya keluarga itu memiliki penghayatan ajaran agama yang benar, anggota keluarga
yang muda menghormati yang tua, berkecukupan rezeki dalam kehidupannya, hemat dalam
membelanjakan nafkahnya, dan menyadari cacat-cacat mereka dan kemudian melakukan
taubat. Jika allah swt menghendaki sebaliknya, maka ditinggalkannya mereka dalam
kesesatan. (h.r. Dailamy dar anas).
Konseling sosial islami adalah proses pemberian bantuan terhadap individu untuk
mewujudkan kehidupan yang sejahtera dalam kehidupan kemasyarakatan agar individu
mampu berbaur dengan lingkungan sosialnya. Sebab kita sebagai umat manusia saling
membutuhkan juga harus saling tolong menolong dan tidak dapat hidup sendiri. Namun itu
semua dilakukan harus sesuai dengan syariat islam dan aturan agama islam.
Isyarat al-qur’an perlunya berkomunikasi dan bersosialisasi terlihat pada surat al-
hujarat: 103, yang artinya: “Wahai manusia! Sungguh, kami telah menciptakan kamu dari
seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudia kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan
bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sungguh, yang paling mulia diantara kamu disisi
allah ialah orang yang paling bertaqwa. Sungguh, allah maha mengetahui lagi maha meneliti”
Dengan demikian, konseling sosial islam adalah proses pemberian bantuan individu
agar menyadari kembali eksistensinya sebagai makhluk allah yang seharusnya dalam
kehidupan kemasyarakatan senantiasa selaras dengan ketentuan dan petunjuk allah, sehingga
dapat mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
Bimbingan dan konseling pendidikan Islami dilakukan dalam dua sifat, yaitu yang
sifatnya preventif (pencegahan) dan yang bersifat kuratif (pemecahan masalah yang sudah
terjadi). Tindakan yang bersifat preventif dilakukan melalui bimbingan pendidikan Islami.
Sedangkan tindakan yang bersifat kuratif dilakukan melalui konseling pendidikan Islami,
lebih jauh dari itu agar perbuatan yang baik itu tetap dipertahankan atau ditingkatkan lagi
pada masa yang akan datang (development).
Membantu individu untuk memahami hakikat belajar atau pendidikan menurut Islam
Membantu individu untuk memahami tujuan dan hakikat belajar menurut Islam
Membantu individu untuk memahami faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan
belajar
Membantu individu untuk mengetahui strategi belajar supaya berhasil
Membantu individu untuk melakukan kegiatan belajar yang sesuai dengan ajaran
Islam
2. Membantu individu untuk mengatasi atau memecahkan berbagai masalah yang berkaitan
dengan belajar atau pendidikan. Hal ini antara lain dapat dilakukan dengan cara:
3) Masalah Pendidikan
1. Peserta didik
3. Orangtua anak didik yang menghadapi masalah yang terkait dengan pendidikan
anaknya.
Tenaga pembimbing atau konselor dalam bimbingan dan konseling pendidikan Islami
adalah orang-orang yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
Dapat menguasai bimbingan dan konseling pendidikan Islami, baik secara teoritis
maupun secara praktis.
Mempunyai wawasan dan ilmu pengetahuan yang luas dalam bidang pendidikan
Islami.
Dapat memahami ajaran-ajaran Islam terutama yang terkait dengan pendidikan.
Secara ringkas, objek garapan bimbingan dan konseling Islami dapat dirumuskan sebagai
berikut:
2. Pemilihan jurusan dan bidang yang sesuai dengan bakat dan minat seseorang.
a. Bertaubat
Mubarok (2002: 146) menjelaskan cara-cara bertaubat yang baik sebagai berikut:
1. Secara teoritis seseorang harus tau dan menghayati makna taubat, yakni apa yang
disebut dengan taubat nasuha. Unsur taubat nasuha ialah:
a) Menyesali perbuatan dosa yang telah dilakukan
b) Berjanji untuk benar-benar tidak mengulanginya lagi
c) Memperbanyak amal ibadah untuk mengimbangi dosa yang dilakukan.
2. Secara sosiologis orang yang bertaubat harus menempuh langkah-langkah sebaga
berikut:
a) Pindah lingkungan pergaulan, yakni lingkungan yang kondusif untuk memulai
lembaran baru, dan jangan sampai kontak dengan teman-teman lama.
b) Berjuang sekuat tenaga untuk jujur, meski terasa pahit.
c) Tidak boleh memakan dan minuman yang haram.
d) Harus tetap bekerja mencari nafkah, sekurang-kurangnya untuk keperluan diri
sendiri.
e) Usahakan selalu menolong orang lain yang membutuhkan pertolongan, meski
dalam jumlah yang relatif kecil dan hal yang sederhana.
f) Mulai kembali belajar dan membaca buku-buku ilmu pengetahuan dan agama.
b. Konselor bagi Orang yang Berperilaku Menyimpang
1. Memiliki kemampuan pengendalian diri yang kuat, misalnya ilmu bela diri.
2. Memiliki kewibawaan yang bersumber dari kepribadiannya yang tinggi.
3. Mampu menjadi pendengar yang baik atas semua keluhanklien yang
berprilaku menyimpang.
4. Memiliki pengetahuan yang memadai tentang dunia kriminal.
5. Pema’af dan lemah lembut (Mubarok, 2002: 147).
Kelompok V
Hakikat Manusia
Hakikat manusia sebagai makhluk yang mulia ciptaan Allah memberikan makna bahwa
penciptaan merupakan pihak penentu dan yang diciptakan adalah pihak yang ditentukan, baik
mengenai kondisi maupun makna penciptaannya. Manusia tidak mempunya peranan apapun
dalam proses dan hasil penciptaan dirinya. Oleh karena itu ketidakmampuan manusia
itumerupakan peringatan bagi manusia. Seperti halnya manusia tidak ikut menentukan atau
memilih orang tuanya, suku atau bangsa dan lain- lain. Oleh karenanya manusia harus
menyadari atas ketentuan-ketentuan yang telah diberikan oleh Allah SWT. Sebagai makhluk yang
mulia, manusia dapat dilihat dari beberapa hal diantaranya:
1. Manusia adalah makhluk yang keberadaanya didunia ini untuk mengadakan sesuatu,
artinya seorang manusia mempunyai tugas bekerja dalam hidupnya.
2. Manusia ada untuk berbuat yang baik dan membahagiakan manusia, artinya manusia ada
untuk mengadakan sesuatu yang benar serta bermanfaat, dari sanalah muncul segala
bentuk karya manusia meliputi kreatifitas dan dinamika di dalam kehidupanya.
3. Manusia adalah makhluk yang memiliki kebebasan dalam hidup, artinya kebebasan
manusia nampak melalui aneka kreasi dalam segala segi kehidupan dan melalui
kebebasan itulah muncul berbagai kegiatan.
4. Manusia adalah makhluk yang bertanggung jawab. Dalam diri manusia ada kesadaran
untuk mempertanggungjawabkan apa yang dilakukan dalam hidupnya. Misalnya dalam
salah satu wujud kesadaran religius, bahwa manusia harus mempertanggungjawabkan
perbuatannya pada ilahi.
1. Potensi Manusia
Dengan membaca ayat-ayat al-quran yang menjelaskan tentang penciptaan manusia, dapat
diperoleh gambaran tentang potensi-potensi yang di berikan Allah kepada manusia untuk
mengarungi kehidupan. Berdasarkan pandangan achmad mubarok (2000:135):‟‟ Surat al-
sajdah (32):7-9 tersebut, (juga surat al-hijr (15): (29) dan surat Shad/38:72) secara jelas
mengisyaratkan potensi manusia berupa hubungan jasad dengan bekerjanya fungsi-fungsi
nafs. Roh kehidupan manusia baru ada ketika organ-organ kelengkapan jasadnya telah
sempurna, dan fungsi-fungsi pendengaran, penglihatan, dan hati baru bekerja berangsur-
angsur setelah organ-organ jasadnya berfungsi secara sempurna. Jadi potensi dan sifat-sifat
manusia dalam perspektif islam diberikan untuk manusia supaya tidak tersesat di dunia sehingga
tidak lupa tujuan akhirat. Tapi kebanyakan manusia tidak mensyukuri potensi yang telah Allah
berikan dan tidak memfungsikan sebagaimana mestinya sehingga potensinya berkembang ke arah
yang membuat lupa akan hakikat keberadaannya di dunia.
Jadi dapat disimpulkan bahwa sifat-sifat manusia itu diwarnai oleh seberapa tunduk
seseorang pada aturan Allah, semakin ia tunduk dan menjalankan semua perintah Allah semakin
mulia sifat-sifatnya. Dengan demikian jelas bahwa sifat-sifat yang melekat pada diri seorang
manusia dibangun oleh dirinya sendiri, karena kelalaian manusia akan ayat-ayat Allah dan karena
lemahnya iman seseorang manusia, akan mengakibatkan dia mempunyai sifat buruk dan tercela.
Problematika Manusia
b. Masalah sedang seperti gangguan emosional seperti; berkelahi antar tetangga, berkelahi antar
sekolah, kesulitan belajar karena ada gangguan di keluarga dan lain sebagainya.
c. Masalah berat seperti gangguan emosional berat, seperti kecanduan alkohol, tindakan
kriminalitas, percobaan bunuh diri dan lain sebagainya.
Di dalam al-Qur‟an, banyak ayat yang mencela manusia. Dalam hal ini berarti manusia
benar-benar telah berada dalam problematika atau bermasalah. Ayat-ayat tersebut diantaranya
adalah:
“Sesungguhnya kami telah menawarkan amanat kepada langit, bumi, dan gunug-gunung;
tetapi semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir tidak akan
melaksanakannya (berat), lalu dipikullah amanat itu oleh manusia. Sungguh, manusia itu
sangat zalim dan sangat bodoh”. (QS. Al-Ahzab (33). 72). “Sungguh, manusia itu sangat
kufur nikmat” (QS. Al-Hajj (22). 66). “Ketahuilah, sesungguhnya manusia benar-benar
melampaui batas, karena melihat dirinya serba cukup” (QS. Al-‟alaq (96). 6-7). “Adalah
manusia bersifat tergesa-gesa (QS. Al-Isra‟ (17). 11). “Apabila manusia ditimpa bahaya, dia
berdoa kepada Kami dalam keadaan berbaring, duduk atau berdiri, tetapi setelah Kami
hilangkan bahaya itu darinya, dia (kembali) melalui (jalan yang sesat), seolah-olah dia tidak
pernah berdoa kepada Kami untuk (menghilangkan) bahaya yang telah menimpanya (QS.
Yunus (10). 12). “Adalah manusia itu sangat kikir (Al-Isra‟ (17). 100). “Manusia adalah
makhluk yang paling pandai membantah” (QS. Al-Kahfi (18). 54). “Sesungguhnya manusia
diciptakan bersifat suka mengeluh, apabila ditimpa kesusahan dia berkeluh kesah, dan apabila
mendapat kebaikan (harta) dia jadi kikir” (QS. Al-Ma‟arij (70). 19-21).
Dari ayat-ayat diatas nampak jelas, bahwa perangai manusia digambarkan oleh al-
Qur‟an adakalanya baik dan adakalanya tidak baik, kadang dipuji dan kadang dicaci.
Manusia memiliki kesempurnaan yang potensial dan mereka harus mengarahkan diri mereka
kepada “kesempurnaan positif”, dan tidak sebaliknya. Modal untuk malaksanakannya telah
diberikan oleh Dzat yang menciptakannya, yaitu, fitrah, nafsu,hati/qold, ruh dan akal.
Berdasarkan konsep konseling, pribadi tidak sehat adalah pribadi yang tidak mampu
mengatur diri dalam hubungannya dengan diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan. Ayat-
ayat Al Qur‟an di samping menerangkan tentang pribadi yang tidak mampu mengatur diri
dalam hubungannya dengan diri sendiri, orang lain, dan lingkungan, juga menerangkan
pribadi yang tidak mampu mengatur diri dalam hubungannya dengan Allah Swt.
1. Tidak Mampu Mengatur Diri dalam Hubungannya dengan Diri Sendiri
Kelompok VI
Fungsi BK Islami
Disamping sisi materil manusia juga memiliki dimensi spirituil. Kebahagian hidup
tidak hanya dirasakan dengan terlengkapinya seluruh fasilitas kehidupan, kemewahan diri,
tingginya jabatan dan lain sebagainya. Bahkan bisa jadi, melimpahnya serta terpenuhinya
kebutuhan hidup malah menjadikan kebosanan dan kekakuan, karena semua keinginan
terlunasi. Banyak orang yang hidupnya pas-pasan justru merasa bahagia dan tenang dalam
menjalaninya. Paling tidak, kesadaran untuk memahami hakikat diri merupakan salah satu
tujuan pokok dari bimbingan konseling Islami yang harus dijadikan grand design program
yang semenjak dini mulai dikenalkan secara bertahap.
Jadi, tujuan tertinggi yang ingin dicapai oleh konseling Islami ialah membetuk
kesempurnaan manusia dalam merealisasikan kehidupannya untuk memperoleh ridho Allah
melalui kegiatan zikir, fikir dan amal shalih, sehingga dapat hidup bahagia dunia dan akhirat.
Zikir sebuah upaya untuk terus mengingat dan menyandarkan diri kepada satu-satunya Dzat
yakni Allah sebagai Sang Kholiq yang berkuasa di seluruh Alam yang memberikan
kebahagiaan hidup. Selanjutnya kegiatan berfikir, menunjukkan keistimewaan manusia
sebagai makhluk berakal untuk memahami ayat-ayat kauniyyah akan kebesaran nikmat yang
telah Allah berikan agar dapat dimanfaatkan secara baik sesuai syariah. Dan pada akhirnya,
amal sholih menunjukkan akan keberadaan manusi sebagai khalifah fil ardh yang dapat
memberikan manfaat bagi sesamanya.
Tujuan BK Islami
Azas BK Islami
Secara lebih sederhana Saiful dalam bukunya Konseling Islami dan Kesehatan Mental
mengemukakan 5 asas dalam pelaksanaan Bimbingan Konseling islam, yaitu:
a. Asas Ketauhidan
Layanan konseling islami harus dilaksanakan atas dasar prinsip Ketuhanan Yang
Maha Esa (prinsip tauhid), dan harus berangkat dari dasar ketauhidan menuju manusia yang
mentauhidkan Allah sesuai dengan hakikat islam sebagai agama tauhid. Seluruh prosesnya
harus pula berlangsung secara tauhidi sebagai awal dan akhir dari hidup manusia. Konseling
islami yang berupaya menghantar manusia untuk memahami dirinya dalam posisi vertical
(tauhid) dan horizontal (muamalah) akan gagal mendapat sarinya jika tidak berorientasi pada
keesaan Allah.
b. Asas Amaliah
Dalam proses konseling Islami, konselor dituntut untuk bersifat realistis, dengan
pengertian sebelum memberikan bantuan terlebih dahulu ia harus mencerminkan sosok figur
yang memiliki keterpaduan ilmu dan amal. Pemberian konselor kepada konseli secara
esensial merupakan pantulan nuraninya yang telah lebih dahulun terkondisi secara baik.
Asas ini sekaligus melingkupi tujuan dan proses konseling Islami. Dari sisi tujuan,
koseli diharapkan sampai pada tahap memiliki akhlak mulia. Sedangkan dari sisi proses
berlangsungnya hubungan antara konselor dan konseli didasarkan atas noram-noram yang
berlaku dan di hormati.
d. Asas Professional (Keahlian)
5. Asas kerahasiaan
Proses konseling harus menyentuh self (jati diri) konseli bersangkutan, dan yang
paling mengetahui keadaannya adalah dirinya sendiri. Sedangkan problem psikisnya
kerapkali dipandang sebagai suatu hal yang harus dirahasiakan. Sementara ia tidak dapat
menyeesaikannya secara mandiri, sehingga ia memerlukan bantuan orang yamg lebih
mampu. Dalam hal ini, ia menghadapi dua problem, yakni problem sebelum proses konseling
dan problem yang berkenaan dengan penyelesaiannya. Pandangan konseli yang menganggap
bahwa problem itu merupakan aib, dapat menjadi penghambat pemanfaatan layanan
konseling jika kerahasiaannya dirasakan tidak terjamin. Justru itulah Dewa Ketut Sukardi
menekankan, bahwa konseling itu harus diselenggarakan dalam keadaan pribadi dan hasilnya
dirahasiakan.
Kelompok VIII
Prinsip-prinsip BK Islami
Prinsip dapat diartikan sebagai jati diri yang menunjukkan tentang ciri khas sesuatu.
Prinsip dapat pula dimaknai sebagai sifat yang melekat pada sesuatu yang menjadikannya
teguh dan berkarakter. Dalam konteks bimbingan konseling Islami, prinsip merupakan ciri
khas yang membedakan kajian konseling dengan kajian-kajian lainnya. Sebagai ilustrasinya
(konseling dan psikologi), konseling dapat diartikan sebagai seni membantu orang individu
untuk mencapai kemandirian dalam mengatasi dan memecahkan masalahnya. Sedangkan
psikologi adalah kajian mengenai gejala-gejala muncul perilaku.
Kelompok IX
Proses konselor berlangsung bila terjadi interaksi antara orang yang mengalami
masalah atau kesulitan dalam pengembangan potensinya (konseli) dan orang yang membantu
dan membimbing dalam memecahkan masalah atau mengatasi kesulitannya. Berdasrkan ini
yang disebut konselor itu adalah orang yang membantu dan membimbing seseorang yang
sedang bermasalah atau mengalami kesulitan sehingga ia mampu mengembangkan potensi
yang dimilikinya. Berdasarkan Alquran dan hadis, Syarat-Syarat yang harus dipenuhi oleh
pembimbing bimbingan dan konseling islami itu dapat:
Pada saat ini, konselor sudah merupakan suatu profesi. Sebagai suatu profesi,
konselor harus memenuhi persyaratan keahlian sesuai dengan yang telah ditetapkan oleh
ketentuan profesi. Itu berarti bahwa tidak semua orang yang mampu memberikan bantuan
dan bimbingan dapat disebut konselor. Setiap konselor sudah mampu membimbing dan
membantu orang yang mengalami masalah. Akan tetapi tidak semua orang yang
membimbing dapat disebut konselor. Yang dimaksud dengan konselor dalam tulisan ini
bukanlah konselor yang sudah menjadi profesi. Pengertian konselor lebih ditekankan pada
orang yang memberikan bantuan dan bimbingan dalam melaksanakan ajaran Islam. Hal ini
dimungkinkan karena dalam Alquran dan hadis terdapat petunjuk-petunjuk tentang
pelaksanaan konseling.
Lapangan penelitian yang mengungkap konsep konseling ini adalah Alquran, hadis
dan pendapat para ulama. Konsep Alquran tentang konseling tentu saja bukan yang bersifat
profesi karena konseling sebagai profesi baru muncul pada era modern ini.
Tugas seorang konselor pada dasarnya adalah usaha memberikan suatu bimbingan
kepada klien atau kepada orang ang membutuuhkan pertolongan untuk menyelesaikan dan
memecahkan suatu masalah, sekalipu sudah memiliki kode etik profesi yang menjadi
landasan acuan perlindungan konseli, bagi konselor muslim tidak ada salahnya apabila dalam
dirinya juga menambahi sifat-sifat atau karakter konselor yang dipandangnya perlu bagi
aktivitas konseling.
Tugas utama konselor dalam bimbingan dan konseling Islami adalah sebagai
“Pengingat”, sebagai orang yang mengingatkan individu yang dibimbing dengan ajaran
agama Islam. Pada dasarnya individu sudah dibekali Allah dengan fitrah iman, jika iman
tidak tumbuh, diduga individu tersebut lupa merawatnya, lupa memberi pupuk, atau diserang
penyakit, sehingga iman tidak dapat tumbuh dan tidak berfungsi dengan baik.
Allah telah mengutus Rasul-Nya dengan Al-Qu’ran sebagai pedoman hidup yang
sempurna, jika ada individu yang “kebingungan” dan “salah jalan” dalam menjalani
kehidupannya, diduga individu tersebut belum memahami petunjuk yang terdapat dalam Al-
Qur’an dan Sunnah Rasul sebagai implementasi Al-Qur’an dalam kehidupan sehari-hari.
Disinilah peran muslim yang mempunyai keahlian sebagai konselor untuk mengingatkannya.
Tanggungjawab konselor islami
Menurut UU No. 20 Tahun 2003 Pasal 1 Ayat 6, keberadaan konselor dalam sistem
pendidikan nasional dinyatakan sebagai salah satu kualifikasi pendidik, sejajar dengan
kualifikasi guru, dosen, pamong belajar, tutor, widyaiswara, fasilitator, dan instruktur.
Pernyataan ini mengandung implikasi bahwa dalam sistem pendidikan nasional, konselor
mempunyai standar kualifikasi yang sejajar yang jelas sebagaimana profesi lain seperti
guru, dosen, pamong belajar, tutor, widyaiswara, fasilitator, dan instruktur. Sebagai suatu
profesi, konselor memiliki tanggung jawab yang merupakan hal yang penting dan prasyarat
dasar dalam menjalankan profesi sebagai konselor.
Tenaga inti (dan ahli) dalam bidang pelayanan bimbingan dan konseling ialah
konselor. Konselor inilah yang mengendalikan dan sekaligus melaksanakan berbagai layanan
dan kegiatan bimbingan dan konseling yang menjadi tanggung jawabnya. Dalam
melaksanakan tugas-tugas dan tanggung jawabnya itu konselor menjadi “pelayan” bagi
pencapaian tujuan pendidikan secara menyeluruh, khususnya bagi terpenuhinya kebutuhan
dan tercapainya tujuan-tujuan perkembangan masing-masing peserta didik sebagaimana
telah disebutkan di atas. Dalam kaitannya dengan tujuan yang luas itu, konselor tidak hanya
berhubungan dengan peserta didik atau siswa saja (sebagai sasaran utama layanan),
melainkan juga dengan berbagai pihak yang dapat secara bersama-sama menunjang
pencapaian tujuan itu, yaitu sejawat (sesama konselor, guru, dan personal sekolah lainnya),
orang tua, dan masyarakat pada umumnya. Kepada mereka itulah konselor menjadi “pelayan”
dan tanggung jawab dalam arti yang penuh dengan kehormatan, dedikasi, dan
keprofesionalan.
Yang mana tanggung jawab konselor islami diantaranya yaitu sebagai berikut :
Menurut Burks dan Steffler dalam Mochamad Nursalim memberikan gambaran yang
cukup memadai, menyatakan bahwa konseling merupakan suatu hubungan profesional antara
klien dengan konselor yang terlatih. Hubungan tersebut selalu bersifat antar pribadi,
meskipun kadang-kadang dapat melibatkan lebih dari dua orang. Definisi ini menegaskan
bahwa konseling merupakan suatu hubungan yang bersifat profesional dan mempribadi
antara konselor dan klien dengan maksud mendorong perkembangan pribadi klien dan
membantu memecahkan masalah yang sedang dihadapinya.
Menurut Sarah Hawtin dalam buku Konseling dan Psikoterapi karangan Stephen
Palmer, hubungan antara konselor dan klien adalah pusat konseling berfokus pribadi. Dalam
teori Rogers menyatakan bahwa ada tiga kondisi inti harus ada dalam diri konselor yaitu
keselarasan atau kesejatian, perhatian positif tak bersyarat dan pengertian empatik yang
akurat. Sarah Hawtin menyatakan bahwa dalam hubungan konseling, kehadiran konselor juga
didiskusikan sebagai kualitas yang penting dan terkadang dikenal sebagai syarat keempat.
Adapun syarat keempat yang dimaksud adalah sifat alami kondisi inti yang utuh, yaitu
suatu kondisi yang kadang-kadang setiap kondisi inti mungkin menjadi lebih penting, namun
ketiadaan hubungan antar seseorang akan menyebabkan orang lain menghentikan keefektifan
proses konselingnya. Misalnya, dampak positif penamahan yang mendalam dan rasa hormat
yang tampak akan tidak ada jika keselarasan menyarankan ketidakjujuran. Meskipun ekspresi
praktis konseling berfokus pribadi tidak berubah dari klien ke klien dan dengan klien yang
sama sepanjang waktu, alasan inti selalu membentuk kondisi inti ketimbang mengarahkan
proses atau menerapkan teknik.
Jadi keberhasilan suatu proses layanan konseling sangat dipengaruhi oleh kualitas
hubungan antara konselor dengan klien. Baik buruknya kualitas hubungan konseling tidak
pernah lepas dari kepribadian konselor, menguasai teknik konseling serta memiliki wawasan
yang luas sangatlah penting bagi seorang konselor guna untuk mencapai tujuan dari sebuah
hubungan konseling.
Akhlak baik kepada Allah berucap dan bertingkah laku yang terpuji terhadap-Nya,
baik melalui ibadah langsung kepada Allah seperti shalat dan puasa, maupun melalui
perilaku-perilaku tertentu yang mencerminkan hubungan khaliq dengan makhluk.
Berakhlak yang baik kepada Allah melalui beriman, yaitu meyakini wujud dan
keesaan Allah serta meyakini apa yang difirmankan-Nya, iman merupakan fondasi bangunan
akhlak Islam. Taat, yaitu patuh kepada segala perintah dan menjauhi segala larangan-Nya.
Ikhlas, yaitu melaksanakan perintah Allah dengan pasrah tanpa mengharapkan sesuatu,
kecuali keridhaan-Nya. Khusyuk, yaitu melaksanakan perintah dengan sungguh-sungguh.
Husnudhan, yaitu berbaik sangka kepada Allah, apa saja yang diberikan-Nya merupakan
pilihan yang terbaik untuk manusia.
Sebagai makhluk ciptaan Allah harus dipahami bahwa diri sendiri merupakan
pemberian yang diberikan Allah. Allah memberinya fasilitas dengan berbagai anggota tubuh
yang cukup lengkap agar seseorang bisa hidup secara layak. Allah memberi mata, hidung,
telinga, tangan dan kaki, bahkan yang tidak dapat ternilai diberikan akal untuk dapat
memikirkan jalan hidupnya. Semua itu akan diminta pertanggungjawabannya kelak di depan
Allah. Manusia haruslah bersikap baik terhadap dirinya sendiri, yaitu : Pertama, menjaga
kesuciannya sebagai sediakala ia diciptakan Allah, agar kelak kembali kepada Allah dalam
keadaan suci pula. Kedua, menjaga kesehatan jiwa dan akal, dengan menjauhi bahan-bahan
yang memabukkan atau yang menghilangkan fungsi akal.
Ketiga, menjaga jiwa agar tidak memperturutkan kemauan-kemauan yang tidak ada
manfaatnya dan kegunaannya bagi diri. Keempat, menjaga kebugaran tubuh agar bisa
melakukan aktivitas sebagai ibadah kepada Allah. Benar dalam bertindak, menempatkan
sesuatu pada tempatnya. Memelihara kesucian dan kehormatan diri dari tindakan tercela,
malu terhadap Allah dan diri sendiri akan perbuatan melanggar perintah Allah. Tidak
bermalas-malasan. Kasih sayang terhadap diri sendiri dan bersikap hemat terhadap harta,
tenaga dan waktu.
Sudah menjadi hak manusia untuk mencintai dirinya sendiri, namun wajib baginya
untuk tidak melanggar batasan yang telah ditetapkan. Sudah selayaknya manusia
menyeimbangkan antara cintanya kepada dirinya sendiri dengan cintanya kepada manusia
lainnya.
Allah telah mejadikan manusia sebagai makhluk sosial menurut fitrahnya, sehingga
tidak sulit bagi manusia untuk berkumpul dan bergaul. Dia akan merasa takut dan menangis
manakala sendirian. Seorang anak sejak dilahirkan tinggal di tengah lingkungan anggota
keluarnganya yang terikat satu dengan lainnya dengan ikatan cinta, kasih sayang,
kelembutan, kepercayaan, ikhlas, saling menolong dan saling bergantung. Sehingga, satu
dengan lainnya akan merasakan keamanan, ketenangan, dan kebahagiaan. Cinta seorang anak
kepada ibunya adalah cinta pertama yang dirasakannya sejak ia lahir di dunia ini karena
keterkaitannya dengan pemenuhan segala kebutuhan dasarnya. Setelahnya secara bertahap
sang anak mulai mencintai sebagian anggota keluarga lainnya seperti ayahnya, saudaranya,
kerabatnya, teman-temannya, tetangganya dan juga seluruh manusia lainnya.
Allah sangat memuji orang-orang yang dapat mencegah adanya cinta diri yang
berlebihan hingga mereka bisa melepaskan diri dari kekhawatiran dan kegelisahan. Lalu
berpegang teguh kepada keimanan dengan konsisten dalam menjalankan shalat, menunaikan
zakat, bersedekah kepada fakir miskin, menjauhi segala sesuatu yang mengundang amarah
Allah dan lainnya. Imanlah ang mampu menyeimbangkan kadar cinta diri dengan cinta
manusia, yang darinyalah terwujud berbagai kepentingan, baik kepentingan individu ataupun
kepentingan bersama.
Dengan bantuan orang lain, manusia bisa menggunakan tangan, bisa berkomunikasi
atau bicara dan bisa mengembangkan seluruh potensi kemanusiaannya. Interaksi manusia
akan menghasilkan bentuk masyarakat yang luas. Al-Qur’an sebagai kitab suci umat Islam,
memberikan petunjuk mengenai ciri-ciri dan kualitas suatu masyarakat yang baik, walaupun
semua itu memerlukan upaya penafsiran dan pengembangan pemikiran.
Seorang muslim memandang alam sebagai milik Allah yang wajib disyukuri dengan
cara mengelolanya dengan baik agar bermanfaat bagi manusia dan bagi alam itu sendiri.
Pemanfaatan alam dan lingkungan hidup bagi kepentingan manusia hendaknya disertai sikap
tanggung jawab untuk menjaganya agar tetap utuh dan lestari. Berakhlak kepada lingkungan
alam adalah menyikapinya dengan cara memelihara kelangsungan hidup dan kelestariannya.
Agama Islam menekankan agar manusia mengendalikan dirinya dalam mengeksploitasi alam,
sebab alam yang rusak akan dapat merugikan bahkan menghancurkan kehidupan manusia
sendiri. Seorang muslim dituntut untuk menearkan rahmat bagi seluruh alam (rahmatan lil,
alamin), yaitu memandang alam dan lingkungannya dengan rasa kasih sayang.
Dengan demikian dapat dipahami dengan jelas bahwa kesadaran memelihara dan
melestarikan lingkungan, sebagaimana yang telah digariskan oleh Islam sejak belasan abad
yang lalu. Apa yang dikemukakan diatas merupakan prinsip dasar hubungan manusia dengan
alam sekitar, yaitu prinsip pemanfaatan dan sekaligus pelestarian lingkungan alam.
Kelompok XI
Adab pelaksanaan konseling adalah suatu aturan yang harus dilakukan oleh seorang
konselor dan hak-hak klien yang harus dilindungi oleh seorang konselor. Ada sejumlah
tingkah laku konselor yang perlu memperoleh perhatian dan ini berkaitan dengan aspek nilai-
nilai klien. Tingkah laku ini misalnya soal sentuhan dengan klien yang berbeda jenis
kelamin. Soal itu sangat erat kaitannya dengan nilai yang berlaku, khususnya di masyarakat .
dengan demikian perlu dipahami pada sebagian masyarakat indonesia ada yang beranggapan
bahwa kontak laki-laki dan perempuan di ruangan tertutup sebagaimana dalam hubungan
konseling dilarang dalam agama. Jika kita menemukan klien yang tidak bersedia konseling
karena lawan jenis, yang hal ini didasarkan nilaia-nilai yang dianutnya, tidak perlu menjadi
persoalan bagi konselor. Konselor perlu mencari koleganya yang lebih dapat diterima oleh
klien. Konselor tidak dapat memaksakan kehendaknya klien. Keberhasilan konseling selain
ditentukan oleh strategi yang digunakan konselor juga pada penerimaan klien kepada
konselor.
Kelompok XII
Metode konseling dalam konseling islami
1. Metode Keteladanan
Sebagaimana firman Allah berkaitan dengan suri teladan adalah salah satu metode
yang harus ditunjukkan oleh konselor sekolah bagaimana semestinya berbuat untuk memberi
contoh dan bagaimana semestinya menyampaikan informasi kepada konseli /siswa supaya
tidak bertentangan apa yang disampaikan dengan apa yang dilakukan, hal ini terdapat dalam
surah al-Ahzab/ 33: 21,
2. Metode Penyadaran
Metode penyadaran yang dimaksud adalah sebuah langkah yang dilakukan dalam
proses konseling dengan menggunakan ungkapan-ungkapan nasihat dan juga at-Targhib wat-
Tarhib (janji dan ancaman). Penggunaan metode ini sering sekali dipergunakan di dunia
pendidikan oleh pendidik dalam memotivasi siswa agar giat dalam belajar dan menggapai
prestasi belajar. Bahkan dalam misi ke-Nabian, Rasulullah sering menggunakan metode
penyadaran melalui teknik at-Targhib wat-Tarhibuntuk mengingatkan ummat dan para
Sahabat R.a. Dalam firman Allah banya sekali contoh-contohya, seperti dalam surah Al-Hajj/
22: 1-2:
Metode penalaran logis adalah upaya dialogis yang dilakukan oleh individu dengan
akal dan perasaannya sendiri. Pada umumnya, penalaran logis ini disebut juga dengan
pendekatan kognitif yang berorientasi pada proses aktif yang melibatkan data inspektif dan
introspektik. Menurut Samuel T. Glading, peranan konselor pada pendekatan kognitif untuk
membuat pikiran konseli yang terselubung menjadi terbuka. Pikiran-pikiran tertutup konseli
banyak disebabkan oleh anggapan/konsep diri konseli yang negatif dalam memandang fakta
tentang dirinya dan gambaran luar dari dirinya. Metode penalaran logis dalam Bimbingan
Konseling Islami dapat dijumpai dalam Firman Allah surah al-An’am/ 6: 76-78,
Menurut Ibn Jarir Al Thobari, Q.S al-An’am/ 6: 76-78, menjelaskan kisah Nabi
Ibrahim saat melakukan kontemplasi untuk mengetahui Tuhan yang memiliki kekuasaan
sebenarnya. Nabi Ibrahim hidup pada masa raja Namrud yang terkenal suka menyembah
berhala. Allah ingin mengirimkan utusan sebagai pengingat mereka agar berfikir secara
rasional dan logis yang menuntun mereka kembali kepada jalan yang benar. Sebelum Ibrahim
dilahirkan berkumpullah ahli nujum (dukun/perbintangan) raja Namrud untuk menyampaikan
pesan bahwa akan lahir seorang anak yang bernama Ibrahim pada tahun dan bulan sekian di
negara raja Namrud untuk memecah belah agamamu (Namrud) dan menghancurkan
sesembehanmu. Mendengar hal tersebut, kemudian raja Namrud memerintahkan seluruh
rakyatnya agar membunuh seluruh anak laki-laki yang lahir pada bulan yang telah disebutkan
oleh ahli nujum Namrud.
Namun, saat seluruh perempuan ditangkap saat akan melahirkan, Allah melindungi
Ibu Nabi Ibrahim, yang dikira masih muda (hadasatan), tahu akan kondisi tersebut, ketika
istri Azar (ayah Nabi Ibrahim) akan melahirkan, maka pergilah ia ke sebuah gua yang dekat
dengan kampungnya untuk melahirkan. Ibu Ibrahim kaget ketika bayi yang ia lahirkan adalah
anak laki-laki. Selepas melahirkan kembalilah istri Azar ke rumah dan berjumpa dengan
suaminya. Lalu bertanya, bagaimana keadaan anak yang telah dilahirkannya. Kemudian
dijawab bahwa anak yang dilahirkannya telah meninggal. Suatu saat muncul kerinduan dalam
diri Istri Azar untuk melihat anknya yakni Ibrahim. Akhirnya, pergi menuju gua (tempat
Ibrahim dilahirkan), ia pun heran ketika melihat Ibrahim masih hidup dan sedang mengemut
ibu jarinya serta terdapat berbagai makanan. Akhirnya, ia memutuskan untuk lebih sering
melihat Ibrahim. Saat berlalunya bulan demi bulan, tahun demi tahun, beranjak pula Ibrahim
kecil menjadi pemuda. Pada suatu malam, Ibrahim meminta izin kepada Ibunya agar
diperbolehkan keluar dari gua untuk melihat dunia luar. Setelah mendapat izin dari Ibunya,
Ibrahim keluar gua pada waktu ‘isya’. Kemudia Ibrahim berfikir tentang penciptaan langit
dan bumi.
Saat Ibrahim melihat bintang, ia mengatakan inilah Tuhanku, namun saat bintang
hilang, Ibrahim berkata: “sesungguhnya aku tidak menyukai yang tenggelam”. Kemudian
muncullah bulan yang lebih terang sinarnya, lalu ibrahim menganggap ini lah Tuhanku, tetapi
saat bulan itu tenggelam ia kembali berkata” jika aku tidak mendapat petunjuk dari Tuhanku
pasti aku akan menjadi orang yang sesat”. Keesokan hari, saat Ibrahim melihat matahari
terbit, Ibrahim pun menganggap “ini Tuhanku, ini lebih besar”, kemudian di saat Ibrahim
mulai senang karena menemukan Tuhannya, namun matahari pun terbenam, Ibrahim pun
berkata “ Tuhanku adalah zat yang menciptakan seluruh alam ini.
Proses berfikir Ibrahim saat ingin mengetahui Allah Swt. ini yang disebut dengan
metode penalaran logis. Nabi Ibrahim menggunakan teknik self talk untuk mengatuhi
Penciptanya. Teknik self talk merupakan salah satu teknik dari pendekatan kognitif yang
berupaya melakukan reduksi data dari berbagai hal yang dianggap batal.
4. Metode Kisah
Dalam Al-qur‘an sudah banyak kisah-kisah dialog yang dilakukan para Nabi kepada
kaumnya kisah-kisah ini dapat dijadikan sebagai metode untuk menjadicontoh penerangan
bagi perilaku yang diharapkan mengikuti kehendak Allah dan menghindari dari perilaku yang
tidak disukai oleh Allah. Dari keterangan di atas cukup banyak metode yang dapat diterapkan
dalam menyelenggarakan Bimbingan Konseling Islami. Dalam Q. S. Yusuf/ 12: 3, disebutkan
bahwa kisah-kisah yang diceritakan dalam Al Qur’an ditujukan sebagai media untuk
mengingatkan bagi orang yang lalai.
Keberhasilan Bimbingan Konseling islami yang dilakukan oleh Nabi ditandai dengan
semakin pesatnya perkembangan peradaban islam sebagai sandaran hidup. Adapun salah satu
tipe yang menjadikan keberhasilan misi dakwah dan bimbingan Nabi adalah dengan
menggunakan pendekatan rahmah. Pendekatan rahmah yang digunakan oleh Nabi tergambar
dengan cara lemah lembut Nabi ketika berbicara kepada kaum Jahiliyyah serta kemampuan
komunikasi beliau dengan mengutamakan kabar gembira (basyira/reward) dari pada
peringatan (nadzira/punished). Sikap Nabi yang mendahulakan rahmah (kasih sayang) dan
lebih mengutamakan ucapan yang memuat nilai sanjungan dan pujian ini diabadikan dalam
Al-Quran:
Prinsip rahmah (kasih sayang) dan pemaaf merupakan ekspresi dari basyiro (reward)
yang sudah seharusnya dalam aktivitas sehari-hari dalam pelayanan Bimbingan Konseling
Islam. Mengutamakan prinsip basyira dalam pelayanan Bimbingan Konseling islami tentunya
akan lebih dapat menumbuhkan sense of guilty (rasa bersalah) dan lebih bermakna daripada
mengutamakan pendekatan punishment. Ternyata kesuksesan Walisongo dalam mengemban
tugas dakwah dan membimbing masyarakat jawa dahulu tidak lepas dari sikap lemah lembut,
dan kasih saying sembari berpesan: “sayangi, hormati dan jagalah anak didikmu, hargailah
tingkah laku mereka, sebagaimana engkau memperlakukan anak turunmu”.
Metode yang terdapat dalam konseling Islami setidaknya terbangun atas dasar rasa
empati dan simpati terhadap kondisi konseli yang sedang mengalami masalah yang ada dalam
dirinya. Pengakuan bahwa pada dasarnya konseli sedang berada pada kondisi lemah dan
dipengaruhi kekuatankekuatan negatif yang membutuhkan konselor untuk dapat membantu
menuju perilaku yang positif hendaknya dihormati dengan memperlakukan dengan cinta.
Nuansa saling menghormati dan menyakini bahwa fitrah manusia adalah baik harus
ditempatkan sebagai asas pelaksanaan konseling Islami dengan menggunakan metode dan
tindakan yang baik lagi santun.
Teknik dimaksud adalah sebagai alat dan merupakan suatu alternative yang dipakai
untuk mendukung metode konseling Islami. Merumuskan teknik konseling Islami harus
bertitik tolak dari prinsip pemupukan penjiwaan agama pada diri konseli dalam upaya
menyelesaikan masalah kehidupannya. Teknik konseling Islami dapat dirumuskan dengan
spiritualism method, dan client-centered method (non directive approach) .
Spiritualism Method
Teknik ini dirumuskan atas dasar nilai yang dimaknai bersumber dari asas ketauhidan.
Beberapa teknik dikelompokkan dalam spiritual method, yakni :
Latihan spiritual
Konseli diarahkan untuk mencari ketenangan hati dengan mendekatkan diri kepada
Allah sebagai sumber ketenangan hati, sumber kekueatan dan penyelesaian masalah, sumber
penyembuhan penyakit mental. Pada awalnya, konselor menyadarkan konseli agar dapat
menerima masalah yang dihadapinya dengan perasaan lapang dada, bukan dengan perasaan
benci dan putus asa. Selanjutnya, konselor menegakkan prinsip tauhid dengan meyakinkan
konseli bahwa Allah adalah satu-satunya tempat mengembalikan masalah. Seperti dengan
aktivitas zikir konseli diharapkan dapat mengikis/ menghilangkan sifat-sifat : riya, sombong,
angkuh, hasad dan dengki, rakus, kikir, dusta, egois, emosional, berbicara berlebihan, cinta
dunia (harta, pangkat, pengaruh yang berlebihan), zalim, ingkar janji, kufur nikmat, dan lain-
lain. Selanjutnya menumbuhkan sifat- sifat yang terpuji yang dicontohkan oleh rasullah.
Lebih lanjut konselor menuntun konseli untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan
merealisasikannya melalui amal ibadah. Dengan demikian, tertanam pula dalam keyakinan
akan kebenaran makna Al-Qur’an yang terkandung dalam surah Al-Fajr,89:27-30.
Penjabaran teknik ini dapat ditarik dari nilai yang dimaknai pada asas kerahasiaan,
pendekatan kemandirian dan pendekatan sukarela. Keberhasilan konseling Islami juga akan
ditentukan oleh terciptanya hubungan baik antara konselor dan konseli. Hubungan yang
dimaksud adalah hubungan yang didasarkan atas kasih sayang (ukhuwah Islamiyyah).
Perlakuan lemah lembut dan dilandasi oleh rasa kasih sayang dalam segenap
hubungan dan aktivitas sesama manusia, secara jelas dapat ditemukan keterangannya pada
Al-qur’an dan hadist nabi. Diantaranya QS. Maryam,19;96 sebagai berikut.
Selain itu terdapat juga pada QS. Taha 20:44,serta hadist riwayat Bukhari dan Muslim
yang menjelaskan bahwa orang yang benar-benar beriman adalah orang yang mencintai
saudaranya, dan siapa yang tidak menyayangi orang lain, ia juga tak akan mendapatkan kasih
sayang dari siapa pun. Dengan demikian jelaslah bahwa prinsip kasih sayang merupakan
rujukan penting dalam upaya mengayomi kehidupan psikis atau hati manusia. Dalam hal ini,
konselor dituntut untuk memiliki sifat tersebut agar klien senantiasa dapat merasakan
perlindungan dan kasih sayang yang diberikan, sehingga problematika kehidupannya dapat
diatasi atau minimal tidak lagi dirasakannya sebagai problema yang berat.
Proses konseling Islami yang berlangsung sacara face to face menempatkan konselor
pada posisi sentral dihadapan konseli. Perhatian konseli terhadap konselor tidak hanya
terbatas pada petunjuk-petunjuk yang diberikannya selama konsultasi berlangsung, tetapi
juga tertuju kepada segala keadaan konselor, karena konselor dipandang dan diyakini sebagai
orang yang mampu menyelesaikan masalah. Sifat keteladanan yang dimiliki konselor perlu
diekspresikan dalam kehidupan sehari-hari, baik selama proses konsultasi maupun diluar
kegiatan tersebut. Minimal harus diupayakan konseli dapat terkondisikan noleh sikap dan
perilaku konselor, baik disadari maupun tidak.
Teknik ini pertama kali diperkenalkan oleh Carl R. Roger. Pelaksanaan teknik ini
tidak bertentangan dengan prinsip Islam sebagaimana dijadikan dasar pelaksanaan teknik
konseling Islami. Islam memandang bahwa konseli adalah manusia yang memiliki
kemampuan sendiri dan berupaya mencari kemantapan diri sendiri. Sedang Roger
memandang bahwa dalam proses konseling orang yang paling berhak memilih dan
merencanakan serta memutuskan perilaku dan nilai-nilai mana yang dipandang paling
bermakna bagi konseli, adalah konseli itu sendiri. Seperti yang terdapat dalam QS. Al-
Baqarah 2: 269 berikut: