Anda di halaman 1dari 50

MAKALAH

BIMBINGAN KONSELING AGAMA ISLAM

BUKU 1

AGUNG FAINENDO
NIM: 211 040

JURUSAN BIMBINGAN KONSELING ISLAM


FAKULTAS DAKWAH
IAIN IMAM BONJOL PADANG
1434 H / 21023
PENGERTIAN KONSELING

I. PENDAHULUAN
Seiring dengan perkembangan zaman, masalah-masalah yang dihadapi
manusia semakin kompleks dan menuntut adanya teknik-teknik penyelesaian masalah
yang lebih efektif. Indonesia, sebagai negara dengan jumlah penduduk muslim
terbesar di dunia sebaiknya kita menjadikan konsep dasar syariat Islam sebagai
pedoman hidup, salah satunya bagaimana cara menyelesaikan masalah agar tidak
menyimpang dari Al-Qur’an dan As-Sunnah. Teori-teori bimbingan dan konseling
yang selama ini dikembangkan dengan lebih mendasar pada pemikiran ahli atau
pendapat ahli dan sains, hasilnya banyak menunjukkan kecenderungan belum tentu
sementara waktu, dan masih bisa berubah. Maka wajar sekali jika konsep bimbingan
maupun konseling yang berlandaskan ajaran agama sebagai acuan.
Al-Qur’an dan As-Sunnah adalah sumber acuan yang patut kita gunakan
dalam mengatasi berbagai masalah dalam kehidupan. Bimbingan dan konseling
Agama dapat dirumuskan sebagai usaha memberikan bantuan kepada seseorang atau
sekelompok orang yang sedang mengalami kesulitan lahir batin dalam menjalankan
tugas-tugas hidupnya dengan menggunakan pendekatan agama, yakni dengan
membangkitkan kekuatan getaran batin (iman) di dalam dirinya untuk mendorong
(klien) mengatasi masalah yang dihadapi. Bimbingan dan Konseling Agama
merupakan bantuan yang bersifat mental spiritual dimana diharapkan, dengan melalui
kekuatan iman dan taqwanya kepada Tuhan seseorang mampu mengatasi sendiri
problema yang sedang dihadapinya.

II. PENGERTIAN KONSELING


A. PENGERTIAN KONSELING/AL-IRSYAD SECARA ETIMOLOGI
Secara etimologi, istilah konseling berasal dari bahasa latin, yaitu: consilium
yang berarti “dengan atau bersama” yang dirangkai dengan menerima atau
memahami. Sedangkan dalam bahasa Anglo-Saxon, istilah konseling berasal dari
selain yang berarti menyerahkan atau menyampaikan dan juga berasal dari bahasa
Inggris to counsel yang secara etimologis berarti “to give adviceatau memberi saran
dan nasihat”.
Istilah bimbingan selalu dirangkaikan dengan istilah konseling. Hal ini
disebabkan karena bimbingan dan konseling itu merupakan suatu kegiatan yang
integral. Konseling merupakan salah satu teknik dalam pelayanan bimbingan diantara
beberapa teknik lainnya. Bimbingan lebih luas dari konseling. Bimbingan adalah
proses pemberian yang dilakukan oleh orang yang ahli kepada seorang atau beberapa
orang individu, baik anak-anak, remaja, atau dewasa, agar orang yang dibimbing
dapat mengembangkan kemampuan dirinya sendiri dan mandiri, dengan
memanfaatkan kekuatan individu dan sarana yang ada dan dapat dikembangkan,
berdasarkan norma-norma yang berlaku.

B. PENGERTIAN KONSELING AGAMA


1. Konseling Dalam Pemikiran Islam
Konseling dalam Islam adalah salah satu dari berbagai tugas manusia dalam
membina dan membentuk manusia yang ideal. Bahwa sahnya konseling merupakan
amanat yang diberikan Allah kepada semua Rasul dan Nabi-Nya. Dengan amanat
konseling inilah, maka mereka menjadi sedemikian berharga dan bermanfaat bagi
manusia, baik dalam urusan agama, dunia, pemenuhan kebutuhan, pemecahan
masalah dan banyak hal lainnya. Konselingpun akhirnya menjadi satu kewajiban bagi
setiap individu muslim, khususnya para alim ulama.
Islam adalah agama langit yang diturunkan Allah demi menjadi petunjuk
pengarah bagi manusia hingga mereka dapat keluar dari kegelapan dan kekafiran
menuju cahaya Islam dan keilmuan. Semua rasul dan nabi mempunyai amanat
menjadikan manusia untuk kembali kepada fitrah mereka, kembali menyembah
Allah. Sesungguhnya Allah telah mengutus Muhammad SAW untuk mengarahkan
manusia ke jalan yang baik dan benar.
Pemikiran Islam, baik tampak pada sumber aslinya (Al-Qur’an dan As-
Sunnah) maupun pada sumber aslinya, banyak menyinggung masalah konseling
(pengarahan) atas diri manusia dan menjadikannya salah satu filsafah kehidupan.
Hal ini timbul didasari atas pandangan Islam atas tabiat dan kepribadian
manusia Allah berfirman dalam Surat Ali-Imran ayat 110.
Kuntum khoiro ummatin ukhrijat linnaasi ta;muruuna bi alma’ruufi watanhawna ‘ani
almunkari watu;minuuna billaahi. Walaw aamana ahla alkitaabi lakaana khoiron
lahum. Minhumu almu;minuuna wa aktsaruhumu alfaasiquuna.
Artinya: Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh
kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada
Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka,
diantara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-
orang yang fasik.

2. Pengertian Konseling Islami


Konseling Islam bisa terlaksana dengan baik dan sesuai dengan prosedur
konseling secara umum jika klien tersebut menyadari bahwa apa yang diperbuatnya
selama ini bertentangan dengan ajaran agamanya, tumbuhnya rasa kesadaran dan
keinginan untuk keluar dari masalah itulah proses konseling bisa dijalankan. Dengan
kata lain, konseling Islami bisa terwujud jika adanya kerjasama antara konselor dan
konseling serta adanya kemauan klien untuk keluar dari masalah yang pernah ia
lakukan selama ini.
Konseling Islami itu adalah memberikan kesadaran kepada klien agar tetap
menjaga eksistensinya sebagai ciptaan dan makhluk Allah, dan tujuan yang ingin
dicapaipun bukan hanya untuk kemaslahatan dan kepentingan duniawi yang lebih
kekal abadi.
Berbagai ahli banyak mendefinisikan pengertian konseling Islami, diantaranya
adalah:
a. Konseling religius (Islami), yaitu proses bantuan yang diberikan kepada
individu agar memperoleh pencerahan diri dalam memahami dan
mengamalkan nilai-nilai agama (aqidah, ibadah dan akhlak mulia) melalui
uswah hasanah, pembiasaan atau pelatihan, dialog, tausyiyah dan pemberian
informasi yang berlangsung sejak usia dini sampai usia dewasa (Syamsul,
Yusuf, 2012).
b. Bimbingan dan konseling Agama dapat dirumuskan sebagai usaha
memberikan bantuan kepada seseorang atau sekelompok orang yang sedang
mengalami kesulitan lahir batin dalam menjalankan tugas-tugas hidupnya
dengan menggunakan pendekatan agama, yakni dengan membangkitkan
kekuatan getaran batin (iman) di dalam dirinya untuk mendorongnya
mengatasi masalah yang dihadapinya. Bimbingan dan Konseling Agama
merupakan bantuan yang bersifat mental spiritual dimana diharapkan, dengan
melalui kekuatan iman dan taqwanya kepada Tuhan seseorang mampu
mengatasi sendiri problema yang sedang dihadapinya (Mubarok, 2000).
c. Thohari mengartikan bimbingan dan konseling Islami sebagai suatu proses
pemberian bantuan terhadap individu agar menyadari kembali eksistensinya
sebagai makhluk Allah SWT, sehingga dapat mencapai kebahagiaan dunia dan
akhirat (Musnamar, 1992).
d. Yahya Jaya menyatakan bimbingan dan konseling agama Islam adalah
layanan bantuan yang diberikan oleh konselor agama kepada manusia yang
mengalami masalah dalam hidup keberagamaannya, ingin mengembangkan
dimensi dan potensi keberagamaannya seoptimal mungkin, baik secara
individu maupun kelompok, agar menjadi manusia yang mandiri dan dewasa
dalam beragama, dalam bidang bimbingan akidah, ibadah, akhlak, dan
muamalah melalui berbagai layanan dan kegiatan pendukung berdasarkan
keimanan dan ketaqwaan yang terdapat dalam Al-Qur’an dan hadits (Yahya
Jaya, 2004).
e. Ainur Rahim Faqih mengartikan bahwa konseling adalah proses pemberian
bantuan terhadap individu agar mampu selaras dengan ketentuan dan petunjuk
Allah SWT, sehingga dapat mencapai kebahagiaan di dunia dan di akhirat.

Dari berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa konseling Islam


merupakan suatu hal dalam memberikan bantuan kepada seorang klien yang sedang
bermasalah dan mengembangkan potensi klien sehingga dapat mencapai kebahagiaan
di dunia dan di akhirat sesuai dengan ajaran islam.
Proses konseling yang dilakukan bertujuan untuk mengembalikan manusia
kepada potensi dasarnya yaitu manusia yang fitri, fitri berarti kembali kesucian dan
kebenaran. Dengan kembalinya manusia kepada kondisi fitri ini, manusia akan
mendapatkan kembali keceriaan hidup, kegembiraan dan kebahagiaan, baik
kebahagiaan di dunia maupun kebahagiaan akhirat Insya Allah.

C. PERBEDAAN KONSELING ISLAM DENGAN KONSELING UMUM


Jika yang dimaksud dengan konseling umum dalam hal ini di identikkan
dengan konseling Kristen, maka perbedaan dengan konseling Islam hanyalah dalam
implementasi dan teknisnya. Jika dalam konseling Islam yang menjadi basis pijakan
adalah ketentuan legal Islam (Al-Qur’an dan Sunnah), maka dalam konseling Kristen
berbasis pada ketentuan-ketentuan biblical. Namun secara konsep, antara konseling
Islam dan konseling umum memiliki konsep yang sama ketika mengkaitkan
keyakinan dengan proses pelayanan kejiwaan individu. Konseling Islam dan umum
sebagai bagian dan model konseling agama memiliki kesamaan dalam menilai
perlunya membedakan identitas dengan konseling secular.
Pertama, konseling umum berorientasi pada manusia (antrhopo centris) dan
sumber pengetahuannya adalah pengetahuan dan akal budi manusia (humanisme),
sedangkan dalam konseling Islam orientasi didasarkan pada ketuhanan (theosentris)
dan menjadikan basis pengetahuannya dari ajaran kitab suci dan pengetahuan-
pengetahuan yang sejalan dengannya. Dalam konseling Islam diyakini bahwa Allah
telah menentukan sejumlah petunjuk bagaimana seharusnya manusia hidup dan jalan
keluar dari permasalahan kehidupan.
Kedua, dari segi tujuan konseling umum semata-mata mengarah kepada
kebahagiaan hidup, sedangkan dalam konseling Islam tujuannya adalah bagaimana
seorang individu yang bermasalah mampu kembali mendekati Allah dan hidup dalam
petunjuknya. Adapun kebahagiaan hidup hanyalah sebagai buah dari kedekatannya
dengan sang pencipta.
Ketiga, dari segi prinsip-prinsipnya konseling umum lahir dari hikmah dan
filsafat manusia untuk menjawab semua kebutuhan dan permasalahan hidup manusia,
sedangkan konseling Islam berprinsip dari keyakinan, jika dalam konseling Islam
dijelaskan sebagaimana konselor berusaha menyampaikan hidayah Allah SWT
kepada klien, maka dalam konseling umum diyakini bahwa roh kudus melalui
konselor berusaha mewujudkan kehendak Tuhan dalam hidup klien.
Keempat, dari segi kebenaran moralitas konseling umum ditentukan oleh
situasi etika masyarakat saat itu yang mungkin mengalami pergeseran-pergeseran
nilai, sedangkan dalam konseling agama kebenaran moralitasnya berakar dari
keyakinan masing-masing tentang ultimate truth yang implisit dalam mkitab suci
masing-masing yang tidak akan merubah atau mengalami pergeseran (universal).
Perbedaan konseling umum dengan konseling Islam menurut Thohari
Musnamar diantaranya:
1. Pada umumnya dibarat proses layanan konseling tidak dihubungkan dengan
Tuhan maupun ajaran agama. Maka layanan konseling dianggap sebagai hal
yang semata-mata masalah keduniawian, sedangkan Islam menganjurkan
aktifitas layanan konseling itu merupakan suatu ibadah kepada Allah SWT
suatu bantuan kepada orang lain termasuk layanan konseling, dalam ajaran
islam dihitung sebagai suatu sedekah.
2. Pada umumnya konsep layanan konseling barat hanyalah didasarkan atas
pikiran manusia. Semua teori konseling yang ada hanyalah didasarkan atas
pengalaman-pengalaman masa lalu, sedangkan konsep konseling Islam
didasarkan atas sumber hukum islam, yaitu Al-Qur’an dan Sunnah Rasul,
aktifitas akal dan pengalaman manusia.
3. Konsep layanan konseling barat tidak membahas masalah kehidupan sesudah
mati. Sedangkan konsep layanan konseling Islam meyakini adanya kehidupan
sesudah mati.
4. Konsep layanan konseling barat tidak membahas dan mengaitkan diri dengan
pahala dan dosa. Sedangkan menurut konseling Islam membahas pahala dan
dosa yang telah dikerjakan.

III. PENUTUP
a. Kesimpilan
Bimbingan adalah proses pemberian yang dilakukan oleh orang yang ahli
kepada seorang atau beberapa orang individu, baik dan anak-anak, remaja atau
dewasa, agar orang yang dibimbing dapat mengembangkan kemampuan dirinya
sendiri dan mandiri, dengan memanfaatkan kekuatan individu dan sarana yang ada
dan dapat dikembangkan berdasarkan norma-norma yang berlaku.
Sedangkan konseling adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan dengan
wawancara konseling oleh seorang ahli (disebut konselor) kepada individu yang
sedang mengalami suatu masalah (disebut klien) yang bermuara pada teratasinya
masalah yang dihadapi klien.
Dari berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa konseling islam
merupakan suatu hal dalam memberikan bantuan kepada seorang klien yang sedang
bermasalah dan mengembangkan potensi klien sehingga dapat mencapai kebahagiaan
di dunia dan akhirat sesuai dengan ajaran Islam.

b. Saran
Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kami mengharapkan
kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini. Semoga
makalah ini memberikan manfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan bagi kita
semua.
DAFTAR PUSTAKA
Amti Erman dan Prayitno. Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling. Rineka Cipta,
Jakarta: 1994.
Hallen. Bimbingan dan Konseling. Quantum Teaching. Jakarta: 2005.
Thoha Musnamar. Dasar-Dasar Konseptual Bimbingan dan Konseling Islam.
Yogyakarta: UII Press: 1992.
Yahya Jaya. Bimbingan dan Konseling Agama Islam. Padang, Angkasa Raya: 2004.
htlm://nenyyahya.3bk.blogspot.com/2010/03.
TUJUAN DAN RUANG LINGKUP KONSELING ISLAM

I. PENDAHULUAN
Menurut sifat hakiki manusia adalah makhluk beragama (homo religious)
yaitu makhluk yang mempunyai fitrah untuk memahami dan menerima nilai-nilai
kebenaran yang bersumber dari agama serta dapat menjadikan kebenaran agama itu
sebagai rujukan atau referensi sikap dan perilakunya. Dapat juga dikatakan bahwa
makhluk yang memiliki motif menganut suatu agama atau kepercayaan, rasa
keagamaan atau kesanggupan untuk memahami, mendalami serta mengamalkan nilai-
nilai agama atau kepercayaan tersebut. Sifat kefitrahan inilah yang membedakan
manusia dengan hewan atau binatang, dan juga dapat mengangkat harkat dan
martabatnya atau kemuliaannya disisi Allah. Bila dalam kehidupannya tidak pernah
mengamalkan ajaran agama, seperti shalat, puasa dan sebagainya. Bila terjadi gempa
atau bencana alam lainnya sebagai pembawa fitrah, ketika terjadi bencana alam
tersebut fitrahnya muncul yaitu minta tolong pada yang maha kuasa.
Maka sebagai fokus pelayanan dan konseling adalah manusia. Oleh sebab itu
melihat relevansi tujuan, fungsi bimbingan konseling dalam Islam juga harus melihat
bagaimana Islam memandang manusia, tujuan hidup bagi manusia sebagai ciptaan
Allah, tugas dan tanggung jawabnya serta penjelasan-penjelasan lain yang berkenaan
dengan syariat Islam. Sebab Islam adalah agama wahyu (agama samawi) yang
langsung dari dzat yang maha suci dan maha sempurna. Oleh sebab itu ajarannya
tidak akan mungkin bertentangan dengan fitrah (potensi) manusia. Ajaran islam justru
akan membimbing manusia kearah fitrahnya dalam jalan yang benar.

II. PEMBAHASAN
A. TUJUAN KONSELING ISLAM
Konseling Islami adalah proses pemberian bantuan terhadap individu agar
menyadari kembali akan eksistensinya sebagai makhluk Allah yang seharusnya hidup
selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah, sehingga dapat mencapai kebahagiaan
di dunia dan di akhirat. (Thohari Musnamar, 1992: 5)
Secara garis besar atau secara umum, tujuan bimbingan dan konseling Islami
itu dapat dirumuskan sebagai “membantu individu mewujudkan dirinya sebagai
manusia seutuhnya agar mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.
Bimbingan dan konseling sifatnya hanya memberikan bantuan, hal ini sudah
diketahui dari pengertian atau definisi. Individu yang dimaksudkan disini adalah
orang yang dibimbing atau diberi konseling, baik orang perorangan maupun
kelompok. “mewujudkan diri sebagai manusia seutuhnya” berarti mewujudkan diri
sesuai dengan hakekatnya sebagai manusia untuk menjadi manusia yang selaras
perkembangan unsur dirinya dan pelaksanaan fungsi atau kedudukannya sebagai
makhluk Allah (makhluk religious), mahkluk individu, makhluk sosial dan sebagai
makhluk berbudaya. Bimbingan dan konseling Islam berusaha membantu individu
agar hidup bahagia, bukan saja di dunia melainkan juga di akhirat, karena itu tujuan
akhir bimbingan dan konseling Islam adalah kebahagiaan hidup manusia di dunia dan
di akhirat.
Dalam perjalanan hidupnya, karena berbagai faktor seperti telah disebutkan
pada uraian mengenai latar belakang perlunya bimbingan dan konseling Islam
manusia bisa tidak seperti yang dikehendaki, yakni menjadi manusia seutuhnya.
Dengan kata lain yang bersangkutan berhadapan dengan masalah (problem).
Bimbingan dan konseling Islami berusaha membantu mencegah jangan sampai
individu menghadapi atau menemui masalah. Dengan kata lain membantu individu
mencegah timbulnya masalah bagi dirinya.
Dengan demikian secara singkat, tujuan bimbingan dan konseling Islam dapat
dirumuskan sebagai berikut:
1. Tujuan umum
Dapat membantu individu mewujudkan diri menjadi manusia seutuhnya agar
mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.
2. Tujuan khusus
a. Membantu individu agar tidak menghadapi masalah.
b. Membantu individu mengatasi masalah yang sedang dihadapinya.
c. Membantu individu memelihara dan mengembangkan situasi dan
kondisi yang baik atau telah baik agar tetap baik atau menjadi lebih
baik, sehingga tidak akan menjadi sumber masalah bagi dirinya dan
orang lain. (Thohari Musnamar, 1992: 33 – 34)

Secara umum tujuan bimbingan dan konseling Islam pada intinya adalah agar
manusia mampu memahami fitrah insaniyahnya, dimensi-dimensi kemanusiaan,
termasuk memahami berbagai persoalan hidup dan mencari alternatif pemecahannya.
Penjelasan ini relevan dengan firman Allah surat Al-Ankabut: 45.
Selanjutnya apabila tujuan di atas tercapai maka akan terwujud manusia yang
bahagia (sehat jasmani dan rohani). Menurut Sury (1998: 43) disebut manusia atau
individu yang berkepribadian yang sehat, yaitu individu yang mampu menerima diri
sebagaimana adanya dan mampu mewujudkan hal-hal yang positif sehubungan
dengan penerimaan dirinya. (Hasymi Dt. R. Panjang, 2011: 88 – 89)

B. RUANG LINGKUP KONSELING ISLAM


Islam adalah agama yang diwahyukan Allah SWT kepada nabi Muhammad
SAW untuk menjadi pegangan hidup bagi umat manusia agar mereka memperoleh
kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Islam sebagai suatu system dan pandangan hidup
manusia bersikap lengkap dan sempurna, tidak cacat dan cela. Suatu system
kebudayaan yang lengkap. Islam tidak saja agama yang mementingkan hubungan
manusia dengan Allah (hablumminallah), akan tetapi juga mementingkan hubungan
manusia dengan sesama (hablumminannas), hubungan manusia dengan alam (hablum
minal alam), dan hubungan manusia dengan dirinya sendiri (hablumminanafs).
Islam dalam makna yang luas berhubungan dengan ruang lingkup bidang
pelayanan bimbingan dan konseling Islami yang di dalamnya bidang bimbingan
pribadi, bimbingan sosial, bimbingan pembelajaran, bimbingan karir, bimbingan
pendidikan dan sebagainya. Sedangkan Islam dalam makna yang sempit, system
agama adalah kajian dan ruang lingkup bidang bimbingan dan konseling agama dan
tulisan ini dipahami bahwa bimbingan dan konseling Islami jauh lebih luas dibanding
bimbingan dan konseling agama Islam. Bimbingan dan konseling Islami seluas ajaran
Islam itu sendiri yang meliputi semua aspek dan aktivitas kehidupan manusia dalam
mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat. Bimbingan dan konseling agama
Islam hanya meliputi aspek dan aktivitas kehidupan manusia dalam
keberagamaannya.
Berdasarkan uraian di atas dapat dikemukakan ruang lingkup bidang
pelayanan bimbingan dan konseling agama Islam yaitu:
a. Bimbingan aqidah
Bimbingan aqidah adalah bidang pelayanan yang membantu konseling dalam
mengenal, memahami, menghayati, mengamalkan, dan mengimbangkan
aqidah keimanannya, sehingga menjadi pribadi yang beriman dan bertaqwa
kepada Allah SWT, mantap (istiqamah) dan mandiri (al-kaiyis), sehat dan
bahagia baik lahiriyah maupun batiniyah, berdasarkan rukun iman yang 6.
Pribadi muwahid adalah tujuan tertingginya.
b. Bimbingan ibadah
Bimbingan ibadah adalah bidang pelayanan yang membantu klien dapat
mengembangkan hubungan dan pengabdiannya kepada Allah melalui amal
ibadah agar menjadi pribadi yang taat dalam mengerjakan perintah-
perintahnya dan taat dalam menjauhkan larangan-larangannya.
c. Bimbingan akhlak
Bimbingan akhlak adalah bidang pelayanan yang membantu konseling dalam
mengembangkan sikap dan perilaku yang baik, sehingga memiliki mahmudah
dan jauh dari akhlak mazmumah.
d. Bimbingan muamalah
Bimbingan muamalah adalah bidang pelayanan yang membantu konseli dalam
membina dan mengembangkan hubungan yang selaras, serasi, dan seimbang
dengan sesama manusia dan makhluk, sehingga memiliki keharmonisan dalam
kehidupan beragama (Yahya Jaya, 2004: 115 – 118).

Sumber lain menyebutkan ruang lingkup garapan bimbingan konseling Islam


yaitu:
1. Pernikahan dan keluarga
Anak dilahirkan dan dibesarkan (umumnya) di lingkungan keluarga, entah itu
keluarga inti (ayah dan ibunya sendiri), entah itu keluarga lain, atau keluarga
besar. Keluarga lazimnya diikat oleh tali pernikahan. Pernikahan dan ikatan
keluarga disatu sisi merupakan manfaat, di sisi lain dapat mengandung
mudharat atau menimbulkan kekecewaan-kekecewaan.
2. Pendidikan
Semenjak lahir anak telah belajar mengenal lingkungannya. Dan manakala
telah cukup usia, dalam system kehidupan dewasa, anak belajar dalam
lembaga formal (di sekolah). Dalam belajar kerap kali berbagai masalah
timbul, baik yang berkaitan dengan belajar itu sendiri maupun lainnya.
Problem-problem yang berkaitan dengan pendidikan ini sedikit banyak juga
memerlukan bantuan bimbingan dan konseling Islami untuk menanganinya.
3. Sosial (kemasyarakatan)
Manusia merupakan makhluk sosial yang hidup dan kehidupannya sedikit
banyak tergantung pada orang lain. Kehidupan pergaulan pun kerap kali
menimbulkan masalah bagi individu yang memerlukan penanganan bimbingan
dan konseling Islami.
4. Pekerjaan (jabatan)
Untuk memenuhi hajat hidupnya yang sesuai dengan hakekatnya sebagai
khalifah di muka bumi (pengelola alam) manusia harus bekerja.

III. PENUTUP
Tujuan bimbingan dan konseling itu dapat dirumuskan sebagai “membantu
individu mewujudkan dirinya sebagai manusia seutuhnya agar mencapai kebahagiaan
di dunia dan di akhirat”.
Ruang lingkup bidang pelayanan bimbingan dan konseling agama Islam
adalah:
a. Bimbingan aqidah
b. Bimbingan ibadah
c. Bimbingan akhlak
d. Bimbingan muamalah
Ruang lingkup bimbingan dan konseling Islam yaitu:
a. Pernikahan dan keluarga
b. Pendidikan
c. Sosial (kemasyarakatan)
d. Pekerjaan

DAFTAR PUSTAKA
Hasymi Dt. R. Panjang, Tafsir Ayat Bimbingan dan Konseling, IAIN Press, Padang:
2001.
Musnamar Thohari, Dasar-Dasar Konseptual Bimbingan dan Konseling Islam, UII
Press, Yogyakarta: 1992.
Jaya Yahya, Bimbingan dan Konseling Agama Islam, Angkasa Raya: 2004.
LANDASAN KEILMUAN, URGENSI DAN PRAKTEK KONSELING
DALAM SEJARAH ISLAM

I. LANDASAN FILOSOFIS
Pelayanan bimbingan konseling yang meliputi serangkaian kegiatan yang
semuanya diharapkan menjadi tindakan yang bijak dan penuh hikmat. Untuk itu
diperlukan pemikiran yang filosofis tentang berbagai hal yang menyangkut dengan
ihwal pelayanan bimbingan dan konseling secara filsafat, seperti kajian tentang
konsep manusia, makna dan hakikat kehidupan manusia serta tugas dan tujuan
hidupnya.
Pemikiran dan pemahaman filosofis tentang manusia yang menjadi objek
utama pelayanan bimbingan dan konseling sangat perlu dan bermanfaat bagi
keberhasilan dan kesuksesan pelayanan bimbingan konseling pada umumnya, dan
bagi konselor pada khususnya karena memiliki wawasan yang mendalam tentang
masalah kemanusiaan.

A. HAKIKAT MANUSIA
Beberapa pendapat para ahli konseling tentang hakikat manusia yaitu:
a. Sigmund Freud
1. Manusia pada dasarnya bersifat pesimistik, deterministik, makanistik dan
reduksionistik.
2. Manusia dideterminasi oleh kekuatan-kekuatan irrasional, motivasi-motivasi
tak sadar, dorong-dorongan biologis, dan pengalaman masa kecil.
3. Dinamika kepribadian berlangsung melalui pembagian energi psikis kepada
Ide, ego dan super ego yang bersifat mendominasi.
4. Manusia memiliki naluri-naluri seksual (libido seksual) dan agresif, naluri
kehidupan (eros) dan kematian (tanatos).
5. Manusia bertingkah laku dideterminasi oleh hasrat memperoleh kesenangan
dan menghindari rasa sakit (pleasure principle).

b. B. F. Skinner dan Watson


Koeswara, 1988 mengemukakan tentang hakikat manusia sebagai berikut:
1. Manusia dipandang memiliki kecenderungan-kecenderungan positif dan
negatif yang sama.
2. Manusia pada dasarnya dibentuk dan ditentukan oleh lingkungan sosial
budayanya. Dalam arti bahwa lingkungan merupakan pembentuk utama
keberadaan manusia.
3. Segenap tingkah laku manusia itu dipelajari.
4. Manusia tidak memiliki kemampuan untuk membentuk nasibnya sendiri.

c. Aliran Humanistik
Mereka memiliki keyakinan yaitu:
1. Manusia memiliki dorongan bawaan untuk mengembangkan diri.
2. Manusia memiliki kebebasan untuk merancang atau mengembangkan tingkah
lakunya.
3. Manusia adalah makhluk rasional dan sadar, tidak dikuasai oleh
ketidaksadaran, kebutuhan rasional, atau konflik.

B. TUJUAN DAN TUGAS KEHIDUPAN


Secara naluriyah manusia memiliki kebutuhan untuk hidup bahagia, sejahtera,
nyaman dan menyenangkan. Secara ekstrim, Freud mengatakan bahwa manusia
dalam hidupnya selalu mengajak kenikmatan dan menghindar dari rasa sakit (kondisi
yang tidak menyenangkan).
Prayitno dan Erman Amti mengemukakan model witner dan sweeny tentang
kebahagiaan dan kesejahteraan hidup serta upaya mengembangkan dan
mempertahankannya sepanjang hayat. Menurut mereka, ciri-ciri hidup sehat
sepanjang hayat itu ditandai dengan lima kategori tugas kehidupan yaitu:
a. Spiritualitas. Dalam kategori ini terdapat agama sebagai sumber inti bagi
hidup sehat.
b. Pengaturan diri. Seseorang yang mengamalkan hidup sehat pada dirinya
terdapat rasa diri berguna, pengendalian diri, pandangan realistik, spontanitas
dan kepekaan emosional, kemampuan rekayasa intelektual, pemecahan
masalah, kreatif, kemampuan berhumor dan kebugaran hidup sehat.
c. Bekerja. Dengan bekerja seseorang akan memperoleh keuntungan ekonomis,
psikologis dan sosial.
d. Persahabatan. Persahabatan merupakan hubungan sosial baik antara individu
maupun dalam masyarakat secara lebih luas, yang tidak melibatkan unsur-
unsur perkawinan dan keterikatan ekonomis.
e. Cinta. Dengan cinta hubungan seseorang dengan orang lain cenderung
menjadi amat intim, saling mempercayai, saling terbuka, saling kerja sama,
dan saling memberikan komitmen yang kuat.

II. LANDASAN RELIGIUS


Landasan religius bimbingan konseling pada dasarnya ingin menetapkan klien
sebagai makhluk tuhan dengan segenap kemuliaannya menjadi fokus sentral upaya
mengintegrasikan nilai-nilai agama dalam proses bimbingan dan konseling.

1. Hakekat Manusia Menurut Agama


Menurut sifat hakiki manusia adalah makhluk beragama (homo religius), yaitu
makhluk yang mempunyai fitrah untuk memahami dan menerima nilai-nilai
kebenaran agama itu sebagai rujukan sikap dan prilakunya.
Dalil yang menunjukkan bahwa manusia mempunyai fitrah beragama yaitu
dalam QS A-A’raf ayat 172.
Alastu birobbikum qooluu balaa syahidnaa.
Artinya: Bukankah aku ini tuhanmu? Mereka menjawab, ya kami bersaksi bahwa
engkau tuhan kami.

Fitrah beragama ini merupakan potensi yang arah perkembangannya amat


tergantung pada kehidupan beragama lingkungan dimana orang itu hidup, terutama
lingkungan keluarga. Apabila kondisi tersebut kondusif, dalam arti lingkungan itu
memberi ajaran, bimbingan dengan pemberian dorongan dan keteladanan yang baik
dalam mengamalkan nilai-nilai agama, maka orang itu berkembang menjadi manusia
yang berakhlak mulia dan berbudi pekerti luhur.
Dengan mengamalkan ajaran agama, berarti manusia telah mewujudkan jati
dirinya, identitas dirinya yang hakiki yaitu sebagai hamba Allah dan khalifah di muka
bumi.

2. Peranan Agama
Agama sebagai pedoman hidup bagi manusia telah memberikan petunjuk
tentang berbagai aspek kehidupan, termasuk pembinaan atau pengembangan mental
(rohani) yang sehat. Sebagai petunjuk hidup bagi manusia dalam mencapai mentalnya
yang sehat, agama berfungsi sebagai berikut:
a. Memelihara fitrah
b. Memelihara jiwa
c. Memelihara akal
d. Memelihara keturunan

3. Sikap Keberagamaan
Kehidupan beragama merupakan gejala yang universal. Pada bangsa-bangsa
kelompok manusia dari zaman ke zaman senantiasa dijumpai praktek kehidupan
keagamaan.
Di dunia barat, agama tidak dipilah dan dipisahkan secara tegas dari filsafat.
Padahal inti ajaran agama adalah firman-firman Tuhan filsafat adalah hasil pikiran
manusia. Lebih jauh, agama dan filsafat yang dapat membentuk sikap seseorang itu
dikontraskan dengan dorongan individu.
Sikap keberagamaan menjadi tumpuan bagi keseimbangan hidup dunia dan
akhirat. Dan ka’idah-ka’idahnya mampu diterapkan oleh manusia dengan ciri-ciri
keberadaannya itu, agama seperti itulah yang dikehendakinya menjadi isi dari sikap
keragamaan.
III. LANDASAN PSIKOLOGIS
Psikologis merupakan kajian tentang tingkah laku individu. Landasan
psikologis dalam bimbingan konseling berarti memberikan pemahaman tentang
tingkah laku individu yang menjadi sasaran layanan (klien).
Ada beberapa bidang psikologi yang perlu dikuasai untuk keperluan
bimbingan dan konseling antara lain:
1. Motif dan motifasi
2. Pembawa dasar dan lingkungan
3. Perkembangan individu
4. Belajar, balikan dan penguatan.
5. Kepribadian.

IV. LANDASAN SOSIAL BUDAYA (SOSIOLOGIS)


1. Individu sebagai produk lingkungan sosial budaya (sosiologis)
Uraian ini mengemukakan bahwa seorang individu tidak dapat hidup sendiri.
Setiap orang, sejak lahirnya harus memenuhi tidak hanya tuntutan biologisnya,
tetapi juga tuntutan budaya di tempat ia hidup, dan tuntutan budaya itu
menghendaki agar mengembangkan tingkah lakunya sehingga sesuai dengan
pola-pola yang dapat diterima dalam budaya tersebut (Mc Daniel, 1956).
2. Bimbingan dan konseling antar budaya
Sesuai dengan dimensi kesosialannya, individu-individu saling berkomunikasi
dan menyesuaikan diri. Proses pelayanan bimbingan dan konseling adalah
antara komunikasi antara klien dan konselor, maka proses pelayanan
bimbingan dan konseling yang bersifat antar budaya (klien dan konselor)
berasal dari latar belakang budaya yang berbeda dan sangat berpengaruh
terhadap peka hambatan komunikasi.

V. LANDASAN TEKNOLOGI
Pelayanan bimbingan dan konseling merupakan kegiatan profesional yang
memiliki dasar-dasar keilmuan, baik yang menyangkut teori-teorinya, pelaksanaan
kegiatannya, maupun pengembangan-pengembangan pelayanan itu secara
berkelanjutan.
Adalah:
1. Keilmuan bimbingan dan konseling
Merupakan sejumlah pengetahuan yang disusun secara logis dan sistematis.
Objek kajian bimbingan dan konseling ialah upaya bantuan yang diberikan
kepada individu.
2. Peran ilmu lain dan teknologi dalam bidang dan konseling.
Merupakan ilmu yang bersifat multi referensi, artinya ilmu dengan rujukan
berbagai ilmu yang lain.
3. Pengembangan bimbingan dan konseling melalui penelitian
Merupakan bimbingan dan konseling, baik teori maupun praktek
pelayanannya bersifat dinamis dan berkembang, seiring dengan
berkembangnya ilmu-ilmu. Pengembangan praktek pelayanan bimbingan dan
konseling, tidak boleh, tidak harus melalui penelitian, bahkan kalau dapat
penelitian yang bersifat eksperimen.

VI. PRAKTEK KONSELING DALAM SEJARAH UMAT ISLAM


Materi konseling pada masa Nabi dan ulama klasik dahulu itu tetap saja
menjawab dan memecahkan masalah-masalah individu atau kelompok/umat yang
timbul dalam kondisi, iklim budaya dan kebutuhan mereka dahulu, mulai dari
pembinaan dan pembelajaran tauhid, ibadat, mu’amalat sampai kepada seluruh aspek
kehidupan umat (akidah/ideology, politik, sosial, budaya, pertahanan, keamanan,
sumber daya penduduk, wilayah dan sumber daya alam).
Khusus pada masa ulama sebagai pewaris nabi, sejak periode klasik dahulu,
mereka juga melakukan praktek konseling kepada umatnya. Konseling itu dilakukan
dengan cara langsung (directive) dengan teknik dialog dan ada juga cara tidak
langsung (nondirective). Disisi lain ada yang langsung berdasarkan permintaan umat
(klien/konseli), yang prakteknya jama’ah datang kepada konseli, kepada ulama
sebagai konselor, untuk meminta bantuan memecahkan masalah mereka. Dalam arti
lain ada praktek pemberian konseling ulama itu tanpa meminta persetujuan klien dan
ada pula dengan cara meminta persetujuan klien, namun yang pasti, tekhnik dialog
dengan klien dalam konseling ulama tetap dan menjadi tradisi dakwah menyusul
metode ceramah.

VII. KEBUTUHAN MANUSIA TERHADAP KONSELING ISLAM


Sebagaimana telah diterangkan terdahulu bahwa manusia memiliki dua
predikat, yaitu sebagai ‘abdullah atau hamba Allah dan sebagai khalifah atau wakil
Allah di muka bumi.
Predikat pertama menunjukkan kelemahan, kekecilan dan keterbatasan serta
ketergantungan manusia kepada yang lain sehingga setiap manusia potensial untuk
mengidap masalah, sedangkan predikat kedua menunjukkan kebesaran manusia
sekaligus besarnya tanggung jawab yang dipikul dalam kehidupannya di muka bumi.
Dari sudut pandang itu maka urgensi bimbingan dan konseling bagi manusia
merujuk kepada dua predikat tersebut:
1. Sebagai makhluk yang lemah (‘abdun) suatu ketika manusia tidak tahan
menghadapi realita kehidupan yang pahit, sempit dan berat. Dalam kondisi
fisik tak berdaya, orang membutuhkan bantuan orang lain, misalnya dokter,
untuk memulihkan kesehatannya.
2. Sebagai khalifah Allah, manusia dibebani tanggung jawab menyangkut
kebaikan dirinya maupun untuk masyarakat. Setiap manusia diberi kebebasan
untuk memutuskan sendiri apa yang baik untuk dirinya, asal bukan perbuatan
maksiat yang dilakukan secara terang-terangan. Sebagai khalifah Allah yang
dibebani tanggung jawab untuk kemaslahatan masyarakatnya, maka seorang
muslim harus merasa terpanggil untuk memelihara ketertiban masyarakat.
Oleh karena itu ia terpanggil untuk meluruskan hal-hal yang menyimpang,
menata hal-hal yang salah tempat, mendorong hal-hal yang mandeg dan
menghentikan kekeliruan-kekeliruan yang berlangsung.

Jadi secara kodrati manusia memang membutuhkan bantuan kejiwaan


termasuk konseling agama (Islam), dan secara konsepsional harus ada orang yang
menekuni bidang ini agar layanan konseling agama ini dapat diberikan secara
profesional, sebagai perwujudan dari rasa tanggung jawabnya sebagai khalifah Allah.
Untuk mengetahui kedudukan Bimbingan dan Konseling Agama, dalam
perspektif keilmuan maupun perspektif ajaran Islam, sekurangnya perlu diketahui
lebih dahulu empat hal, yaitu:
1. Bahwa kodrat kejiwaan manusia membutuhkan bantuan psikologis.
2. Gangguan kejiwaan yang berbeda-beda terapi yang tepat.
3. Meskipun manusia memiliki fitrah kejiwaan yang cenderung kepada keadilan
dan kebenaran, tetapi daya tarik kepada keburukan lebih banyak dan lebih kuat
tarikannya sehingga motif kepada keburukan lebih cepat merespon stimulus
keburukan, mendahului respon motif kepada kebaikan atas stimulus kebaikan.
4. Keyakinan agama (keimanan) maerupakan kebaikan dari struktur kepribadian,
sehingga gelar batin dapat dijadikan penggerak tingkah laku (motif) kepada
kebaikan.

PENUTUP
a. Kesimpulan
Pelayanan bimbingan konseling meliputi serangkaian kegiatan yang semuanya
diharapkan menjadi tindakan yang bijak dan penuh hikmat.
Landasan religius bimbingan konseling pada dasarnya ingin menetapkan klien
sebagai makhluk tuhan dengan segenap kemuliaannya menjadi fokus sentral upaya
mengintegrasikan nilai-nilai agama dalam proses bimbingan dan konseling.
Psikologi merupakan kajian tentang tingkah laku individu. Landasan
psikologis dalam bimbingan konseling berarti memberikan pemahaman tentang
tingkah laku individu yang menjadi sasaran layanan (klien).
Landasan sosial budaya (sosiologis)
1. Individu sebagai produk lingkungan sosial budaya (sosiologis).
2. Bimbingan dan konseling antar budaya.

b. Saran
Dalam penyusunan makalah ini pemakalah mendapatkan banyak kesulitan.
Oleh karena itu, pemakalah mengharapkan kritikan dan saran dari para pembaca,
terutama dari dosen pembimbing untuk kesempurnaan makalah selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA
Prayitno dan Erman Amti, Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Rineka
Cipta. 1999.
Yusuf, Syamsu dan Juntika Nurihsan, Landasan Bimbingan dan Konseling. Budaya:
PT Remaja Rosdakarya, 2009.
Httm//nennyyahya3bk.blohspot.com/2010/03
KONSEP MANUSIA DALAM KONSELING ISLAM

I. PENDAHULUAN
Manusia merupakan makhluk yang unik, berbeda dengan makhluk Allah yang
lainnya, diciptakan Allah dalam bentuk yang sebaik-baiknya yang terdiri dari jasmani
dan rohani dan kedua unsur ini tidak dapat dipisahkan untuk menjadi manusia yang
utuh.
Allah SWT dan Rasul-Nya telah membimbing, mengatur dan mengarahkan
melalui Al-Qur’an dan sunnah agar jasmani dan rohani manusia sehat. Jasmani
menjadi sehat dengan cara memakan makanan yang halal lagi baik sementara rohani
menjadi sehat dengan cara beribadah kepada Allah, sesuai dengan hakikat penciptaan
manusia itu sendiri.

II. PEMBAHASAN
A. PEMAKNAAN MANUSIA DALAM ISLAM
Secara etimologi istilah manusia di dalam Al-Qur’an ada empat kata yang
dipergunakan, yakni:
a. Ins, insan dan unas
Kata-kata insan diambil dari asal kata “Uns” yang mempunyai arti jinak, tidak
liar, senang hati, tampak/terlihat seperti yang terdapat dalam firman Allah SWT
dalam QS. At-Tin, 95:4.
Laqod kholaqnaa al;insaana lafiii ahsani taqwiimin.

Artinya: Sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-
baiknya.

Kesempurnaan manusia itu dapat kita lihat pada asal kata “ins” berarti seorang
manusia, sedang “insani” berarti dua orang manusia. Dari kata “insan” itu tersirat
makna bahwa manusia mempunyai dua unsur kemanusiaannya, yaitu aspek lahiriyah
dan aspek bathiniyah, firman Allah SWT yang mengandung kata “ins” seperti yang
terdapat dalam QS Adz-Dzariyat, 51:56:
Wamaa kholaqtu aljinna wa al;insa illaa liya’buduuni.
Artinya: Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka
mengabdi kepada-Ku.
Firman-Nya yang menunjukkan kata “Unas, yang terdapat dalam QS Al-A’raf,
7:82:
Innahum unaasun yatathohharuuna.
Artinya: Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang berpura-pura mensucikan
diri.

Sedangkan kata-kata ins dan unas, hal itupun menunjukkan makna, bahwa
sifat dasar manusia adalah fitri yang terpancar dari alam rohaninya, yaitu gemar
bersahabat, ramah, lemah lembut, dan sopan santun serta taat kepada Allah Ta’ala,
sebagaimana firman Allah dalam QS Al-A’raf, 7: 172:
Wa idz akhodza robbuka min baniii aadama min zhuhuurihim zurriyyatahum wa
asyhadahum ‘alaaa anfusihim. Alastu birobbikum. Qooluu balaa syahidnaa. An
taquuluu yawma alqiyaamati innaa kunna ‘an haadzaa ghoofiliina.
Artinya: Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam
dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka
(seraya berfirman): “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi”.
(Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak
mengatakan: “Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang
lengah terhadap ini (keesaan Tuhan).

b. Basyar
Kata ini berasal dari kata kulit luar yang dapat dengan mata kasar, bersifat
indah dan cantik. Dan dapat menimbulkan rasa senang, bahagia dan gembira bagi
siapa saja yang melihatnya, sebagaimana firman Allah dalam QS. Ali Imran ayat 79:
Maa kaana libasyarin an yu;tiyahu allaahu alkitaaba wa alhukma wa annubuwwata
tsumma yaquula linnaasi kuunuu ‘ibaadan lii min duuni allaahi walaakin kuunuu
robbaaniyyiina bimaa kuntum tu’allimuuna alkitaaba wabimaa kuntum tadrusuuna.
Artinya: Tidak wajar bagi seseorang manusia yang Allah berikan kepadanya Al
Kitab, hikmah dan kenabian, lalu dia berkata kepada manusia: “Hendaklah
kamu menjadi penyembah-penyembahku bukan penyembah Allah”, akan
tetapi (Dia berkata); “Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani (208).
Karena kamu selalu mengajarkan Al kitab dan disebabkan kamu tetap
mempelajarinya.
c. Bani Adam
arti kata Bani Adam ialah anak Adam atau putra Nabi Adam, sebagaimana
firman Allah :

Artinya: Hai anak Adam, janganlah sekali-kali kamu dapat ditipu oleh syaitan
sebagaimana ia telah mengeluarkan kedua ibu bapakmu dari syurga.

d. Dzurriyat Adam
firman Allah dalam QS. Maryam, 19:58:
Ulaaa;ika alladziina an’ama allahu ‘alaihim mina annabiyyiina min dzurriyyati
aadama wamimmman hamalnaa ma’a nuuhin.
Artinya: Mereka itu adalah orang-orang yang Telah diberi nikmat oleh Allah, yaitu
para nabi keturunan Adam, dan dari orang-orang yang kami angkat bersama
Nuh.

Para ahli kerohanian Islam atau lebih populer para ahli ilmu tasawuf,
memandang manusia bukan sekedar makhluk lahir yang berakal, akan tetapi manusia
mereupakan seorang hamba Allah Ta’ala yang mempunyai dua dimensi lahiriyah dan
bathiniyah. Esensi dasarnya adalah makhluk yang ta’at dan patuh pada Tuhannya,
bercahaya, cantik, bersih dan wangi. Akan tetapi kondisi esensi itu menjadi memudar
bahkan menghilang dari eksistensi kediriannya.
Oleh karena itu kaum sufi dan ahli kerohanian Islam melatih diri dengan keras
dan disiplin yang sangat tinggi dengan menjalankan keta’atan pada Allah dengan
tujuan mengembalikan defenisi manusia dalam makna yang lebih lengkap dan
sempurna dimata Tuhannya maupun makhluknya. (Hamdani Bakran Adz-Zaky, 2001:
h.13-17).

B. KARAKTERISTIK MANUSIA
Al-Qur’an banyak berbicara mengenai karakter suatu kaum. Al-Qur’an benar-
benar menelanjangi karakter orang munafik baik secara eksplesit maupun implisit
baik dalam banyak surat. Dalam awal-awal surat Al-Baqarah, Allah Subhanahu wa
Ta’ala mendeskripsikan tiga golongan manusia: muslim, kafir dan terpanjang
kemudian adalah golongan munafik. Dalam surat An-Nisa’: 142, karakter munafik
juga Allah sebutkan tanpa menyebutkan personnya.
Manusia sekalipun memiliki latar belakang peradaban yang berbeda. Makanan
dan asal negara yang berbeda pula, tetapi memiliki watak dasar yang sama. Sifat ini
akan kita temukan pada setiap individu manusia. Allah SWT berfirman dalam surat
Yunus: 12:
Wa idzaa massa al;insaana adhdhurru da’aanaa lijanbihiii aw qoo’idan aw qooo;iman.
Falammaa kasyafnaa ‘anhu dhurrohu marro ka an lam yad’unaaa ilaa dhurrin
massahu. Kadzaalika zuyyina lilmusrifiina maa kaanuu ya’maluuna.
Artinya: Dan apabila manusia ditimpa bahaya dia berdo’a kepada kami dalam
keadaan berbaring, duduk atau berdiri, tetapi setelah kami hilangkan
bahaya itu dari padanya, dia (kembali) melalui (jalannya yang sesat),
seolah-olah dia tidak pernah berdo’a kepada kami untuk (menghilangkan)
bahaya yang telah menimpanya. Begitulah orang-orang yang melampaui
batas itu memandang baik apa yang selalu mereka kerjakan.

Pertama, kondisi dimana Allah selalu akan memberikan ujian atau musibah
kepada manusia dan itu merupakan satu keniscayaan. Dalam kondisi ini, manusia
akan ingat kepada allah SWT. Bahkan orang yang ingkar kepada Allah sekalipun, hati
nuraninya akan mengakui keberadaan dan kekuasaan Allah. Dalam hal ini, kita bisa
mengambil ibrah dari kisah Fir’aun di akhir hayatnya ketika ditenggelamkan di laut
merah.

Allah SWT berfirman dalam surat Yunus ayat 90:


Wajaawaznaa bibaniii isrooo;iila albahro faatba’ahum fir’awnu wajunuuduhu
baghyan wa’adwan. Hattaaa idzaaa adrokahu alghoroqu qoola aamantu annahu laaa
ilaaha illaa alladziii aamanat bihii banuuu isrooo;iila wa anaa mina almuslimiina.
Artinya: Dan kami memungkinkan Bani Israel melintasi laut, lalu mereka diikuti oleh
Fir’aun dan bala tentaranya, Karena hendak menganiaya dan menindas
(mereka); hingga bila Fir’aun itu telah hampir tenggelam berkatalah dia:
“Saya percaya bahwa tidak ada Tuhan melainkan Tuhan yang dipercayai
oleh bani Israil, dan saya termasuk orang-orang yang berserah diri (kepada
Allah).
Dalam kondisi manusia ditimpa musibah, manusia akan mengingat dan
menyebut asma Allah, serta memohon ampun kepada Allah dalam kondisi apapun dan
bagaimana pun dia melakukan. Yang ada dalam pikirannya adalah, agar kondisi buruk
tadi lepas dari pundaknya.
Kedua, keadaan berikutnya justru berbalik. Ketaatan sementara tadi menjadi
keadaan semula. Keadaan dimana ia berada diposisi nyaman tanpa ada beban.
Kalaupun ia masih mengingat Allah SWT, namun tentunya akan berkurang jika
dibandingkan keadaan pertama tadi.
Allah SWT berfirman dalam Q.S. Hud ayat 9 dan 10:
Wala;in adzaqnaa al;insaana minnaa rohmatan tsumma naza’naahaa minhu. Innahuu
laya;uusun kafuurun. Wala;in adzaqnaahu na’maaa;a ba’da dhorrooo;a massathu
layaquulanna dzahaba assayyi;aatu ‘anni. Innahuu lafarihun fakhuurun.
Artinya: 9.Dan jika kami rasakan kepada manusia suatu rahmat (nikmat) dari kami,
kemudian rahmat itu kami cabut dari pundaknya, Pastilah dia menjadi
putus asa lagi tidak berterima kasih.
10. Dan jika kami rasakan kepadanya kebahagiaan sesudah bencana yang
menimpanya, niscaya dia akan berkata: “Telah hilang bencana-bencana itu
dari padaku”: Sesungguhnya dia sangat gembira lagi bangga.

C. DIMENSI KEMANUSIAAN
Asal manusia secara esensial berasal dari Allah Ta’ala, bersifat nur (cahaya),
ruh (hidup) dan gaib (tidak tampak oleh mata kasar). Ia tidak dapat didefinisikan oleh
kata-kata, huruf, bunyi, ataupun sesuatu, melainkan hanya Dialah yang mengetahui
dan memahaminya. Sedangkan usul dari manusia adalah berasal dari air dan tanah.
Atau dengan kata lain, jika seseorang ditinjau secara asalnya, maka ia bersifat
rohaniyah, sedangkan secara usulnya bersifat jasmaniyah. (Hamdani Bakran Adz-
Zaky, 2001: h.17)
Sebagai makhluk yang memiliki dua unsur yang utama, jasad dan roh,
menjadikan manusia dikenal dengan makhluk dua dimensi. Dimensi pertama,
jasmani/tubuh kasar, menjalani perubahan dan pertumbuhan secara biologis. Secara
normal pertumbuhan embrio manusia dimulai dari sel kelamin pria (spermatozoa) dan
sel kelamin wanita (ovum), menjadi segumpal darah, segumpal daging, tulang yang
dibungkus daging hingga sempurna bentuk, lahir, anak-anak, remaja, dewasa, tua dan
wafat.
Jasad merupakan tubuh kasar manusia memiliki potensi berkembang sampai
batas tertentu, ia merupakan bagian penting dari manusia. Kesempurnaan jasad
manusia bukan menjadi indikasi kesempurnaan manusia, sehingga penilaian terhadap
jasad tidak sama. (Jemkhairil, 2010: h.95)
Perkembangan jasad manusia telah dijelaskan Allah SWT dalam Al-Qur’an
surat Al-Mukminun ayat 12 – 16:
Walaqod kholaqnaa al;insaana min sulaalatin min thiinin Tsumma ja’alnaahu
nuthfatan fii qoroorin makiinin, Tsumma kholaqnaa annuthfata ‘alaqotan fakholaqnaa
al’alaqota mudghotan fakholaqnaa almudghota ‘izhooman fakasawnaa al’izhooma
lahman tsumma ansya;naahu kholqon aakhor. Fatabaaroka allaahu ahsanu
alkhooliqiina. Tsumma innakum ba’da dzaalika lamayyituuna tsumma innakum
yawma alqiyaamati tub’atsuuna.
Artinya: Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati
(berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang
disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami
jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu kami jadikan segumpal
daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang
belulang itu kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia
makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha Sucilah Allah, Pencipta yang
paling baik. Kemudian, sesudah itu, Sesungguhnya kamu sekalian benar-
benar akan mati. Kemudian, Sesungguhnya kamu sekalian akan
dibangkitkan (dari kuburmu) dihari kiamat.

Dimensi kedua, manusia adalah rohaniah. Dimensi yang sulit untuk


dideskripsikan dan diverbalisasikan, namun dapat dipahami dan diterima
keberadaannya. (Jemkhairil, 2010: h.97)
Rohani adalah nama bagi keseluruhan yang ada pada bagian bathin manusia,
sebagaimana jasmani adalah nama bagi keseluruhan yang ada pada bagian lahir
manusia. Jadi dalam rohani manusia terdapat ruh sebagai alat untuk membuat manusia
bisa hidup, akal sebagai alat penimbang dalam menghadapi sesuatu, nafsu sebagai alat
pendorong dan qalbu sebagai alat pemutus. (Syarif Melliyati, Salmadanis, 2006: h.4)
Berikut kami uraikan satu persatu:
Pertama, al-ruh, ruh yang menyebabkan daging, tulang, darah, kulit, seluruh
tubuh bergerak, tumbuh, berketurunan, dan berkembang biak. Unsur roh inilah yang
menyebabkan manusia melihat, mendengar, merasa, berfikir, berkesadaran. Jelasnya
roh merupakan sumber kemanusiaan, manusia merasa senang dan cinta, marah dan
benci, bahagia dan gembira, dan sebagainya, semua itu konsekwensi dari pada “roh”
yang ditiupkan Allah pada manusia. Roh multi dimensi yang tidak dibatasi ruang dan
waktu. Roh dapat keluar masuk ke dalam tubuh manusia. Roh ada sebelum tubuh
manusia diciptakan. Kematian jasad bukan berarti kematian dan kehancuran roh. Roh
masuk ke dalam tubuh manusia sa’at tubuh manusia telah siap menerimanya
(Jemkhairil, 2010: h.99). menurut hadits nabi, bahwa kesiapan itu ketika manusia
berumur empat bulan dalam kandungan. Pada sa’at inilah ruh berubah nama menjadi
al-nafs (gabungan antara ruh dan jasad). (Abdul Mujib dan Jusuh Mudzakir, 2001:
h.43).
Kedua, al-‘aql, akal secara etimologi memiliki al;imsak (menahan), al-ribath
(ikatan), ahl-hajr (menahan), al-nahyi (melarang), man’u yang berakal (al-‘aqil)
adalah orang yang mampu menahan dan mengikat hawa nafsu. Jika hawa nafsunya
terikat maka jiwa rasionalitasnya mampu bereksistensi. (Abdul Mujib dan Jusuf
Mudzakkir, 2001: h. 52.
Dimensi akal adalah dimensi psikis yang berada diantara nafsu dan qalbu.
Akal menjadi perantara dan penghubung antar kedua dimensi tersebut berupa fungsi
pikiran yang merupakan kualitas insaniyah pada psikis manusia. Akal merupakan
bagian dari daya insani yang memiliki dua makna. Ada jasmani, yang lazim disebut
sebagai otak dan akal rohani yaitu cahaya rohani dan daya nafsani yang dipersiapkan
untuk memperoleh pengetahuan. (Iin Tri rahayu, 2009: h.85). Akal juga memiliki
daya untuk membedakan mana yang baik dan mana yang buruk bagi dirinya.
Ketiga, al-qalb (qalbu), al-qalb (kalbu) bermakna hati dalam bentuk fisik
maupun dalam bentuk non fisik. Kalbu dalam bentuk fisik adalah membuat manusia
itu mengetahui / merasakan sesuatu, sehingga memperoleh pengetahuan gaib dan
mukhsyafah. Al-Ghazali berpendapat bahwa qalbu memiliki insting yang disebut al-
nur al-ilahiy dan al-basyirah al-bathiniah yang memancarkan keimanan dan
keyakinan. Kalbu memiliki daya positif dan negatif, emosi positif seperti senang,
riang, tulus (ikhlas), emosi negatif seperti benci, marah, inkar (kufur).
Keempat, al-nafs, al-nafs juga memiliki makna ganda. Pertama nafs dalam
pengertian jelek, yakni al-hawa, dalam bahasa Indonesia sering digabungkan menjadi
satu yakni hawa-nafsu, peran ini biasanya berpusat pada perut dan kemaluan. Tugas
kita adalah membersihkan hati kita dari nafsu. Hati yang bersih dalam Al-Qur’an
disebut qalbu al-salim. Kedua nafs yang berarti manusia secara keseluruhan.
(Jemkhairil, 2010: h. 101-102)

D. STRUKTUR KEPRIBADIAN MANUSIA DALAM KONSELING ISLAM


Dalam dunia psikologi belum ada kesepakatan para ahli mendefinisikan
struktur kepribadian. Dalam pemahaman lain, ditemukan bahwa kepribadian atau
personality merupakan artikulasi dari totalitas kerja aspek psikis dan emosional
manusia. Kepribadian merupakan keadaan internal individu, sebagai organisasi proses
dan struktur yang terdapat dalam diri seseorang, “kepribadian adalah apa yang
menentukan prilaku dalam sesuatu yang ditetapkan dan di dalam kesadaran jiwa yang
ditetapkan”. Kepribadian terletak dibalik individu; dan, “system yang menyusun
kepribadian dalam segala hak adalah kecenderungan yang menentukan”. (Jemkhairil,
2010: h.107)
Kurt Lewin dari Psikologi Medan menyatakan struktur kepribadian adalah
cara melukiskan sebagai entitas yang terpisah dari hal-hal lainnya yang ada di dunia.
Pada pengertian tersebut menunjukkan tiga elemen pokok, yaitu:
Pertama, struktur kepribadian adalah suatu komponen yang mesti ada dalam
setiap pribadi, yang menentukan konsep “kepribadian” sebenarnya. Kedua, eksistensi
struktur dalam kepribadian manusia memiliki ciri relatif stabil, menetap dan abadi.
Maksud dari ciri ini adalah bahwa secara proses psikologis aspek-aspek yang terdapat
pada kepribadian itu memiliki sunnah yang menetap sesuai irama dan pola
perkembangannya. Secara potensial masing-masing aspek kepribadian ini menetap
dan tidak ada perubahan, tetapi secara aktual aspek-aspek ini berubah sesuai
lingkungan yang mempengaruhinya. Pola seperti ini merupakan sunnatullah yang
ditetapkan oleh Allah SWT. Ketiga, kepribadian individu merupakan aktualisasi dari
proses integrasi dari sistem-sistem atau aspek-aspek struktur yang berbentuk seperti
berfikir, berperasaan, bertindak dan sebagainya. (Abdul Mujib, 2006: h.54)
Dalam Islam penentuan struktur kepribadian tidak dapat terlepas dari
pembahasan substansi manusia, sebab dengan pembahasan substansi tersebut dapat
diketahui dan dinamika prosesnya. (Iin Tri Rahayu, 2009: h.76). substansi manusia
terdiri dari aspek fisik yang disebut dengan struktur jismiyah dan jasadiyyah; aspek
psikis yang disebut dengan struktur ruhaniyah; dan aspek psikofisik yang disebut
dengan struktur nafsaniyyah. Masing-masing aspek ini memiliki natur, potensi,
hukum dan ciri-ciri tersendiri. (Abdul Mujib, 2006: h.60)
Adalah:
a. Struktur Jisim
Jisim adalah aspek diri manusia yang terdiri atas struktur organisme fisik.
Organisme fisik manusia lebih sempurna dibanding dengan organisme fisik
makhluk-makhluk lain. (Abdul Mujib, 2006: h.60-61).
Dalam kapasitasnya sebagai bagian dari keseluruhan sistem totalitas fisik-
psikis, maka aspek jismiyah memainkan peranan penting sebagai sarana untuk
mengaktualisasikan fungsi aspek nafs dan aspek rohaniyah dengan berbagai
dimensinya. Dalam Al-Qur’an dijelaskan beberapa fungsi aspek jisim yang
membantu cara kerja aspek psikis lainnya. Kulit sebagai alat peraba (Al-
An’am: 7), hidung sebagai alat pencium. (QS. Yusuf: 94)(Iin Tri Rahayu:
h.77-78)
b. Struktur Ruh
Pendapat para ahli tentang ruh dapat diklasifikasikan menjadi tiga bagian,
yaitu:
Pertama, materialisme. Ruh merupakan jisim atau materi, sekalipun berbeda
dengan jisim jasmani. Ruh bukanlah bersifat ruhani, sebab ruh adalah ‘aradh
(sifat yang baru datang). Jika badan hancur, ruhpun ikut lenyap.
Kedua, spritualisme (ruh merupakan substansi yang bersifat ruhani dan tak
satupun sirinya bersifat jasmani). Mazhab ini menyatakan bahwa ruh itu
adalah jawhar ruhani (substansi yang bersifat ruhani). Ruh tidak tersusun dari
materi, sebab ia abstrak dan dapat merangkap beberapa bentuk sekaligus.
Tidak mengikuti proses seperti proses penciptaan biologis. Ia bukan gabungan
dari beberapa unsur, walaupun memiliki beberapa daya. Ia tidak hancur
dengan kehancuran badan, bahkan keberadaannya ada sebelum badan
terbentuk.
c. Struktur Nafs
Dalam konteks ini nafs memiliki arti psikofisik manusia, yang mana
komponen jasad dan ruh telah bersinerji. Nafs memiliki natur gabungan antara
natur jasad dan ruh. Apabila ia berorientasi pada natur jasad maka tingkah
lakunya menjadi buruk dan celaka, tetapi apabila mengacu pada natur ruh
maka kehidupannya menjadi baik dan selamat. (Abdul Mujib, 2001: h.71-72)
E. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERTUMBUHAN DAN
PERKEMBANGAN MANUSIA
Berbicara masalah pertumbuhan dan perkembangan, kata kunci utamanya
yaitu perubahan. Perubahan dalam diri manusia terdiri atas perubahan kualitatif akibat
dari perubahan psikis, dan perubahan kuantitatif akibat dari perubahan fisik.
Perubahan kualitatif sering disebut dengan “perkembangan”, seperti perubahan dari
tidak mengatahui menjadi mengetahui, dari kekanak-kanakan menjadi dewasa, dan
seterusnya, sedangkan perubahan kuantitatif sering disebut dengan “pertumbuhan”,
seperti perubahan tinggi, dan berat badan. (Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir, 2001:
h.91-92)
Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan seperti kelalaian, faktor politik,
faktor ekonomi dan lain sebagainya. Sementara itu faktor yang mempengaruhi
perkembangan manusia ada tiga aliran yang berbeda pendapat.
Pertama, aliran nativisme, aliran ini lebih menitik beratkan yang
mempengaruhi perkembangan manusia adalah sifat bawaan, keturunan dan kebakaan.
Persepsi tentang ruang dan waktu tergantung pada faktor-faktor alamiah atau
pembawaan dari lahir. Aliran nativisme memandang hereditas (heredy) sebagai
penentu tingkah laku. James Drever menyebut hereditas sebagai anugrah alam yang
mempunyai hukum-hukum tersendiri.
Asumsi yang mendasari aliran ini adalah bahwa pada diri anak dan orang tua
terdapat banyak kesamaan, baik fisik maupun psikis. Setiap manusia memiliki gen.
Gen adalah butiran kecil yang terdapat di dalam sel-sel kelamin manusia yang
dipindahkan dari orang tua atau nenek moyang kepada keturunannya dan merupakan
sifat-sifat yang diwariskan.
Uraian di atas dapat dipahami bahwa aliran nativisme yang dikembangkan
dalam psikologi barat sebenarnya masih dangkal, karena bercorak antroposentris.
Selain teorinya terlepas dari ikatan agama yang trasendental (teosentris). Aliran ini
sebenarnya masih satu rumpun dengan aliran empirisme.
Kedua, aliran empirisme disebut juga aliran environmentalisme, yaitu aliran
yang menitik beratkan pandangan pada peranan lingkungan sebagai penentu
perkembangan tingkah laku.
Asumsi psikologis yang mendasari aliran ini adalah bahwa manusia terlahir
dalam keadaan netral, tidak memiliki bawaan apapun. Ia sebagai kertas putih (tabula
rasa) yang dapat ditulisi apa saja yang dikehendaki. Perwujudan tingkah laku
ditentukan oleh luar diri yang disebut lingkungan, dengan kiat-kiat rekayasa yang
bersifat impersonal dan direktif.
Ketiga, aliran konvergensi, aliran ini menggabungkan dua aliran dia tas.
Faktor yang mempengaruhi perkembangan manusia adalah faktor keturunan dan
faktor lingkungan.
Manusia dalam pandangan psikologi Islam telah memiliki seperangkat
potensi, disposisi, dan karakter unik. Potensi itu paling tidak mencakup keimanan,
ketauhidan, keislaman, keselamatan, keikhlasan, kesucian, kecenderungan menerima
kebenaran dan kebaikan, dan sifat baik lainnya. Semua potensi itu bukan diturunkan
dari orang tua melainkan diberikan Allah SWT sejak dari alam perjanjian (mitsq).
(Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir, 2001: h.115-123)

III. KESIMPULAN
Secara etimologi istilah manusia di dalam Al-Qur’an ada empat kata yang
dipergunakan yakni: ins, insan dan unas, basyar, Bani Adam, Dzurriyat Adam.
Karakteristik manusia pada umumnya adalah ketika dapat musibah akan ingat
pada Allah dan ketika dapat kesenangan kebanyakan manusia lupa pada Allah.
Dimensi manusia ada dua, yaitu dimensi jasmaniah dan dimensi rohaniah.
Dalam Islam penentuan struktur kepribadian tidak dapat terlepas dari pembahasan
substansi manusia, sebab dengan pembahasan substansi tersebut dapat diketahui
hakikat dan dinamika prosesnya (Iin Tri Rahayu, 2009: h.76). substansi manusia
terdiri dari aspek fisik yang disebut dengan struktur jismiyyah atau jasadiyyah; aspek
psikis yang disebut dengan struktur ruhaniyah; dan aspek psikofisik yang disebut
dengan struktur nafsaniyyah. Masing-masing aspek ini memmeiliki natur, potensi,
hukum, dan ciri-ciri tersendiri.
Perubahan dalam diri manusia terdiri atas perubahan kualitatif akibat dari
perubahan psikis, dan perubahan kuantitatif akibat dari perubahan fisik. Perubahan
kualitatif sering disebut dengan “perkembangan”, seperti perubahan dari tidak
mengetahui menjadi mengetahui, dari kekanak-kanakan menjadi dewasa, dan
seterusnya, sedangkan perubahan kuantitatif sering disebut dengan “pertumbuhan”,
seperti perubahan tinggi, dan berat badan.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an
Adz-Dzaki, Hamdani Bakran, Psikoterapi dan Konseling Islam Penerapan Metode
Sufistik, Banguntapan; 2001.
Jemkhairil, Psikoterapi Islam, Padang: Universitas Baiturrahmah, 2010.
Mujib, Abdul, Kepribadian dalam Konseling Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo, 2006.
Mujib, Abdul, Jusuf Mudzakir, Nuansa-Nuansa Psikologi Islam, Jakarta: PT Raja
Grafindo, 2001
Rahayu, Iin Tri, Psikoterapi Perspektif Islam dan Psikologi Kontemporer, Malang:
Anggota IKAPI, 2009.
KONSEP MASALAH DALAM KONSELING ISLAM

Psikopatologi atau sakit mental, adalah sakit yang tampak dalam bentuk
prilaku dan fungsi kejiwaan yang tidak stabil. Istilah psikopatologi ini mengacu pada
sebuah sindrom yang luas, yang meliputi ketidak normalan kondisi indera, kognisi,
dan emosi. Keabnormalan ini disebut juga dengan masalah, yaitu terjadinya persoalan
dalam jiwa seseorang.

A. PENGERTIAN MASALAH DALAM KONSELING ISLAM


(PSIKOPATOLOGIS)
Masalah adalah suatu kendala atau persoalan yang harus dipecahkan, dengan
kata lain masalah merupakan kesenjangan antara kenyataan dengan suatu yang
diharapkan, munculnya masalah merupakan ketidakstabilannya kejiwaan seseorang
dalam menghadapi berbagai macam persoalan yang terjadi.
Dalam ilmu kesehatan mental gangguan kejiwaan merupakan kumpulan dari
keadaan yang tidak normal baik yang berhubungan dengan kejiwaan maupun jasmani.
Keabnormalan tersebut terjadi bukan disebabkan karena sakit atau rusaknya anggota-
anggota badan namun dapat terlihat dari fisik seseorang. Keabnormalan tersebut dapat
dibagi menjadi dua bagian yaitu neorosa dan psikosa. Neorosa berkaitan dengan
gangguan kejiwaan pada perasaan, dan psikosa terletak pada perasaan, pikiran dan
kepribadian penderita.
Secara garis besar keabnormalan tersebut dibagi menjadi dua yaitu neorosa
(gangguan pada perasaan), dan psikosa (gangguan pada perasaan, pikiran, dan
kepribadiannya) yang dapat menganggu kreativitas orang tersebut karena tidak
mampu untuk mengatasi persoalan yang ada sehingga terjadi kesukaran dalam
menghadapi suatu persoalan.
Masalah yang dimiliki seseorang disebabkan karena kesehatan mental yang
terganggu berpengaruh buruk terhadap kesejahteraan dan kebahagiaan. Hal tersebut
dapat kita lihat dari segi perasaan, pikiran, dan perilaku. Dari segi perasaan gejalanya
antara lain menunjukkan rasa gelisah, sedih, risau, iri, dengki dan rasa amarah. Dari
segi pikiran tidak mampu mengkonsentrasikan pikiran kepada suatu pekerjaan. Dari
segi perilaku antara lain, menyakiti, memfitnah dan sebagainya.
Al-Ghazali mengatakan dalam kitabnya “ihya ‘lumu ad-din” bahwa masalah
gangguan kejiwaan diistilahkan dengan penyakit jiwa (amrad al-qulub). Orang yang
sakit jiwanya adalah orang tidak memiliki sikap i’tidal atau baik dalam berakhlak.
Sebaliknya orang yang sehat jiwanya adalah orang yang baik akhlaknya. Orang yang
memiliki masalah dapat dilihat dari perilakunya yang kurang baik atau tidak adanya
ketentraman dalam jiwa. Menurut Al-Ghazali orang tidak memiliki ketentraman jiwa
dapat membawa kepada kebinasaan (al-muhlikat).
Masalah yang dihadapi manusia merupakan ujian yang diberikan Allah SWT
sehingga dapat menimbulkan masalah atau gangguan kejiwaan, sebagaimana firman
Allah SWT dalam surat Al-Baqarah ayat 155, yaitu:
Walanabluwannakum bisyai;in mina alkhowi wa aljuu’i wanaqshin mina al;amwaali
wa al;anfusi wa atstsamarooti. Wabasysyiri ashshoobiriina.
Artinya: Dan sungguh akan kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit
ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan dan
berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.

Allah SWT juga menjadikan manusia bersifat keluh kesah, dan ketika
diberikan ujian ia berkeluh kesah sebagaimana firman Allah SWT dalam Surat Al-
Maarij ayat 19 – 23, yaitu:
Inna al;insaana khuliqo haluu’an idzaa massahu asysyarru jazuu’an wa idzaa massahu
alkhoiru manuu’an illaa almusholliina alladziina hum ‘alaa sholaatihim daaa;imuuna.
Artinya: Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ia
ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah, dan apabila ia mendapat kebaikan ia
amat kikir, Kecuali orang-orang yang mengerjakan shalat, yang mereka itu
tetap mengerjakan shalatnya.

B. CIRI-CIRI MANUSIA YANG BERMASALAH DALAM PANDANGAN


KONSELING ISLAM
Masalah yang dimiliki seseorang disebabkan karena kesehatan mental yang
terganggu berpengaruh buruk terhadap kesejahteraan dan kebahagiaan. Hal tersebut
dapat kita lihat dari segi perasaan, pikiran, dan perilaku. Dari segi perasaan gejalanya
antara lain menunjukkan rasa gelisah, sedih, risau, iri, dengki dan rasa marah. Dari
segi pikiran tidak mampu mengkonsentrasikan pikiran kepada suatu pekerjaan. Dari
segi perilaku antara lain, menyakiti, memfitnah dan sebaginya.
Dalam ilmu kesehatan mental gangguan kejiwaan merupakan kumpulan dari
keadaan yang tidak normal baik yang berhubungan dengan kejiwaan maupun jasmani.
Keabnormalan tersebut terjadi bukan disebabkan karena sakit atau rusaknya anggota-
anggota badan namun dapat terlihat dari fisik seseorang. Keabnormalan tersebut dapat
dibagi menjadi dua bagian yaitu neorosa dan psikosa. Neorosa berkaitan dengan
gangguan kejiwaan pada perasaan, dan psikosa terletak pada perasaan, pikiran dan
kepribadian penderita. Sedangkan psikosa berkaitan dengan reaksi fisik manusia.

1. Neorosa
Neorosa (neorosis) dianggap sebagai suatu penyakit mental yang belum begitu
mengkawatirkan, karena ia baru masuk dalam kategori gangguan-gangguan, baik
diakibatkan oleh susunan syaraf maupun kelainan prilaku, sikap, dan aspek mental
lainnya.
Ciri-ciri utama penderita neorosis adalah:
a. Histeria
b. Konflik
c. Reaksi kecemasan
d. Kerusakan parsial atau sebagian dari kepribadiannya
e. Sering disertai fobia, gangguan pencernaan, dan tingkah laku obsesif-
kompulsif

2. Psikosa
Psikosa (psikosis) adalah suatu penyakit mental yang parah, dengan ciri khas
adanya disorganisasi proses pikiran, gangguan dalam emosi, ruang waktu.
Ciri-ciri utama penderita psikosis adalah:
a. Suka berhalusinasi, yaitu tangkapan atau persepsi yang keliru karena tanpa
disertai rangsangan. Misalnya, penderita mendengar suara sesuatu yang
sebenarnya tidak ada, sehingga penderita berbicara atau tertawa sendiri untuk
merespon suara tersebut.
b. Delusi, yaitu suatu perasaan kepercayaan dan keyakinan yang keliru, yang
tidak dapat diubah dengan penalaran dan dengan penyajian fakta. Misalnya,
penderita menganggap dirinya kaya dengan memakai perhiasan ditubuhnya,
tetapi sebenarnya ia miskin dan memakai perhiasan dari buah-buahan bukan
dari emas permata.
c. Ilusi, yaitu salah tafsiran dari tangkapan atau pengamatan panca indera yang
menyimpang. Misalnya, penderita melihat air dijalan raya padahal
sesungguhnya tidak ada, sehingga ia main-main air di jalan tersebeut.

Jenis-jenis psikopatologi Islami, yaitu:


a. Boros
b. Mengolok-olok
c. Pelit
d. Mengadu domba
e. Apa yang ditampakkan berbeda dengan apa yang diyakini
f. Buruk sangka
g. Menganiaya
h. Menyalahi janji
i. Menceritakan keburukan orang lain
j. Materialisme
k. Mengingkari nikmat
l. Menyekutukan Tuhan, dan sebagainya

Bentuk-bentuk psikopatologi Islam, antara lain:


a. Menyekutukan Tuhan (syirik)
b. Pengingkaran (kufur)
c. Bermuka dua (nifaq)
d. Riya, pamrih, pamer
e. Marah (Ghadhab)
f. Lupa
g. Mengikuti bisikan dari syaithan (waswas)
h. Putus asa atau putus harapan
i. Rakus (tamak)
j. Tertipu dengan kesenangan yang berawal dari angan-angan kosong manusia
k. Membanggakan diri
l. Iri dengki
m. Menceritakan keburukan orang lain
n. Cinta dunia
o. Memiliki suatu keinginan yang tidak mungkin terjadi
p. Picik atau penakut

C. EFEK MASALAH DALAM PANDANGAN KONSELING ISLAM


Akibat-akibat buruk yang akan ditimbulkan oleh sikap dan prilaku yang tidak
sehat secara psikologis dalam perspektif Islam adalah padamnya dan lenyapnya Nir
Ilahiyah yang menghidupkan kecerdasan-kecerdasan hakiki dari dalam diri seorang
hamba, sehingga ia sangat sulit untuk melakukan adaptasi, baik dalam lingkungan
vertikalnya maupun dengan lingkungan horizontalnya. Adapun indikasi-indikasi yang
menandakan telah hilangnya Nur Ilahiyah yang menerangi kecerdasan-kecerdasan
dengan hakiki yang fitrah adalah:
1. Jiwa kehilangan power dan energi untuk mendorong melakukan perbuatan,
tindakan dan perjuangan dalam rangka menegakkan sikap, prilaku dan potensi
muthmainnah (ketenangan, kedamaian, dan sopan santun), potensi radhiyah
(yang meridhoi atau yang berlapang dada) dan potensi mardhiyah (yang
diridhoi atau yang dilapangkan dada oleh Allah).
2. Akal pikiran telah kehilangan power dan energi untuk merenungkan,
memikirkan dan menganalisis rahasia-rahasia ayat Allah, baik yang tertulis
dalam Al-Qur’an maupun yang tertulis diseluruh alam semesta. Bahkan yang
paling fatal dari akibat sakitnya mental adalah akal fikiran tidak kuasa mencari
dan menemukan jalanp-jalan untuk menuju kepada perbaikan, kemanfaatan,
keselamatan, dan kebenaran ilahiyah yang dapat memberikan kehidupan yang
hidup.
3. Qalbu (hati yang lembut) telah kehilangan power dan energi untuk menangkap
dan menerima hidayah, irsyat, firasat dan ilham, bahkan ia tidak dapat
menampakkan ayat-ayat dan rahasia Ketuhanan secara kasyafah
(penyingkapan alam gaib), sehingga jika hati itu telah mati, maka seseorang
telah kehilangan kasih sayang, sikap toleransi dan kelembutan bahkan justru
sikap dan sifat kejam dan bengislah yang tumbuh subur.
4. Inderawi kehilangan power dan energi untuk menangkap objek dari hakikat
lahiriyah ayat-ayat Allah, hakikat fenomena dan peristiwa yang berbeda atau
terjadi dilingkungan.
5. Jasad kehilangan power dan energi untuk tegak berdiri kokoh dalam
mengaplikasikan perbaikan, kebenaran, kemanfaatan dan keselamatan yang
hakiki, akan tetapi justru jasad sangat kokoh dan kuat jika berdiri dalam
melakukan perusakan, kedustaan, kehancuran dan tipu daya.

Apabila seorang individu, akal, fikiran, qalbu, jiwa dan seluruh tubuhnya
kotor, dan penuh dengan karat-karat kedurhakaan dan dosa kepada Tuhannya, maka ia
akan mengalami kehancuran dalam kehidupannya. Apabila dalam suatu kelompok
kecil, seperti organisasi atau rumah tangga, didalamnya terdapat orang-orang yang
rusak mental atau jiwanya, maka goncanglah kelompok itu, dan apabila suatu bangsa,
negeri serta pemerintahan dikelola oleh orang-orang yang seperti demikian, maka
kehancuran akan muncul disana sini, akan terjadinya pembunuhan, perampokan, tipu
daya, dan tindakan-tindakan kriminal lainnya.
Rusak dan kotornya mental,spiritual suatu masyarakat akan membawa kepada
kehancuran yang lebih besar terhadap sistem kehidupan masyarakat itu sendiri, baik
dalam sebuah kelompok kecil maupun kelompok besar seperti dalam
sistemkelompok, manajemen kerja, maupun keluarga.

D. MANUSIA DAN PROBLEMATIKA SEKOrELIGIUS


1. Pendahuluan
Manusia memiliki tanggung jawab dan amanah terhadap Allah SWT, karena
ditugaskan sebagai khalifah dan hamba-Nya. Manusia yang ideal adalah mereka yang
memiliki kemampuan menunaikan tanggung jawab secara optimal dan terjauh dari
penyimpangan dalam dirinya gangguan yang muncul pada diri manusia adalah
penyakit rohani atau psikopatologi. Pasikopatologi memiliki hubungan dengan tingkat
kebahagiaan manusia.

2. Manusia Dalam Kemelut Psikologis


“Manusia telah kehilangan identitas”, pernyataan dan anggapan tersebut
tidaklah berlebihan untuk mendiskripsikan problematika kemanuisaan yang dialami
masyarakat secara umum. Fenomena yang mengapung kepermukaan seputar
pengikisan nilai-nilai manusiawi telah terbuka secara gamblang dan transparan.
Fenomena abrasi nilai-nilai kemanusiaan banyak menjadi perhatian pemikiran
kontemporer, ketertarikan tersebut dirangkap dari penggerogotan nilai yang utama
dan esensi pada manusia.
Seyyed Husein Nasr, menggambarkan kemelut kemanusiaan yang
mengakibatkan modernisasi, modernisasi bukanlah ditakuti apalagi dimusuhi, tetapi
dituntut kebijakan manusia memanfaatkan produk-produk kemoderenan.
Kenyataannya, produk modernan (seperti teknologi, informasi, industri, pengetahuan)
telah menciptakan pola masyarakat baru.
Gambaran kekacauan manusia, tidak hanya berlangsung hari ini saja, juga
telah terjadi pada awal masa-masa khalifah, seperti refleksi almuhasbi. Almuhasbi
memberikan ilustrasi terhadap kondisi terhadap kekacauan manusia dengan stigma
“dunia edem”. Iman dan syari’at telah ditelanjangi, kebatilan membumbung tinggi,
manusia bangga melakukannya, fitnah sebagai lautan, hawa nafsu sebagai kendali
manusia.
Faktor yang membelakangi kenapa manusia senang bercengkrama dengan
kejahilan dan membiarkan dirinya tersesat kehinaan. Diantaranya adalah naluri kasar
untuk bertahan hidup. Manusia menciptakan berbagai cara agar menciptakan
kepuasan untuk memenuhi kebutuhan yang sering membuat manusia keliru, bila
kekeliruan manusia sudah menggunung maka timbulah penyakit rohani.
Al-Qur’an membenarkan penyakit rohaniyah dalam diri manusia, rohani
manusia memiliki penyakit yang dapat dilihat dari beberapa ayat Al-Qur’an seperti
surat Al-Baqarah ayat 10. Dari ayat tersebut manusia menggambarkan kondisi rohani
manusia yang memiliki peluang yang menderita berbagai bentuk penyakit rohani.

E. MANUSIA MENCARI SOLUSI UNTUK KEMBALI KEPADA KESUCIAN


Hati manusia pada dasarnya tidak menginginkan berada dalam lingkungan
yang “kotor” sebab ia ingin selalu kembali kepada keseuciannya.
Dalam pernyataan islam telah menawarkan gagasan yang ampuh sebagai
terapi penyakit rohaniyah yang dialami manusia dalam hal tersebut dapat
digambarkan dalam kehidupan Rasulullah dan teladan para sufi. Rasulullah
menggambarkan sikap berwibawa dalam ekonomi, politik, keluarga, sosial dan
kepribadiannya sementara sufi menerjemahkan kehidupan manusia lebih luas.
Mitisme dalam islam dapat dijadikan terapi kejiwaan, mengambil ajaran sufi sebagai
amalan praktis, pendekatan seperti ini menjadi incaran para pencari ketenangan baik
dibelahan barat maupun dibelahan timur itu sendiri.
F. KONSEPSI PENYAKIT ROHANIAH
Tern rohaniah yang dimaksudkan dalam tulisan ini tidak sama dengan
ungkapan roh (al-nafs) sebagai sumber kehidupan manusia. Karena roh itu berasal
dari Tuhan tidak pernah cacat, dia utuh dari Tuhan tidak tercerabut dari apapun karena
bersih seperti asalnya roh nafs, kalbu dan akal dalam pandangan sufi dianggap
wilayah yang berpotensi untuk mengalami sakit, kenyataan ini ditangkap dari surat
Asy-Syamsi ayat 7-10.
Penyakit rohaniah adalah kondisi jiwa yang tidak memiliki kemampuan untuk
menjalankan fungsi yang khas baginya. Fungsi yang khas tersebut adalah
pengetahuan, hikmah, ma’rifah, cinta kepada Allah, beribadat kepada-Nya, indahnya
menyebut dan mengingat namanya di atas keinginan yang lain, serta menggerakkan
jiwa dan anggota tubuh demi melaksanakan perintahnya (Al-Ghazali, 1996: 67).
Seseorang dianggap penyakit rohaniah:
1. Sikap hidupnya bertentangan dan menyalahi perjanjian primordial, amanah
ilmiah, kenyataan manusia sebelum lahir sudah buat perjanjian dengan Tuhan
dikhabarkan oleh Al-Qur’an surat AlA’raf ayat 172.
2. Sikap hidup manusia yang bertentangan dengan syariat, manusia
membuktikannya dalam kehidupan yang nyata, dia harus sesuai dengan tujuan
penciptaannya telah digariskan Tuhan hal ini sesuai dengan firman Tuhan
dalam surat Al-Dzariat ayat 56 – 57.
3. Bertentangan dengan tujuan penciptaan manusia Islam memandang bahwa
manusia diciptakan sebagai makhluk yang tercipta secara kebetulan atau
tercipta dari kumpulan atom, hal ini disebutkan dalam surat Al-baqarah ayat
30.

G. FAKTOR PENYEBAB MENCULNYA PENYAKIT ROHANI


Setelah terlibat dalam lingkungan alam materi, ia mulai terpengaruh oleh
berbagai kecenderungan yang ditimbulkan oleh natur jasad yang kotor sehingga ia
terhijab oleh hawa nafsu. Dorongan atau kebutuhan jasad kalanya sangat buas dan
berkembang, menantang sehingga sulit untuk dikuasai.

H. EFEK YANG DITEMUKAN PENYAKIT ROHANI


Sakit pada anggota tubuh manusia menyebutkan tidak berfungsinya dengan
normal organ orang tersebut bahkan menjalar pada bagian yang lain sehingga
menganggu akibat timbulnya penyakit rohaniah.
1. Hubungan dengan Tuhan (akhirat) manusia yang telah mendapat musibah
dengan penyakit rohaniah, hubungan dengan Tuhan tidak lagi harmonis.
2. Akibat hubungan dengan manusia, banyak efek negatif seseorang menjaga
penyakit rohaniah dalam dirinya.

Imam Ghazali dalam bukunya, jalan orang bijak (2001) diantaranya akibat
penyakit rohani terdapat penderita penyakit yang lain.
Adalah:
a. Lemahnya semangat kerja seseorang yang sehat jiwanya memiliki kekuatan
dalam pekerjaannya termasuk mengerjakan kebaikan.
b. Tumpul fikirannya, orang yang sehat rohaninya muda menangkap kebenaran,
hatinya selalu memancarkan nur kebenaran.
c. Hilangnya kepekaan rasa, orang memiliki penyakit hati tidak memiliki
kepekaan rasa, sehat hati mereka sudah bebas terhadap nilai-nilai manusiawi
sosial dan sebagainya.
d. Merusak kejahatan rohaniah, ketidak siapan menerima kenyataan, keluh
kesah, berbohong, dan penyakit rohani lainnya memiliki pengaruh pada
tingkat keimanan seseorang.
e. Pengobatan penyakit rohaniah dalam tradisi keilmuan Islam melakukan
diagnosa terhadap goresan-goresan jiwa serta memberikan motivasi agar tidak
melakukan penyimpangan yang disebutkan al-Mu’qabah.
f. Menundukkan musuh yang paling berbahaya (nafsu) dan melakukan
pengobatan terhadap jiwa yang telah sakit.
g. Pengisian sifat terpuji, mengisi mengamankan sifat-sifat terpuji. Langka ini
dilakukan dengan upaya pengosongan terhadap sifat rendah.
h. Puasa, puasa memiliki pengaruhb yang sangat besar dalam menundukkan
sebagai penyakit yang dihadapi seseorang.
i. Bergaul dengan orang yang shaleh, hal ini penting untuk membantu dan
mengarahkan meluruskan pemahaman dan memberikan petunjuk agar
seseorang berusaha untuk membersihkan jiwanya selalu terjaga.
j. Zikir, secara sederhana menyebut atau mengingat nama Allah yang mulia
secara luas aktifitas manusia dalam mempelajari kebesaran.
FUNGSI DAN PRINSIP-PRINSIP KONSELING ISLAM

A. PENGERTIAN “FUNGSI”
Fungsi merupakan kelompok tugas atau kegiatan sejenis dari bimbingan dan
konseling Islam itu sendiri yang akan digunakan sebagai penunjang dalam tujuan
tertentu, begitu juga dalam ilmu konseling mempunyai fungsi dalam memaparkan,
menjelaskan, mengontrol, memprediksi, merawat, memperbaiki fungsi-fungsi
kejiwaan manusia. Konseling Islam dapat merangsang pertumbuhan kesadaran untuk
meningkatkan kualitas diri yang lebih sempurna baik secara materi maupun non
materi.

B. FUNGSI PREVENTIF, KURATIF, DAN DEVELOPMENTAL


1. Fungsi Preventif atau pencegahan (al-mani’)
Konseling Islam berfungsi sebagai tindakan preventif terhadap kemungkinan
penyimpangan atau gangguan kejiwaan. Fungsi preventif konseling Islam diaplikasi
melalui pemberian pengetahuan dan pemahaman sebagai bekal bagi diri seseorang
sebagai persiapan dalam menghadapi suatu perkara atau persoalan. Bila pemahaman
dan pengetahuan tidak tepat, dapat diasumsikan akan terjadi suatu penyimpangan.
Seseorang tidak akan memiliki masalah yang terkait dengan aspek perkembangan,
pada fase remaja bila sebelumnya ia telah memiliki pemahaman dan pengetahuan
yang tepat dan benar. Dalam konseling Islam fungsi preventif merupakan dimensi
yang tidak dapat dibiarkan begitu saja. Hal ini dapat kita lihat dalam Al-Qur’an surat
al-Hasyar ayat 18.
Yaaa ayyuhaa alladziina aamanuu ittaquu allaaha waltanzhur nafsun maa qoddamat
lighodin. Wa ittaquu allaaha. Inna allaaha khobiirun bimaa ta’maluuna.
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah
setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok
(akhirat), dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha
mengetahui apa yang kamu kerjakan.

2. Fungsi Kuratif
Fungsi kuratif yaitu fungsi penyembuhan dan perawatan atau treatment (as-
syifa). Fungsi kuratif atau penyembuhan dan perawatan merupakan fungsi utama.
Dalam konseling dalam menjalani hidup manusia tidak selamanya harmonis baik
dengan diri maupun dengan lingkungan. Kondisi tersebut menggambarkan ketidak
sehatan mental seseorang, yakni mengalami penyakit rohani, dan membutuhkan terapi
dari orang lain. Dengan bantuan konseling individu mampu mengembalikan
kesadaran orang-orang yang keluar dari fitrahnya, dan juga menyembuhkan jiwa
seseorang dari segala macam bentuk gangguan psikis, spiritual, moral dan jasmani
disembuhkan dengan menggunakan pendekatan psikologi, begitu juga dengan
konseling dapat membersihkan dan menjernihkan jiwa dari berbagai bentuk penyakit
rohaniah, yakni mengosongkan dari segala sesuatu yang negatif dan mengisinya
dengan sesuatu yang positif sehingga menimbulkan ketenangan, harmonisasi
hubungan dengan Tuhan, diri sendiri dan lingkungan. Mensucikan jiwa merupakan
harus bagi setiap muslim, karena agama menyuruh manusia untuk mensucikan jiwa,
merawat dan memperbaiki jiwanya dalam menghadapi ujian, sebagaimana hadits
Rasulullah SAW mengatakan:
Artinya: Berobatlah kamu wahai manusia, karena sesungguhnya Allah tidak
menurunkan suatu penyakit menurunkan obatnya kecuali penyakit itu. (HR.
Ahmad)

Fungsi kuratif memiliki dua prinsip, yaitu:


a. Fungsi pengobatan konseling Islam esensial dalam menyembuhkan penyakit
rohani bukan sebagai analgesic (pereda).
b. Fungsi pengobatan konseling Islam tidak akan membuat keadaan menjadi
lebih buruk dari kondisi ideal akan tetapi lebih baik.

3. Fungsi Development (pengembangan)


Yakni pengembangan ilmu keislaman, khususnya tentang manusia dan seluk
beluknya baik yang berhubungan dengan problematika ketuhanan menuju keinsanan
baik yang bersifat teoritis, aplikatif maupun empiric. Konseling Islam merupakan
wujud pengembangan keilmuan dalam Islam. Yang isi substansi dan metodologi
konseling Islam dikembangkan dari in formasi Al-Qur’an dan sunnah serta pemikiran
para ulama muslim.

C. PENGERTIAN “PRINSIP”
Prinsip yang berasal dari asal kata “PRINSIPRA” yang artinya permulaan
dengan satu cara tertentu melahirkan hal-hal lain, yang keberadaannya tergantung dari
pemula itu, prinsip ini merupakan hasil perpaduan antara kajian teoritik dan teori
lapangan yang terarah yang digunakan sebagai pedoman dalam pelaksanaan yang
dimaksudkan. (Halaen, 2002: 63).
Prinsip bimbingan dan Konseling menguraikan tentang pokok-pokok dasar
pemikiran yang dijadikan pedoman program pelaksanaan atau aturan main yang harus
diikuti dalam pelaksanaan program pelayanan bimbingan dan konseling dan dapat
dijadikan sebagai seperangkat landasan praktis atau aturan main yang harus diikuti
dalam pelaksanaan program pelayanan bimbingan dan konseling.
Sementara itu Prayitno mengatakan: “ Bahwa prinsip merupakan hasil kajian
teoritik dan tela’ah lapangan yang digunakan sebagai pedoman pelaksanaan sesuatu
yang dimaksud.
Menurut Jemkhairil dalam bukunya Psikoterapi Islam (2010, 66) prinsip
konseling Islam tidak jauh berbeda dengan prinsip psikoterapi Islam, yakni
merupakan seperangkat nilai atau kaidah etis dan estetis yang didasar pada sumber
ajaran Islam, yakni Al-Qur’an dan sunnah yang harus ada dalam semua unsur proses
kegiatan konseling Islam yang didasarkan pada nilai-nilai sakralitas Al-Qur’an dan
sunnah.
Jadi dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa prinsip-prinsip bimbingan
dan konseling merupakan pemanduan hasil-hasil teori dan praktek yang dirumuskan
dan dijadikan pedoman yang didasarkan Al-Qur’an dan sunnah sekaligus dasar bagi
penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling.

D. PRINSIP LAYANAN Y+UNTUK SELURUH MANUSIA


Pertolongan dalam bimbingan didasarkan pada prinsip-prinsip tertentu yaitu:
a. Setiap manusia perlu ditolong untuk mengembangkan potensinya semaksimal
mungkin.
b. Dalam memberikan pertolongan, sianak didik diusahakan agar makin dapat
berdiri sendiri, dan makin mampu memecahkan masalah hidupnya.
c. Dalam usaha memecahkan masalah atau mengatasi kesukaran harus ada
partisipasi (merumuskan masalah, mencari jalan keluar, tanggung jawab) dari
a.
E. PRINSIP YANG BERKAITAN DENGAN TUJUAN
a. Konseling Islam mengembalikan fitrah jiwa manusia
Fitrah jiwa manusia yang telah mengambil ikrar dengan Allah SWT yang
mengaku bertauhid kepadanya dan menafikan tuhan-tuhan selain dirinya yang
dinukilkan Al-Qur’an QS. AlA’raf ayat 172:
Wa idz akhodza robbuka min baniii aadama min zhuhuurihim dzurriyyatahum wa
asyhadahum ‘alaaa anfusihim. Alastu birobbikum. Qooluu balaa syahidnaa. An
taquuluu yawma alqiyaamati innaa kunnaa ‘an haadzaa ghoofiliina.
Artinya: dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam
dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka
(seraya berfirman): “Bukankah aku ini Tuhanmu?” mereka menjawab:
“Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi”. (kami lakukan yang
demikian itu) agar dihari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya
Kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan
Tuhan).

b. Konseling Islam menjadikan keadaan menjadi lebih baik atau


menyempurnakan
Keadaan lebih baik artinya, penderita penyakit rohaniah terbebas dari
gangguan dan penyakit rohaniah, sementara makna menyempurnakan ialah senantiasa
memperbaiki keadaan, yang belum baik maupun yang telah baik sekalipun. Hal ini
sesuai dengan cita-cita pengutusan Rasulullah SAW dalam sabdanya, yang artinya:
Hadits dari Abu Hurairah berkata, Nabi Muhammad SAW bersabda
sesungguhnya aku diutus (kedunia) untuk menyempurnakan akhlak. (HR.
Ahmad)

Misi risalah kenabian Muhammad SAW berorientasi pada upaya


penyembuhan akhlak manusia merupakan prinsip Rasulullah yang bekerja
menyempurnakan akhlak manusia yang harus dijadikan referensi dalam konseling
Islam.

c. Konseling Islam memuliakan kemuliaan manusia


Kemuliaan manusia ternodai karena perilaku manusia yang tidak
mengindahkan dimensi kemanusiaan yang telah diilhamkan oleh Allah SWT sehingga
kegiatan konseling Islam harus mengembalikan kemuliaan manusia sebagai makhluk
ahsan al-taqwin seperti digambarkan dalam Al-Qur’an QS At-Tiin ayat 4.
Laqod kholaqnaa al;insaana fiii ahsani taqwiimin.
Artinya: Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk sebaik-
baiknya.

F. PRINSIP-PRINSIP BIMBINGAN DAN KONSELING BERKAITAN


DENGAN JENIS LAYANAN
Kegiatan pelayanan bimbingan dan konseling dapat diselenggarakan secara
“insidental” maupun terprogram. Prinsip-prinsip berkenaan dengan program
bimbingan dan konseling adalah:
1. Bimbingan dan konseling merupakan bagian integral dari proses pendidikan
dan pengembangan individu, karena itu program bimbingan harus disesuaikan
dan dipadukan dengan program pendidikan serta pengembangan peserta didik.
2. Program bimbingan dan konseling harus fleksibel disesuaikan dengan
kebutuhan individu, masyarakat, dan kondisi keluarga.
3. Program bimbingan dan konseling disusun secara berkesinambungan dari
jenjang pendidikan yang terendah sampai yang tinggi.
4. Terhadap isi dan pelaksanaan program bimbingan dan konseling perlu adanya
penilaian yang teratur dan terarah.
5. Bimbingan konseling memberikan perhatian utama terhadap perbedaan
individual yang menjadi orientasi pokok pelayanannya.

G. PRINSIP HUBUNGAN KONSELOR DENGAN KLIEN


a. Al-amr bi al-ma’ruf wa nahy an al-munkar,,
Aktifitas konseling dalam Islam merupakan bagian dari kegiatan dakwah,
karena menyangkut pada usaha mengembalikan manusia pada kesadaran tauhid yang
telah dibawa dari alam perjanjian sebagian orang harus membantu saudaranya yang
mengalami gangguan kejiwaan yang terdapat dalam QS. Ali-Imran ayat 110.
Kuntum khoiro ummatin ukhrijat linnaasi ta;muruuna bi alma’ruufi wa tanhawna ‘ani
almunkari watu;minuuna bi allaahi. Walaw aamana ahlu alkitaabi lakaana khoiron
lahum. Minhumu almu;minuuna wa aktsaruhumu alfaasiquuna.
Artinya: Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia menyuruh
kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada
Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka,
diantara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-
orang yang fasik.

b. Prinsip ta’awun (tolong menolong)


Konsep tolong menolong atas kebaikan digariskan dalam Al-Qur’an surat Al-
Maidah ayat 2.

c. Konseling Islam harus disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan klien


Perbedaan yang terjadi pada setiap individu merupakan landasan atau dasar
pertimbangan untuk melakukan konseling Islam sehingga klien tidak diperlakukan
sama yakni harus sesuai dengan kondisi atau keadaan klien didasarkan pada hadits
Rasulullah SAW yang artinya: kami para Nabi diperintahkan untuk mengunjungi
rumah orang dan mengajari mereka sesuai dengan kemampuan akalnya (HR. Abu
Daud).

d. Konseling Islam harus berorientasi kemandirian klien


Bila jiwa seseorang telah terpelihara tentu ia telah memiliki kemandirian
sehingga ia bisa sendirinya menghindarkan diri dari segala sesuatu tanpa bantuan
orang lain yang dijelaskan dalam firman Allah QS. Ar-Ra’du ayat 11.
Inna allaaha laa yughoyyiru maa biqowmin hattaa yughoyyiru maa bi anfusihim.
Artinya: Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka
merobah keadaan (768) yang ada pada diri mereka sendiri.

e. Seorang konselor harus memiliki keahlian atau keterampilan


Keterampilan yang dimiliki seorang konselor bisa saja diperoleh melalui
pelatihan, pendidikan, studi terhadap kajian kejiwaan (psikologi serta ajaran Islam)
yang didasari pada firman Allah SWT QS. Al-Isrra’ ayat 36.
Walaa taqfu maa laisa laka bihii ‘ilmun. Inna assam’a wa albashoro wa alfu;aada
kullu ulaaa;ika kaana ‘anhu mas;uulan.
Artinya: Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai
pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati,
semuanya itu akan diminta pertanggung jawabnya.
f. Hidayatullah
Dalam mencapai konseling Islam konselor dan klien hanya bisa sama-sama
berusaha, sementara kesembuhan hanya datang dari Allah. Prinsip ini didasari pada
firman Allah SWT QS. Al-Fath ayat 4.
Huwa alladziii anzala assakiinata fii quluubi almu;miniina liyazdaaduuu iimaanan
ma’a iimaanihim. Walillaahi junuudu assamaawaati wa al;ardhi. Wakaana allaahu
‘aliiman hakiiman.
Artinya: Dia-lah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang
mukmin supaya keimanan mereka bertambah disamping keimanan mereka
(yang telah ada, dan kepunyaan Allah-lah tentara langit dan bumi (1394)
dan adalah Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.

Anda mungkin juga menyukai