Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

MACAM-MACAM TASAWUF DAN TOKOH-TOKOHNYA

(Disusun dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Tasawuf dan Tarekat)

Dosen Pengampu:

Dr. H. Muhtadi, S.Ag., M.HI.

Disusun Oleh:

MUHAMMAD YUSUF

MOHAMAD FIRZAM BALYAMAN

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ISLAM

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS DARUL ULUM JOMBANG

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas limpahan rahmat dan hidayah Allah SWT. sehingga
makalah ini dapat tersusun dengan tanpa kendala yang berarti. Tidak lupa kami
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
terselesaikannya makalah ini.

Penyusun berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para


pembaca untuk menambah wawasan dan pengetahuan, sehingga dalam kehidupan
sehari-hari para pembaca mempunyai landasan yang kuat dan dapat
dipertanggungjawabkan.

Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna,
untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para
pembaca, demi perbaikan makalah yang lebih baik diekmudian hari.

Jombang, Desember 2022

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR …………………………………………………… i

DAFTAR ISI ……………………………………………………………. ii

BAB I : PENDAHULUAN ……………………………………………... 1

A. LATAR BELAKANG ………………………………………….. 1


B. RUMUSAN MASALAH ………………………………………. 2
C. TUJUAN PEMBAHASAN …………………………………..… 2

BAB II : PEMBAHASAN ……………………………………………… 3

A. PEMBAGIAN TASAWUF …….………………………..……. 3


B. TOKOH-TOKOH TASAWUF DAN PEMIKIRANNYA ……… 12

BAB III : PENUTUP …………………………………………………… 19

A. KESIMPULAN …………………………………………………. 19
B. SARAN …………………………………………………………. 20

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Hakekat tasawuf adalah mendekatkan diri kepada Tuhan. Dalam
ajaran Islam, Tuhan memang dekat sekali dengan manusia. Dekatnya
Tuhan kepada manusia disebutkan Alquran dan Hadits. “Jika hambaKu
bertanya kepadamu tentang Aku, maka Aku dekat dan mengabulkan
seruan orang yang memanggil jika Aku dipanggil”. Ayat berikut
menggambarkan lebih lanjut betapa dekatnya Tuhan dengan manusia,
“Telah Kami ciptakan manusia dan Kami tahu apa yang dibisikkan
dirinya kepadanya. Dan Kami lebih dekat dengan manusia daripada
pembuluh darah yang ada di lehernya”. Ayat ini menggambarkan Tuhan
berada bukan diluar diri manusia, tetapi di dalam diri manusia sendiri.
Disini, sufi melihat persatuan manusia dengan Tuhan. Perbuatan
manusia adalah perbuatan Tuhan. Tuhan dekat bukan hanya kepada
manusia, tapi juga kepada makhluk lain sebagaimana dijelaskan hadis
berikut, “Pada mulanya Aku adalah harta yang tersembunyi, kemudian
Aku ingin dikenal. Maka Kuciptakan makhluk, dan melalui mereka Aku
pun dikenal.” Terdapat paham bahwa Tuhan dan makhluk bersatu, dan
bukan manusia saja yang bersatu dengan Tuhan. Kalau ayat-ayat diatas
mengandung arti ittihad, maka hadits terakhir ini mengandung konsep
wahdat al-wujud, kesatuan wujud makhluk dengan Tuhan.
Demikianlah ayat-ayat Alquran dan Hadits Nabi menggambarkan
betapa dekatnya Tuhan kepada manusia dan juga kepada makhluk-Nya
yang lain. Gambaran serupa ini tidak memerlukan pengaruh dari luar agar
seorang muslim dapat merasakan kedekatan Tuhan itu. Dengan khusu‟ dan
banyak beribadah ia akan merasakan kedekatan Tuhan, lalu melihat Tuhan

1
dengan mata hatinya dan akhirnya mengalami persatuan Ruhnya dengan
Ruh Tuhan; dan inilah hakikat tasawuf.
Tasawuf memiliki berbagai macam pembagian menurut para ahli.
Ada yang membagi menurut periode atau massa, ada pula pula pembagian
menurut ajaran yang diberikan. Pada makalah ini akan di bahas pembagian
tasawuf menurut kedua hal tersebut beserta tokoh-tokohnya.

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah tersebut, penyusun merumuskan beberapa
permasalahan sebagai berikut:
1. Apa saja macam-macam tasawuf?
2. Siapa saja tokoh-tokoh tasawuf?

C. Tujuan Pembahasan
Dari rumusan masalah di atas, penyusunan makalah ini bertujuan
sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui macam-macam tasawuf
2. Untuk mengetahui tokoh-tokoh tasawuf

2
BAB II
PEMBAHASAN
MACAM-MACAM TASAWUF DAN TOKOH-TOKOHNYA

A. PEMBAGIAN TASAWUF
Secara umum para ahli tasawuf membagi tasawuf menjadi 3
(Tiga) macam : tasawuf akhlaki, tasawuf amali dan tasawuf falsafi.
Ketiga jenis tasawuf tersebut pada prinsipnya mempunyai tujuan yang
sama yaitu sama-sama ingin “mendekatkan diri kepada Allah” dengan
cara membersihkan diri dari perbuatan tercela dan menghiasinya
dengan perbuatan terpuji. Namun ketiga jenis tasawuf tersebut
mempunyai perbedaan dalam penerapan “pendekatan” yang di
gunakan.1
Pendekatan-pendekatan dari masing-masing jenis tasawuf,
sekaligus merupakan spesifikasi dan ajaran inti masing-masing jenis
tasawuf tersebut. Para tasawuf yang bercorak akhlaki, pendekatan yang
di gunakan adalah pendekatan “moral” ( teori-teori ‫) ال كري مة أخ الق‬
atau biasa di sebut pencerdasan emosi.
Untuk tasawuf yang bercorak falsafi, maka pendekatan yang di
gunakan adalah pendekatan “rasio” memberdayakan akal pikiran yang
biasa di sebut pencerdasan inteligen. Sedangkan tasawuf yang bercorak
amali, pendekatan yang digunakan adalah pendekatan “amaliah”,
memperbanyak aktifitas yang bersifat rohani yang biasa disebut
pencerdasan spiritual.
Ketiga bentuk corak tasawuf itu merupakan perwujudan untuk
meng-Esakan Tuhan secara mutlak, dan itu berarti kita harus
menyadari bahwa meng-Esakan dan memahami Tuhan tidak bisa di
jangkau atau didekati hanya dengan rasio atau akal semata, tetapi
memahami Tuhan harus dibantu dengan pendekatan moral atau emosi

1
Asmaran AS, Pengantar Ilmu Tasawuf, Jakarta : PT. Raja Grafindo, 1994, hal. 46.

3
dan spiritual yang keduanya itu bertempat dalam hati sebagai
tempatnya iman bersemayam.2
Berikut adalah ajaran inti tasawuf yang dikemukakan menurut
pembagian tasawuf itu sendiri, yakni:
1. Tasawuf Akhlaqi

Tasawuf akhlaqi adalah tasawuf yang berkonstrasi pada teori-


teori perilaku, akhlaq atau budi pekerti atau perbaikan akhlaq.
Dengan metode-metode tertentu yang telah dirumuskan, tasawuf
seperti ini berupaya untuk menghindari akhlaq mazmunah dan
mewujudkan akhlaq mahmudah. Tasawuf seperi ini dikembangkan
oleh ulama‟ lama sufi.3

Taswuf Akhlaqi ialah ajaran tasawuf yang berhubungan dengan


pendidikan mental dan pembinaan serta pengembangan moral agar
seseorang berbudi luhur atau berakhlak mulia. Dari pengertian
tersebut, maka menurut pandangan orang-orang sufi yang
menganut aliran tasawuf akhlaki sebagai berikut :

a. Bahwa satu-satunya cara untuk bisa mengantar seseorang agar


bisa dekat dengan Allah SWT. hanyalah dengan jalan
“mensucikan jiwa”.
b. Bahwa untuk mencapai kesucian jiwa tersebut diperlukan
“latihan mental” yaitu al-riyadhah yang ketat. Riyadhah tersebut
wujudnya adalah “mengontrol” sikap dan tingkah laku secara
ketat agar terbentuk pribadi yang berahklak mulia.
c. Bahwa latihan mental tersebut bertujuan untuk mengontrol dan
mengendalikan nafsu, seperti godaan-godaan yang sifatnya
duniawi.
d. Bahwa pengendalian nafsu di perlukan, sebab nafsu dianggap
sebagai penghalang atau tabir antara manusia dengan Tuhan.

2
H. A. Rivay Siregar, Tasawuf Dari Sufisme Klasik ke Neo-Sufisme, Cet. II; Jakarta : Raja
Grafindo Persada, 2002, hal. 52.
3
Anwar, Rosihan.Solihin, Mukhtar, Ilmu Tasawuf, Bandung : CV Pustaka Setia, 2006.

4
e. Bahwa untuk membuka tabir tersebut agar manusia dapat dekat
dengan Allah SWT. Maka para sufi membuat suatu sistematika
pendekatan takhalli (mengosongkan) dan tahalli (mengisi).4

Dalam buku Pengantar Studi Islam, HM Amin Syukur (2000:


164) menerangkan masing-masing kelompok tasawuf tersebut.
Tasawuf akhlaqiy adalah ajaran tasawuf yang membahas tentang
kesempurnaan dan kesucian jiwa yang diformulasikan pada
pengaturan sikap mental dan pendisiplinan tingkah laku yang ktat.
Guna mencapai kebahagaiaan yang optimal, manusia harus lebih
dahulu mengidentifikasikan eksistensi dirinya dengan ciri-ciri
kebutuhan melalui pensucian jiwa raga yang berlua dari
pembentukan pribadi yang bermoral paripurna dan berakhlak
mulia, yang dalam ilmu tasawuf biasa dikenal dengan takhalliy
(pengosongan).

Dalam pandangan para sufi berpendapat bahwa untuk


merehabilitasi sikap mental yang tidak baik diperlukan terapi yang
tidak hanya dari aspek lahiriyah. Oleh karena itu pada tahap-tahap
awal memasuki kehidupan tasawuf, seseorang diharuskan
melakukan amalan dan latihan kerohanian yang cukup berat
tujuannya adalah mengusai hawa nafsu, menekan hawa nafsu,
sampai ke titik terendah dan bila mungkin mematikan hawa nafsu
sama sekali oleh karena itu dalam tasawuf akhlaqi mempunyai
tahap sistem pembinaan akhlak disusun sebagai berikut:

1) Takhalli
Takhalli merupakan langkah pertama yang harus di lakukan
oleh seorang sufi.Takhalli adalah usaha mengosongkan diri dari
perilaku dan akhlak tercela. Salah satu dari akhlak tercela yang

4
Ummu Kalsum, Ilmu Tasawuf, Cet. II; Makassar : Yayasan Fatiyah Makassar, 2002, hal.47-48.

5
paling banyak menyebabkan akhlak jelek antara lain adalah
kecintaan yang berlebihan kepada urusan duniawi.
2) Tahalli
Tahalli adalah upaya mengisi dan menghiasi diri dengan jalan
membiasakan diri dengan sikap,\perilaku, dan akhlak terpuji.
Tahapan tahalli dilakukan kaum sufi setelah mengosongkan
jiwa dari akhlak-akhlak tercela. Dengan menjalankan ketentuan
agama baik yang bersifat eksternal (luar) maupun internal
(dalam). Yang disebut aspek luar adalah kewajiban-kewajiban
yang bersifat formal seperti sholat, puasa, haji dll. Dan adapun
yang bersifat dalam adalah seperti keimanan, ketaatan dan
kecintaan kepada Tuhan.
3) Tajalli
Untuk pemantapan dan pendalaman materi yang telah dilalui
pada fase tahalli, maka rangkaian pendidikan akhlak
selanjutnya adalah fase tajalli. Kata tajalli bermakna
terungkapnya nur ghaib. Agar hasil yang telah diperoleh jiwa
dan organ-organ tubuh –yang telah terisi dengan butir-butir
mutiara akhlak dan sudah terbiasa melakukan perbuatan-
perbuatan yang luhur- tidak berkurang, maka, maka rasa
ketuhanan perlu dihayati lebih lanjut. Kebiasaan yang
dilakukan dengan kesadaran optimum dan rasa kecintaan yang
mendalam dengan sendirinya akan menumbuhkan rasa rindu
kepada-Nya.5

2. Tasawuf Amali

Dalam buku Pengantar Studi Islam, HM Amin Syukur (2000 :


164) menerangkan bahwa tasawuf amaliy adalah tasawuf yang
membahas tentang bagaimana cara mendekatkan diri kepada Allah.

5
Jamil, Cakrawala Tasawuf, Jakarta : GP. Press, 2007

6
Dan pengertian ini, tasawuf amaliy berkonotasi thariqah, dimana
dalam thariqah dibedakan antara kemampuan sufi yang satu
daripada yang lain.

Tasawuf amali yaitu ajaran tasawuf yang mementingkan


pengalaman-pengalaman ibadah baik secara lahiriah maupun
batiniah. Tasawuf amali di anggap oleh sebahagian sufi sebagai
bagian dan lanjutan dari taswuf akhlaki. Menurut sufi yang
menganutnya bahwa untuk dekat dengan Allah SWT. Maka
seseorang harus menggunakan pendekatan amaliah dalam bentuk
memperbanyak aktifitas, amalan lahir dan batin.6

Oleh karena itu menurut sufi, ajaran agama juga mengandung


aspek lahiriah dan batiniah, maka cara memahami dan
mengamalkannya juga harus melalui aspek lahir dan batin. Kedua
aspek ini di bagi menjadi empat bagian.

a. Syariah yaitu undang-undang, aturan-aturan, hukum Tuhan


atau ketentuan tentang halal, haram, wajib dan sunnah hal ini
menyangkut aspek lahiriah (eksoterik). Syariah menurut sufi
adalah amalan-amalan lahir yang fardukan dalam agama yang
biasanya dikenal sebagai “rukun Islam” yang sumbernya dari
Al-Qur‟an dan sunnah. Amalan tersebut bukan hanya yang
sifatnya wajib tetapi semua sunnah, yang di amalkan dengan
penuh keikhlasan sehingga di tetapkanlah cara-caranya
waktunya dan jumlahnya. Oleh karena itu, sufi yang
meninggalkan syariah dianggap sesat, sebab tanpa
mengamalkan hukum Tuhan secara baik, dan tuntas lewat
amalan ibadah berarti tidak tunduk pada aturan Allah.7
Syariat merupakan hakikat itu sendiri, dan hakikat tidak lain
adalah syariat itu sendiri. Keduanya adalah satu, tidak akan

6
Ummu Kalsum, op. cit., hal. 53.
7
Muhammd Zaki Ibrahim, Abjadiyyah al-Tashawwuf al-Islam, terj. Abdul Syukur dan Rivai
Usman, Tasawuf Salafi, Cet. I ; Jakarta : Hikmah, 2002, hal. 145.

7
sempurna satu sisi tanpa sisi yang lain. Allah SWT., telah
menggabungkan keduanya, oleh karena itu suatu hal yang
mustahil jika seseorang mau memisahkan sesuatu yang telah
digabungkan oleh Allah SWT.8
b. Thariqah yaitu jalan, cara, metode. Thariqah menurut sufi ialah
perjalanan menuju Allah, dan dalam perjalanan tersebut di
tempuh melalui suatu cara, atau melalui suatu jalan agar
dengan Tuhan. Sebab meurut sufi tanpa suatu cara atau metode
khusus yang di sebut thariqah akan sulit sampai pada tujuan.
Maka di tetapkanlah ketentuan yang sifatnya batiniah, dengan
melalui cara, metode setahap demi setahap yang dikenal
dengan istilah ‫م قام‬.9
Menurut sufi hidup ini penuh dengan rahasia, dan rahasia itu
tertutup oleh tabirsebenarnya tabir itu adalah “hawa nafsu” kita
sendiri. Tabir itu sebenarnya bisa tersingkap (terbuka) asal
menempuh suatu cara (thariqah) lihat Al-Qur‟an surah al-Jin
ayat 16, yang artinya:
“dan bahwasanya : Jikalau mereka tetap berjalan lurus di
atas jalan itu (agama Islam). Benar-benar kami akan
memberi minum kepada mereka air yang segar (rezki yang
banyak)”.10
Berdasarkan gambaran di atas, maka maqamat itu merupakan
satu sistem atau metode untuk mengenal dan merasakan adanya
Tuhan atau melihat Tuhan dengan mata hati.
c. Haqiqah diartikan sebagai kebenaran. Haqiqah biasa juga
diartikan puncak, atau sumber segala sesuatu. Haqiqah menurut
sufi merupakan rahasia yang paling dalam dari segala amal,
dan merupakan inti dari syariah. Haqiqah di peroleh sebagai
nikmat dan anugerah Tuhan berkat latihan yang dilakukan sufi.
8
Ibid, hal. 146.
9
Ummu Kalsum, op. cit., hal. 54.
10
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an Terjemahnya, 1978, hal. 985

8
Dengan sampainya sufi ke tingkat haqiqah, berarti telah
terbukalah baginya rahasia yang ada dalam syariah, maka sufi
dapat memahami segala kebenaran. Atau dengan kata lain
haqiqah adalah mengetahui inti yang paling penting dalam diri
sesuatu sehingga tidak ada yang tersembunyi baginya.11
Haqiqah tidak bias terlepas dari syariah, dan bertalian erat
dengan tariqah dan juga terdapat dalam ma‟rifah. Dalam
pandangan kaum sufi, makna hukum luar (syariah) harus utuh
dan sinkron dengan makna hokum dalam (haqiqah), maka
setiap manusia harus tunduk pada syariah sekaligus tunduk
pada realitas sebelah dalam (tariqah dan haqiqah), sebab
manusia sendiri berada diantara dua ruang yaitu ruang fisik dan
ruang ruhani.12
d. Ma’rifah yaitu pengetahuan dan pengenalan. Sedangakan
menurut kaum sufi berarti penghetahuan mengenai Tuhan
melalui kalbu atau hati nurani. Pengertian tersebut sedemikian
lengkapnya sehingga jiwa seorang sufi sudah merasa bersatu
dengan yang diketahuinya. Dikatakan oleh para sufi, ma‟rifah
berarti mengetahui Tuhan dari dekat, sehingga hati sanubari
melihat Tuhan. Inilah sebagai tujuan utama dalam ilmu
tasawuf.13

Melihat gambaran dari syari‟ah, tariqah, haqiqah, dan ma‟rifah,


maka dapat dikatakan bahwa ma‟rifah hanya bias dicapai bila
melalui syari‟ah dan ditempuh berdasarkan tariqah lalu bisa
memperolah haqiqah. Apabila syari‟ah dan tariqah ini sudah
dikuasai maka timbullah haqiqah lalu tercapailah tujuan yang
diinginkan oleh sufi yaitu ma‟rifah.

11
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1996, hal. 55.
12
Fadhalalla Haeri, Jenjang-Jenjang Sufisme, Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 2000, hal. 97.
13
Ummu Kalsum, op. cit., hal. 56

9
Menurut kaum sufi pengalaman syariah Islam tidaklah
sempurna jika tidak dikerjakan secara integrative dengan urutan-
urutan sebagai berikut:

 Syari‟ah merupakan peraturan


 Tariqah merupakan cara melakukan peraturan
 Haqiqah merupakan keadaan yang dirasakan setelah
melaksanakan peraturan tersebut.
 Ma‟rifah merupakan tujuan yang ingin dicapai oleh sufi. 14

Bila seseorang telah menjalani tariqah yang seimbang dengan


syariah lahir dan batin menuju pada puncak rahasia, maka
tercapailah suatu kondisi mental yang dinamakan insan kamil atau
waliyullah yaitu orang-orang yang selalu dekat dengan Allah
SWT., dan mendapat karunia-Nya sehingga melakukan perbuatab-
perbuatan luar biasa yang dinamakan- al-karamah.15

3. Tasawuf Falsafi

Tasawuf Falsafi adalah tasawuf yang didasarkan kepada


gabungan teori-teori tasawuf dan filsafat atau yang bermakana
mistik metafisis, karakter umum dari tasawuf ini sebagaimana yang
telah dikemukakan oleh Al-Taftazani bahwa tasawuf seperti ini:
tidak dapat dikatagorikan sebagai tasawuf dalam arti
sesungguhnya, karena teori-teorinya selalu dikemukakan dalam
bahasa filsafat, juga tidak dapat dikatakan sebagai filsafat dalam
artian yang sebenarnya karena teori-teorinya juga didasarkan pada
rasa. Hamka menegaskan juga bahwa tasawuf jenis tidak
sepenuhnya dapat dikatakan tasawuf dan begitu juga sebaliknya.
Tasawuf seperti ini dikembangkan oleh ahli-ahli sufi sekaligus
filosof. Oleh karena itu, mereka gemar terhadap ide-ide spekulatif.

14
Ibid.
15
Ibid.

10
Dari kegemaran berfilsafat itu, mereka mampu menampilkan
argumen-argumen yang kaya dan luas tentang ide-ide ketuhanan.16

Tasawuf falsafi merupakan ajaran tasawuf yang memadukan


antara visi mistis dengan visi rasional.17 Tasawuf falsafi berbeda
dengan tasawuf akhlaki dan amali. Sebab tasawuf falsafi
menggunakan term filsafat dalam mengungkap ajarannya.
Terminologi tersebut berasal dari berbagai macam ajaran filsafat
yang mempengaruhi tokoh-tokoh sufi. Dengan adanya term-term
filsafat dalam tasawuf ini menyebabkan bercampurnya ajaran
filsafat dan ajaran-ajaran dari luar Islam seperti Yunani, India,
Persia, Kristen dalam ajaran tasawuf Islam. Tetapi perlu diketahui
bahwa orisinalitas tasawuf tetap ada dan tidak hilang. Sebab para
sufi tersebut menjaga kemandirian ajarannya.18

Walaupun tasawuf falsafi banyak menggunakan term filsafat,


namun tidak bisa dianggap sebagai filsafat. Sebab ajaran dan
metodenya dipadukan pada rasa (zauq). Sebaliknya tidak
dikategorikan sebagai tasawuf murni, sebab ajarannya sering
diungkap dalam bahasa filsafat yang sering cendrung pada
19
pantaisme.

Contoh dari ajaran tasawuf yang bercorak filsafat antara lain


seperti terlihat pada teori al-fana‟, al-baqa‟, dan al-ittihad dari
Yazid Bustami, teori hulul dari Mansur al-Hallaj, dan teori
wihdatul wujud dari Ibn Arabi.20

Dalam buku Pengantar Studi Islam, HM Amin Syukur (2000:


164) menerangkan bahwa tasawuf falsafiy yaitu tasawuf yang
ajaran-ajarannya memadukan antara visi mistis dan visi rasional

16
Sireger, Rivay, Tasawuf (dari sufisme Klasik ke Neo Sufisme), Jakarta : Rajawali après, 2002.
17
Hamka, Tasawuf dari Masa ke Masa, Jakarta: Pustaka Islam, 1960, hal. 102.
18
Asmaran AS, op. cit., hal. 194.
19
Ibid, hal. 150.
20
Ummu Kalsum, op. cit., hal. 60.

11
penggagasnya. Terminologi filosofis yang digunakan berasal dari
bermacam-macam ajaran filsafat yan telah mempengaruhi para
tokohnya, namun orisinalitasnya sebagai tasawuf tetap tidak
hilang.

Sementara ada lagi yang membagi tasawuf, menjadi tiga


bagian, yakni tasawuf akhlakiy, tasawuf amali dan tasawuf falsafi.
Perlu dimaklumi pembagian ini hanya sebatas dalam kajian
akademik, ketiganya tidak bisa dipisahkan secara dikotomik, tetapi
dalam prakteknya ketiganya tidak bisa dipisahkan. (HM. Amin
Syukur, 2002: 44)

B. TOKOH-TOKOH TASAWUF DAN PEMIKIRANNYA


1. Tokoh Tasawuf Akhlaki
a. Hasan Al-Bashri
Bernama lengkap Abu Sa‟id Al-Hasan bin Yasar. Adalah
seorang zahid yang amat mashyur di kalangan tabi‟in. Ia lahir
di Madinah pada tahun 21 H (632 M) dan wafat pada 110 H
(728 H).
Ajaran-Ajaran Tasawufnya
Hamka mengemukakan sebagian ajaran tasawuf Hasan Al-
Bashri sebagai berikut:
 Perasaan takut yang menyebabkan hatimu tenteram lebih
baik daripada rasa tenteram yang menimbulkan perasaan
takut.
 Dunia adalah negeri tempat beramal. Barangsiapa bertemu
dunia dengan perasaan benci dan zuhud, ia akan berbahagia
dan memperoleh faedah darinya. Barangsiapa bertemu
dunia dengan perasaan rindu dan hatinya tertambal dengan
dunia, ia akan sengsara dan akan berhadapan dengan
penderitaan yang tidak dapat ditanggungnya.

12
 Tafakur membawa kita pada kebaikan dan berusaha
mengerjakannya.
 Dunia ini adalah seorang janda tua yang telah bungkuk dan
beberapa kali ditinggal mati suaminya.
 Orang yang beriman akan senantiasa berdukacita pada pagi
dan sore hari karena berada diantara dua perasaan takut,
yaitu takut mengenang dosa yang telah lampau dan takut
memikirkan ajal yang masih tinggal serta bahaya yang akan
mengancam.
 Hendaklah setiap orang sadar akan kematian yang
senantiasa mengancamnya, hari kiamat yang akan menagih
janjinya.
 Banyak dukacita di dunia memperteguh semangat amal
saleh.
Berkaitan dengan ajaran tasawuf Hasan Al-Bashri, Muhammad
Mustafa, guru besar filsafat Islam menyatakan bahwa tasawuf
Hasan Al-Bashri didasari oleh rasa takut siksa Tuhan di dalam
neraka. Setelah di teliti, ternyata bukan perasaan takut yang
mendasari tasawufnya tetapi kebesaran jiwanya akan
kekurangan dan kelalaian dirinya yang mendasari tasawufnya.
b. Al-Muhasibi
Bernama lengkap Abu „Abdillah Al-Harits bin Asad Al-Bashri
Al-Baghdadi Al-Muhasibi. Beliau lahir di Bashrah, Irak, tahun
165 H (781 M) dan meninggal tahun 243 H (857M).
Ajaran-Ajaran Tasawufnya
1) Makrifat
Al-Muhasibi menjelaskan tahapan-tahapan makrifat sebagai
berikut:
o Taat.
o Aktivitas anggota tubuh yang telah disinari oleh cahaya
yang memenuhi hati.

13
o Khazanah-khazanah keilmuan dan keghaiban kepda
setiap orang yang telah menempuh kedua tahap di atas.
o Tahap keempat adalah apa yang dikatakan oleh
sementara sufi dengan fana‟ yang menyebabkan baqa‟.
2) Khauf dan Raja’
Dalam pandangan Al-Muhasibi, khauf (rasa takut) dan raja‟
(pengharapan) menempati posisi penting dalam perjalanan
seseorang membersihkan jiwa. Kahuf dan raja‟ dapat
dilakukan dengan sempurna hanya dengan berpegang teguh
pada Al-Quran dan As-Sunnah.
c. Al-Ghazali
Bernama lengkap Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin
Ta‟us Ath-Thusi Asyyafi‟i Al-Ghazali. Beliau dipanggil Al-
Ghazali karena dilahirkan di kampung Ghazlah, suatu kota di
Khurasan, Iran tahun 450 H (1058 M).
Ajaran Tasawuf Al-Ghazali
Dalam tasawufnya Al-Ghazali memilih tasawuf sunni yang
berdasarkan Al-Quran dan As-Sunnah Nabi Muhammad SAW
ditambah dengan doktrin Ahlu As-Sunnah wa Al-Jamaah.
Menurut Al-Ghazali jalan menuju tasawuf baru dapat dicapai
dengan mematahkan hambatan-hambatan jiwa serta
membersihkan diri dari moral yang tercela sehingga kalbu
dapat lepas dari segala sesuatu yang selain Allah SWT dan
berhias dengan selalu mengingat Allah SWT.
Al-Ghazali menolak paham hulul dan ittihad. Untuk itu, ia
menyodorkan paham baru tentang makrifat yaitu pendekatan
diri kepada Allah SWT. Jalan menuju makrifat adalah
perpaduan ilmu dan amal, sementara buahnya adalah moralitas.
Ringkasnya, makrifat menurut Al-Ghazali adalah diawali
dalam bentuk latihan jiwa lalu diteruskan dengan menempuh
fase-fase pencapaian rohani dalam tingkatan-tingkatan dan

14
keadaan. Al-Ghazali juga menjadikan tasawuf sebagai sarana
untuk berolah rasa dan berolah jiwa, sehingga sampai pada
makrifat yang membantu menciptakan (sa‟adah).
d. Al-Qusyairi
Bernama lengkap „Abdu Karim bin Hawazin, lahir tahun 376 H
di Istiwa, kawasan Nishafur dan wafat tahun 465 H.
Ajaran-Ajaran Tasawufnya
Mengembalikan tasawuf ke landasan Ahlussunnah.
o Kesehatan batin.
o Penyimpangan para sufi.21
2. Tokoh Tasawuf Amali
Tokoh-Tokoh Tasawuf Amali
a. Rabiah Al-Adawiah
Bernama lengkap Rabi‟ah bin Ismail Al-Adawiah Al-Bashriyah
Al-Qaisiyah. Lahir tahun 95 H (713 H) di suatu perkampungan
dekat kota Bashrah (Irak) dan wafat tahun 185 H (801 M).
Rabiah Al-Adawiah dalam perkembangan mistisisme dalam
Islam tercatat sebagai peletak dasar tasawuf berasaskan cinta
kepada Allah SWT.
b. Dzu Al-Nun Al-Mishri
Bernama lengkap Abu Al-Faidh Tsauban bin Ibrahim. Lahir di
Ikhkim, daratan tinggi Mesir tahun 180 H (796 M) dan wafat
tahun 246 H (856 M). Al-Mishri membedakan ma‟rifat
menjadi dua yaitu ma‟rifat sufiah adalah pendekatan
menggunakan pendekatan qalb dan ma‟rifat aqliyah adalah
pendekatan yang menggunakan akal. Ma‟rifat menurutnya
sebenarnya adalah musyahadah qalbiyah (penyaksian hati),
sebab maa‟rifat merupakan fitrah dalam hati manusia.
c. Abu Yazid Al-Bustami

21
M. Solihin, Ilmu Tasawuf, CV Pustaka Setia, 2011, hlm. 122-135.

15
Bernama lengkap Abu Yazid Thaifur bin „Isa bin Syarusan Al-
Bustami. Lahir di daerah Bustam (Persia) tahun 874 M dan
wafat tahun 947 M. Ajaran tasawuf terpenting Abu Yazid
adalah fana dan baqa. Dalam istilah tasawuf, fana diartikan
sebagai keadaan moral yang luhur. Dan fana berarti mendirikan
sifat-sifat terpuji kepada Allah.
d. Abu Manshur Al-Hallaj
Bernama lengkap Abu Al-Mughist Al-Husain bin Mashur bin
Muhammad Al-Baidhawi. Lahir di Baida sebuah kota kecil di
daerah Persia tahun 244 H (855 M). Diantara ajaran tasawufnya
yang paling terkenal adalah Al-Hulul dan Wahdat Asy-Syuhud
yang kemudian melahirkan paham wihdad al-wujud (kesatuan
wujud) yang di kembangkan Ibnu Arabi.

3. Tokoh Tasawuf Falsafi


Tokoh-Tokoh Tasawuf Falsafi
a. Ibnu Arabi
Bernama lengkap Muhammad bin „Ali bin Ahmad bin
„Abdullah Ath-Tha‟i Al-Haitami. Lahir di Murcia, Andalusia
Tenggara, Spanyol tahun 560 M. Di antara karya
monumentalnya adalah Al-Futuhat Al-Makiyyah yang di tulis
tahun 1201, dan masih banyak karya lainnya.
Ajaran-Ajaran Tasawufnya
1) Wahdat Al Wujud
Ajaran sentral Ibnu Arabi adalah tentang wahdat al-wujusd
(kesatuan wujud). Menurut Ibnu Arabi wujud semua yang
ada ini hanya satu dan wujud makhluk pada hakikatnya
adalah wujud Khaliq.
2) Haqiqah Muhammadiyyah
Ibnu Arabi menjelaskan bahwa terjadinya alam ini tidak
bisa dipisahkan dari ajaran Haqiqah Muhammadiyyah atau

16
Nur Muhammad. Menurutnya, tahapan-tahapan kejadian
proses penciptaan alam dan hubungannya dengan kedua
ajaran itu dapat dijelaskan sebagai berikut: Pertama, wujud
tuhan sebagai wujud mutlak yaitu dzat yang mandiri dan
tidak berhajat kepada suatu apapun. Kedua, wujud Haqiqah
Muhammadiyyah sebagai emansi (pelimpahan) pertama
dari wujud Tuhan dan dari sini muncul segala yang wujud
dengan proses tahapan-tahapannya.
3) Wahdatul Adyan
Adapun yang berkenaan dengan konsepnya wahdat al-
adyan (kesamaan agama), Ibnu Arabi memandang bahwa
sumber agama adalah satu, yaitu hakikat Muhammadiyyah.
Konsekuensinya, semua agama adalah tunggal dan semua
itu kepunyaan Allah.
b. Al-Jili
Bernama lengkap „Abdul Karim bin Ibrahim Al-Jili. Lahir pada
tahun 1365 M di Jilan (Gilan) sebuah provinsi di sebelah
selatan Kaspi dan wafat tahun 1417 M.
Ajaran-Ajaran Tasawufnya
1) Insan Kamil
Ajaran tasawuf Al-Jili yang terpenting adalah paham insan
kamil (manusia sempurna). Menurut Al-Jili, insan kamil
adalah nuskhah atau copy Tuhan. Lebih lanjut ia
mengemukakan bahwa perumpamaan hubungan Tuhan
dengan insan kamil adalah bagaikan cermin di mana
seseorang tidak akan dapat melihat bentuk dirinya sendiri,
kecuali melalui cermin itu.
2) Maqamat (Al-Martabah)
Al-Jili merumuskan beberapa maqam yang harus dilalui
seorang sufi, yang menurut istilahnya ia sebut al-martabah

17
(jenjang atau tingkat). Tingkat-tingkat itu adalah: islam,
iman, shalah, ihsan, syahadah, shiddiqiyah, dan qurbah.22
3) Ibnu Sab’in
Bernama lengkap „Abdul Haqq Ibnu Ibrahim Muhammad
Ibnu Nashr, ia dilahirkan tahun 614 H (1217-1218 M) di
kawasan Murcia.
Ajaran-Ajaran Tasawufnya
a) Kesatuan Mutlak
Ibnu Sab‟in adalah seorang pengasas sebuah paham
dalam kalangan tasawuf filosof, yang dikenal dengan
paham kesatuan mutlak. Gagasan esensial pahamnya
sederhana saja, yaitu wujud adalah satu alias wujud
Allah semata.
b) Penolakan Terhadap Logika Arisotelian
Paham Ibnu Sab‟in tentang kesatuan mutlak telah
mebuatnya menolak logika Aristotelian. Oleh karena it
dalam karyanya “Budd Al-„Arif” ia berusaha menyusun
suatu logika baru yang bercorak iluminatif, sebagai
pengganti logika yang berdasarkan pada konsepsi
jamak. Ibnu Sab‟in berpendapat bahwa logika barunya
tersebut, yang dia sebut juga dengan logika pencapaian
kesatuan mutlak, tidak termasuk kategori logika yang
bisa dicapai dengan penalaran, tetapi termasuk
penalaran Ilahi yang membuat manusia bisa melihat
yang belum pernah dilihatnya maupun mendengar apa
yang belum di dengarnya.

22
Rosihun Anwar, Akhlak Tasawuf, CV. Pustaka Setia, 2011, hlm.184-192.

18
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa ada dua
jenis dalam pembagian tasawuf. Pembagian tasawuf secara umum
dibagi menjadi 3 yaitu tasawuf akhlaqy, tasawuf amali, dan tasawuf
falsafi.
B. SARAN
Setelah para pembaca selesai membaca makalah ini, pastilah terdapat
banyak kesalahan di dalam penulisan makalah di atas, memang
makalah ini masih jauh dari sempurna, maka penulis mengharapkan
kritik dan saran dari Bapak Dosen demi perbaikan makalah yang
selanjutnya serta menuju arah yang lebih baik.
Kemudain diharapkan kepada para pembaca untuk pembuatan makalah
selanjutnya, agar bisa menambah referensi yang lebih mendukung,
karena dalam pembuatan makalah ini penulis hanya menggunakan
beberapa referansi saja, hal ini dikarenakan keterbatasan buku referensi
yang penulis dapatkan.

19
DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Rosihun. 2011. Akhlak Tasawuf.


Asmaran AS, Pengantar Ilmu Tasawuf, Jakarta: PT. Raja Grafindo,
1994
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an Terjemahnya, 1978
Hamka, Tasawuf Dari Masa ke Masa, Jakarta: Pustaka Islam, 1960
Ibrahim, Muhammd Zaki, Abjadiyyah al-Tashawwuf al-Islam, terj.
Abdul Syukur dan Rivai Usman, Tasawuf Salafi, (Cet. I;
JAkarta: Hikmah, 2002)
Kalsum, Ummu, Ilmu Tasawuf, (Cet. II; Makassar: Yayasan Fatiyah
Makassar, 2002)
Siregar, H. A. Rivay, Tasawuf Dari Sufisme Klasik ke Neo-Sufisme,
(Cet. II; Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002)
Solihin, Muhammad. 2011. Ilmu Tasawuf. Bandung: CV Pustaka
Setia.

20

Anda mungkin juga menyukai