Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH KELOMPOK 5

ALIRAN ALIRAN DALAM TASAWUF

Oleh :

Nama NIM

Melisa Wulandari Putri : 202102901260028

Lisa Hasyim :202102901260029

Dosen Pengampu : L.M Ali Bukran, M.A

JURUSAN PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NURUL HAKIM

2023

i
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada junjunan kita, Nabi Muhammad SAW.
Kami panjatkan Puja dan Puji syukur kehadirat-Nya, yang atas berkat rahmat, hidayah dan
inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Pendidik dan Peserta Didik”, guna memenuhi tugas mata kuliah “AKHLAK DAN
TASAWUF”.
Dan kami berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun
menambah isi makalah agar menjadi lebih baik.
Karena keter batasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin masih
banyak kekurangan dalam makalah ini, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran
yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Kediri, Januari 2023

ii
DAFTAR PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN....…………………………………………

A. LATAR BELAKANG...……………………………………..…1
B. RUMUSAN MASALAH ……………………………………...1
C. TUJUAN.....................…………………………………………..1

BAB II PEMBAHASAN. ……………………………………..….…

A. PEMBAGIAN ALIRAN TASAWUF………………………….2


B. TIOLOGI ALIRAN TASAWUF………………………………6

BAB III PENUTUP……………………………………………........


KESIMPULAN………………………………………………...…..10
DAFTAR PUSTAKA………………..………………………….…11

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di dalam al-Qur’an terdapat ayat yang Qathi’ (pasti, yang tidak mungkin lagi
dimasuki oleh daya nalar manusia, seperti kewajiban melakukan shalat, wajib
puasa, zakat dan haji. Kemudian ada lagi ayat-ayat yang zhanni
(dugaan,memungkinkan beberapa pengertian dan penafsiran). Dari ayat-ayat yang
bersifat zhanni ini timbul berbagai macam pendapat dan aliran dalam Islam.

Aliaran –aliran dalam Islam secara garis besarnya adalah tasawuf, politik,
hukum, filsafat dan teologi. Masing-masing dari pembagian aliran-aliran yang telah
kami sebutkan di atas. Mereka terbagi-terbagi lagi menjadi beberapa bagian.

Ajaran Tasawuf atau mistik Islam pada dasarnya merupakan al-tajribah spiritual
yang bersifat pribadi. Meskipun demikian, al-tajribah ulama yang satu dengan yang
lainnya memiliki kesamaan-kesamaan disamping perbedaan-perbedaan yang tidak
dapat diabaikan. Oleh karena itu, dalam Tasawuf terdapat petunjuk yang bersifat
umum tentang maqamat dan ahwal.

Pada dasarnya Tasawuf merupakan ajaran yang membicarakan kedekatan antara


sufi (manusia) dengan Allah. Dalam al-Qur’an terdapat beberapa ayat yang
menunjukkan kedekatan manusia dengan Allah; antara lain bahwa Allah itu dekat
dengan manusia (Q.S Al-Baqarah: 186) dan Allah lebih dekat kepada manusia
dibandingkan urat nadi manusia itu sendiri (Q.S Qaf: 16).

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas, dapat diketahui bahwa rumusan masalah adalah sebagai
berikut:
1. Apa saja pembagian aliran tasawuf?
2. Bagaimana tipologi aliran tasawuf?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pembagian aliran Tasawuf
2. Untuk mengetahui bagaimana tipologi aliran tasawuf

1
BAB II
PEMBAHASAN

1. Pembagian Aliran Tasawuf


Ada tiga pembagian Tasawuf yaitu, Tasawuf Falsafi, Tasawuf Akhlaqi dan Tasawuf
Amali.
a. Tasawuf Falsafi
Tasawuf Falsafi, disebut pula dengan tasawuf nazhari, merupakan tasawuf
yang ajaran-ajarannya memadukan antara visi mistis dan visi rasional sebagai
pengasasnya. Tasawuf falsafi menggunakan terminologi filosofis dalam
pengungkapannya. Perpaduan antara tasawuf dan filsafat telah membuat ajaran-
ajaran tasawuf filosofis bercampur dengan sejumlah ajaran filsafat di luar islam,
seperti Yunani, Persia, India dan agama Nashrani.
Tasawuf Falsafi merupakan tasawuf yang didasarkan kepada gabungan
teori-teori tasawuf dan filsafat atau yang bermakna mistik metafisis, karakter
umum dari tasawuf ini sebagaimana yang telah dikemukakan oleh Al-Taftazani
bahwa tasawuf seperti ini: tidak dapat dikategorikan sebagai tasawuf dalam arti
sesungguhnya, karena teori-teorinya selalu dikemukakan dalam bahasa filsafat,
juga tidak dapat dikatakan sebagai filsafat dalam artian yang sebenarnya karena
teori-teorinya juga didasarkan pada rasa.
Adapun ciri umum tasawuf falsafi adalah ajarannya yang samar-samar
akibat banyaknya istilah khusus yang hanya dapat dipahami oleh mereka yang
memahami ajaran tasawuf jenis ini. Tasawuf falsafi tidak dapat di pandang
sebagai filsafat karena ajaran dan metodenya didasarkan pada ras (dzauq), tetapi
tidak dapat pula dikategorikan sebagai tasawuf dalam pengertiannya yang murni,
karena ajarannya sering diungkapkan dalam bahasa filsafat dan lebih berorientasi
pada panteisme. Ada beberapa aliran-aliran yang berkembang dalam Tasawuf
Falsafi, yaitu;
a. Al-Fana’ dan Baqâ’
Fana secara harfiah berarti hilang, hancur, meninggal, dan baqa berarti terus
hidup, selamanya. Dalam kaitan ini digunakan dengan preposisi al-fana ‘an
2
al-nafs maksudnya kosong dari segala sesuatu, melupakan atau tidak
menyadari sesuatu, dan baqa bi al-nafs, sebaliknya berarti diisi dengan
sesuatu, hidup bersama sesuatu, konsep ini ditimbulkan oleh Abu Yazid al-
Bustami.
b. Al-Ittihâd adalah kesatuan wujud, maksudnya dirinya merasa bersatu
dengan Tuhan yang dicintai dan mencintai menjadi satu.
c. Al-Hulûl ialah faham bahwa mengambil tempat dalam tubuh manusia
tertentu, yaitu manusia yang dapat melenyapkan sifat-sifat kemanusiaannya
melalui fana, faham ini pertama kali dimunculkan oleh Husein Ibnu Mansur
al-Hallaj.
d. Wahdatul Wujûd adalah faham bahwa wujud segala yang ada ini tergantung
dengan wujud Tuhan, karenanya yang mempunyai wujud hakiki hanyalah
Tuhan sedangkan yang lain tidak punya wujud, hanya satu wujud yaitu wujud
Allah.
e. Al-Isyrâq yakni faham bahwa sumber segala sesuatu Yang Ada adalah
cahaya yang mutlak atau Nûr al-Qâhir. Faham ini juga menyatakan bahwa
alam ini diciptakan melalui penyinaran atau illuminasi.

b. Tasawuf Akhlaqi
Tasawuf akhlaqi adalah tasawuf yang berkonstrasi pada teori-teori perilaku,
akhlaq atau budi pekerti atau perbaikan akhlaq. Dengan metode-metode tertentu
yang telah dir umuskan, tasawuf seperti ini berupaya untuk menghindari akhlaq
mazmunah dan mewujudkan akhlaq mahmudah. Tasawuf seperti ini
dikembangkan oleh ulama‟ lama sufi.
Dalam pandangan kaum sufi, manusia cenderung mengikuti hawa nafsu. Ia
cenderung ingin menguasai dunia atau berusaha agar berkuasa di dunia. Menurut
Al-Gazali, cara hidup seperti ini akan membawa manusia ke jurang kehancuran
moral. Kenikmatan hidup di dunia telah menjadi tujuan umat pada umumnya.
Pandangan hidup seperti ini menyebabkan manusia lupa akan wujudnya sebagai
hamba Allah yang harus berjalan di atas aturan-aturan-Nya.
Untuk memperbaiki keadaan mental yang tidak baik tersebut, seseorang
yang ingin memasuki kehidupan tasawuf harus melalui beberapa tahapan yang
cukup berat. Tujuannya adalah untuk menguasai hawa nafsu, menekan hawa nafsu
3
sampai ketitik terendah wuf akhladan bila mungkin mematikan hawa nafsu itu
sama sekali. Dalam tasawuf akhlaki terdapat tahapan-tahapan yang harus
dilalui. Tahapan tersebut terdiri atas tiga tingkatan yaitu takhalli, tahalli, dan
tajalli.
c. Tasawuf Amali
Tasawuf amali merupakan kelanjutan dari tasawuf akhlaki. Jika tasawuf
akhlaki berfokus pada pensucian jiwa, tasawuf amali lebih menekankan terhadap
cara-cara mendekatkan diri kepada Allah SWT, baik melalui amalan lahiriah
maupun batiniah. Hasrat untuk mendekatkan diri kepada Allah adalah tujuan
pokok dari Sufi dan keinginan yang manusiawi, akan tetapi tidak semua orang
bisa melakukannya, tidak tahu jalan yang ditempuh, dan tidak mengetahui
bagaimana caranya untuk mendekatkan dirinya. Maka dibutuhkan orang yang
dapat membantu dan memberi petunjuk ke arah tercapainya tujuan tersebut, yang
disebut dengan guru. Dilihat dari tingkatan dalam komunitas ini terdapat beberapa
istilah penting yang harus diketahui, yaitu sebagai berikut:
1) Murid, adalah orang yang mencari pengetahuan dan bimbingan dalam
melaksanakan ibadahnya dengan memusatkan segala perhatian dan usahanya
ke arah itu, melepas segala kemauannya dengan menggantungkan diri dan
nasibnya kepada iradah Allah. Dalam dunia tasawuf, murid itu digolongkan
menjadi tiga kelas yaitu;
a) Mubtadi atau pemula, yatu mereka yang baru mempelajari
Syari’at.Jiwanya masih terikat pada kehidupan duniawi, kelas ini berlatih
melakukaan amalan-amalan zhahir secara tetap dengan cara dan dalam
waktu tertentu.
b) Mutawassith atau tingkat menengah, yaitu mereka yang sudah
mempunyai pengetahuan yang cukup tentang Syari’at dan sudah mulai
memasuki pengetahuan dan amalan yang bersifat bâthiniyah. Tahap ini
adalah tahap belajar dan berlatih mensucikan bathin agar tercapai akhlak
yang baik.
c) Muntahi adalah tingkat teratas, yaitu mereka yang telah matang ilmu
Syari’at, sudah menjalani Thârikat dan mendalami ilmu bâthiniyah, sudah
bebas dari perbuatan maksiat sehingga jiwanya bersih. Orang di tingkatan
ini disebut ‘ârif.

4
2) Syekh, adalah seorang pemimpin kelompok kerohanian, pengawas murid
dalam segala kehidupannya, petunjuk jalan dan sewaktu-waktu dianggap
sebagai perantara antara seorang murid dengan Tuhannya.
3) Wali dan Quthub adalah seorang yang telah sampai ke puncak kesucian
bathin, memperoleh ilmu laduni yang tinggi sehingga tersingkap tabir rahasia-
rahasia.
Apabila dilihat dari sudut amalan serta jenis ilmu yang dipelajari, maka
terdapat beberapa istilah yang khas dalam dunia tasawuf, yaitu ilmu lahir dan ilmu
bathin. Bahkan untuk memahami dan mengamalkan suatu amalam juga harus
melalui aspek lahir dan aspek bathin. Kedua aspek itu terkandung dalam ilmu,
yang mereka bagi kepada empat kelompok, yaitu;
1) Syari’at, diartikan sebagai amalan-amalan lahir yang difardlukan dalam
agama, atau mengikuti agama Tuhan dan mengerjakan perintahnya dan
menjauhi larangannya.
2) Tarikat yakni mengamalkan agama dengan apik, teliti dan sungguh serta
melatih diri dengan mengerjakan ibadah yang payah-payah dengan penuh
kesabaran dan melapangkan hati dari kebimbangan untuk ibadah kepada
Tuhan.
3) Hakikat adalah sampainya maksud dan memandang Allah dengan
terbukanya hijab dan ini jalan terakhir tujuan seseorang yang Thârikat (sâlik)
yaitu mengenal Allah dengan terbukanya hijab dirinya hingga ia memandang
Allah dengan mata hatinya.
4) Ma’rifat adalah terhimpunnya tiga perkara di atas dengan pengenalan
yang sebenarnya dengan Allah, melalui hati sanubari, pengetahuan itu
sedemikian lengkap dan jelas sehingga jiwanya merasa satu dengan yang
diketahuinya.
Adapun terkait jalan atau cara mendekatkan diri kepada Allah, ada beberapa
terma yang perlu diketahui, yaitu
1) Maqâmât Untuk mencapai tujuan tasawuf seorang mubtadi harus menempuh
jalan yang panjang dan berat, melakukaan bermacam usaha dan amal baik
yang bersifat zahir maupun batin, dengan tahapan-tahapan tertentu yang
disebut dengan istilah maqâm, dan semua itu dilalui dengan mujahadah, dan
selalu sibuk dengan berbagai riyâdhah. Adapun tahap-tahap yang akan dilalui,

5
sebagian sufi berbeda pendapat diantaranya, ialah; al-taubah, al-zuhud,
alwara’,al-faqr, al-shabr, al-tawakkal, dan al-ridhâ.
2) Al-Ahwâl adalah situasi kejiwaan yang diperoleh seseorang sebagai kurnia
Allah, bukan dari hasil usahanya. Datangnya kondisi mental tersebut tidak
menentu, terkadang datang dan pergi berlangsung sangat cepat, sebagaimana
dengan maqâm dalam jumlah dan formasi yang berbeda.

2. Tipologi Aliran Tasawuf


a. Tokoh-tokoh dan pemikiran aliran tasawuf falsafi
1) Pemikiran Ibnu Arabi (560-638)
Ibnu ‘Arabi dikenal dengan pembawa ajaran wahdat al-
wujud (kesatuan wujud ) yang menyatakan bahwa wujud itu sesungguhnya
hanya satu yaitu hanya ada satu wujud yang sejati, yakni Allah SWT (al-
Haqq). Sedang alam ini tidak lain adalah sekedar dari manifestasi dari wujud
yang sejati tersebut yang pada dirinya (alam) tidak memilki wujud sejati tau
mutlak seperti Tuhan. Hubungan wujud sejati (Tuhan) dengan alam
digambarkan lewat wajah dengan gambar, wajah itu muncul dari sejumplah
cermin. Ibnu ‘Arabi pernah berkata wajah itu satu tetapi cermin seribu,
sehingga wajah yang sejati itu terpantul dalam ribuan cermin, dan karena
kaulitas dan posisi cermin berbeda antara satu cermin dengan cermin yang
lain, maka pantulan wajah sama dan satu itu pun tampak berbeda-beda. itulah
sebabnya. maka sekalipun Tuhan itu esa tetapi pantulannya (yaitu alam
semesta) beraneka dan berjenis jenis.
Inti ajaran Tasawuf wahdatul wujud diterangkan Ibnu Arabi dengan
menekankan pengertian kesatuan keberadaan hakikat (unity of existence).
Maksudnya, seluruh yang ada, walaupun tampaknya, sebenarnya tidak ada dan
keberadaannya bergantung pada Tuhan Sang Pencipta. Yang tampak hanya
bayangbayang dari Yang Satu (Tuhan). Seandainya Tuhan, yang merupakan
sumber bayang-bayang, tidak ada, yang lain pun tidak ada karena seluruh alam
ini tidak memiliki wujud. Yang sebenarnya memiliki wujud hanya Tuhan.
Dengan kata lain, yang ada hanya satu" wujud, yaitu wujud Tuhan, sedangkan
yang lainnya hanya merupakan bayang-bayang.
2) Pemikiran Al-Jili (1365-1417 M)
6
Nama lengkapnya adalah ‘Abdul Karim bin Ibrahim Al-Jili. Ia lahir
pada tahun 1365 M di Jilan (Gilan). Ajaran tasawuf al-Jilli yang terpenting
adalah paham Insan Kamil (manusia sempurna).
Al-Jilli dengan filsafat insan kamilnya, merumuskan
beberapa maqam yang harus dilalui seorang sufi, yang ia sebut al-
martabah (jenjang atau tingkat). Tingkat-tingkat itu adalah:
a) Islam yang didasarkan pada lima pokok atau rukun dalam pemahaman
kaum sufi tidak hanya dilakukan ritual saja, tetapi harus dipahami dan
dirasakan lebih dalam.
b) Iman yakni membenarkan dengan sepenuh keyakinan akan rukun iman,
dan melaksanakan dasar-dasar Islam.
c) Ash-shalah, yakni dengan maqam ini seorang sufi mencapai tingkat
ibadah yang terus-menerus kepada Allah dengan penuh perasaan khauf dan
raja’.
d) Ihsan, yakni dengan maqam ini menunjukan bahwa seorang sufi telah
mencapai tingkat menyaksikan efek nama dan sifat Tuhan, sehingga dalam
ibadahnya, ia merasa seakan-akan berada dihadapan-Nya.
e) Syahadah, seorang sufi dalam maqam ini telah mencapai iradah yang
bercirikan; mahabbah kepada Tuhan tanpa pamrih, mengingat-Nya secara
terus-menerus, dan meninggalkan hal-hal yang menjadi keinginan pribadi.
f) Shiddiqiyah, istilah ini menggagambarkan tingkat pencapaian hakikat
yang makrifat yang diperoleh secara bertahap
g) Qurbah, maqam ini merupakan maqam yang memungkinkan seorang dapat
menampakan diri dalam sifat dan nama yang mendekati sifat dan nama Tuhan.
3) Pemikiran Ibnu Sab’in
Ibnu Sab’in adalah seorang pengasas sebuah paham dalam kalangan
tasawuf filosofis, yang dikenal dengan paham kesatuan mutlak. Gagasan
esensial pahamnya sederhana saja, yaitu wujud adalah satu alias wujud Allah
semata. Wujud-wujud lainya hanyalah wujud yang satu itu sendiri. Jelasnya
wujud-wujud yang lain itu hakikatnya sama sekali tidak lebih dari Wujud
Yang Satu. Dengan demikian, wujud dalam kenyataanya hanya satu persoalan
yang tetap.Paham ini dikenal dengan sebutan paham kesatuan mutlak. Hal ini
karena paham ini berbeda dari paham-paham tasawuf yang memberi ruang
lingkup pada pendapat-pendapat tentang hal yang mugkin dalam suatu bentuk.
7
Dalam paham ini Ibn Sab’in menempatkan Ketuhanan pada tempat pertama.
Wujud Allah, menurutnya adalah asal segala yang ada pada masa lalu, masa
kini, maupun masa depan. Sementara wujud materi yang tampak justru
diwujudkan pada wujud mutlak yang rohaniah. Dengan demikian, paham ini
menafsirkan wujud bercorak spiritual bukan material

b. Tokoh-tokoh dan pemikiran aliran tasawuf akhlaqi

1) Hasan Al-Bashri
Nama lengkap beliau adalah Abu Said Al-Hasan Bin Yassar Al-Bashri
(623 M-728 M). Beliau lahir di Madinah pada tahun 21 H (623 M) dan wafat
pada hari Kamis, 10 Rajab 110 H (728 M.). Beliau dilahirkan dua malam
sebelum Khalifah Umar bin Khattab wafat. Beliau dikabarkan bertemu dengan
70 orang sahabat yang turut menyaksikan perang Badar dan 300 sahabat
lainnya. Beliau mendapatkan ajaran tasawuf dari Huzifah Bin Al-Yaman,
sehingga ajaran itu mempengaruhi sikap dan perilakunya dalam kehidupan
sehari-hari. Maka beliau dikenal sebagai seorang sufi yang sangat dalam
ilmunya lagi zahid, yakni kekosongan hati terhadap dunia. Dalam
mengamalkan zuhud, beliau berpendapat bahwa kita harus lebih dulu
memperkuat tawakkal kepada Allah SWT.
2) Al-Muhasibi
Nama lengkap beliau ialah Abu Abdullah Al-Harits Bin Asad Al-
Bashri Al-Muhasibi. Lahir di kota Bashrah pada tahun 165 H. Beliqau digelar
Al-Muhasibi karena dikenal sebagai orang yang senag mengintropeksi diri
sebelum terjerumus ke dalam perbuatan dosa.
Mulanya beliau adalah tokoh Muktazilah dan membela ajaran
rasionalisme Muktazilah, namun kemudian beliau meninggalkannya beralih ke
dunia kesufian. Sebagai seorang guru Junaid Al-Baghdadi, beliau juga seorang
intelektual yang merupakan moyang imam Syazali. Pokok-pokok pemikiran
beliau antara lain adalah manusia yang baik adalah akhiratnya tidak
terpengaruh dengan dunianya, sikap baik adalah menahan derita, belas
kasihan, memperlambat tutur kata dan memperindah tingkah laku, orang zalim
selalu berada dalam kiamat walaupun dipuji orang, sedangkan orang yang di
zalimi akan selamat meskipun dicela orang, dan tawakal.
8
c. Tokoh-tokoh dan pemikiran aliran tasawuf amali

1) Hasan Al-Basri (21 H-110 H)


Hasan Al-Basri memiliki nama lengkap Al-Hasan bin Abi Al-Hasan Abu
Said, lahir di Madinah pada 21 H. Beliau adalah seorang sufi tabi’in yang
termahsyur pada masanya. Prinsip ajaran tasawuf Hasan Al-Basri yang paling
utama adalah bersikap zuhud kepada dunia, yaitu menolak segala kenikmatan
dunia dan dunia. Selain itu, Hasan Al-Basri juga mengajarkan merasa takut akan
siksa Allah dan memohon ampun atas segala dosa-dosa.
2) Rabi’ah Al-Adawiyah (96 H-185 H)
Rabi’ah Al-Adawiyah memiliki nama lengkap Ummu al-Khair Rabi’ah
binti Isma’il al-Adawiyah al-Qisiya. Beliau dilahirkan di Basrah pada tahun 96 H.
Kehidupan Rabi’ah Al-Adawiyah diliputi dengan kemiskinan, beliau tidak
menikah dan menolak bantuan materi. Hari-harinya dihabiskan dengan beribadah
kepada Allah SWT dan menjauhi kehidupan duniawi.
Konsep ajaran tasawuf Rabi’ah berfokus pada cinta (al-hubb) kepada Rabb
semesta alam. Cinta (al-hubb) yang dianut oleh Rabi’ah disini merupakan hub al-
hawa dan hub anta ahl lahu. Dimana menurut tafsir Abu Thalib Al-Makiy, hub
al-hawa berarti rasa cinta yang timbul karena nikmat dan kebaikan yang diberikan
oleh Allah SWT. Sedangkan al-hubb anta ahl lahu adalah rasa cinta yang timbul
hanya untuk Dzat yang dicintai, tulus tanpa mengharapkan balasan dan bukan
karena kesenangan duniawi.
3) Dzun Nun Al-Misri (180 H-246 H)
Dzun Nun Al-Misri adalah seorang sufi yang hidup di pedalaman Mesir sekitar
pertengahan abad ke-3 H, tepatnya lahir di tahun 180 H. Beliau memiliki nama
lengkap Abu Al-faidil bin Ibrahim Dzun Al-Misri.
Al-Misri merupakan orang Mesir pertama yang membentuk pemikiran
tasawuf, mengemukakan perihal maqamat dan ahwal para wali, serta ilmu
ketauhidan yang berikatan dengan sufistik. Secara garis besar, konsep tasawuf
beliau menonjolkan tentang ma’rifat.

9
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan

Dalam tasawuf terdapat tiga pembagian aliran tasawuf yaitu tasawuf falsasfi,
akhlaqi dan amali. Tasawuf Falsafi merupakan tasawuf yang didasarkan kepada
gabungan teori-teori tasawuf dan filsafat atau yang bermakna mistik
metafisis. Sedangkan tasawuf akhlaqi adalah tasawuf yang berkonstrasi pada teori-
teori perilaku, akhlaq atau budi pekerti atau perbaikan akhlaq. Dengan metode-metode
tertentu yang telah dirumuskan, tasawuf seperti ini berupaya untuk menghindari
akhlaq mazmunah dan mewujudkan akhlaq mahmudah. Tasawuf amali merupakan
kelanjutan dari tasawuf akhlaki. Jika tasawuf akhlaki berfokus pada pensucian jiwa,
tasawuf amali lebih menekankan terhadap cara-cara mendekatkan diri kepada Allah
SWT, baik melalui amalan lahiriah maupun batiniah.

10
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad. “Epistemologi Ilmu-Ilmu Tasawuf”. Jurnal Ilmu Ushuluddin. Vol. 14. No. 1.
2015
Hasan, Ismail. “Tasawuf: Jalan Rumpil Menuju Tuhan”. Jurnal An-Nuha. Vol. 1. No. 1.
2014
Nilyati. “Sistem Pembinaan Akhlak Dalam Tasawuf Akhlaki”. Jurnal Tajdid. Vol. XIII.
No. 2. 2014

11

Anda mungkin juga menyukai